Pedoman Qa
Pedoman Qa
Istilah Jaminan Mutu (QA) dan Kendali Mutu (QC) sudah dan sedang
berkembang dengan pesat sejak tahun 1980. Kedua terminology ini makin banyak di
pakai dan menjadi tidak asing lagi khususnya bagi unsur-unsur terkait yang
menenerapkan program penjaminan mutu di bidang imejing diagnostik.
JAMINAN MUTU (QA) adalah keseluruhan dari program menejemen
(pengelolaan) yang diselenggarakan guna menjamin pelayanan kesehatan radiologi
prima dengan cara pengumpulan data dan melakukan evaluasi secara sistematis
(Papp, 1998). Program Jaminan Mutu (QAP) x-ray imejing diagnostik lebih
berkonsentrasi pada aspek layanan kepada pasien (patient care) dan aspek yang
berkaitan dengan interpretasi gambar (image interpretation).
Perhatian-perhatian pasien diantaranya, terhadap penjadualan, penerimaan
resepsionis, dan persiapan pemeriksaan (misal: adakah pemeriksaan yang tepat
terjadual bagi pasien, adakah pasein mendapatkan instruksi yang benar sebelum
pemeriksan berlangsung, adakah barang-barang berharga pasien terjaga dengan baik
dan aman, atau adakah hasil-hasil laporan pemeriksaan sudah memadai atau tidak),
semua ini menjadi pertimbangan yang esensial dalam hubunganya dengan layanan
pasien dan menejemennya (patient care and management).
Selain itu, aspek yang berkaitan dengan interpretasi gambar (image
interpretation) juga menjadi pusat perhatian bagi pengguna jasa pelayanan x-ray
imejing diagnostik (kolega klinisi, pasien dan atau masyarakat). Hal-hal seperti:
adakah kondisi penyakit pasien sesuai dengan pembacaan doagnosis dari seorang ahli
radiologi, adakah laporan diagnosa radiologi, pendistribusian dan penyimpanan untuk
kebutuhan evaluasi selanjutnya dapat dipersiapkan dengan segera, dan adakah para
klinisi dan pasien mendapatkan segala informasi yang dibutuhkan yang mana
keseluruhan nya adalah berada dalam suatu model budaya kerja yang cepat dan
terukur.
Suatu model formal berupa 10 langkah Program Jaminan Mutu (QAP) yang
sering dijadikan acuan oleh organisasi-organisasi kesehatan dan telah diadaptasikan
untuk kebutuhan pengorganisasian dan menejemen di bidang x-ray imejing diagnostik
dalam buku pelatihan ini adalah (cit. from JCAHO in Bushong, 2001):
Tabel 1. JCAHO’s 10-Steps QA Program
10-Steps QA Program
1 Pembagian tugas dan tanggungjawab pelaksana program Jaminan Mutu (pembetukan QA Committe)
2 Menentukan lingkup dari layanan x-ray imejing diagnostik yang dibutuhkan
3 Mengidentifikasi aspek-aspek dari layanan x-ray imejing diagnostik yang perlu dipersiapkan
4 Mengidentifikasi dan menentukan outcomes yang ingin dicapai dan dipertimbangkan turut berpengaruh terhadap aspek-aspek dari lay
imejing diagnostik yang diberikan
5 Mengeluarkan batasan-batasan (standar) untuk ruang lingkup pelinaian (assesment)
6 Mengumpulkan dan mengorganisasi keseluruhan data (kualitatip maupun kuantitatip)
7 Mengevaluasi keberhasilan pelayanan yang diberikan ketika outcomes tercapai
8 Mengambil langkah korektip untuk memperbaiki mutu pelayanan
9 Mengevaluasi dan mendokumentasikan keseluruhan aksi/aktifitas yang telah dilakukan
10 Mengkomunikasikan secara kontinyu informasi yang ada kepada lingkup Organiasi QAP yang lebih luas
Menerapkan model 10-langkah QAP sebagaimana didiskripsikan diatas (tabel
1) akan membantu dalam menemukan masalah-masalah pelayanan terhadap pasien
dan sekaligus memecahkannya. Agar lebih meyakinkan bahwa organisasi dan
menejemen di bidang x-ray imejing diagnostik adalah berkomitment tinggi untuk
memberikan servis dan pelayanan prima kepada pasien dan masyarakat maka
lembaga-lembaga atau badan-badan akreditasi yang berwenang (akreditasi Rumah
Sakit – Depkes RI) perlu mendorong proses pengadaptasian dari model ini.
KENDALI MUTU (QC) adalah didefenisikan sebagai bagian dari program
Jaminan Mutu (QA) yang mana menitik beratkan aktifitas program nya pada teknik-
teknik yang diperlukan bagi pengawasan (monitoring), perawatan dan menjaga
(maintenance) elemen-lemen teknis dari suatu sistem peralatan radiografi dan imejing
yang mempengaruhi mutu gambar (Papp, 1998). Selaras dengan defenisi yang di
kemukakan oleh Bushong (2001), bahwa Kendali Mutu adalah sebagai suatu program
yang didisain untuk menyakinkan bahwa seorang dokter spesialis radiologi
(Radiologist) hanya akan dihadapkan pada pembacaan (interpretasi) gambar yang
optimal. Diperolehnya gambar optimal adalah tidak dapat dipisahkan dari kondisi
kinerja sistem peralatan sinar-x yang yang digunakan dalam pemeriksaan-
pemeriksaan radiologis. Oleh karenanya kinerja dari sistem peralatan sinar-x
hendaknya memematuhi regulasi standar yang berlaku.
Agar kinerja dari sistem peralatan sinar-x dapat di identifikasi, di evealuasi
dan akhirnya di verifikasi maka perlu dilaksanakan aktivitas Kendali Mutu (QC
activities) secara terprogram dan berkesinambungan. Pengukuran/pengujian,
pencatatan, analisis, rekomendasi dan pendokumentasian dari data kuantitatip tentang
parameter-parameter fisik dari sistem peralatan sinar-x adalah merupakan bentuk-
bentuk aktivitas pengendalian mutu yang harus dikerjakan dengan penuh dedikasi.
Semua ini menjadi penting artinya ketika informasi yang ada di perlukan untuk
pengambilan keputusan untuk perbaikan mutu secara komprehensip.
Program Kendali Mutu (QCP) x-ray imejing diagnostik lebih berkonsentrasi
pada aspek instrunentasi imejing dan peralatan. Dengan demikian maka aktivitas QC
dapat dimuai dari evaluasi secara rutin dari fasilitas pemroses gambar kemudian
dilanjutkan pada pesawat sinar-x yang digunakan untuk memproduksi gambar
(Carrol, 1983; Papp, 1998 dan Bushong, 2001). Beberapa laporan dan hasil penelitian
terhadulu juga merekomendasikan bahwa untuk mengawali suatu Program Kendali
Mutu (QCP) pada fasilitas x-ray imejing diagnostik, kiranya perlu dikerjakan terlebih
dahulu dengan penuh dedikasi tentang analisa pengulangan-penolakan film atau lebih
dikenal dengan istilah Repeat-Reject Film Analysis (RRAP) pada suatu fasilitas
pelayanan radiodiagnostik. Dilaporkan pula oleh Hardy et.al. (2001), bahwa RRAP
adalah sebagai ”tool” untuk mengevaluasi kinerja dari implementasi QAP pada suatu
departemen radiologi dan informasi dari hasil analisa ini dapat dijadikan indikator
keberhasilan Program Jaminan Mutu/Kendali Mutu dan peralatan x-ray imejing
diagnostik (AAPM Report: 74, 1990; NCRP Report No:99, 1995).
Ada 3 langkah (3-step)yang diperlukan untuk suatu Program Kendali Mutu
(QCP), yakni:
Langkah I UJI PENERIMAAN (Acceptance Testing)
Langkah II PEMANTAUAN KINERJA RUTIN (Routine Performance
monitoring)
Langkah III PERBAIKAN (Maintenace)
Untuk setiap bagian dari peralatan yang digunakan dalam radiografi, apakah
pesawat sinar-x itu sendiri ataupun peralatan pemroses gambar, seharusnya menjalani
uji penerimaan (uji funsi awal) terlebih dahulu sebelum semua elemen ini di
pergunakan dalam aplikasi klinik. Uji penerimaan ini harus dikerjakan oleh tenaga
selain petugas representasi dari produsen alat-alat tersebut, karena tujan utama dari uji
fungsi awal ini adalah untuk menunjukan alat-alat yang telah dibeli tersebut memiliki
kinerja sesuai dengan spesifikasi pabrik yang telah mereka rekomendasikan atau
untuk menyetarakan spesifikasi pabrik dengan standar Nasional/Internasional yang
direkomendasikan. Disamping itu data kuantitatip hasil Uji penerimaan tersebut
selanjutnya akan dijadikan Baseline data pembanding yang penting artinya bagi
pengujian-pengujian selanjutnya.
Setelah peralatan yang di beli atau dimiliki beroperasi dalam kurun waktu
tertentu, karakteristik-karakteristik kinerja dari elemen-lemen alat sangat
dimungkinkan mengalami perubahan atau bahkan kerusakan bila dibandingkan
dengan kondisi alat pada awalnya. Sehubungan dengan keadaan ini maka adalah
penting dilakukan pemantauan terhadap karakteristik kinerja elemen peralatan atau
fasilitas pendukungnya secara periodik apakah pemantauan yang bersifat harian
(daily), mingguan (weekly), bulanan (monthly), setengah tahunan (semi-annually)
atau tahunan (annually). Usaha-usaha pemantauan yang terencana akan membantu
menegah timbulnya kerusakan yang lebih parah dan sudah barang tentu
dimungkinkan perbaikan yang bersifat minor guna mempertahankan kinerja elemen-
elemen alat semaksimal mungkin.
Apabila kerusakan mayor terjadi atau kinerja komponen peralatan
dipertimbangkan sudah melampui referensi atau rekomendasi standar yang dianjurkan
(misal: Tabung sinat-x yang pecah atau kecukupan HVL yang jauh dari satandar
memadai) maka upaya penggantian komponen peralatan harus segera dilakukan
sebagai langkah koreksi demi menjaga keselamatan/perlindungan dan menjamin mutu
bagi pengguna jasa maupun petugas pelaksana.
Sebagaimana pada Program Jaminan Mutu (QAP), perlua adanya seorang
petugas yang bertanggungjawab pada akativitas QC yang dapat juga sebagai anggota
dari team kerja Jaminan Mutu x-ray imejing diagnostik. Dalam suatu fasilitas
pelayanan radiologi yang tergolong besar (Rumah-Sakit Kelas A), diperlukan
penganan QC secara khusus oleh seorang tenaga profesional Bidang Fisika Medik.
Tetapi untuk fasilitas pelayanan radiologi yang tergolong sedang (Rumah-Sakit Kelas
B), seorang Radiografer terlatih dan bersertifikat bidang QC (QC Technologist) dapat
menangani aktivitas QC secara terbatas dibawah supervisi seorang Ahli Fisika Medik.
Tugas pokok dan fungsi dari masing masing tenaga tersebut sebaiknya mengacu pada
3 tingkat kompleksitas (3-levels) pengujian sebagai berikut:
Tingkat I Simple dan Non-invasive (Radiografer/RT)
Tingkat II Complex dan Non-Invasive (QC Radiografer/QC
RT+Pelatihan
Tambahan Bidang QC)
Tingkat III Complex dan Invasive (Medical Physicist atau Engineer)
Selain Defenisi QA dan QC, perlu juga untuk dipahami defenisi dari
Compliance test (uji kepatuhan) peralatan pada dasarnya adalah jenis pengujian
periodik, amun demikian pengujian ini hanya dilakukan oleh lembaga tester (yang
ditunjuk oleh Badan Otorisasi Pengawasan Ketenaga Nukliran Nasional-
Internasional) secara eksternal. Adapun tujuan dari uji kepatuhan ini yakni untuk
menganalisa dan mengevaluasi tingkat kepatuhan parameter performa fisis (kinerja)
pesawat radiologi atau peralatan pendukung lainnya terhadap acuan standar baku yang
pakai oleh Badan Otorisasi Pengawasan Ketenaganukliran Nasional-Internasional.
Hasil uji dan analisis untuk selanjutnya dijadikan dasar untuk proses verifikasi
legislasi kelayakan peralatan, digunakan sebagai dokumen pendukung bagi perijinan
operasional radiologi dan dapat di manfaatkan persyaratan guna pengurusan legisasi
alat kepada Badan Regulator Nasional (BAPETEN).
C. Goal QAP/QCP Radiologi
Diagnosis:
- Tidak akurat, karena
radiogaraf buruk
- Pelayanan lambat,
karena repeated
exams
Biaya:
Alat, bahan dan jasa
secara umum
meningkat
Gambar 3. interelasi Dosis, diagnosis dan Dollars
D. QAP Peralatan konvensional Radiodiagnsotik
QCP bagi peralatan konvensional radiodiagnostik secara ringkas dapat di
tetapkan berdasarkan Jenis test, Parameter yang akan diuj serta frekwesni pelaksanaan
pengujian.
Rujukan toleransi penerimaan hasil test perlu memperhatikan dan mempelajari
naskah-naskah publikasi Nasional maupun International. Karena dalam naskah
publikasi tersebut biasanya mengikuti trend perkembangan teknologi alat termasuk
persyaratan teknis oerforma alat yang diproduksi. Namun demikian yang terpenting
adalah memperhatikan atau mengacu kepada regulasi Nasional (contoh : Kep.
Kemenkes atau Peerka Bapeten).
Pada tabel 1 berikut mendiskripsikan summary of the QCP test bagi peralatan
sinar-x konvensional.
Collimator & Beam Alignment (X1+X2) and (Y1+Y2) Semi annually (x;y)
Gambar 6. kontak screen-film yang baik dan bila kondisi kekontakan screen-
film yang buruk
Apabila kita membaca pada materi tentang kolimator maka salah satu sifat
sinar-X adalah merambat kesegala arah membentuk bola (spherical). Dari bentuk
menyerupai bola tersebut maka pada dasarnya sebaran foton sinar-X tersebut
memiliki banyak sekali sampai tak terhingga arah foton.
Untuk melihat proyeksi suatu benda maka kita perlu memilih arah sebaran
foton yang searah dengan benda tersebut, sehingga profile dari benda tersebut dapat
menjadi jelas. Sebagai contoh apabila kita ingin menyorot sebuah pohon dengan
lampu senter maka sesungguhnya kita sudah memilih arah sebaran foton (serta
mengarahkan sebaran foton yang tidak searah dengan benda tersebut) sesuai arah
pohon tersebut. Secara geometris maka pertengahan sinar senter tepat mengarah pada
pohon tersebut.
Dalam aktifitas pembuatan radiograf sesungguhnya kita hanya memerlukan
“satu” arah foton saja sebagai suatu pedoman geometris dalam memproyeksikan
organ-organ anatomis yang akan diperiksa ke arah film, sedangkan sisanya yang
jumlahnya sangat banyak itu dapat kita abaikan. Satu arah foton tersebut nantinya
akan berkedudukan searah bersama dengan pusat obyek anatomi yang diperiksa dan
pertengahan film. Dengan kesejajaran seperti itu maka diharapkan akan didapatkan
gambaran anatomi sesuai dengan profile yang diinginkan dan berada tepat
dipertengahan kaset.Untuk selanjutnya kita menyebut beam alignment dengan pusat
sinar (central ray).
Jika kita mengarahkan tabung dengan arah vertikal 90o terhadap meja
pemeriksaan, maka seharusnya pusat sinar-X (yang menyebar berbentuk bola) akan
betul-betul menyudut 90o terhadap meja. Pusat sinar memiliki peranan yang sangat
penting pada pembuatan radiograf terhadap organ anatomi yang kecil dan berupa
suatu saluran (channel) karena dengan arah pusat sinar yang sejajar dengan arah poros
saluran dari organ tersebut akan menampakkan saluran tersebut. Contoh organ yang
memerlukan pusat sinar yang akurat antara lain foramen opticum, selle tursica, os
nasal, dll.
Apabila kita ingin membuat radiograf dari foramen opticum, apabila beam
alignment tidak sesuai, dalam arti poros dari foramen telah tegak lurus terhadap meja
tetapi pusat sinar tidak tegak lurus, maka dalam radiograf tidak akan mampu
menampakkan kedalaman foramen dengan baik. Keadaan tersebut dalam radiografi
disebut dengan perubahan bentuk gambaran (distorsi) khususnya yang disebabkan
arah sinar yang salah.
Dengan melakukan pengujian ketepatan berkas sinar, maka dapatlah
dievaluasi kondisi kesesuaian antara titik bidik sinar-x dengan titik fokal pada pusat
lapangan sinar-x. Melaui uji ini maka, kasus ketidak simetrisan gambar, distorsi
gambar yang tidak perlu dapat dihindari.
I. QC Generator performance tests
Generator adalah salah satu dari elemen dari sistem pembangkit sinar-X.
Ketidak konsistensian produksi/keluaran sinar-X dari tabung sinar-X yang
dibangkitkan oleh suatu generator pembangkit, sangat dipengaruhi oleh parameter
teknis antara lain kualitas tegangan suplai, kV, mA dan waktu. (t). Besarnya keluaran
radiasi yang tidak konsisten akibat dari kinerja parameter teknis yang tidak baik
berpengaruh langsung terhadap variasi-variasi baik kualitas gambar, kualitas atau
kuantitas radiasi yang diproduksi dan dosis radiasi yang terjadi. Untuk itu sangatlah
penting memonitor parameter-parameter tersebut khususnya kV, mA, dan waktu
eksposi (t), reprodusibilitas sinar-X, dan kecukupan nilai HVL tabung sinar-x.
Fungsi grid adalah mengurangi radiasi hambur yang mencapai film ketika
proses pemotretan radiografi terjadi. Kualitas gambar akan meningkat bila scatters
(radiasi hambur) dapat dikendalikan atau direduksi. Grid terlihat seperti sebuah
lembar metal lembut yang sederhana, tetapi sebenarnya sebuah alat yang dibuat
dengan presisi tinggi tetapi alat ini juga mudah rusak.
Grid sinar-x yang beredar di pasaran memiliki banyak variasinya, pemakaian
dari grid yang bervariasi ini tergantung dari tujuan dan fungsi grid itu sendiri dalam
ini adalah jenis-jenis grid bila dilihat menurut struktur dan arah gerakannya.
Dalam struktur Grid/Bucky tersusun dari sejumlah besar strip Pb yang halus
diselingi dengan bahan penyela di sela-sela strip dari terbuat dari bahan yang bersifat
radiolucent (plastik atau kayu). Semua lead strip yang trsusun dalam grid/Bucky harus
terspasi secara seragam atau bila tidak maka akan menyebabkan terjadinya efek Motle
dalam gambar yang bisa menyerupai gambaran patologi. Struktur Pb dan bahan
penyela dari Grid/Bucky yang tidak terspasi secara seragam dapat terjadi karena cacat
produk pabrik atau kerusakan akibat terjatuh atau bahkan motor sistem penggerak
grid yang mengalami kerusakan elektris sehingga momen kosistensi gerakan bahkan
grid itu sendiri menjadi statik.
Jika strip Pb mengalami distorsi, maka fungsi grid akan kurang efisien dan
akan menjadikan distribusi densitas optis pada film pada film tidak teratur atau tidak
homogen. Selanjutnya, jika grid digunakan dengan cara yang salah, atau fungsi motor
penggerak grid (Bucky) mengalami ganggugan maka reduksi densitas optis akibat
efek ”cut-off”. Misalnya : Grid fokus digunakan dengan FFD lebih rendah dari yang
direkomendasikan vendor pembuat alat grid, maka akan terjadi penurunan densitas
pada kanan kiri garis tengah grid tergantung seberapa besar mis-alignment nya
terhadap pusat sinar terjadi.
Untuk mengevaluasi kondisi fisik grid/bucky pada pesawat sinar-X, perlu
dilakukan pengujian yaitu Grid alignment test. Tujuan dari uji ini adalah untuk
mengetahui seberapa besar ketidak sesuaian garis tengah grid/bucky terhadap arah
datangnya pusat sinar-x (CR). Grid yang mengalami kerusakan fisik atau Bucky
malfungsi dapat dievaluasi melalui uji ini. Gambar berikut adalah salah satu bentuk
dari hasil uji grid atau bucky.
Pasangan Densitas optik A dan B bernilai sama atau mendekati. Sementara
bagian tengan adalah memiliki nilai densitas optik yang tertinggi. Bila hasil pengujian
memperlihatkan kesimetrisan densitas, menunjukan bahwa bucky atau grid sistem
tidak mengalami misalignment terhadap pusat sinar datang (CR).
DAFTAR PUSTAKA
Adler, A. M. & Carlton, R. 2001. Principles of Radiodiagraphic Imaging : An Art and A
Science, Third Edition. New York : Thomson Learning.
Akhadi M. 2000. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta. PT. Rieneka Cipta.
Ball, J. & Price T. 1989. Chesney’s Radiographic Imaging, Fifth Edition. London : Blackwell
Scientific Publications
Bushberg, Jerrold. 2002. The Essential physics of Medical Imaging, Second Edition. Lippincott
: Williams & Wilkins
Bushong, S. C. 2001. Radiologic Science for Technologist: Physic, Biology and Protection,
Seventh Edition. Toronto : Mosby Co.
Brindhaban et.al. 2005. Effect of x-ray tube potential on image quality and patient dose for
lumbar spine computed radiography examinations, Australasian Physical &
Engineering Science in Medicine,Volume 28, Number 4.
Charlton, RR. 2001. Principles of Radiographic Imaging An Art and a science, USA
Costa et.al. 2008. Constancy check of beam quality in conventional diagnostic X-ray
equipment, Applied Radiation and Isotopes. Volume 66, Issue 10.
Goldman, Lee W. 2004. Radiographic Inspection : Procedures for Digital and Conventional
Radiographic Imaging System.
http://www.aapm/meetings/0455/presentations/radininspect.ppt. Akses 20 Maret 2010
Gorham et.al. 2010. Impact of focal spot size on radiologic image quality: A visual grading
analysis. Radiography. Vol.16 sissue 4.
Gray, Joel E. 1983. Quality Control in Diagnostic Imaging : A Quality Control Cook book.
Maryland : Aspen Publisers Inc.
Hutchinson et.al. 1999. A compliance testing program for diagnostic X-ray equipment, Applied
Radiation and Isotopes. Volume 50, Issue 1.
http://www.crcpd.org/Pubs/QC-Docs/QC-Vol3-Web.pdf, akses 22 Pebruari 2010). Quality
control recommendation for diagnostic radiography.
Lloyd, Peter J. 2001. Quality Assurance Workbook for Radiographers & Radiological
Technologist. Geneva : WHO
Papp, Jeffrey. 2006. Quality Manajement in The Imaging Science. St. Louis : Mosby Inc.
Peterson et.al. 1997. Effect of beam collimation on image quality. J Dent Hyg. Vol.2.
Seemann and Splettstosser. 1995. The Effect of Kilovoltage and Grid Ratio on Subject
Contrast in Radiography, Radiology. Vol.64.
Toop et.al. 2007. the effect of exposure factors on chest image quality and patient dose for
computed radiography. Jurnal elektronik di akses Maret 2011,
www.northernphysics.co.uk/RTI_Electronics/ExeterUniversity_files/poster1.pdf
Tuchyna et.al. 2008. Compliance testing of medical diagnostic x-ray equipment: three years’
experience at a major teaching hospital in Western Australia, Biomedical and Life
Sciences, Australasian Physical & Engineering Science in Medicine. Vol 25,Number
1.