Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan salah satu makhluk hidup, dikatakan sebagai makhluk hidup karena
dapat bernafas, berkembang biak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makanan dan mengeluarkan
metabolisme (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peran masing – masing
organ.

Salah satu kegiatan tubuh dalam membuang sisa – sisa metabolism adalah mengeluarkan
urine. Membuang urine dengan melalui eliminasi merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus
dilakukan oleh setiap manusia. Apabila eliminasi tidak dilakukan oleh tubuh, maka akan terjadi
gangguan – gangguan diantaranya : retensi urine (perubahan pola eliminasi urine), enuresis,
inkontinensia urine, dll. Selain dapat menimbulkan gangguan – diantaranya : retensi urine
(perubahan pola eliminasi urine), enuresis, inkontinensia urine, dll. Selain dapat menimbulkan
gangguan – gangguan yang disebutkan diatas, dapat juga menimbulkan dampak pada sistem organ
lain seperti sistem pencernaan.

B. Tujuan

Berdasarkan judul makalah yang kami susun dengan judul “ pemenuhan kebutuhan
eliminasi” maka kami memberikan batasan masalah yaitu megetahui bagaimana aspek membantu
klien dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi, serta hal hal yang perlu di perhatikan saat melakukan
tindakan membantu klien.

C. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan tentang pemenuhan kebutuhan eliminasi

2. Menjelaskan tentang menolong klien bab dan bak

3. Menjelaskan tentang pemasangan kateter

4. Dengan penulisan makalah ini dapat menjadi bahan acuan bagi kita semua sebagai
mahasiswa kesehatan dalam proses pembelajaran membantu klien bab pada pasien pria dan
wanita dengan tepat dan benar sesuai dengan teknik dan prosedur yang sesuai

D. Manfaat

Manfaat yang dapat kita ambil dari makalah ini adalah :

 Kita dapat mengetahui pemenuhan kebutuhan eliminasi.


 Dapat mengetahui cara menolong pasien BAB dan BAK serta pemasangan kateter.
BAB II

PEMBAHASAN

A.KEBUTUHAN ELIMINASI URINE

2.1.1 Pengertian Eliminasi

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau feses.
Kebutuhan eliminasi dibagi menjadi dua yaitu; eliminasi urine dan eliminasi alvi (kebutuhan buang
air besar). (Uliyah, Hidayat;2008)

Jenis – Jenis Eliminasi

2.2.1 Eliminasi Urine (kebutuhan buang air kecil)

2.2.2 Eliminasi Alvi (kebutuhan buang air besar)

Pengertian Eliminasi Urine

Eliminasi urine adalah kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan menentukan
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis tubuh.

Organ Yang Berperan Dalam Eliminasi Urine:

Ginjal

Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah
kanan dan kiri tulang panggul. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam
tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa
yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron yang merupakan unit dari struktur
ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam
bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter menuju kandung kemih.

Ureter

Ureter adalah suatu saluran moskuler berbentuk silider yang menghantarkan urine dari ginjal
menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20 – 30 cm dengan diameter maksimum
sekitar 1,7 cm didekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Dinding
ureter terdiri dari mukosa yang dilapisi oleh sel – sel transisional, otot polossirkuler, dan longitudinal
yang dapat melakukan kontraksi guna mengeluarkan urine menuju kandung kemih.

Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot polos yang berfungsi sebagai
tempat penampungan air seni (urine). Di dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang
memanjang ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor, dan berfungsi untuk mengeluarkan
urine. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk lingkaran
bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkaran yang berfungsi menjaga saluran antara kandung
kemih keluar tubuh.

Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam
diatur oleh system saraf simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendur dan terjadi
kontraksi sphinoter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal di dalam kandung kemih. System para
simpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian
dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor dan
kendurnya shinoter.

Uretra

Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar. Saluran
perkemihan dilapisi membrane mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Secara normal,
mikroorganisme tidak ada yang bias melewati uretra bagian bawah, namun membrane mukosa ini
pada keadaan patologis yang terus – menerus akan menjadikannya media baik untuk pertumbuhan
beberapa patogen.

Proses Pelaksanaan Eliminasi Urine

Proses Berkemih

Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat
menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250 – 400 cc (pada orang dewasa) dan 200 – 250
cc (pada anak – anak).

Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urie yang dapat menimbulkan rangsangan
pada saraf – saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui
medulla spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral. Selanjutnya, otak
memberikan impuls melalui medula spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, kmudian terjadi
kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter internal. Urine dilepaskan dari vesika urinaria,
tetapi masih tertahan oleh spincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan
menyebabkan relaksasi spincter eksternal dan urine dikeluarkan (berkemih).

Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine

Diet dan Asupan (in take)

Jumlah dan tipe makanan merupakan factor utama yang mempengaruhi output urine (jumlah urine).
Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, minum kopi juga
dapat meningkatkan pembentukan urine.

Respons Keinginan Awal untuk Berkemih

Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebakan urine banyak tertahan
di dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran
urine.

Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan
tersedianya fasilitas toilet.

Stres psikologis

Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena
meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.

Tingkat aktivitas

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sphincter.
Kemampuan tonus otot didapatkan dengan braktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun.

Tingkat Perkembangan

Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut
dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun,
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Kondisi Penyakit

Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.

Sosiokultural

Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada
masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.

Kebiasaan Seseorang

Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.

Tonus Otot

Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot
abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran
urine.

Pembedahan

Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi
sehingga menyebabkan penurunanjumlan produksi urine.

Pengobatan

Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan
proses perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan
pemberian obat antikolinergik dan anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya
prosedur – prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra
venus pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asuan sehingga mengurangi
produksi urine. Selain itu, tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema local pada uretra sehingga
pengeluaran urine terganggu.

Gangguan Eliminasi Urine

Retensi urine

Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria
atau merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak
lengkap. Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml
urine.(musrifatul uliyah 2010)

Inkontinensia Urine

Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap
untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah proses
penuaan, pembesaran kelenjar prostat, serta penuaaan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik.

Enuresis

Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak mampu mengontrol
sphincter eksternal. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau otang jompo. Umumnya enuresis
terjadi pada malam hari.

Perubahan Pola Eliminasi Urine

Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada
eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih.
Perubahan pola eliminasi terdiri atas:

Frekuensi

Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi berkemih
dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan
asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan
stres atau hamil.

Urgensi

Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada
umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal.
Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya pengontrolan pada
sphincter.
Disuria

Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit
infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.

Poliuria

Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya
peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes mellitus dan
penyakit ginjal kronis.

Urinaria Supresi

adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal
pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus – menerus.

Penanggulangan Gangguan Eliminasi Urine

Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan

Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine tersebut berbeda – beda maka dalam
pengambilan atau pengumpulan urine juga dibedakan sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan
urinetersebut antara lain ; pengambilan urine biasa, pengambilan urine steril, dan pengumpulan
selama 24 jam.

Pengambilan Urine Biasa

Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan mengeluarkan urine secara biasa,
yaitu buang air kecil. Pengambilan urine biasa ini biasanya digunakan untuk pemeriksaan kadar gula
dalam urine, pemeriksaan kehamilan, dll.

Pengambilan Urine Steril

Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan menggunakan alat steril, dilakukan
dengan kateterisasi atau fungsi suprapubisyang bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi pada
uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya.

Pengambilan Urine Selama 24 Jam

Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam waktu 24
jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan
output, serta mengetahui fungsi ginjal.

Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal

Tindakan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri di kamar kecil dilakukan
dengan menggunakan alat penampung (urineal). Hal tersebut dilakukan untuk menampung urine
dan mengetahui kelainan dari urine (warna dan jumlah).

Melakukan Kateterisasi
Kateterisasi merupakan tindakan memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra
untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Dalam
pelaksanaannya, kateterisasi terbagi menjadi dua tipe internitent (straight kateter) dan tipe
indwelling (foley kateter)

2.1.7 Pengumpulan Urine Untuk Pemeriksaan

Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine tersebut berbedaa-beda, maka dalam
pengambilan atau pengumpulan urine juga di bedakan sesuai dengan tujuannya.Diantara cara
pengambilan urine tersebut antara lain : pengambilan urin biasa, pengambilan urin steril, dan
pengumpulan selama 24 jam.(uliyah,hidayat 2010)

1. Pengambilan urin biasa merupakan pengambilan urin dengan cara mengeluarkan urin secara
biasayaitu buang air kecil. Pengambilan urin biasanya digunakan untuk pemeriksaan kadar gula
dalam urin, pemeriksaan kehamilan, dan lain-lain. 2. Pengambilan urin steril merupakan
pengambilan urin dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan cara kateterisasi atau fungsi
supra pubis yang bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran kemih
lainnya. 3. Pengambilan urin selama 24 jam merupakan pengambilan urin yang di kumpulkan dalam
waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urin selama 24 jam dan mengukur berat jenis,
asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal.

Alat:

1. Botol penampung beserta penutup 2. Etiket khusus.

Prosedur kerja (untuk pasien mampu buang air kecil ):

1. Cuci tangan 2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan 3. Bagi pasien yang tidak mampu sendiri
untuk buang air kecil maka bantu untuk buang air kecil (lihat prosedung menolong buang air 4.
kecil),keluarkan urin, setelah itu tamping kedalam botol. 5. Bagi pasien yang mampu untuk buang air
kecil sendiri anjurkan pasien untuk buang air kecil biarkan urin yang pertama keluar dahulu
kemudian anjurkan menampung urin kedalam botol. 6. Catat nama pasien, dan tanggal pengambilan
bahan pemeriksaan. 7. Cuci tangan.

2.1.8 Menolong Pasien Pada Waktu Buang Air Besar dan Buang Air Kecil

Persiapan alat:

1. Pispot atau steekpan bertutup dan urinal 2. Alat pispot 3. Botol berisi air cebok 4. Kapas cebok
dalam tempatnya 5. Kertas kloset bila tersedia 6. Bengkok (nierbekken) 7. Sampiran(scherm) 8.
Selimut atau kain penutup 9. Bel, bila tersedia

Persiapan pasien:

Pasien di beri penjelasan tentang hal hal yang dilakukan

1. Pintu di tutup, kemudian sampiran (scherm) dipasang 2. Pakaian pasien bagian bawah di
tanggalkan, kemudian bagian badan dan yang terbuka itu di tutup dengan selimut atau kain penutup
3. Pasien di anjurkan menekuk lutut dan mengangkat bokong 4. alas pispot di pasang 5. Pispot
disorongkan sampai terletak di bawah bokong pasien. Jika pasien tidak dapat melakukanya sendiri,
petugas membantu menekukkan lutut dan mengangkat pinggul pasien dengan tangan kiri,
sedangkan tangan kanan petugas menyorongkan pispot sedemikian rupa sehungga posisinya tepat
dan nyaman. 6. Bila pasiebila pasien sudah selesai BAB atau BAK, kakinya di renggangkan dan
selimut di buka sedikit, selanjutnya anus dan daerah genitalia di bersihkan dengan kapas cebok.
Pasien di miringkan, tangan kiri petugas membuka bokong pasien, tangan kanan memebersihkan
anus dengan kapas cebok atau kertas kloset lalu di buang kedalam pispot. Pembersihan ini di
lakukan beberapa kali sampai anus bersih. Setelah pasien selesai bab pispot di angkat, ditutup dan
diturunkan. 7. Bila pasien menginginkan cebok sendiri, petugas membantu menyiram dan
selanjutnya tangan pasien di cuci lalu pispot di angkat, di tutup dan di turunkan 8. Bokong pasien di
keringkan dengan pengalas 9. Setelah selesai pasien di rapikan, sedangkan peralatan di bersihkan,
dibereskan dan dikembalikan ketempat semula. 10. Pintu dan sampiran (scherm) dibuka kembali.
perhatian : 11. Bila tidak dapat di tolong oleh satu orang petugas, misalnya pasien gemuk haemi
plegia, payah diperlukan lebih dari satu petugas. 12. Bila urin akan di tamping untuk bahan
pemeriksaan, lebih dahulu tuangkan kedalam bengkok, lalu pispot atau urina di pasang kembali
setelah itu baru di ceboki 13. Bila vases akan di periksa, perlu disiapkan dua pispot yaitu satu untuk
tempat vases dan satu lagi untuk cebok. 14. Pispot atau urina yang diberikan harus dalam keadaan
bersih dan kering. 15. Pispot sebaiknya tidak di berikan pada waktu:

Makan Kunjungan keluarga atau menerima tamu

6. Kunjungan dokter urin harus diperhatikan dan di catat: 7. jumlahnya karenanya 8. Warnanya 9.
Adanya kelainan (darah, nanah dan lainnya) 10. Faeces harus di perhatikan dan di catat: 11.
Keadaannya (keras, lembek, cair)

12. Bentuknya 13. Warnanya 14. Adanya kelainan (darah, lender, nana atau cacing) 15. Baunya 16.
Keluhan lain dari pasien.

2.1.9 Perawatan Untuk Pasien Yang Mengalami Masalah Eliminasi

Tubuh harus cukup cairan untuk tetap sehat. Lebih dari setengah berat badan orang dewasa terdiri
dari cairan. Jumlah atau volume cairan yang ada dalam tubuh kurang lebih konstan. Individu
mendapat cukup cairan melalui minum air dan cairan lain dan melalui makan makanan yang
mengandung cairan. Volume ini di seimbangkan oleh jumlah cairan yang dikeluarkan individu dalam
pernafasan, keringat, urin, dan cairan dalam feses yang dieliminasikan dari saluran gastroinstetinal.

Cairan tubuh mengandung elektrolit seperti natrium, kalium, klorida, fosfat, dan kalsium. Pada
individu, elektrolit ini seimbang. Beberapa penyakit menyebabkan cairan atau elektrolit tidak
seimbang. Ketika individu sakit, perawat harus memerhatikan dengan ketat jumlah cairan yang
masuk dan keluar, untuk myakinkan bahwa cairan dan elektrolit seimbang.

KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI

2.2.1 Pengertian Eliminasi Alvi

Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran metabolism berupa feses yang berasal
dari saluran pencernaan yang melalui anus. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali
dalam satu hari atau satu kali. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya
beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali – kali dalam satu hari, biasanya gangguan –
gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi
maslah yang lebih besar. (Hidayat, Uliyah;2009)

2.2.2 Organ Yang Berperan Dalam Eliminasi Alvi

Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletah diantara lambung
dan usus besar. Bagian – bagian dari usus halus yaitu; duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus
kosong), ileum (usus penyerapan).

Duodenum (usus dua belas jari)

Usus dua belas jari adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong dengan panjang antara 25 – 38 cm. bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus.

Jejunum (usus kosong)

Usus kosong adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus dua belas jari dan usus penyerapan.
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2 – 8 meter, 1 – 2 meter adalah bagian
usus kosong.

Ileum (usus penyerapan)

Usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ini
memiliki panjang sekitar 2 – 4 meter dan terletak setelah duodenum dan jejunum dan dilanjutkan
oleh usus buntu.

Usus Besar

Usus besar adlah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dan feses. Bagian – bagian dari usus besar yaitu; kolon, rektum, dan anus.

Kolon

Kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.

Rektum

Rektum adalah organ terakhir dari usus besar. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
feses sementara.

Anus

Anus atau dubur adlah sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan luar tubuh.
2.2.3 Proses Pelaksanaan Eliminasi Alvi

Proses Defekasi

Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua
pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yang terletak di medulla dan sussum tulang belakang.
Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam akan mengendur dan usus
besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian sphincter anus
bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur.
Selam defekasi berbagai otot lain membantu prose situ, seperti otot dinding perut, diafragma, dan
otot – otot dasar pelvis.

Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi, yaitu refleks defekasi
intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat sisa
makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian flexus mesenterikus
merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus. Lalu pada saat sphincter internal
relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan, refleks defekasi parasintetis dimulai dari
adanya proses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke
kolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya
terjadi relaksasi sphincter internal, maka terjadilah proses defekasi saat sphincter internal
berelaksasi. Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat
makanan lainyang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi
kelenjar usus, pigmen empedu dan usus kecil.

2.2.4 Gangguan Eliminasi Alvi

Konstipasi

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus
besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar terlalu kering dan
keras.

Diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran
feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.

Inkontinesia Usus

Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses
defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut
sebagai inkontinesia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.

Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara di dalam perut karena pengumpulan gas berlebih di
dalam lambung atau usus.

Hemorroid

Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat
defekasi dan lain – lain.

Fecal Impaction

Fecal impaction merupakan massa feses karena dilipatkan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan
akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang,
kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot

2.2.5 Faktor Yang Mempengarhi Eliminasi Alvi

Usia

Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda.

Diet

Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi. Makanan yang
memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang
dikonsumsi dapat mempengaruhinya.

Asupan Cairan

Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu,
proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.

Aktivitas

Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen, pelvis,
dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi.

Pengobatan

Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan laksantif, atau antasida
yang terlalu sering.

Kebiasaan atau Gaya Hidup

Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat bersih
atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan mengalami
kesulitan dalam proses defekasi.
Penyakit beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit –
penyakittersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau
penyakit infeksi lainnya.

Nyeri

Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti nyeri pada
kasus hemorrhoid atau episiotomy.

Kerusakan Sensoris dan Motoris

Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat
menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.

2.2.6 Cara Menangani Gangguan Eliminasi Alvi

Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan

Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengambil
feses sebagai bahan pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap dan
pemeriksaan kultur (pembiakan).

Memberikan Huknah Rendah

Memberikan huknah rendah merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon
desensen dengan menggunakan kanula rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk
mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan
sebagai dampak pasca operasi dan merangsang buang air besar pada pasien yang mengalami
kesulitan buang air besar.

Memberikan Huknah Tinggi

Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon asenden
dengan menggunakan kanula usus. Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus pada pasien
prabedah untuk prosedur diagnostik.

Membantu Pasien Buang Air Besar dengan Pispot

Membantu pasien buang air besar dengan pispot ditempat tidur merupakan tindakan bagi pasien
yang tidak mampu buang air besar secara sendiri di kamar mandi.

Memberikan Gliserin

Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus dengan
menggunakan spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang peristaltik usus, sehingga pasien
dapat buang air besar.

Mengeluarkan Feses dengan Jari


rektum pasien untuk mengambil atau menghancurkan feses sekaligus mengeluarkannya.(Musrifatul
Uliyah,A.Aziz Alimul Hidayat:2008)

KATETER

2.3.1 Pengertian Kateter

Kateterisasi adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kencing untuk membuang
urine. Kateter hendaknya hanya dilakukan pada pasien bila mutlak perlu, karena dapat menimbulkan
kerusakan berat pada uretra. Uretra wanita lebeh pendek dari pria, dan lebih mudah di cidera oleh
kateter yang dipaksakan kedalamnya. Bakteri dapat di dorong memasuki kandung kencing selagi
kateter dimasukkan.

Kateterisasi dapat dipasang sebelum pembedahan untuk mengosongkan seluruh isi kandung kencing
pasien, karena ketegangan dan obat pereda sebelum operasi dapat menyebabkan kandung kencing
tidak sepenuhnya kosong. (yuni kusmiyati 2009)

Kateterisasi selalu membawa resiko infeksi dan ini harus di hindari jika mungkin.

Kateterisasi melibatkan pemasangn selang yang di sebut kateter melalui uretra ke dalam kandung
kemih. Seperti juga mengalirkan urine, kateterisasi dapat digunakan selama pembedahan untuk
mempertahankan kandung kemih kosong. Ada dua jenis kateter. Kateter lurus di gunakan untuk
mengeluarkan isi kandung kemih selama beberapa menit. Kateter foley atau menetap (indwelling)
tetap di pasang dan terus menerus mengalirkan urin.

Selalu memberikan privasi untuk pasien bila prosedur melibtatkan area genital.tutup pintu atau tarik
tirai di sekeliling tempat tidur.

Sebelum anda memulai, jelaskan apa yang akan anda lakukan dan alasannya. Beri tahu pasien bahwa
pasangan kateter tidak akan menyakiti meskipun mereka dapat merasakan adanya tekanan.
(kedokteran ECG; )

Gunakan teknik steril dan sangat berhati-hati ketika memasang kateter.

Jika kateter tidak steril anda dapat memasukkan mikroorganisme kedalam kandung kemih dan
menyebabkan infeksi. Jika anda tidak cermat ketika memasukkan slang kateter, anda dapat merusak
uretra. Kerusakan uretra khususnya mungkin terjadi pada pria, yang uretra nya lebih panjang dari
pada wanita.

2.3.2 Perawatan Pasien Yang Terpasang Kateter.

Dalam merawat pasien dengan kateter menetap, tujuan utamanya adalah mencegah infeksi saluran
kemih.

Cara terbaik untuk mencagah infesi adalah memastikan bahwa pasien minum banyak air setiap hari,
sampai 3 liter. Minum banyak menghasilkan banyak urin. Ini mempertahankan kandung kemih
terbilas dan menghiangkan sedimen yang melekat pada kateter. Ajarkan pasien dan keluarganya
untuk memeriksa selang drainase dan kantung serta meyakinkan bahwa alat ini selalu berada lebih
rendah dari kandung kemih pasien, sehingga gravitasi akan membantu aliran urin. Ingatkan pasien
jangan pernah berbaring di atas selang dan memerikasanya untuk meyakinkan tidak ada tekukakan
pada selang. Berikan atau bantu pasien dengan higiene perineum 2 kali sehari.

Penggantian kateter meningkatkn kesempatan infeksi. Jangan melepaskan selang kecuali benar-
benar perlu. Lepaskan kateter sesegera mungkin. Infeksi mudah di tularkan melalui kateter. Selalu
cuci tangan anda dengan seksama sebelum dan setelah merawat kateter. Jika sedimen menumpuk
di dalam selang atau kandung drainase, atau bila ada kebocoran, anda perlu mengganti selang dan
kantung. Jika anda mengganti selang, anda arus menggunakan teknik steril yang ketat. (lihat bab
lindungi pasien dari infeksi.(kedokteran EGC)

2.3.3 Pemasangan Kateter

PERALATAN DAN PERLENGKAPAN

1. Bak instrument 2. Spuit 10 cc 3. Bengkok 4. Sarung tangan steril 5. Aqua destilata 6. Plester 7.
Gunting plester 8. Perlak 9. Kateter 10. Kapas air DTT 11. Kassa 12. Urine bag 13. Jelly atau vaselin
14. Waskom larutan klorin 0,5%

PROSEDUR PELAKSANAAN

1. Wanita 2. Beritahu dan jelaskan pada ibu maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan. 3.
Susun alat secara ergonomis untuk memudahkan dalam bekerja.

4. Pasang sampiran atau tirai. 5. Atur posisi pasien senyaman mungkin. 6. Pasang perlak dibawah
bokong pasien. 7. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk bersih. 8.
Buka kemasan bungkus kateter dan tempatkan kateter di bak instrument steril. 9. Pakai sarung
tangan. 10. Lakukan vulva higiens dengan kapas air DTT. 11. Olesi ujung kateter dengan jelly atau
vaselin kira-kira 4 cm. 12. Buka labia mayora dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang tidak
dominan. 13. Masukkan ujung kateter ke uretra secara perlahan-lahan menuju kandung kencing,
sampai keluar air kencing, alirkan ke bengkok atau urinal. 14. Masukkan cairan aquadest ke karet
pengunci kateter sebanyak 10 cc untuk mengunci kateter agar tidak lepas bila di pasang permanen.
15. Hubungkan pangkal kateter dengan pipa penyambung pada kantong urin(urine bak). 16.
Rekatkan kateter pada paha pasien dengan plester. 17. pasang urine bak pada tempat tidur pasien (
urine bak diberi tali dari kassa untuk mengikat dengan tepi tempat tidur). 18. Rapikan pasien. 19.
Bereskan alat. 20. Cuci sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% lepas sarung tangan secara terbalik
dan merendam dalam larutan klorin selama 10 menit. 21. Cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir, mengeringkan dengan handuk bersih.(yuni kusmiyati 2009)

http//:www.google.com/imegres?imurl=http://2.bp.blogspot.com

http;//www.google.com/imgres?imgurl=http//2.bp.blogspot.com

1. Pada laki-laki 2. Memberi tahu dan menjeaskan pada klien. 3. Mendekatkan alat-alat. 4.
Memasang sampiran. 5. Mencuci tangan. 6. Menanggalkan pakaian bagian bawah. 7. Memasang
selimut mandi, perlak, dan pengalas bokong. 8. Menyiapkan posisi klien. 9. Meletakkan dua bengkok
diantara tungkai pasien. 10. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan. 11. Memegang penis
dengan tangan kiri. 12. Menarik preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian membersihkan dengan
kapas. 13. Mengambil kateter, ujungnya di beri vaselin 20 cm. 14. Memasukkan kateter pelahan-
lahan sedalam uretra 20 cm sambil penis diarahkan ke atas, jika kateter tertahan jangan dipaksakan.
Usahakan penis lebih di keataskan, sedikit dan pasien di anjurkan menarik nafas panjang dan
memasukkan kateter perlahan-lahan sampai urine keluar, kemudian menampung urine kedalam
botol steril bila diperlukan untuk pemeriksaan. 15. Bila urin sudah keluar semua anjurkan klien untuk
menarik nafas panjang. Kateter di cabut pelan-pelan di masukkan ke dalam botol yang berisi larutan
klorin. 16. Melepas sarung tangan dan memasukkan kedalam botol bersama dengan kateter dan
pinset. 17. Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas. 18. Menarik selimut dan
mengambil selimut mandi. 19. Membereskan alat. 20. Mencuci tangan.(Yuni Kusmiati 2009)

http;//www.google.com/imgres?imgurl=http//2.bp.blogspot.com

2.3.4 Melepas Kateter

Peralatan:

1. Sarung 2. Spuit 3. Betadine 4. Bengkok 2 buah

Prosedur:

1. Memberitahu pasien 2. Mendekatkan alat. 3. Memasang sampiran. 4. Mencuci tangan. 5.


Memakai sarung tangan. 6. Mengeluarkan isi balon kateter dengan spuit. 7. Menarik kateter dan
anjurkan pasien untuk tarik nafas panjang, kemudian letakkan kateter pada engkok 8. Olesi area
prepotium (meatus uretra ) dengan betadin 9. Membereskan alat 10. Melepaskan sarung tangan 11.
Mendokumentasikan

(siti banaliya 2008)


BAB III

PENUTUP

kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka adapun simpulan yang dapat penulis ambil yaitu sebagai
berikut:

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa metabolism tubuh baik berupa urine maupun alvi
demi menjaga homeostasis tubuh.

Eliminasi urine merupakan kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan dalam
menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan manusia untuk mempertahankan
kesehatan tubuh. Adapun organ – organ yang berperan dalam proses eliminasi urine diantaranya;
ginjal, ureter, kandung kemih, uretra.

Eliminasi alvi merupakan proses pembuangan atau pengeluaran metabolism berupa feses yang
berasal dari saluran pencernaan. Adapun sistem tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi ini
adalah sistem gastrointestinal yang meliputi usus halus dan usus besar.

Saran

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau pembaca, agar dapat menjaga
kesehatan organ eliminasi sehingga proses eliminasi di dalam tubuh manusia dapat berjalan dengan
baik dan seimbang.
Daftar Pustaka

Banaliyah Sti.(2008),Medial book keterampilan praktik klinik keperawatan dan kebidanan. Uliyah
Musrifatul.(2008),Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan. Buku pedoman perawatan pasien.
Buku kedokteran ECG. Kusmiyati Yuni. Penuntun belajar keterampilan dasar praktik klinik maya
kebidanan. Fitra Alimul Aziz hidayat.2008. Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan,selemba
medika, Jakarta http://rulinoviansah.wordpress.com/2012/12/06/prosedur-tindakan-bab-dan-bak/
http;//www.google.com/imgres?imgurl=http//2.bp.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai