Dampak Negatif Modernisasi Dan Usaha
Dampak Negatif Modernisasi Dan Usaha
Disusun Oleh:
FINNY MANURUNG
X-4
Puji dan syukur saya panjatakan kepada Tuhan kita YESUS KRISTUS atas kasih
dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan kliping ini.
Salah satu dari tujuan pembuatan kliping ini adalah untuk mengetahui tentang
dampak dampak negatif dari modernisasi dan usaha-usaha penanggulangan
kenakalan remaja.Di bawah dari tujuan itu,saya mengharapkan pembaca dapat
mengerti apa itu modernisasi serta dampak negatifnya.Selain itu saya
mengharapkan pembaca agar dapat menanggulangi kenakalan-kenakalan remaja
di lingkungan pembaca nantinya.
26 MARET 2015
FINNY MANURUNG
PEMBAHASAN
A.MoDErnisasi
Pengertian Modernisasi
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari
keadaan yang tradisonal atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu
masyarakat yang modern.
b.Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka tidak lagi
membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya.Kadang mereka lupa bahwa mereka lupa bahwa
mereka mahluk sosial.
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia.Budaya negatif yang mulai
menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua,kehidupan bebas remaja
seperti clubbing,free sex,dan lain-lain.
d.Kesenjangan social
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti
arus modernisasi dan globalisasi maka aka memperdalam jurang pemisah antara individu dengan
individu lain yang stagnan.Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
A.USAHA PREVENTIF
Yang dimaksud dengan usaha preventif ialah usaha yang dilakukan secara sistematis berencana
dan terarah kepada tujuan untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. Usaha preventif lebih
besar manfaatnya daripada usaha kuratif, karena jika kenakalan itu sudah meluas amat sulit
menanggulanginya. Menghamburkan biaya, tenaga dan waktu sedangkan hasilnya tidak
seberapa. Berbagai usaha preventif dapat dilakukan, tetapi secara garis besarnya dapat
dikelompokkan atas tiga bagian yaitu:
Usaha di sekolah
Usaha di Masyarakat
Masyarakat adalah tempat pendidikan ketiga sesudah rumah dan sekolah. Ketiganya haruslah
mempunyai keseragaman dalam mengarahkan anak untuk tercapainya tujuan pendidikan.
Apabila salah satu pincang maka yang lain akan turut pincang pula. Pendidikan di masyarakat
biasanya diabaikan orang. Karena banyak orang berpendapat bahwa jika anak telah disekolahkan
berarti semuanya sudah beres dan gurulah yang memegang segala tanggung jawab soal
pendidikan. Pendapat seperti ini perlu dikoreksi, karena apalah artinya pendidikan yang
diberikan di sekolah dan di rumah jika di masyarakat terdapat pengaruh-pengaruh negatif yang
merusak tujuan pendidikan itu. Karena itu pula perlu ada sinkronisasi di antara ketiga tempat
pendidikan itu.
Menurut Kartini Kartono, tindakan preventif yang bisa dilakukan antara lain berupa:
3) Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku remaja
dan kesulitan mereka.
4) Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remja.
8) Membuat badan supervisi dan pengontrolan terhadap kegiatan anak delinquen, disertai
program yang korektif.
10) Menyusun undang-undang khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan
olehseorang anak dan remaja.
13) Menyelenggaran diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak
manusiawi di antara para remaja delinquent dengan masyarakat luar. Diskusi tersebut akan
bermanfaat bagi pemahaman kita mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri remaja.
14) Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreativitas para remaja delinquent dan yang
non-delinquent.
Tindakan preventif ini bersifat mencegah sehingga sebelum perbuatan juvenile delinquency
tersebut semakin parah, maka diperlukan tindakan preventif untuk meminimalisi perilaku
juvenile delinquency atau sedia payung sebelum hujan.
Sedangkan Sudarsono menyatakan bahwa tindakan preventif dengan cara moralistis yakni
menitik-beratkan pada pembinaan moral dan membina kekuatan mental anak.Pembinaan
mental merupakan usaha untuk melakukan pembaharuan atau untuk menyempurnakan batin
dan watak anak agar ia memiliki mental yang sehat dan diharapkan akan menjauhkan anak dari
perbuatan-perbuatan deliquent.
Usaha lain yang dapat dilakukan pendidik adalah dengan cara abolisionistis adalah usaha untuk
memperkecil atau meniadakan faktor-faktor yang membuat anak terjerumus pada perbuatan
delinquent. Faktor-faktor tersebut antara lain broken home, frustasi, pengangguran, dan
kurangnya sarana hiburan untuk remaja. Terhadap anak yang mengalami deliquent diperlukan
monitoring secara continue dan konsisten agar tidak mempunyai peluang untuk kambuh lagi.
Oleh karena itu, diperlukan tindakan rehabilitasi. Dalam kamus ilmiah, rehabilitasi diartikan
sebagai pemulihan, (perbaikan/pembetulan) seperti sedia kala
Tindakan rehabilitasi ini terletak pada pusat-pusat rehabilitasi anak seperti Wisma Pamardisiwi
(Kepolisian), panti asuhan untuk rehabilitasi anak nakal/korban narkotika (Depsos), rehabilitasi
anak nakal Tanggerang (Dep. Kehakiman) perlu meningkatkan sarana dan prasarana, personil
profesional/pendidik dan tenaga ahli (psikolog/psikiater/pekerja sosial). Balai Latihan Kerja
(BLK) perlu didirikan kepada mereka yang putus sekolah untuk memberi bekal keterampilan
agar hidup mandiri dimasyarakat.
Monitoring anak deliquent tidak hanya pada lembaga-lembaga rehabilitasi namun dibutuhkan
adanya kerjasama yang aktif antara keluarga, pendidikan dan masyarakat dalam membantu
proses rehabilitasi. Setelah anak mendapatkan rehabilitasi maka diperlukan tindakan
resosialisasi. Yakni suatu usaha penyatuan kembali antara anak delinquent dengan masyarakat.
Resosialisasi anak deliquent memerlukan sebuah proses. Lingkungan anak deliquent memiliki
peranan penting dalam proses resosialisasi. Pendidik seharusnya memberikan teladan serba baik
seperti suka bergotong-royong, selalu cenderung melakukan perbuatan-perbuatan baik. Selain
itu, memberikan dinamika kelompok yang harus dipatuhi. Di lingkungan pendidikan harus
merupakan suatu modifikasi kehidupan sosial dengan pretensi pembinaan anak deliquent sebagai
persiapan untuk menjadi anggota keluarga yang baik, atau anggota masyarakat. Oleh kerena itu,
anak perlu sebuah keterampilan sebagai modal kreativitas seperti berternak, bertani dan
berkebun, sebagai modal anak dalam hidup dimasyarakat. Sehingga mempermudah resosialisasi.
B. Tindakan Represif
Tindakan represif ini berupa pemberian saksi atau hukuman ketika seseorang melakukan
pelanggaran. Tindakan represif pada dasarnya merupakan pencegahan setelah terjadi
pelanggaran. Metode tindakan represif yang selama ini dijalankan oleh aparat
keamanan/Polisi/ABRI cukup memadai, tetapi beberapa hal di bawah ini menurut Dadang
Hawari, antara lain sebagai berikut:
4) Mereka yang tertangkap hendaknya diperlakukan bukan sebagai perusuh, tetapi sebagai anak
nakal yang perlu “hukuman” atas perilaku menyimpangnya itu. Selanjutnya mereka diberi terapi
edukatif.
5) Dalam menghadapi perkelahian massal ini hendaknya petugas tetap berkepala dingin, cukup
pengendalian diri, tidak bersikap angresif dan emosional.
6) Diupayakan pada mereka yang tertangkap dapat dilakukan pemeriksaan awal yang
membedakan mana yang berkepribadian antisosial yangmerupakan “biang kerok”, dan mana
yang hanya ikut-ikutan. Untuk maskud ini bantuan psikolog/psikiater diperlukan penilaiannya.
Pembedaan ini perlu guna tindakan selanjutnya dalam upaya terapi pemantauan.
7) Selama mereka dalam “tahanan”, hendaknya petugas mampu menahan diri untuktidak
melakukan tindakan kekerasan/pukulan dan hal-hal lain yang tidak manusiawi.
Tindakan represif ini bersifat menekan, mengekang dan menahan sehingga diharapkan dengan
tindakan ini para pelaku juvenile delinquency berfikir dua kali untuk melakukan perbuatan-
perbuatan asosial.
C.USAHA KURATIF
Yang dimaksud dengan usaha kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan remaja ialah
usaha pencegahan terhadap gejala-gejala kenakalan remaja tersebut, supaya kenakalan itu tidak
meluas dan merugikan masyarakat. Usaha kuratif secara formal dilakukan oleh Polri dan
Kejaksaan Negeri.
Usaha Pembinaan
a). Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan. Dilaksanakan pembinaannya di
rumah, sekolah dan di masyarakat. Pembinaan seperti ini telah diungkapkan pada usaha preventif
yaitu usaha menjaga jangan sampai terjadi kenakalan remaja.
b). Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah-laku kenakalan atau yang telah
menjalani sesuatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak
mengulangi lagi kenakalannya. (Sofyan S. Willis. 1993:73-85).
Keterlibatan semua pihak dalam mengawasi dan membina serta menanggulangi kenakalan
remaja yang semakin meluas mutlak sangat diperlukan, karena dengan perhatian yang diberikan
baik dari pihak keluarga maupun dari pihak sekolah dan lingkungan masyarakat setidaknya akan
menjadikan anak tersebut merasa mempunyai orang-orang terdekat yang selalu mengawasinya
sehingga minat-minat untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dapat berkurang.
Setelah usaha-usaha yang lain dilaksanakan, maka dilaksanakan tindakan pembinaan khusus
untuk memecahkan dan menanggulangi problem juvenile delinquency. Pembinaan khusus,
menurut Salihun A. Nasir, diartikan sebagai kelanjutan usaha atau daya upaya untuk
memperbaiki kembali sikap dan tingkah laku remaja tersebut dapat kembali memperoleh
kedudukannya yang layak di tengah-tengah pergaulan sosial dan berfungsi secara wajar.
Prinsip pembinaan khusus ini adalah:
2) Kalau dilakukan oleh orang lain, maka hendaknya orang lain berfungsi sebagai orang tua atau
walinya.
3) Kalau di sekolah atau asrama, hendaknya diusahakan agar tempat itu berfungsi sebagai
rumahnya sendiri.
4) Di mana pun remaja itu ditempatkan, hubungan kasih sayang dengan orangtua atau familinya
tidak boleh diputuskan.
Tindakan kuratif (penanggulangan) ini dengan prinsip untuk menolong para remaja agar
terhindar dari pengaruh buruk lingkungan dan nantinya dapat kembali lagi berperan di
masyarakat.