Anda di halaman 1dari 4

La Udu “Manusia Gua” dan Rekomendasi

“Halu” Bank Dunia Soal Kemiskinan


4 Februari 2020 Bank dunia, World Bank

Oleh: Ragil Rahayu, S.E.

MuslimahNews.com, OPINI – La Udu namanya. Usianya sudah lebih dari


setengah abad. Sepuluh tahun hidupnya dihabiskan di gua. Setiap hari hanya
makan agar-agar. Tak punya rumah, keluarga, dan sumber nafkah.

La Udu dari Bau-bau, Sulawesi Tenggara, adalah potret kemiskinan di era yang
katanya sudah milenial. Pemimpin negeri ini telah berganti-ganti, namun masalah
klasik kemiskinan tak kunjung selesai. Berbagai kebijakan dilakukan, namun
hasilnya nihil. Bahkan rekomendasi dari lembaga internasional tak mempan lagi
untuk mengobati masalah kemiskinan yang demikian akut.

Yang terbaru, Bank Dunia merilis laporan bertajuk “Aspiring Indonesia, Expanding
the Middle Class” pada akhir pekan lalu (30/1/2020). Dalam riset itu, 115 juta
masyarakat Indonesia dinilai rentan miskin. Tingkat kemiskinan di Indonesia saat ini
di bawah 10% dari total penduduk. Namun, 115 juta orang atau 45% penduduk
Indonesia belum mencapai pendapatan yang aman. Alhasil, mereka rentan kembali
miskin.

Untuk meningkatkan jumlah kelas menengah dan mengurangi penduduk rentan


miskin, Bank Dunia merekomendasikan empat hal. Pertama, meningkatkan gaji dan
tunjangan guru. Di satu sisi, sistem manajemen kinerja guru juga perlu diperbarui.
Memulai sertifikasi ulang guru dan dilakukan secara berkala.

Kedua, meningkatkan anggaran kesehatan. Salah satu caranya dengan mengejar


sumber pendapatan baru dari peningkatan pajak tembakau dan alkohol. Ketiga,
memperluas basis pajak. Caranya, bisa dengan menurunkan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), menaikkan tarif pajak tertentu seperti alkohol, tembakau dan kendaraan,
dan lainnya.

Terakhir, menyeimbangkan kembali (rebalancing) transfer fiskal seperti


meningkatkan proporsi dana desa dan mengembangkan peraturan baru untuk
mengoperasionalkan penyediaan layanan lintas daerah, termasuk mengatasi
tantangan pembiayaan. Selain itu, perlu membangun kapasitas pemerintah provinsi
(katadata, 02/02/2020).

Lagi-lagi Pajak
Rekomendasi Bank Dunia terkait kesejahteraan guru, layanan kesehatan dan dana
desa bukanlah hal baru di Indonesia. Selama ini kebijakan tersebut sudah
dilaksanakan pemerintah. Namun, kemiskinan tetap menjadi masalah tak kunjung
usai.

Program sertifikasi sudah dijalankan sejak lama, namun tidak berkorelasi langsung
pada kualitas output pendidikan. Dana desa sudah lama digulirkan sebesar Rp1
miliar per desa per tahun. Namun yang terjadi justru desentralisasi korupsi hingga
pelosok negeri.

Kasus-kasus kemiskinan akut hingga berujung kematian terus terjadi. Instrumen


pajak selalu dijadikan penyelesaian atas problem ekonomi. Peningkatan pajak
tembakau dan alkohol untuk kemudian dananya dialirkan ke sektor kesehatan
adalah sebuah ironi.

Mengingat 70% pasien Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)


Kesehatan adalah perokok. Logikanya, menikmati pajak rokok tapi uang pajak
tersebut digunakan untuk mengobati perokok lagi. Ibarat lingkaran setan yang tiada
akhir.

Di sisi lain, peningkatan anggaran kesehatan tidak akan banyak berpengaruh jika
layanan ala BPJS-K masih dipertahankan. Kenaikan iuran BPJS-K telah
mengakibatkan rakyat makin terhimpit secara ekonomi. Peserta kelas II banyak yang
turun kelas. Ini menandakan kondisi ekonomi yang makin menurun. Maka
penambahan anggaran sia-sia saja jika kesehatan masih dikelola ala asuransi.

Perluasan basis pajak menunjukkan bahwa makin banyak rakyat yang dipajaki. Hal
ini justru akan makin menurunkan taraf hidup rakyat, bukan meningkatkannya.
Demikianlah, pajak selalu dijadikan instrumen oleh pemerintahan neolib untuk
mewujudkan kesejahteraan.
Ini membuktikan negara berlepas tangan dari tugasnya melayani. Rakyat dipaksa
untuk menghidupi negara dengan pajak, sementara kekayaan alam dirampok oleh
korporasi atas restu penguasa. Sungguh tak adil.

Sejahtera Hakiki dengan Khilafah


Khilafah memiliki solusi konkret mengatasi kemiskinan dan mewujudkan
kesejahteraan hakiki. Dikutip dari Buletin Kaffah edisi 049 Juli 2018, berikut cara
Islam mengatasi kemiskinan:

Pertama: Secara individual, Allah SWT memerintahkan setiap Muslim yang mampu
untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi
tanggungannya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233).

Kedua: Secara jama’i (kolektif) Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk saling
memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan.
Rasulullah saw. bersabda,

Penduduk negeri mana saja yang di tengah-tengah mereka ada seseorang yang
kelaparan (yang mereka biarkan) maka jaminan (perlindungan) Allah terlepas dari
diri mereka (HR Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah).

Ketiga: Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh
urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah
saw. bersabda,

Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat
yang dia urus (HR al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang dijamin


pemenuhannya oleh khilafah secara gratis. Dananya berasal dari baitulmal yang
salah satunya adalah dari hasil pengelolaan kekayaan alam. Rasulullah Saw dan
para khalifah mencontohkan hal ini.

Dulu, sebagai kepala negara di Madinah, Rasulullah saw. menyediakan lapangan


kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau ada
ahlus-shuffah. Mereka adalah para sahabat tergolong duafa. Mereka diizinkan
tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.
Saat menjadi khalifah, Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab biasa memberikan
insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau
juga membangun “rumah tepung” (dar ad-daqiq) bagi para musafir yang kehabisan
bekal.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan pemberian insentif untuk
membiayai pernikahan para pemuda yang kekurangan uang. Pada masa
Kekhalifahan Abbasiyah dibangun rumah sakit-rumah sakit lengkap dan canggih
pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-cuma.

Hal di atas hanyalah sekelumit gambaran kesejahteraan yang diwujudkan khilafah.


Indonesia bisa mengatasi kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan hakiki dengan
beralih dari sistem sekular neolib saat ini dan menegakkan sistem Islam, yakni
khilafah rasyidah. [MNews]

Anda mungkin juga menyukai