Pendahuluan
Lebih dari 50% dari populasi dunia terdapat H. pylori di saluran cerna bagian atas.
Prevalensi H. pylori di negara industri relatif konstan dibawah 40% dan rendah pada
anakanak/remaja dibandingkan masyarakat dewasa. Dalam wilayah geografis
prevalensi dari H.pylori berkolerasi terbalik dengan status sosial ekonomi dan
dikaitkan dengan kehidupan masa kanak-kanak. Infeksi biasanya didapatkan pada awal
masa kanak-kanak dan apabila tidak diberikan terapi dapat bertahan seumur hidup
seseorang. Infeksi H. pylori menular meskipun rute transmisi yang tepat tidak
diketahui, transmisi orang ke orang mealui oral-oral atau fecal-oral atau transmisi
gastro-oral paling mungkin. Makanan yang dimasak dalam waktu yang kurang dari
ideal, terkena air yang terkontaminasi atau tanah dapat meningkatkan resiko penularan
H.pylori. Higienitas buruk, kelas sosial yang rendah, dan kepadatan penduduk
dihubungkan dengan tingginya prevalensi infeksi H.pylori lewat transmisi bakteri
tersebut. Tersedianya fasilitas pemeriksaan yang akurat dan sederhana untuk
mendeteksi infeksi H.pylori, diantaranya tes serologi, tes napas urea, tes antigen tinja
dan biopsi endoskopi yang terdapat dirumah sakit atau klinik.
Vitiligo merupakan kelainan pigmentasi pada kulit dan mukosa membran yang
ditandai dengan makula dan patch depigmentasi berbatas tegas. Vitiligo kelainan
depigmentasi yang bersifat progresif akibat respon autoimun terhadap melanosit.
Vitiligo ditemukan pada sekitar 0,5-2% populasi diseluruh dunia dan pada umumnya
terjadi pada usia 20 tahun. Vitiligo adalah kelainan poligenik multifaktorial dengan
patogenesis kompleks. Meskipun beberapa teori telah diusulkan tentang patogenesis
vitiligo, penyebab pasti vitiligo tidak diketahui. Prinsip-prinsip yang disepakati yaitu
tidak adanya melanosit fungsional pada kulit vitiligo dan and a loss of histochemically
recognized melanocytes, diakibatkan adanya destruksi. Teori kompleks yang
berhubungan dengan destruksi melanosit diantaranya mekanisme autoimun, sitotoksik
dan kerusakan intrinsik melanosit, mekanisme oksidan-antioksidan, serta mekanisme
neural. Hipotesis yang paling diterima adalah teori autoimun, berdasarkan adanya
antibodi spesifik melanosit sehingga dapat memicu nekrosis dari kultur melanosit
manusia. Klasifikasi vitiligo yang paling banyak digunakan diantaranya lokal (fokal,
segmental, mukosa), generalisata (akrofasial, vulgaris, campuran) dan universal
berdasarkan tipe distribusi. Ketika perjalanan penyakit, prognosis dan terapi
dipertimbangkan, vitiligo dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe klinis mayor yaitu
segmental dan non segmental.
Rasional
Penelitian ini diangkat menjadi sebuah proposal yang mencoba mencari hubungan
antara vitiligo dan infeksi H. pylori yang dikenal sebagai bakteri yang sangat antigenik.
Vitiligo diketahui merupakan salah satu penyakit autoimun dan H. pylori yang
dikenal sebagai bakteri yang sangat antigenik sehingga dapat diusulkan sebagai
kemungkinan penyebab dasar dari vitiligo.
Tujuan penelitian
H.pylori telah dilaporkan mempengaruhi sekitar 50% populasi dunia, dan bukti
terbaru menunjukan infeksi H. pylori berperan dalam patogenesis berbagai jenis
penyakit kulit. Eradikasi H.pylori terbukti efektif pada sejumlah pasien dengan
urtikaria autoimun kronik, psoriasis, alopesia areata dan purpura Schönlein-Henoch.
Bertentangan dengan data yang ada mengenai hubungan infeksi H.pylori dengan
penyakit Bechet, skleroderma dan penyakit autoimun bulosa.
Meskipun besarnya kejadian H.pylori tinggi tidak ada penelitian yang dilakukan
untuk menentukan hubungan antara vitiligo dengan infeksi H.pylori. Dalam literatur
baru terbaru hubugan antara H.pylori dengan gejala ekstra digestif telah diusulkan.
Salah satu penelitian besar bidang epidemiologi klinik yang dilakukan oleh Bashir et al
2011 pada pasien Sudan sebanyak 3723 untuk mendeteksi prevalensi dari gejala klinis
kulit ekstra digestif (ekstra lambung)
infection.