Anda di halaman 1dari 6

Ketua MPR Melantik 3 Anggota Baru

(Liputan6.com/ Devira Prastiwi)


Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Zulkifli Hasan melantik dan memandu pengucapan sumpah
atau janji tiga anggota MPR Pergantian Antar Waktu (PAW). Ketiganya adalah Andi Yuliani Paris,
Siti Sarwindah, dan Firmansyah Mardanoes. Dia mengucapkan selamat bergabung kepada
ketiganya.

"Tugas di MPR telah menanti. Waktu untuk melaksanakan tugas juga tidak banyak, hanya tersisa
sekitar tiga tahun lagi," kata Zulkifli Hasan di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa
(25/10/2016).

Tak hanya itu, Zulkifli pun turut mengajak ketiga anggota PAW bersama-sama menjadikan MPR
sebagai pengawal dan penjaga konstitusi. Selain itu terus melakukan sosialisasi Empat Pilar, yaitu
Pancasila, UUD RI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Menurut dia, selama 18 tahun reformasi memang telah banyak yang dicapai bangsa ini.

"Tetapi di sisi lain, dalam kunjungan ke berbagai daerah, kita melihat mulai memudarnya nilai-nilai
kebangsaan. Tantangan kita semakin berat. Tugas telah menanti. Mari kita sosialisasikan Empat
Pilar," tutur Zulhas.

Dalam pengucapan sumpah atau janji, Ketua MPR didampingi Wakil Ketuanya EE Mangindaan dan
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad.

Andi Yuliani Paris adalah anggota MPR dari Fraksi PAN mewakili daerah pemilihan (dapil) Sulawesi
Selatan II menggantikan Andi Taufan Tiro yang diberhentikan dari keanggotaan PAN.

Sedangkan Siti Sarwindah dari Fraksi PAN mewakili dapil Kepulauan Riau menggantikan Asman
Abnur yang diangkat menjadi Menteri PAN dan RB. Sementara Firmansyah Mardanus dari Fraksi
PPP mewakili dapil Kalimantan Barat menggantikan Usman Ja'far yang meninggal dunia.

Sumber : http://news.liputan6.com/read/2635290/ketua-mpr-melantik-3-anggota-baru pada Hari


Minggu, 4 Desember 2016 Pukul 16.40
Panglima Tertinggi

PEKAN lalu, kita disuguhi berita kunjungan presiden ke beberapa markas pertahanan dan
keamanan, secara berkesinambungan. Tentu ada pesan khusus dari kunjungan tersebut.
Ketika mengunjungi Markas Besar Angkatan Darat, presiden mengapresiasi kinerja
pengamanan aksi 4 November. Ketika mengunjungi Markas Kopassus, presiden menyatakan
memiliki wewenang untuk menggerakkan Kopassus jika diperlukan. Dan kunjungan kerja
berlanjut Jumat (11/11) di Markas Marinir dan Mako Brimob.

Apakah ini kunjungan kerja biasa? Tentu! Sekalipun jika dikaitkan dengan momentum situasi
perpolitikan nasional, kunjungan Presiden Jokowi memiliki beberapa pesan. Paling tidak,
terdapat upaya penggiringan opini mengenai isu renggangnya hubungan Presiden dengan
Panglima TNI pasca-aksi 4 November. Opini tersebut berkembang cenderung liar dan masif
di dunia maya berujung dengan dukungan terhadap Panglima TNI untuk menjadi presiden.

Kunjungan Presiden Joko Widodo merupakan penegasan, bahwa Presiden memegang


kendali penuh atas institusi pertahanan (TNI) dan institusi keamanan (Brimob). Penegasan,
Presiden merupakan Panglima Tertinggi TNI. Amanat UUD 1945 pada pasal 10 menyatakan:
Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut
dan Angkatan Udara. Lebih lanjut dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
pada Pasal 10 Ayat (1) disebutkan, TNI adalah alat pertahanan negara dan dalam Pasal 14
Ayat (1) disebutkan, Presiden bertanggung jawab atas pengerahan TNI. Kunjungan kerja
Presiden Joko Widodo di sejumlah markas didampingi Panglima TNI. Dalam sejumlah
kesempatan Panglima TNI juga menegaskan profesionalismenya dalam menjalankan tugas.
Dalam konteks negara demokrasi, supremasi sipil berada di atas segalanya. Salah satu
indikator militer profesional ialah ketika militer patuh dan taat pada eksekutif (sipil).
Pascareformasi, TNI terus bertransformasi untuk menjadi TNI profesional. Berbagai langkah
strategis dilakukan seperti penghapusan fungsi politik (Dwi Fungsi) dan bisnis oleh TNI.
Selain reformasi kelembagaan, TNI juga terus memperkuat profesionalisme kemampuan
melalui pelatihan yang ideal bagi prajurit, penyediaan alutsista yang memadai serta
perbaikan standar gaji bagi prajurit.

Hasil reformasi TNI yang dicanangkan segera setelah reformasi nasional 1998 mulai
menampakkan hasil diberbagai lini. Salah satunya, TNI tidak tertarik untuk terlibat politik
praktis. Hembusan godaan melalui penggiringan opini di dunia maya secara masif bagi
Panglima TNI untuk menjadi Presiden ditanggapi dingin. Bahkan dalam berbagai
kesempatan Panglima TNI memperlihatkan ketegasannya akan profesionalisme TNI.

Simbolisasi kontrol sipil atas militer seperti yang dilakukan Presiden Joko Widodo merupakan
pesan yang kuat terhadap pihak-pihak yang berkepentingan untuk merusak stabilitas politik
nasional dan menciptakan kesan bahwa terdapat gap antara Presiden dengan TNI. Hal yang
perlu digarisbawahi oleh Presiden ialah sejauh mana kewenangan Presiden sebagai
Panglima Tertinggi untuk menggerakkan TNI. Jangan sampai menjadi blunder dan
mencederai hierarki yang ada.

Bahwa TNI memiliki fungsi utama pertahanan (perang dan selain perang) yang diatur secara
ketat dalam UU 34 Tahun 2004 tentang TNI. Penggerakan TNI dalam pengamanan demo
misalnya, harus tegas statusnya Bawah Kendali Operasi Polri. Kemungkinan terjadi
kesalahan prosedur dalam pengendalian rusuh massa dapat terjadi, mengingat prajurit TNI
dilatih secara ketat untuk menjadi kombatan. Hal-hal semacam ini harus diantisipasi dengan
koordinasi dan sinergitas yang tinggi antara Polri dengan TNI.

Permasalahan yang sesungguhnya adalah atmosfer politik nasional yang cenderung bersifat
zero sum. Aktor politik cenderung menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.
Kearifan lokal sebagai bangsa yang toleran, mengedepankan musyawarah, serta berbagai
istiadat ketimuran lainnya tidak digunakan. Akhirnya, semoga Pemerintah dengan dukungan
rakyat dapat mengelola situasi dengan baik dan profesional.

(Suryo Wibisono. Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional dan Peneliti Pusat
Studi Pertahanan, UPN ‘Veteran’ Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian
Kedaulatan Rakyat, Selasa 15 November 2016)
Novanto Akan Pelajari Usulan Revisi UU MD3
soal Formasi Pimpinan DPR
Elza Astari Retaduari - detikNews

Setya Novanto (Foto: Ilustrator: Mindra Purnomo)

Jakarta - Fraksi Golkar menyetujui aspirasi Fraksi PDIP soal revisi Undang-undang MD3 terkait
formasi pimpinan DPR. Ketua DPR yang baru dilantik, Setya Novanto, mengatakan akan mempelajari
permintaan yang berasal dari Fraksi PDIP itu.

"Kita setuju, akan revisi UU MD3 mengenai komposisi pimpinan DPR RI," ungkap Plt Ketua Fraksi
Partai Golkar Kahar Muzakir di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu
(30/11/2016).

Aspirasi F-PDIP itu disampaikan saat sidang paripurna pergantiaan Ketua DPR dari Ade Komarudin
kepada Setya Novanto sore tadi. PDIP setuju dengan pergantian itu namun mengingatkan pimpinan
DPR untuk mempertimbangkan kembali formasi pimpinan dewan.

Sebagai partai pemenang pemilu 2014, Fraksi PDIP tak memiliki jatah kursi di pimpinan DPR. Saat
penyusunan aturan ketika awal anggota DPR dilantik, pimpinan DPR disepakati secara paket.

Ketika itu paket dimenangkan oleh Koalisi Merah Putih (KMP) dan kursi pimpinan dibagi untuk partai-
partai yang masuk dalam koalisi itu. Namun seiring berjalannya waktu, partai KMP mulai berguguran
dengan merapatkan diri ke pemerintahan.

Posisi di parlemen yang awalnya 'panas' mulai melembut karena partai yang bergabung ke
pemerintah kini lebih banyak dibanding yang oposisi. Usai pelantikan dirinya sebagai Ketua DPR,
Novanto berjanji untuk mengkaji permintaan Fraksi PDIP.

"Tentu yang menjadi usulan PDIP karena kita masih ini (baru) tentu kita pelajari dan pertimbangkan
sebaik-baiknya," ucap Novanto di lokasi yang sama.

Ketum Partai Golkar itu pun berjanji akan mengawal aspirasi tersebut di tingkat pimpinan. Juga
termasuk pada komisi-komisi terkait.
"Nanti saya koordinasikan dengan pimpinan-pimpinan yang lain dan juga komisi yang terkait," kata
dia.

Novanto membantah perubahan formasi pimpinan DPR merupakan 'deal' agar PDIP setuju dengan
pergantian Ketua DPR kali ini.

"Semua undang-undang kita bicarakan ya, kita doain bisa berjalan dengan lancar," kata Novanto
membantah.

Sebelumnya anggota Fraksi PDIP Arya Bima meminta aturan formasi pimpinan dewan yang diatur
dalam UU MD3 direvisi. PDIP pun juga meminta agar ada jatah kursi untuk partainya di pimpinan DPR.

"Kami berharap pimpinan menginisiasi membuat aturan dalam formasi pimpinan. Dan kalau masih
dimungkinkan, selaku fraksi yang anggota paling banyak, kalau masih dimungkinkan mendapat porsi
pimpinan DPR," ujar Arya, Rabu (30/11).

sumber : https://news.detik.com/berita/d-3359236/novanto-akan-pelajari-usulan-revisi-uu-md3-soal-
formasi-pimpinan-dpr Hari Minggu, 4 Desember 2016 Pukul 16.56
KLIPING
AKTIFITAS LEMBAG-LEMBAGA
NEGARA DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Nama : Hero Junior Izzatur Rahman

Kelas : VI (Enam)

No. Absen :9

SD NEGERI 1 PABUAWARAN
UNIT PENDIDIKAN KECAMATAN PURWOKERTO UTARA
TAHUN 2016

Anda mungkin juga menyukai