Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada berbagai pemasalahan,
akibatnya harapan masyarakat akan pendidikan yang berkualitas dan
menghasilkan putra – putri mereka yang cerdas dan berkarakter masih belum
dapat dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan. Hal ini akibat pendidikan
hanya dipandang sebagai proses pembelajaran semata. Padahal dalam dunia
pendidikan ada tiga bagian penting yang tidak dipisahkan dalam setiap
penyelenggaraan pendidikan khususnya penyelenggaraan pendidikan
disekolah.
Pertama, yaitu pelaksanaan proses pembelajaran didalam kelas, terkait
dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru dalam
rangka membentuk intelektualitas anak. Oleh sebab itu, pembelajaran
bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan
sikap yang merupakan tanggung jawab dan tugas utama seorang guru.
Kedua, bimbingan konseling, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang konselor atau guru pembimbing atau guru biasa yang melaksanakan
tugas sebagai pembimbing dikelas (teachers as counselor) untuk memerikan
bantuan kepada siswa dalam mengatasi berbagai permasalahan yang terkait
belajar atau masalah lain yang turut memengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini
diperlukan karena setiap pelaksanaan proses pembelajaran pasti menemukan
hambatan atau permasalahan, baik yang berkaitan dengan proses
pembelajaran ataupun pesrta didik yang memiliki karakteristik yang berbeda
– beda. Oleh sebab itu, program pemberian layanan bantuan kepada pesrta
didik (siswa) merupakan upaya membantu siswa untuk mencapai
perkembangannya secara optimal, melalui interaksi yang sehat dengan
lingkungannya. Hal inilah yang menjadi sangat urgen tugas bimbingan
konseling yang menjadi tanggung jawab seorang konselor bahkan juga guru
dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.

1
Ketiga, administrasi pendidikan, yaitu kegiatan pengelolaan semua
aktivitas program pendidikan di sekolah dengan tujuan semua program
sekolah akan berjalan secara lancar, efisien, dan efektif. Dalam
penyelenggaraan pendidikan disekolah paling tidak terdapat sejumlah
pengelolaan yang harus dilakukan yaitu: pengelolaan kurikulum,
ketenagaan,kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana, media dan sumber
belajar serta pengelolaan kemitraan sekolah dengan masyarakat. Disamping
administrasi sekolah, dalam penyelenggaraan sekolah juga terdapat asfek lain
yang tidak bisa dipisahkan yaitu kegiatan supervisi pendidikan. Kegiatan
supervisi pada dasarnya adalah kegiatan memberikan layanan bantuan
perbaikan proses pembelajaran kepada guru termasuk guru bimbingan
konseling agar proses pembelajaran dan proses bimbingan berjalan dengan
lancar yang dampaknya adalah peningkatan kualitas hasil belajar.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Sejarah Bimbingan Konseling?
2. Apakah Hakikat Bimbingan Konseling?

C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH


1. Agar Mengetahui Sejarah Bimbingan Konseling.
2. Agar Mengetahui Hakikat Bimbingan Konseling.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH BIMBINGAN KONSELING


1. Sejarah Bimbingan dan Konseling di Amerika
Bimbingan dan Konseling pertama kali lahir di Amerika pada awal
abad XX, yaitu pada tahun 1908 Frank Persons membuka klinik di Boston
dengan nama Boston Vocational Bureau yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan informasi dan pelatihan bagi pemuda yang ingin mencari kerja.
Lembaga ini juga melatih guru di sekolah untuk dapat menyeleksi dan
memberi nasihat kepada siswa dalam pemilihan sekolah yang lebih tepat
untuk karirnya nanti. Tahun 1909 Frank Persons menerbitkan
buku “chosing a vocation” yang kemudian melalui buku ini berhasil
mengidentifikasi dan mengenalkan profesi baru untuk membantu orang
lain sehingga dia dikenal sebagai “Father of The Guidance Movement in
American Education”. Pada tahun 1913 muncul sebuah gerakan
bimbingan bagi anak-anak muda yang belum berpengalaman bekerja yang
diwadahi oleh National Vocational Guidance Association yang kemudian
istilah guidance “bimbingan” menjadi label yang popular dalam gerakan
konseling di sekolah-sekolah hampir kurang lebih 50 tahun. Banyak tokoh-
tokoh yang mempelopori gerakan bimbingan dan konseling sehingga
sangat berpengaruh terhadap sejarah bimbingan dan konseling seperti Jessi
B Davis, Anna Y. Reed, Eli W. Weaver dan David S. Hill.

Kemudian dalam kurun waktu seperempat abad XX, dua


perkembangan signifikan dalam psikologi mempengaruhi perkembangan
gerakan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu : Pengenalan dan
pengembangan tes psikologis standar yang diberikan secara kelompok dan
gerakan kesehatan mental. Perubahan ini dimulai sejak tahun 1905 ketika
Psikolog perancis Alfred Binet dan Theodore Simon memperkenalkan tes
kecerdasan untuk pertama kali. Kemudian tahun 1916 versi terjemahan

3
dan revisi diperkenalkan di AS oleh Lewis M. Terman dan kolega-kolega
di Universitas Stanford dan tes kecerdasan ini populer sekolah-sekolah.
Pada Tahun 1920-an di kalangan pendidik professional, terjadi sebuah
gerakan progersif yang membuka terobosan baru bagi sebuah era
pendidikan. Banyak konselor pada masa ini yang mengakui dalam
perspektif pendidikan progresif, siswa dan guru semestinya membuat
rencana bersama-sama, bahwa lingkungan social anak semestinya
diperbaiki, bahwa kebutuhan dan keinginan perkembangan siswa
semestinya diperhatikan dan bahwa lingkungan psikologis ruang kelas
mestinya positif dan menguatkan. Sejak tahun 1920-an ini pula program
bimbingan yang terorganisasi mulai muncul dengan frekuensi tinggi di
jenjang SMP, lebih intensif lagi di SMA dengan pengangkatan guru BK.
Bimbingan dan konseling di Jejang SD juga mulai tampak akhir 1920-an
dan awal 1930-an dipicu oleh tulisan-tulisan dan usaha keras William
Burnham yang menekankan guru untuk memajukan kesehatan mental anak
yang memang diabaikan pada era itu. Dengan keberhasilan gerakan pata
tahun 1920an ini Banyak pihak mulai mengakui manfaat gerakan
bimbingan, maka pendukung gerakan mulai memikirkan program
bimbingan siswa dapat disediakan di setiap jenjang dari SD sampai SMA.

Akhir PD II, gerakan bimbingan mulai menampaki vitalitas dan


arah yang baru. Tokoh dari gerakan ini adalah Carl Rogers yang memberi
pengaruh yang besar sebagai gerakan konseling di sekolah dan
masyarakat. Rogers mengusulkan sebuah teori konseling baru di dua buku
terpentingya: Counseling and Psychoterapy (1942) menawarkan konseling
non direktif sebagai alternative untuk metode tradisional yang lebih
direktif sifatnya. Ia menekankan tanggung jawab klien untuk memahami
problemnya sendiri dan memicu mereka mengembangkan diri; Teori ini
dilabeli “non direktif” (tidak mengarahkan) karena bertolak belakang
dengan pendekatan tradisional yang berpusat pada intervensi konselor saat
menangani problem siswa. Buku yang kedua “Client-centered Therapy “

4
mengusulkan perubahan semantic dari konseling non direktif menjadi
‘berpusatklien’, namun yang lebih penting lagi, meletakkan titik berat pada
kemungkinan pertumbuhan dalam diri klien. Pengaruh dari Rogers ini
menghasilkan sebuah pentitikberatan pada konseling sebagai aktivitas
primer dan mendasar para konselor sekolah.

Perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika sangat pesat


dengan adanya perkembangan asosiasi konselor amerika mulai tahun 1950
. Hal ini ditandai dengan berdirinya APGA (American Personnel and
Guidance Association) pada tahun 1952. Selanjutnya, pada bulan Juli1983
APGA mengubah namanya nenjadi AACD (American Association for
Counselling and Development). Kemudian tahun 1992 berubah
menjadi the American Counseling Association (ACA).

Dengan awal perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika


kemudian bimbingan dan konseling juga berkembangan menjalar ke
Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Australia.

2. Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia

Sejarah lahirnya bimbingan dan konseling di Indonesia diawali


sejak masukkannya bimbingan dan konseling (dulunya bimbingan dan
penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960.
Hal ini merupakan salah satu hasil konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang
tanggal 20-24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP
Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan.

Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)


pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP
Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP
Menado. Melalui proyek ini bimbingan dan konseling dikembangkan, juga
berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan bimbingan dan

5
penyuluhan” pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah
Menengah Atas di dalamnya memuat pedoman bimbingan dan konseling.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA bimbingan dan
konseling di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru
bimbingan dan konseling di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah
pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Konseling.
Pengangkatan Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai diadakan
sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Konseling. Keberadaan
Bimbingan dan Konseling secara legal formal diakui pada tahun 1989
dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit
bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Perkembangan sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia lebih


banyak dilakukan dalam kegiatan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960
di beberapa sekolah dilakukan program bimbingan akademis dan
konseling yang terbatas. Pada tahun 1964, lahir Kurikulum SMA Gaya
Baru, dengan program bimbingan dan konseling yang saat itu disebut
“Bimbingan dan Penyuluhan” pada waktu itu dipandang sebagai unsur
pembaharuan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Akan tetapi
program ini tidak berjalan, karena kurang persiapan prasyarat dan
kekurangan tenaga pembimbing yang profesional. Untuk mengatasinya
pada dasawarsa 60-an Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan
diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963) membuka
jurusan bimbingan dan konseling yang sekarang dikenal dengan
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan (PPB). Secara formal bimbingan dan konseling
diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975 yang
menyatakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan bagian integral
pendidikan di sekolah. Petugas yang secara khusus melaksanakan

6
pelayanan bimbingan dan konseling pada saat itu disebut Guru Bimbingan
dan Penyuluhan (Guru BP).

Pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan Indonseia


(IPBI), dengan memberikan pengaruh terhadap perluasan program
bimbingan di sekolah yang dilaksankan di Malang. Beberapa upaya dalam
pendidikan yang dilakukan untuk menyempurnakan kurikulum dari
kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984 telah
dimasukan bimbingan karier di dalamnya. Usaha untuk memantapkan
bimbingan terus dilakukan dengan diberlakukannya UU No.2/1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan bagi peranannya pada masa yang
akan datang. Pemantapan bimbingan terus dilanjutkan dengan
dikeluarkannya SK Menpan No. 80/1993 tentang jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya. Dalam Pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah
menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan,
evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan,
dan tindak lanjut dalam program bimbingan.

Sejak diberlakukannya kurikulum 1994, sebutan untuk Guru BP


berubah menjadi Guru Pembimbing, sebutan resmi ini diperkuat dengan
Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84
Tahun 1995 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.025/0/1995
tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya antara lain mengandung arahan dan ketentuan
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah
oleh guru kelas di SD dan guru pembimbing di SLTP dan SLTA.
Walaupun kedua aturan tersebut mengandung hal-hal yang berkenaan
dengan pelayanan bimbingan dan konseling, tetapi tugas itu dinyatakan
sebagai tugas guru (dengan sebutan guru pembimbing) dan tidak secara

7
eksplisit dinyatakan sebagai tugas konselor. Hal ini dapat dipahami karena
sebutan konselor belum ada dalam perundangan. Penggunaan sebutan
guru, sangat merancukan konteks tugas guru yang mengajar dan konteks
tugas konselor sebagai penyelenggara pelayanan ahli bimbingan dan
konseling. Guru pembimbing yang pada saat ini ada di lapangan pada
hakikatnya melaksanakan tugas sebagai konselor, tetapi sering
diperlakukan dan diberi tugas layaknya guru mata pelajaran. Bimbingan
dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan
belajar mengajar di kelas yang layaknya dilakukan guru sebagai
pembelajaran bidang studi, melainkan pelayanan ahli dalam konteks
memandirikan peserta didik. (ABKIN: 2007).

Pada tahun 2001 terjadi perubahan organisasi Ikatan Petugas


Bimbingan Indonseia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (ABKIN). Dengan fungsi bahwa bimbingan dan konseling harus
tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan. Kemudian pada tahun
2003 istilah guru pembimbing berganti menjadi konselor. Merujuk pada
UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk
guru pembimbing dinyatakan dalam sebutan ‟Konselor.” Keberadaan
konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu
kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU RI No. 20/2003,
pasal 1 ayat 6).

Namun dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP


2006), posisi dan arah layanan bimbingan dan konseling di sekolah
sesungguhnya mengalami kemunduran, karena adanya pemahaman
tentang konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor yang tidak
menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan keahliannya,
dengan ekspektasi kinerja guru yang menggunakan materi pelajaran
sebagai konteks layanan keahliannya. Bimbingan dan konseling dibawa ke
wilayah pembelajaran yang berpayung pada standar isi, bimbingan dan

8
konseling menjadi bagian dari standar isi yang dituangkan menjadi
pengembangan diri dan menjadi salah satu komponen kurikulum.

B. HAKIKAT BIMBINGAN KONSELING


Dilihat dari segi bahasa, istilah bimbingan dan konseling terdiri dari
dua kata, yaitu bimbingan dan konseling. Kedua kata tersebut merupakan kata
majemuk yang dirangkaikan untuk memberikan makna yang kuat bahwa
proses bimbingan tidak akan dapat berjalan dengan baik dan berhasil
maksimal tanpa dibarengi dengan konseling. Sangat banyak pendapat para
ahli yang mengemukakan berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para
ahli terkadang seakan – akan terdapat perbedaan sesuai dengan sudut
pandangnya masing – masing, tetapi umumnya memiliki titik persamaan yang
mempetemukan antara satu pengertian dengan pengertian lainnya. Secara
etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu “Bimbingan”
(Guidance) dan “Konseling (Counseling). Meskipun demikian sebenarnya
dalam pelaksanaannya di sekolah, bimbingan dan konseling merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya merupakan bagian
integral yang saling berkaitan. Maka demikian, hal ini disebabkan karena inti
dari kegiatan bimbingan itu sebenarnya adalah proses konseling, oleh sebab
itu ada beberapa ahli menyebut bahwa konseling adalah jantungnya proses
bimbingan.
Secara harfiah “guidance” (bimbingan) dari akar kata “guide” yang
berarti (1) mengarahkan (to direct). (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to
manage), (4) menyetir (to steer), (5) menunjukkan jalan (showing the way),
(6) memimpin (leading), (7) memberikan petunjuk (giving instruction), (8)
mengatur (regulating), (9) dan memberi nasihat (giving advice) (winkel,
1991).
Sedangkan istilah kedua yaitu konseling dalam bahasa Indonesia
disebut konseling mempunyai makna membantu seseorang untuk menemukan
jalan terbaik dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

9
Para ahli seperti Bernard & Fullmer (1985), memberikan pengertian
“Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi
pribadi setia individu”. Pengertian ini merujuk pada upaya konselor
membantu kliennya agar dapat meningkatkan perwujudan diri individu atau
dalam bahasa lain sering disebut sebagai upaya membantu individu untuk
mengaktualisasikan potensi dirinya secara nyata dalam kehidupan di
lingkungannya.
Pendapat yang pada dasarnya memiliki makna yang sama juga
dikemukakan oleh Rochman Natawidjaja (1978) yang mengemukakan bahwa
bimbingan adalah poses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan
secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya
sehingga ia sanggup mengarahkan diri dandapat bertindak wajar sesuai
dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian,
dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan
sumbangan yang berarti. Walgito (1982) mengemukakan bahwa bimbingan
adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau
sekumpulan individu-indsividudalam menghindari atau mengatasi kesulitan-
kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu-
individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pengertian bimbingan di atas dapat dikatakan bahwa
ada beberapa indikator sebuah kegiatan dapat dikatakan sebagai proses
bimbingan yang dilakukan oleh seorang guru pembimbing atau juga oleh
konselor sebagai berikut :
a. Suatu proses yang berkelanjutan (berkesinambungan),
b. Suatu proses membantu individu atau sekelompok individu,
c. Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan
dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai
dengan kemampuan atau potensinya,
d. Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat
memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya, dan

10
e. Bantuan yang diberikan tidak memberikan satu keputusan pemecahan
masalah akan tetapi mengarah kepada pemahaman individu pada masalah
yang dihadapinya, sehingga in dividu dapat mengambil keputusan sesuai
dengan kemampuannya sendiri dan mampu menanggung resiko yang akan
dihadapinya kelak.
Atau dapat dikatakan bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan kepada individu secara terus-menerus (berkelanjutan),
sistematis, dan bertahap yang dilakukan oleh seorang “ahli”, ini dimaksudkan
agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya serta dapat
mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan secara wajar
untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk
kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat.
James P. Adamyang dikutip oleh Depdikbud (1976), memberikan
makna konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang
individu dimana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli)
supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan
masalah hidup yangdihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan
datang. Hal senada juga dinyatakan oleh Walgito (1982) yang
mengemukakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada
individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara,
dengan cara-cara yuang susuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk
mencapai kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian seperti dikemukaan di atas dapat
dikatakan bahwa kegiatan konseling itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pada umumnya dilaksanakan secara individual.
b. Umumnya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka atau face to
face.
c. Merupakan sarana yang tepat dalam keseluruhan program bimbingan dan
alat utama dalam kegiatan bimbingannya adalah wawancara.
d. Pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli. Artinya dilakukan oleh
orang yang berkompeten di dalam bidangnya yaitu konseling.

11
e. Tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi klien.
f. Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan
masalahnya dengan kemampuannya sendiri. Pengambilan keputusan
menjadi tanggung jawab klien.

Konseling sebagai salah satu teknik dalam memberikan pelayanan


bimbingan kepada klien dapat dilakukan melalui wawancara pada saat
dilakukan pertemuan langsung. Dengan demikian akan dapat diperoleh
pemahaman yang baik, rinci dan nyata oleh konselor tentang kliennya. Di sisi
lain klien melalui pelayanan wawancara ini juga memperoleh pemahaman
yang lebih baik terhadap dirinya, mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya dan mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki ke arah perkembangan yang optimal, sehingga ia dapat
mencapai kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.

Secara singkat bimbingan dan konseling dapat dikatakan sebuah


pelayanan dan pemberian bantuan kepada peserta didik baik
individu/kelompok agar tumbuh kemandirian dan perkembangan hubungan
pribadi, sosial, belajar, karier secara optimal.

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di


Sekolah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan
hukum (perundang- undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih
penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang
selanjutnya disebutkons eli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya
atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik,
emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).

Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses


berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli
memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman

12
atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam
menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan
bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus,
atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak
selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan
dan nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik


fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah
perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi
gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu
sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan
kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi
(kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan
perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan
kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah
penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial
ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau
struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : minuman


keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol, ketidak
harmonisan dalam kehidupan keluarga, dan dekadensi moral orang dewasa
sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada
usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak
yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran,
meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA
(Narkotika,Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika,
ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas.

Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan,


karena tidak sesuaidengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-

13
citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20
Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4)
memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang
mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa
memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian
tujuan pendidikan tersebut.

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak


diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan
memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai
standar kompetensi kemandirian. Upaya ini. merupakan wilayah garapan
bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis
data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang
mempengaruhinya.

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah


yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu
bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler,
dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan
bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang
bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan
terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau
kematangan dalam aspek kepribadian.

Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan


dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial,
klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi
perkembangan dan preventif.

14
Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental
Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif
(Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan
konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas
perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah
konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi
yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan
dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling).
Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara


konselor dengan para personal Sekolah lainnya (pimpinan Sekolah , guru-
guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait
lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan
dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah
secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat
mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Atas dasar itu, maka
implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah diorientasikan kepada
upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek
pribadi, sosial, belajar, dan karir atau terkait dengan pengembangan pribadi
konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis,
psikis, sosial, dan spiritual).

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bimbingan dan Konseling pertama kali lahir di Amerika pada awal


abad XX, yaitu pada tahun 1908. Dengan awal perkembangan bimbingan
dan konseling di Amerika kemudian bimbingan dan konseling juga
berkembangan menjalar ke Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan dan
Australia.

Bimbingan dan konseling dapat dikatakan sebuah pelayanan dan


pemberian bantuan kepada peserta didik baik individu/kelompok agar tumbuh
kemandirian dan perkembangan hubungan pribadi, sosial, belajar, karier
secara optimal.

B. SARAN
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini karena terbatasnya ilmu yang kami miliki. Kami sangat
mengharapkan kritik dan saran para pembaca agar kiranya dapat
mencurahkan pemikirannya demi tercapainya isi makalah yang lebih baik
agar bisa menjadi referensi bagi kita semua.

16
DAFTAR PUSTAKA

Suriansyah, Ahmad, dkk. 2015. Profesi Kependidikan Perspektif Guru


Profesional. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Susanto, Ahmad. 2015. Bimbingan Dan Konseling Di Taman Kanak –
Kanak. Jakarta : Prenadamedia Group

http://konselingkita.com/sejarah-bimbingan-dan-konseling/(Diakses Pada Tanggal


22 September Pukul 20 : 05)

https://club3ict.wordpress.com/2011/05/23/hakikat-dan-urgensi-bimbingan-dan-
konseling/#more-28 (Diakses Pada Tanggal 25 September 2016 Pukul 09 : 59)

17

Anda mungkin juga menyukai