Anda di halaman 1dari 11

Bhinneka Tunggal Ika: Sejarah, Tujuan,

Prinsip, Fungsi
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara yang berada di bumi belahan
baggian timur di Benua Asia tepatnya Asia bagian tenggara.

Indonesia diapit oleh dua samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia dengan iklim
teropis serta letak astronomis 6o lintang utara – 11o lintang selatan dan 95o bujur timur – 141o
bujur timur.

Indonesia juga dilewati oleh dua pegunungan muda dunia yakni disebelah barat dengan
Mediterania serta sebelah timur dengan Pegunungan Sirkum Pasifik.

Mempunyai tiga zona waktu yang berbeda yaitu aktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia
Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia Timur (WIT). Serta tercatat sebagai Negara
kepulauan terbesar yang ada di dunia dengan total luas wilayahnya sebesar 1.904.569 KM2.

Selain itu, Indonesia juga memiliki identitas resmi sebagai suatu negara, diantaranya :

1. Indonesia Raya sebagai Lagu kebangsaan.


2. Bendera Merah Putih sebagai Bendera Kebangsaan.
3. Burung Garuda sebagai simbol Kebangsaan.
4. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan Kebangsaan.

Sejarah Bhinneka Tunggal Ika

Pada mulanya, semboyan dari negara Indonesia sangatlah panjang yaitu Bhinneka Tunggal Ika
Tan Hana Dharma Mangrwa.
Dan kemudian istilah Bhinneka Tunggal Ika dikenal pertama kalinya pada zaman Majapahit di
era kepemimpinan Wisnuwardhana.

Perumusan dari semboyan Bhineka Tunggl Ika dilakukan oleh Mpu Tantular di dalam kitab
Sutasoma.

Pada dasarnya, semboyan tersebut merupakan pernyataan kreatif dalam usaha untuk mengatasi
keanekaragaman kepercayaan dan juga keagamaan. Hal itu juga dilakukan karena sehubungan
dengan usaha bina Negara kerajaan Majapahit pada waktu itu.

Semboyan Bhineka Tunggl Ika -, memberikan nilai yang inspirataif di dalam system
pemerintahan Indonesia pada masa kemerdekaan.

Semboyan tersebut juga mampu menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan di dalam
NKRI.

Di dalam kita Sutasoma sendiri, Bhineka Tunggl Ika lebih ditekankan untuk perbedaan dalam
hal kepercayaan serta keaneragaman agama yang ada di kalangan rakyat Majapahit.

Namun sebagai semboyan NKRI, konsep yang ada di dalam Bhineka Tunggl Ika tak hanya
menyangkut perbedaan agama dan kepercayaan yang menjadi fokus utama.

Namun dijadikan semboyan dalam artian yang lebih luas yaitu seperti perbedaan suku, bangsa,
budaya (adat-istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan juga kepercayaan untuk menuju
persatuan dan kesatuan Negara.

Berbicara tentang lambang dari negara Indonesia, Lambang yang tergambar Garuda Pancasila
lengkap dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada cakarnya ditetapkan secara resmi
menjadi salah satu bagian NKRI.

Yaitu melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 66 Tahun 1951 pada 17 Oktober 1951 serta
telah diundang – undangkan di tanggal 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara.

Usaha yang dilakukan pada masa Majapahit dan pemerintahan Indonesia dilandaskan kepada
kepentingan dan pandangan yang sama, yakni pandangan yang mengenai semangat rasa
persatuan, kesatuan, dan kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara.

Sedangkan, semboyan yang berbunyi “Tan Hana Darma Mangrwa” dipakai sebagai motto
lambang Lembaga Pertahanan Nasional yang berarti “tidak ada kebenaran yang bermuka dua”.

Namun, selang beberapa waktu, semboyan itu dibuat menjadi ringkas yaitu “bertahan karena
benar”. Arti dari “tidak ada kebenaran yang bermuka dua” sebetulnya mempunyai arti supaya
manusia senantiasa berpegang dan berlandaskan pada kebenaran yang satu.

Dan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa” merupakan ungkapan
yang berarti kebenaran aneka pada unsur kepercayaan di Majapahit.

Sehubungan dengan adanya semboyan Bhinneka Tunggal Ika, hal tersebut merupakan cikal
bakal yang dilakukan oleh Singasari pada masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu
(Candi Jago) yang kemudian semboyan tersebut disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit
dengan Candi Jago.

Oleh sebab itu, kedua seemboyan itu dikenal sebagai hasil dari perdaban masa Kerajaan
Majapahit. Serta dari segi kepercayaan dan agama, rakyat Majapahit adalah rakyat yang
majemuk.

Selain adanya aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, gejala sinkretisme juga
muncul dan kelihatan sangat menonjol diantara Siwa dan Budha dan juga pemujaan terhadap
para roh leluhur.

Namun kepercayaan dari pribumi masih tetap bertahan, bahkan kepercayaan mereka
mempunyai peranan tertinggi serta menjadi kalangan mayoritasdi kehidpan masyarakat.

Di masa itu, rakyat Majapahit terbagi atas beberapa golongan. Yang pertama merupakan
golongan orang islam yang datang dari abrat dan kemudian menetap di Majapahit.

Kedua merupakan golongan orang China yang mayoritasnya berasal dari Canton, Chang-chou,
dan Fukien yang juga tinggal di daerah Majapahit.

Namun kemudian, banyak dari golongan tersebut masuk dalam agama islam dan ikut
menyebarkan agama islam tersebut.

Pembentuk Jati Diri Bangsa

Sejak NKRI merdeka, para tokoh pendiri bangsa mencantuman kata Bhinneka Tunggal Ika
untuk dijadikan sebagai semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila.
Seperti yang telah kita ketahui, kalimat tersebut diambil dari falsafah Nusantara sejak zaman
Kerajaan Majapahit yang juga telah digunakan sebagai motto pemersatu Nusantara, yang
diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dalam kitab Sutasoma karya dari Mpu Tantular

yang tercatat dalam kitab tersebut seperti yang di bawha ini :

Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa,

bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn,

mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa (Pupuh 139: 5).

Terjemahan:

Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang

berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang?
Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua.

Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang
mendua. (Bhinneka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa).

Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuna yang telah diterjemahkan dengan kalimat yang
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dari situlah, kalimat Bhinneka Tunggal Ika menjadi jati diri
bangsa Indonesia.

Hal itu berarti, pada zaman dahulu hingga sekarang, kesadaran tentang hidup bersama dalam
keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di nusantara.

Munandar (2004:24) di dalam Tjahjopurnomo S.J. menyebutkan bahwa secara harfiah sumpah
palapa isinya mengandung arti mengenai upaya untuk mempersatukan nusantara.

Sehingga, hingga kini sumpah palapa menjadi acuan karena tak hanya berkenaan dengan jati
diri seseorang, melainkan dengan kejayaan eksistensi suatu kerajaan. Oleh sebab itu, sumpah
palapa menjadi aspek penting di dalam pembentukan Jati Diri Bangsa Indonesia.

Menurut tanggapan dari Pradipta (2009), sumpah palapa dianggap penting karena di dalamnya
terdapat kalimat yang berbunyi “lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa” yang berarti
“kalau telah menguasai Nusantara, saya melepaskan puasa/tirakatnya”. Naskah nusantara
tersebut yang mendukung cita-cita merupakan Serat Pararaton.

Kitab tersebut memiliki peran yang sagat selaras, sebab di dalamnya terdapat isi dari teks
Sumpah Palapa.

Sebetulnya di dalam kitab Pararaton tidak terdapat kata sumpah, hanya saja para ahli Jawa
Kuno secara tradisional dan konvensional menyebutnya sebagai Sumpah Palapa.
selengkapnya mengenai bunyi teks Sumpah Palapa menurut Pararaton edisi Brandes (1897 :
36), sebagai berikut :

Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa,

sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti

palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring

Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang,

Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Terjemahan:

Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan

puasa (nya). Beliau Gajah Mada: Jika telah mengalahkan

nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil)

mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo,

Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru)

melepaskan puasa (saya)

Selanjutnya di iringi dengan adanya Sumpah Pemuda yang juga memiliki peran penting dalam
sejarah perkembangan pembentukan Jati Diri negara Indonesia.

Pada tahun 2004 Tjahjopurnomo menyebutkan bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada
tanggal 28 Oktober 1928 secara historis adalah rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa,
karena pada intinya hal tersebut menyangkut dengan persatuan.

Serta, hal tersebut juga disadari oleh para pemuda yang berikrar pada saat itu, adanya kata
sejarah dalam putusan isi Kongres Pemuda Kedua, Sumpah Pemuda adalah peristiwa yang
maha penting bagi sejarah bangsa Indonesia.

Setalah sumpah palapa, pemuda Indonesia pada waktu itu tidak memperhatikan latar budaya
dan sukunya, sebab mereka berkemauan dan dengan kesungguhan hati merasa mempunyai
bangsa yang satu, yaitu bangsa Indonesia.

Hal itu tentu menggambarkan kearifan dari para pemuda pada waktu itu.

Dengan dikumandangkannya sumpah pemuda, maka nusantara sudah tak ada lagi ide untuk
kesukuan, kepulauan, propinsialisme atau ide federaslisme.
Sumpah Pemuda merupkan ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu, serta telah
mengantarkan rakyatnya ke alam kemerdekaan.

Pada saat kemerdekaan di proklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945,
kebutuhan akan persatuan dan kesatuan bangsa tampil mengmuka dengan Undang-Undang
Dasar 1945 dan Pancasila sebagai dasar NKRI.

Sejak saat itulah, ekstensi dari sumpah palapa dirasa memiliki peran yang kuat untuk menjaga
kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh.

Sendanyai sumpah tersebut tidak ada, maka Indonesia dengan ribuan sukunya akan terkoyak
dan dapat memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang
berlebihan.

Gagasan dari kata memisahkan diri sebetulnya gagasan dari orang yang tak tahu diri serta tak
memahami bagaimana perjuangan para pahlawan untuk melawan para penjajah.

Bahkan mereka tak tahu tentang pelajaran “jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia yang
mana kesadaran baru akan tingkat kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan bangsa ini
dibangun dengan pilar yang berbunyi Bhinneka Tunggal Ika yang telah mengantarkan rakyat
Indonesia sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus berkembang, meskipun berbeda-
beda (suku bangsa) tetapi tetap satu (bangsa Indonesia).

Serta dikuatkan dengan adanya Sumpah Palapa yang diikuti oleh Sumpah Pemuda yang telah
mengikrarkan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam
persatuan dan kesatuan negara Indonesia yang utuh dan juga menyeluruh.

Hal itu tak lepas dari pembentukan jati diri daerah sebagai dasar pembentuk jati diri bangsa.

Sumpah Pemuda
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air
Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Fungsi Bhinneka Tunggal Ika

Bangsa Indonesia memang telah hidup dalam berbagai keragaman di dalamnya, namun
perseturuan mengenai keberagaman antar rakyat tak pernah terjadi. Hal itu tentu saja tak luput
dari jasa para pahlawan yang telah membawa bangsa Indonesia hingga seperti yang sekarang.

Sejarah mencatat bahwasanya seluruh anak bangsa yang tergabung dalam paduan berbagai
macam suku turut serta memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan mengambil
perannya masing-masing.

Hal ini tentunya saja disadari oleh para pahlawawan tentang kemajemukan yang ada di dalam
negeri.

Realitas hidup di dalam keberagaman memang tak bisa dihindarkan.

Ke-bhinneka-an merupkan sebuah hakikat realitas yang telah ada dalam bangsa Indonesia,
sedangkan ke-Tunggal-Ika-an merupakan sebuah cita-cita kebangsaan.

Semboyan inilah yang terus menjadi jembatan emas penghubung menuju pembentukan jati diri
Negara berdaulat serta menunjukkan kebesarannya di mata dunia.

Konsep dari Bhinneka Tunggal Ika ini kemudian dijadikan semboyan dasar NKRI.

Oleh karenanya, semboyan tersebut layak untuk dijadikan sebagai landasan untuk mewujudkan
kesatuan dan persatuan di dalam diri bangsa Indonesia.
Sebagai generasi penerus bangsa yang telah menikmati kemerdekaan negara dengan mudah,
harusnya mampu bersungguh-sungguh untuk menerapkan konsep semboyan negara Indonesia
dalam kehidupan sehari-hari.

Hidup dalam lingkungan yang menghargai satu sama lain tanpa memikirkan percampuran suku
bangsa, ras, agama, bahasa, serta keaneka ragaman lainnya.

Prinsip Bhinneka Tunggal Ika

1. Common Denominator

Di dalam negara Indonesia, kita telah mengetahui bahwa ada 5 macam agama di dalamnya,
namun hal tersebut sampai saat ini tak lantas menjadi celaan agama satu dengan lainnya.

Karena sesuasi dengan prinsip semboyan yang pertama, perbedaan di dalam agama tersebut
harus kita cari common denominatornya atau dengan kata lain mencari persamaan di dalam
perbedaan tersebut.

Sehingga masyarakat Indonesia dapat hidup dalam keanekaragaman dan juga kedamaian
dengan terdapatnya kesamaan di dalam perbedaan tersebut.

Begitu juga pada aspek yang lain, sehingga segala macam perbedaan tersebut tetap bersatu di
dalam bingkai NKRI.

2. Tidak Bersifat Sektarian dan Enklusif

Maksud dari prinsip yang kedua yakni bahwasannya seluruh warga negara Indonesia tidak
dibenarkan menganggap dirinya atau kelompoknya merupakan orang yang paling benar, paling
hebat, atau paling diakui.
Pandangan sectarian dan enklusif harus dihapuskan dari bangsa ini karena akan menimbulkan
banyak konfik yang disebabkan kecemburuan, kecurigaan, sikap yang berlebihan serta egois
dan tidak mau memperhitungkan keberadaan kelompok atau pribadi lain.

Dengan Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki sifat inklusif yang berarti kebersamaan, jadi
semua kelompok yang ada harus saling memupuk rasa persaudaraan dan tetapi haruslah hidup
berdampingan satu sama lain.

Serta kelompok mayoritas tidak diperkenankan untuk memaksakan kehendaknya kepada


kelompok lainnya.

3. Tidak Bersifat Formalistis

Dalam artian, semboyan negara kita tidak hanya menunjukan sikap yang kaku dan semu, tetapi
justru menonjolkan sifat yang menyeluruh atau universal.

Dilandasi dengan rasa kasih-sayang, hormat, percaya, serta rukun antar sesama. Sebab, dengan
cara tersebutlah keanekaragaman bisa disatukan dalam bingkai ke-Indonesiaan yang damai.

4. Bersifat Konvergen

Bersifat konvergen yang berarti bila negara telah dilanda masalah mengenai keragaman bukan
untuk dibesar-besarkan, melainkan dicari titik temu yang dapat membuat segala macam
kepentingan menjadi satu.

Hal tersebut dapat dicapai jika terdapat sikap toleran, saling percaya, rukun, non sectarian,
serta inklusif.

Implementasi Bhinneka Tunggal Ika


Implementasi Bhinneka Tunggal Ika dapat dicapai, jika masyarakat Indonesia telah memahami
prinsip Bhinneka Tunggal Ika di atas, untuk lebih jelasnya, simak keterangan dibawah ini :

1. Perilaku Inklusif

Seseorang harus dapat menganggap bahawa dirinya masuk kedalam suatu populasi yang luas,
sehingga sifat sombong atau melihat dirinya melebihi dari yang lain tidak muncul.

Berlaku juga di suatu kelompok. Kepentingan bersama harus selalu diutamakan daripada
hanya untuk keuntungan kepentingan pribadi atau kelompoknya dibanding kelompok lainnya.

Dengan tercapainya mufakat, semua elemen di dalamnya akan merasa puas dan senang.
Karena setiap kelompok yang berbeda mempunyai perannya masing-masing dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

2. Mengakomodasi Sifat Prulalistik

Dilihat dari keberadaan keragaman yang ada di dalamnya, Indonesia merupakan bangsa
dengan tinglat prulalistik terbesar yang ada di dunia.

Hal ini lah yang menjadikan negara Indonesia disegani oleh bangsa lain yang ada di dunia,
namun jika hal ini tidak dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin akan ada disintegrasi di
dalam bangsa.

Suku bangsa, bahasa, adat, agama, ras serta budaya di Indonesia jumlahnya sangatlah banyak.

Sikap toleran, kasih sayang, saling menghormati, menjadi kebutuhan wajib untuk segenap
rakyat Indonesia agar terciptanya masyarakat yang tenteram dan damai.

3. Tidak Mencari Menangnya Sendiri

Perbedaan pendapat memang hal yang lumrah kita temui di dalam kehidupan sehari-hari.

Terlebih lagi dengan diberlakukannya sistem demokrasi yang dimana menuntut rakyatnya
untuk mengungkapkan pendapatnya masing-masing.

Oleh karenanya, sikap saling hormat antar sesama merupakan hal yang sangat penting.

Dari sifat Bhinneka Tunggal Ika yang konvergen haruslah benar-benar nyata ada di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, serta jauhkan sifat divergen untuk kepentingan bersama.

4. Musyawarah untuk Mufakat

Pentingnya mencapai mufakat dalam musyawarah memang mejadi kunci kerukunan hidup di
negara Indonesia.

Segala perbedaan dicari solusi tengahnya untukmencari inti kesamaan sehingga segala macam
gagasan yang timbul akan diakomodasikan dalam kesepakatan.
5. Dilandasi Rasa Kasih Sayang dan Rela Berkorban

Sesuai dengan pedoman yang menyebutkan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang
bermanfaat untuk manusia lainnya, rasa rela berkorban haruslah ada dan diterapkan di dalam
kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai