PENDAHULUAN
Pelayanan dokter keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan medik di Indonesia,
berkesinambungan yang terkait dengan keluarga, komunitas serta lingkungan. Sebagai salah satu
ujung tombak dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan dokter keluarga harus
globalisasi seperti saat ini dimana kompetisi semakin ketat. Pelayanan dokter keluarga melibatkan
Dokter Keluarga sebagai penyaring di tingkat primer sebagai bagian suatu jaringan pelayanan
kesehatan terpadu yang melibatkan dokter spesialis ditingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit
rujukan sebagai tempat pelayanan rawat inap, diselenggarakan secara komprehensif, kontinu,
integratif, holistik, koordinatif dengan mengutamakan pencegahan yang dapat dipengaruhi oleh
peran keluarga, lingkungan, dan pekerjaan. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa
Pelayanan kesehatan untuk masyarakat merupakan hak asasi manusia yang harus
dilaksanakan oleh negara. Pemerintah harus mampu memberikan perlakuan yang sama kepada
setiap warganya dalam pelayanan kesehatan maupun pelayanan publik lainnya. Hal tersebut dapat
1
Tuberculosis atau penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ tubuh, terutama paru-
paru. TBC bisa bersifat akut maupun kronis dengan ditandai pembentukan turbekel dan cenderung
meluas secara lokal. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya atau kematian.4 Penyakit TB paru dapat menyebar melalui
airborne pada waktu batuk dan bersin, sekali pasien batuk dapat menyebarkan 3000 kuman dalam
percikan dahak dan pasien tb paru yang terinfeksi dapat menularkan infeksi tb paru sebanyak 15
orang dalam satu tahun sehingga infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di dunia ini. Menurut Data yang diperoleh dari WHO secara global pada
tahun 2017 ada sekitar 10,4 juta kasus insiden TB (kisaran, 8,8 juta hingga 12,2 juta), setara
dengan 140 kasus per 100.000 penduduk dan insidensi kasus TB di dunia yaitu, wilayah Asia
Tenggara sekitar 45 %, bagian wilayah Afrika (25%), wilayah Pasifik Barat (17%), wilayah
Miditerania (7%), wilayah Eropa (3%), wilayah Amerika (3%). Terdapat 30 negara dengan beban
penyakit TB tertinggi yang menyubang sekitar 87 % penyakit TB di seluruh dunia, dan kelima
negara dengan insiden TB tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Filipina dan Pakistan. Cina,
India dan Indonesia menyubang 45% dari total insiden diseluruh dunia. Insiden TB paru di
Indonesia sekitar 1020 per 261000 populasi, India sekitar 2790 per 1324000, Cina 895 per
1404000, Filipina 573 per 103000 populasi, Pakistan 518 per 193000 populasi.2
terdiri dari faktor sosial budaya, sosial ekonomi, sistem pelayanan kesehatan, penyebaran sarana
kesehatan, keterbatasan tenaga kesehatan dan lingkungan fisik. Sanitasi lingkungan yang buruk
sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan pada jenis penyakit Tuberkulosis (TB).5
2
I.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
c. Membantu seluruh anggota keluarga untuk mengenali masalah yang ada di dalam
psikologis, sosial, ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan, serta penguasaan masalah dan
kemampuan beradaptasi).
I.3 Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menambah pengalaman dalam bekerja sebagai dokter keluarga secara langsung pada
a. Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada dalam
lingkungan keluarga.
3
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kepada
pasien Tuberkulosis paru secara holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tuberkulosis
II.1.1 Definisi
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik
yang sudah lama dikenal pada manusia. Ditandai pembentukan turbekel dan cenderung meluas
secara lokal. Selain itu, juga bersifat pulmoner maupun ekstrapulmoner dan dapat mempengaruhi
organ tubuh lainnya. Tuberkulosis paru (TB) disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai
II.1.2 Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB paru masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB paru dianggap sebagai masalah penting
karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh TB paru. Pada tahun 1998 ada 3.617.047
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegara-negara
yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu20-49 tahun.
Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65 % dari kasus-kasus TB
Jumlah pasien TB paru di Indonesia diperkirakan sekitar 10% dari total jumlah pasien TB
di dunia dan termasuk penyebab kematian utama. Hasil survei prevalensi TB paru di Indonesia
tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional adalah sebesar
Secara regional prevalensi TB BTA positip di Indonesia dikelompokan dalam tiga wilayah
yaitu wilayah Sumatra dengan angka prevalensi TB sebesar 160 per 100.000 penduduk wilayah
Jawa dan Bali dengan angka prevalensi TB sebesar 110 per 100.000 penduduk dan wilayah
Indonesia Timur dengan angka prevalensi TB sebesar 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk
propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah sebesar 68 per 100.000 penduduk (Depkes,
2008).3
II.1.3 Klasifikasi
1. Tuberkulosis Paru
6
2. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
a. Kasus Baru Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT
7
b. Kasus Kambuh (relaps) Pasien yang pernah mendapat pengobatan
c. Kasus Drop Out Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan dan tidak
d. Kasus Gagal Therapi Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+) atau
e. Kasus Kronik Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) setelah selesai
f. Kasus Bekas TB Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini dinyatakan sudah sembuh
1. Cara penularan tuberkulosis adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Selama kuman TB masuk kedalam
tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau
2. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
3. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.
8
4. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap
tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI
diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien
TB BTA positif.2
I.Promotif
a) Edukasi tentang penyakit TB meliputi penyebab, faktor risiko, perjalanan penyakit, gejala,
b) Edukasi untuk meningkatkan kondisi rumah menjadi rumah sehat, seperti membuka
gorden jendela agar pencahayaan baik, membuka pintu dan jendela setiap hari agar terjadi
sakit)
2 Preventif
a. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang
b. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus
c. Isolasi, pemeriksaan kepada orang orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC.
d. Desinfeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat, perlu perhatian
khusus terhadap muntahan dan ludah. Ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup
(keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasinya
dengan vaksi BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
pasien
Strategi penemuan TB adalah suatu upaya untuk meningkatkan penemuan kasus TB dengan
meningkatkan cakupan deteksi dini TB melalui upaya memperkuat jejaring eksternal yang
10
melibatkan semua fasyankes yang ada sehingga tidak terjadi kehilangan kasus TB dari terduga
TB di fasyankes.
Strategi penemuan kasus TB di Indonesia dapat dilakukan secara pasif (di dalam gedung)
secara intensif (penguatan jejaring layanan dan kolaborasi layanan kesehatan) maupun secara
aktif (kegiatan di luar gedung) dan masif (cakupan seluas mungkin). Kedua upaya ini harus
didukung dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat ditemukan,
memperkuat jejaring layanan TB melalui kegiatan Public Private Mix (PPM) di tingkat
i. Jejaring layanan
pertama dengan pasien TB. kegiatan penguatan jejaring ini bertujuan untuk
antara unit-unit layanan yang mungkin akan menemukan terduga atau pasien TB
11
poliklinik anak. Kegiatan kolaborasi layanan juga bisa berupa kegiatan integrasi dan
pelayanan kesehatan kepada populasi kunci yang rentan untuk TB, misalnya HIV,
DM, Gizi, Lansia, klinik KIA dan ANC. Penguatan kolaborasi layanan TB secara
(MTDS).
b. Penemuan Pasien TB Secara Aktif dan/atau Masif Berbasis Keluarga dan Masyarakat
fasyankes melalui beberapa upaya penjangkauan secara aktif oleh petugas kesehatan atau
potensi kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk menemukan dan merujuk terduga TB
dilaksanakan dengan upaya jemput bola dengan mendatangkan sarana diagnostik yang
Masyarakat dan pendekatan Keluarga Sehat. Kegiatan ini juga harus melibatkan semua
potensi kesehatan masyarakat yang ada di suatu wilayah antara lain; Kader dari UKBM
Kegiatan penemuan kasus TB secara aktif berbasis keluarga dan masyarakat dapat berupa:
i. Investigasi kontak
12
Dilakukan pada paling sedikit 10 – 15 orang kontak erat dengan pasien TB. kontak
erat adalah orang yang tinggal serumah (kontak serumah) maupun orang yang berada
di ruangan yang sama dengan pasien TB aktif (detected cases/ confirm cases) yang
sehari selama satu bulan atau lebih. Pelaksanaan kegiatan investigasi kontak harus
dicatat dan dilaporkan baik dalam kartu pengobatan pasien TB maupun register
pemeriksaan kontak.
dengan risiko TB seperti anak usia < 5 tahun, orang dengan imunosupresif, malnutrisi,
lansia, wanita hamil, perokok dan mantan penderita TB yang mengakses layanan di
UKBM terkait, misalnya Posyandu, Polindes, Posbindu dan Poskesdes. Kegiatan ini
(Kumuh Padat dan Kumuh Miskin) dan daerah dengan beban TB tinggi (di atas angka
estimasi insidensi TB nasional). Kegiatan ini dilaksanakan dengan dua metode, yaitu:
layanan UKBM
dipengaruhi oleh terjadinya TB, misalnya pada anak balita dengan grafik
Penemuan aktif yang dilakukan di tempat khusus yaitu pada lingkungan yang mudah
terjadi penularan TB yaitu Lapas/ Rutan, RS Jiwa, tempat kerja, asrama, pondok
pesantren, sekolah, panti jompo, panti sosial, tempat kerja dan tambang secara rutin
atau tahunan. Kegiatan ini membutuhkan kolaborasi dengan stake holder terkait.
13
iv. Penemuan di populasi berisiko
Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan secara berkala pada anggota masyarakat
yang bertempat tinggal di wilayah atau tempat yang memiliki akses terbatas ke layanan
(Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan). Kegiatan ini dilakukan dengan upaya
Dilaksanakan secara rutin oleh anggota keluarga maupun kader kesehatan yang
fasyankles terdekat.
kantung TB. Definisi darah kantung TB adalah daerah yang memiliki jumlah pasien
yang banyak apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada. Pada daerah
kantung ini dilakukan upaya penemuan aktif berkala dengan kegiatan skrining aktif
setiap 6 bulan sekali sampai tidak ditemukan kasus TB pada kegiatan penemuan aktif
Kegiatan penemuan aktif melalui skrining massal yang dilaksanakan sekali setahun
sangat rendah. Dalam hal ini Puskesmas bekerja sama dengan aparat desa/ kelurahan,
kader kesehatan dan potensi masyarakat sekitar untuk skrining gejala TB secara masif
14
II.1.6 Strategi Eliminasi TB di Indonesia: Tantangan Missing Cases11
Berdasarkan hasil laporan tahun 2017, belum ada satu pun provinsi yang mencapai
kedua indikator tersebut, yaitu angka keberhasilan di atas 85% dan angka cakupan lebih
dari 70%. Tetapi banyak provinsi yang telah mencapai salah satu dari target indikator
tersebut. Angka penemuan kasus diharapkan terus meningkat, minimal lebih dari 70%.
Provinsi yang mencapai lebih dari 70% adalah DKI Jakarta (118% dari pasien yang
diperkirakan ada di wilayah DKI Jakarta). Hal ini bisa dimaklumi selain kemudahan
terhadap akses, banyak layanan yang menjadi pusat rujukan nasional juga pasien dari
wilayah sekitar, seperti Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor yang lebih mudah akses ke
layanan di DKI Jakarta.
Secara umum kecenderungan penemuan kasus semakin meningkat. Pada 2016 dan
notifikasi kasus TB kecenderungan meningkat drastis, setelah diperkenalkannya perubahan
strategi nasional yang baru terutama dalam hal penemuan kasus TB danpada 2017
mencapai di atas 40%. Tingkat keberhasilan pengobatan TB nasional terus dipertahankan
15
sesuai dengan minimal target WHO, yaitu di atas 85% dan tahun 2017 mencapai di atas
87%.
16
Bekerja sama dengan BPJS untuk pelaporan kasus dan pembiayaan layanan serta
meregulasi pemenafaatan pembiayaan berupa insentif kapitasi maupun kalim
layanan pasien TB.
Penguatan kerja sama dengan Koalisi Profesi yang terdiri dari 13 organisasi
profesi untuk mendudkung pelalsanaan PPM berbasis Kab/kota.
1. Milestone
Gambar 2.1 Target Milestone Eliminasi TB di Indonesia
Milestone 2016-2020
• Penguatan PPM dan penerapan penemuan aktif
• Pemanfaatan TCM dan mikroskopis
• Desentralisasi kegiatan kepada Kabupaten/kota
• Penguatan regulasi dan kepemimpinan program
• Menerapkan exit strategy ketergantungan dari donor.
17
• Penerapan kegiatan penurunan risiko penularan
• Penerapan shoterm regiment untuk MDR-TB
• Akselerasi pengobatan kasus TB mencapai 70% dan angka keberhasilan pengobatan
diatas 85%.
Milestone 2020-2025
• Mempertahankan cakupan pengobatan tetap di atas 70% dan angka kesuksesan
pengobatan di atas 85%.
• Optimalisasi desentralisasi kegiatan TB kepada kabupaten/kota.
• Mencegah pembiayaan katastropik TB
• Penguatan pengendalian faktor risiko: profilaksis dan pengobatan TB laten
• Maksimalisasi pemanfaatan diagnosis TCM dan mikroskopis
• Desentralisasi kegiatan kepada Kabupaten/kota
• Penerapan short-term regiment untuk TB sensitif
Milestone 2025-2030
• Mempertahankan cakupan pengobatan tetap di atas 80% dan angka kesuksesan
pengobatan di atas 95%.
• Menerapkan cakupan semesta untuk TB.
• Mengendalikan pembiayaan katastropik TB
• Akselerasi pengobatan profilaksis dan pengobatan TB laten
• Inovasi diagnosis TB
• Penguatan surveilans TB
• Penerapan short-term regiment untuk TB laten
• Penerapan vaksin TB
Milestone 2030-2035
• Penguatan surveilans kasus TB termasuk surveilans migrasi
• Mempertahankan cakupan pengobatan milestone tetap di atas 95% dan angka
kesuksesan pengobatan di atas 95%
• Menerapkan cakupan semesta untuk TB
• Mencegah pembiayaan katastropik TB
• Mempertahankan pengobatan profilaksis dan pengobatan TB laten tinggi
• Meningkatkan Inovasi dalam diagnosis dan pengobatan TB
• Akselerasi penggunaan vaksin TB
18
2. Formulasi Strategi Eliminasi TB
Enam strategi diformulasikan untuk diimplementasikan secara komprehensif, terpadu,
dan sinergis dalam mencapai eliminasi TB, yaitu:
1) Penguatan Kepemimpinan Program TB berbasis kabupaten/kota
Koordinasi oleh pemerintah dengan peta jalan eliminasi yang jelas dan diperkuat
dengan regulasi.
Kolaborasi multisektoral dan koalisi yang kuat dengan organisasi masyarakat
Peningkatan pembiayaan, terutama dari pendanaan bersumber dalam negeri
Koordinasi, harmonisasi, sinkronisasi dan sinergi untuk mencapai kinerja program
yang terbaik.
2) Meningkatkan akses layanan TB yang bermutu.
• Melibatkan semua penyedia layanan melalui peningkatan jaringan layanan
pemerintah swasta melalui district-based public-private mix (PPM)
• Intensifikasi penemuan kasus TB aktif melalui pendekatan kesehatan masyarakat
dan keluarga.
• Pendekatan integrasi layanan seperti TB-HIV, TB-DM, IMCI, PAL, dll.
• Inovasi diagnostik TB dengan memanfaatkan alat terbaru sesuai rekomendasi
WHO
• Meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien dan dukungan pasien dan keluarga
• Integrasi dengan asuransi kesehatan untuk mencapai cakupan universal untuk
pengobatan TB
19
5) Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengendalian TB
• Meningkatkan keterlibatan dan keterlibatan pasien TB, mantan pasien, keluarga dan
masyarakat dalam pengendalian TB
• Memperluas keterlibatan masyarakat dan keluarga dalam pengendalian TB
• Keterlibatan peran masyarakat dalam promosi TB, temuan kasus TB dan dukungan
pengobatan terhadap TB
• Pemberdayaan masyarakat melalui integrasi TB ke dalam pelayanan kesehatan
berbasis keluarga dan masyarakat
6) Memperkuat sistem kesehatan dan manajemen TB
• Sumber daya manusia yang memadai dan kompeten
• Mengelola logistik secara efektif
• Meningkatkan pembiayaan, advokasi dan peraturan
• Memperkuat sistem informasi strategis, surveilans proaktif, termasuk kewajiban
melaporkan (Mandatory Notification).
• Jaringan dalam penelitian dan pengembangan inovasi program.
3. Strategi Dunia dalam Penanggulangan TB
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) telah
disepakati dan diadopsi oleh semua negara anggota PBB. Tujuan yang ke tiga adalah
Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages, yaitu memastikan hidup
sehat dan mempromosikan kehidupan sejahtera bagi semua di semua umur.
20
C. Akses Layanan TB: Menuju Universal Health Coverage
Penemuan kasus dan layanan pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan pendekatan:
Penemuan secara pasif, intensif berbasis fasilitas layanan kesehatan
Penemuan secara pasif dilakukan melalui jejaring kolaborasi layanan pemerintah dan
swasta dan integrasi manajemen layanan.
Penemuan secara aktif, masif berbasis komunitas
Sementara penemuan secara aktif masif dilakukan melalui integrasi dengan pendekatan
keluarga.
Gambar 2.3 Penemuan kasus dan layanan pengobatan Tuberkulosis
II.1.7 Diagnosis6,7
A. Gejala klinik
1. Gejala Lokal
21
Batuk, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (sputum). Keadaan lanjut dapat terjadi batuk
darah
Sesak napas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
Nyeri dada. Nyeri dada timbul bila infiltrate radang sudah sampai ke pleura
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
B. Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan konjungtiva anemis, demam, badan kurus, berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apex paru, bila dicurga
adanya infiltrate yang luas, maka pada perkusi akan didapatkan suara redup, auskultasi
bronchial dan suara tambahan ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi
penebalan pleura maka suara nafas akan menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas
22
C. Pemeriksaan Radiologis
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka banyangn terlihat berupa bulatan dengan batas tegas, lesi
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdiniding tipis. Lama-lama
dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan bergaris-garis.
Pada kalsifikasi bayangannya terlihat sebagai bercak-bercak pada dengan densitas tinggi.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TB paru adalah penebalan pleura, efusi
pleura, empiema.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 x
Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA tetapi pada biakannya
positif
23
.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan
PRINSIP PENGOBATAN
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
24
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
(PMO).
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
c. Sebagian besar pasien TB BTA (+) menjadi BTA (-) (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
terjadinya kekambuhan.
a. TB paru (kasus baru), BTA (+) atau pada foto toraks: lesi luas paduan obat yang
dianjurkan :
25
1) 2 RHZE/4RH atau
2) 2 RHZE/4R3H3 atau
3) 2 RHZE/6HE
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang
ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3
bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama
pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2
RHZES/1 RHZE/5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama
tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada/tidak dilakukan uji resistensi,
maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).
minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap
diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1-2 tahun. Sambil menunggu hasil uji
resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi.
1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
26
2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif, klinik dan radiologik tidak
maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori
Berobat >4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
Berobat <4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan
radiologik positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
27
1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan
makrolid.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru. Catatan : TB diluar paru lihat TB
Paket Kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol
yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO.
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan
untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB
primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti
28
c. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar.
penggunaan monoterapi.
Tahap Intensif
Tahap Lanjutan
tiap hari selama 56
Berat 3 x seminggu selama 16
hari
Badan minggu
RHZE
RH (150/150)
(150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
a. Kategori 2 (2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
- Pasien gagal.
29
Tabel 2.2 Dosis paduan OAT KDT kategori 2
Selama 28 Selama 2
Selama 58 hari
Hari minggu
a. UU No. 10 Tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya.11
b. Menurut Friedman, keluarga adalah kumpulan dua orang manusia atau lebih yang satu
sama lain saling terkait secara emosional, serta bertempat tinggal yang sama dalam satu
30
c. Menurut Goldenberg (1980), keluarga adalah tidak hanya merupakan suatu kumpulan
individu yang bertempat tinggal yang sama dalam satu ruang fisik dan psikis yang sama
saja, tetapi merupakan suatu sistem sosial alamiah yang memiliki kekayaan bersama,
negosiasi, serta tata cara penyelesaian masalah yang disepakati bersama, yang
d.
lain:10,11,12
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 21 Tahun 1994 fungsi keluarga dibagi menjadi
delapan jenis, yaitu fungsi keagamaan, fungsi budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi,
fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan
lingkungan. Apabila fungsi keluarga terlaksana dengan baik, maka dapat diharapkan terwujudnya
31
keluarga yang sejahtera. Yang dimaksud keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk
berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kehidupan spiritual, dan materiil yang
layak.10,11
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ogburn (1969), telah terbukti adanya
perubahan pelaksanaan fungsi keluarga. Olehnya disebutkan, bahwa keluarga memiliki fungsi:11
a. Fungsi ekonomi
b. Fungsi pelindungan
c. Fungsi agama
d. Fungsi rekreasi
e. Fungsi pendidikan
Terdapat 8 tahap pokok yang terjadi dalam keluarga (siklus keluarga), yaitu:11,12
c. Tahap keluarga dengan anak usia pra sekolah (family with children in school)
d. Tahap keluarga dengan anak usia sekolah (family with children in school)
Keluarga memiliki peranan yang cukup penting dalam kesehatan. Adapun arti dan
32
a. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dan melibatkan mayoritas penduduk, bila
masalah kesehatan setiap keluarga dapat di atasi maka masalah kesehatan masyarakat
mengadaptasi, dan atau memperbaiki masalah kesehatan yang diperlukan dalam keluarga,
c. Masalah kesehatan lainnya, misalnya ada salah satu anggota keluarga yang sakit akan
mempengaruhi pelaksanaan fungsi-fungsi yang dapat dilakukan oleh keluarga tersbut yang
d. Keluarga adalah pusat pengambilan keputusan kesehatan yang penting, yang akan
e. Keluarga sebagai wadah dan ataupun saluran yang efektif untuk melaksanakan berbagai
33
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Nn UP
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Pasien datang dari Balai Kesehatan Masyarakat Magelang, pasien datang dengan
keluhan batuk selama ± 2 bulan, batuk terjadi secara terus menerus dan mengeluarkan dahak
berwarna kuning. Keluarnya darah saat batuk disangkal. Pasien juga mengaku nafsu makan
yang berkurang dan adanya penurunan berat badan sebanyak 10 kg selama kurang lebih 3
bulan terakhir. Pasien mengatakan sering berkeringat pada malam hari. Keluhan demam
disangkal. Pasien telah dilakukan pemeriksaan rontgen dada, dan pemeriksaan sputum (BTA
34
+1) di BKM Magelang. Dari pemeriksaam klinis dan pemeriksaan penunjang didiagnosis
Sebelumnya, pada tahun 2014 pada saat kelas 3 SMA, pasien telah didiagnosis TB
Paru, pasien mengaku hal tersebut tertular dari teman sekolahnya dikarenakan terdapat teman
yang mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pada saat itu pasien menjalankan pengobatan
OAT 6 bulan tetapi setelah gejala membaik, dan hasil rontgen paru semakin membaik. Pasien
berhenti meminum obat pada bulan ke 5 pengobatan. Setelah lulus SMA pasien melanjutkan
pelatihan pramugari selama 6 bulan. Setelah lulus pasien sempat mendaftarkan diri sebagai
Pasien akhirnya mendapat pekerjaan sebagai SPG toko sepatu di daerah Yogyakarta.
Selama berkerja pasien mengeluh batuk terus menerus ± 2 bulan dan akhirnya pasien berhenti
Saat ini pasien menjalani obat OAT 8 bulan dengan mengkonsumsi obat OAT KDT
RHZE dan injeksi streptomisin setiap harinya. Dikarenakan jarak antara rumah pasien dan
Pasien tinggal di Gleyoran kelurahan Sambeng, Kecamatan Borobudur. Saat ini pasien
tinggal bersama Bapak dan Ibu kandung pasien. Pasien memiliki dua saudara laki laki dan
tinggal di rumah yang berbeda. Kedua saudara pasien tinggal di daerah tanggerang
35
Ny Ruwiyah
2. Istri P 49 Tamat SD Petani Sehat
(NyR)
An Uci
3. Anak P 21 SMA Tidak bekerja Sakit
(An U)
Sumber : Data primer hasil wawancara dengan pasien
Tn K
Tn A
Ny B (tdk Ny Y
72 thn
70 tahun diketahui (stroke)
sehat
sehat penyebab
nya)
Ny E
Tn S Tn P Ny W 49 tahun
Tn N
52 thn 55 tahun 53 tahun
41 thn DM, Jantung
sehat sehat sehat
sehat
Tn B Tn S
Nn U
27 thn 25 thn
21 thn
sehat sehat
TB
Keterangan :
Jantung
36
6. Paman (dari bapak pasien) : Tn. N, 41 tahun, sehat
Y1. Kakek (dari ibu pasien) : Tn K Meninggal pada saat pasien masih
Bentuk keluarga ini adalah nuclear family (keluarga inti), dimana terdiri dari ayah, ibu
dan anak yang masih menjadi tanggungan orangtua. Keluarga ini berada dalam 1 siklus
37
III. 5 Komponen APGAR
Skor
1 0
Komponen Indikator 2 (kadangkadang) (tidak
(selalu) sama
sekali)
Adaptation Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya
bila saya menghadapi
masalah
Partnership Saya puas dengan cara
keluarga saya membahas
dan membagi masalah
dengan saya
Growth Saya puas dengan cara
keluarga saya menerima dan
mendukung keninginan saya
untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru
Affection Saya puas dengan cara
keluarga saya meng-
ekspresikan kasih sayangnya
dan merespon emosi saya
seperti kemarahan perhatian,
dll
Resolve Saya puas dengan cara
keluarga saya dan sara
membagi waktu bersama-
sama
Tabel 3.2 Komponen APGAR Kesimpulan :
Skor APGAR berjumlah 9, menunjukkan bahwa fungsi keluarga sehat (highly functional
family).
38
III. 6 Sumber Daya Keluarga (Family Screem)
Sumber Patologis
Pasien dan keluarga memiliki
waktu untuk berkumpul
SOCIAL bersama. Hubungan pasien, Tidak ada
keluarga pasien, dan tetangga
sekitar cukup baik.
Pasien melakukan kegiatan di
lingkungan tempat tinggalnya
CULTURAL Tidak ada
sesuai dengan kebudayaan
Jawa yang berlaku.
Pasien dan keluarga beragama
RELIGIOUS Islam dan selalu menjalankan Tidak ada
ibadah dengan taat.
Pasien belum menikah, masih Untuk biaya kehidupan sehari-
tinggal bersama kedua hari di tanggung oleh kedua
orangtua. Bekerja sebagai SPG orangtua yang bekerja sebagai
ECONOMIC di toko sepatu LEAGUE di petani dan menerima kiriman
jogja. Selama sakit, pasien uang dari kedua kakak
mengundurkan diri dari lelakinya yang bekerja di luar
pekerjaannya. kota.
Pasien hanya menempuh
Pasien tidak melanjutkan
pendidikan hingga SMA.
EDUCATION pendidikan ke perguruan
Sempat pelatihan pramugari
tinggi karena masalah biaya.
selama 6 bulan
Jarak dari tempat tinggal ke
Puskesmas cukup jauh namun
Pasien hanya berkunjung ke
dapat diakses dengan
MEDICAL fasilitas kesehatan saat
kendaraan pribadi. Jika sakit
sakit/ada keluhan saja.
pasien memiliki kartu KIS
untuk berobat.
Fungsi tersebut diantaranya adalah fungsi economic, education, dan medical. Dari fungsi
economic, pasien mengandalkan biaya hidupnya dari kedua orangtua pasien yang bekerja
sebagai petani, dan kedua kakaknya yang bekerja di luar kota. Dari fungsi education,
pendidikan pasien dapat sampai menempuh pendidikan SMA dan pelatihan pramugari namun
tidak dapat melanjutkan hingga perguruan tingi di akibatkan kendala biaya. Sedangkan dari
segi medical, kesadaran pasien untuk berobat teratur masih kurang, yaitu hanya saat pasien
40
III.8 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
yaitu :
4. Sehat paripurna = 16
41
Kesimpulan :
Keluarga pasien masuk kedalam perilaku hidup bersih dan sehat utama dengan skor 14.
Anamnesis Pasien
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Jumat, 27 Juli 2018 pukul 12.30 WIB
di rumah pasien.
a. Keluhan utama
b. Keluhan tambahan
Pasien mengeluhkan batuk-batuk sejak 2 bulan yang lalu. Batuk disertai dengan dahak
yang berwarna kuning kehijauan. Selain itu pasien juga merasakan tubuhnya lemah dan
menurunnya berat badan pasien sebanyak 10 kg dalam waktu tiga bulan. Pasien
beberapa kali merasa nyeri dada ketika pasien batuk. Setelah 2 bulan batuk, pasien
rontgen dada, pasien dinyatakan menderita TB paru. Kemudian pasien diberikan obat
Pasien pernah mengalami keluhan serupa sekitar 4 tahun yang lalu, ketika itu pasien
tidak memiliki riwayat sakit asma, kencing manis, hipertensi, ataupun penyakit lain.
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa. Ibu pasien menderita
f. Riwayat lingkungan
42
Di tempat kerja pasien tidak ada yang memiliki gejala serupa seperti pasien.
Pemeriksaan fisik dilakukan hari Jumat, 27 Juli 2018 pukul 12.30 WIB di rumah pasien
2) Kesadaran : Composmentis
3) BB : 45 kg
4) TB : 159 cm
N : 108 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,5° C
43
ekspansi dinding dada simetris,
Cor :
dextra
Murmur -/-
BTA (+) 1
44
Diagnosis Kerja
Rencana Penatalaksanaan
a. Terapi Medikamentosa
Pasien termasuk kategori II maka pengobatan dengan tablet KDT yang mengandung
Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pyrazinamide 400 mg, serta Etambutol 275 mg (
b. Non Medikamentosa
1) Membuka pintu dan jendela setiap hari agar terjadi pertukaran udara.
2) Membuka gorden jendela kamar agar sinar matahari dapat masuk ke dalam
a. Pemeriksaan dilakukan saat kunjungan ke rumah pasien pada hari Jumat, 27 Juli
2018 pukul 12.30 WIB . Keluhan batuk berdahak pada pasien masih di rasakan.
b. Faktor pendukung: peran keluarga untuk mendukung minum obat maupun hidup
sehat, dan istirahat cukup, pemeriksaan seluruh anggota keluarga ke puskesmas atau
keluarga untuk meningkatkan kebersihan rumah, serta menjaga sirkulasi udara dan
45
III.10 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga
a. Fungsi Keagamaan
Seluruh anggota keluarga pasien beragama Islam dan menjalankan ibadah dengan taat
b. Fungsi Budaya
Keluarga pasien adalah suku Jawa dan mengikuti adat, etika, nilai, serta norma yang
berlaku di lingkungan sekitarnya yang juga keturunan Jawa. Keluarga pasien tidak
melakukan ritual khusus terkait dengan kebudayaan Jawa yang dilarang oleh agama
yang dianutnya.
Hubungan antar anggota keluarga terjalin dengan baik. Seluruh anggota keluarga pasien
d. Fungsi Melindungi
Komunikasi yang baik dan terjalinnya rasa saling percaya antar anggota keluarga pasien
memperlihatkan bahwa sudah terpenuhinya rasa aman, nyaman, dan penuh kehangatan
di keluarga pasien.
e. Fungsi Reproduksi
Pasien merupakan anak terakhir di keluarga dan belum menikah. Pasien mengaku
memiliki siklus menstruasi yang teratur setiap bulannya dengan periode menstruasi
sekitar 5 – 7 hari.
pasien sempat mengikuti pelatihan pramugari selama enam bulan, kemudian pasien
melamar untuk menjadi pramugari di beberapa maskapai namun tidak lolos seleksi
dikarenakan tinggi badan yang kurang. Pasien juga pernah bekerja sebagai SPG toko
46
sepatu “LEAGUE” di daerah Yogyakarta selama enam bulan untuk membantu
perekonomian keluarga lalu kemudian berhenti dikarenakan pasien sakit. Saat ini pasien
g. Fungsi Ekonomi
Sumber penghasilan keluarga berasal dari kedua orangtua pasien yang merupakan
petani dan mendapatkan kiriman uang dari kedua kakaknya yang bekerja di luar kota.
h. Fungsi Psikologis
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya. Hubungan antar anggota keluarga baik.
Setiap hari pasien bisa bertemu dan berkomunikasi dengan kedua orang tuanya. Semua
i. Fungsi Biologis
Pasien menderita TB Paru kasus putus obat dan saat ini sedang dalam pengobatan yang
sudah berlangsung selama seminggu. Pasien pertama kali menderita TB paru dengan
keluhan serupa sekitar 4 tahun lalu, dan tidak menuntaskan pengobatannya. Tidak ada
j. Fungsi Sosial
Pasien tinggal di kawasan pedesaan yang tidak padat penduduk. Pergaulan umumnya
berasal dari kalangan menengah ke bawah. Keluarga pasien berhubungan baik dengan
47
III.11 Pola Konsumsi Makanan Pasien dan Keluarga
Frekuensi makan pasien dan keluarga teratur, yaitu 3 kali sehari. Variasi makanan yang
dikonsumsi keluarga antara lain nasi, lauk (tahu, tempe, ikan sungai), dan sayur (sup, sayur
Sehari-hari pasien lebih sering di rumah, namun pada sore hari pasien sering bersosialisasi
dengan tetangga sekitar rumah di halaman rumahnya. Pasien dan keluarga jarang
membuka jendela di rumahnya karena banyak debu. Jika ada anggota keluarga yang sakit,
biasanya dibawa ke puskesmas ataupun tempat praktik bidan desa oleh anggota keluarga
yang sehat.
Puskesmas atau tempat praktik bidan desa di sekitar rumah pasien dapat diakses
a. Gambaran Lingkungan
Rumah pasien terletak di pemukiman penduduk yang tidak terlalu padat dan termasuk
b. Kondisi Rumah
Luas bangunan ± 90 m2. Secara umum rumah terdiri atas 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga,
1 ruang ibadah, 3 ruang tidur, dapur, dan kamar mandi beserta jamban yang terpisah dari
rumah. Jarak kamar mandi dan jamban dari rumah sekitar 2 meter. Atap rumah terbuat dari
genteng dengan langit-langit, dinding berupa tembok, lantai kedap air dan sebagian sudah
48
dipasang keramik. Setiap ruangan memiliki jendela dan ventilasi. Pencahayaan alamiah
rumah cukup.
c. Sanitasi dasar
Sumber air bersih merupakan sumur dengan mesin pompa. Limbah rumah tangga dialirkan
ke septik tank. Tempat sampah di rumah tersedia, setelah sampah penuh keluarga pasien
d. Denah Rumah
9
5
1 3 4
2 6 7 8 10
Keterangan :
1. Ruang keluarga
2. Ruang tamu
3. Ruang shalat
4. Kamar mandi 1
8. Ruang makan
9. Kamar mandi 2
10. Dapur
49
e. Peta Rumah Dicapai dari Pelayanan Kesehatan
Rumah
Nn. X
Desa
Sambeng
Candi
Borobudur
Puskesmas
Borobudur
50
III.14 Diagram Realita yang Ada pada Keluarga
Lingkungan
Kebersihan kurang
Perilaku
Pasien jarang membuka jendela rumah
Pasien tidak patuh meminum obat
Pasien tidak pernah berolahraga
Pasien sadar diri memeriksakan diri ke
puskesmas
51
III.15 Segitiga Epidemiologi pada Pasien
HOST
Nn U 21 tahun
17,79 (underweight)
Tidak patuh meminum
obat
AGENT
ENVIRONMENT
Mycobacterium
tuberculosis Kebersihan rumah kurang
1. Aspek Personal
a. Aspek kedatangan
Pasien datang berobat ke puskesmas dengan keluhan batuk secara terus menerus
(2 bulan). Pasien pernah mengalami keluhan yang sama dan didiagnosis TB Paru
BTA (+) ± empat tahun yang lalu
b. Kekhawatiran
Pasien khawatir keluhannya bertambah parah dan menyebabkan kematian, serta
dapat menularkan penyakitnya kepada anggota keluarga yang lain.
c. Harapan
Pasien berharap sembuh dan tidak mengalami keluhan yang sama dikemudian
hari.
52
2. Aspek Klinis
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan bahwa diagnosis pasien tersebut adalah TB Paru putus obat
3. Aspek Internal
a. Genetik
Tidak terdapat faktor genetik yang berkaitan dengan keluhan yang dialami
pasien.
b. Pola makan
Frekuensi makan pasien dan keluarga teratur, yaitu 3 kali sehari dan menu
makanan bervariasi setiap hari.
c. Kebiasaan
Sehari-hari pasien paling sering berada di rumah, dan bersosialisasi seperti
biasanya dengan lingkungan sekitar
d. Spiritual
Pasien menerima penyakit yang dideritanya saat ini dan berdoa agar diberikan
kesembuhan dan yakin dapat sembuh.
4. Aspek Eksternal
Hubungan antar anggota keluarga cukup baik, ibu pasien berperan sebagai
pengawas minum obat. Pasien tinggal di lingkungan rumah yang tidak terlalu
padat penduduk dan sering kontak/komunikasi dengan tetangga. Rumah pasien
kurang terjaga kebersihannya. Biaya hidup setiap bulan berasal dari kedua
orangtua dan kedua kakak pasien, namun penghasilan tersebut kurang untuk
biaya hidup pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga memiliki kartu JKN dan
menggunakannya untuk pengobatan TB Paru pasien. Jarak rumah pasien dengan
fasilitas kesehatan yang lumayan jauh namun mudah diakses, yaitu Puskesmas
Borobudur, dimana pasien dan keluarga biasanya menggunakan kendaraan
sepeda motor milik pribadi
5. Derajat Fungsional
Menurut skala, pasien termasuk derajat 2 dimana pasien dapat melakukan aktivitas
ringan secara mandiri.
53
III.17 Manajemen Komprehensif
a. Promotif
1) Edukasi tentang penyakit TB meliputi penyebab, faktor risiko, perjalanan penyakit,
gejala, pemeriksaan terkait, pengobatan, pencegahan, dan komplikasi.
2) Edukasi untuk meningkatkan kondisi rumah menjadi rumah sehat, seperti membuka
gorden jendela agar pencahayaan baik, membuka pintu dan jendela setiap hari agar
terjadi pertukaran udara, membersihkan rumah setiap hari termasuk sudut-sudut
rumah, serta menggunakan kassa nyamuk sebagai penutup lubang ventilasi.
b. Preventif
1) Primary prevention
a) Edukasi pasien dan keluarga pasien untuk menjaga jarak saat berbicara,
menerapkan etika bersin, batuk, dan membuang ludah yang baik dan benar,
menghindari kedua cucu pasien yang masih berusia 3 tahun dari jangkauan pasien,
serta jika ada dana lebih membeli masker untuk digunakan pasien.
b) Edukasi tentang penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar rumah yang tidak memenuhi syarat
rumah sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat.
c) Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar rumah dengan menerapkan
prinsip rumah tangga sehat yang memperhatikan syarat rumah sehat yang
merupakan faktor risiko penularan penyakit TB Paru.
d) Edukasi untuk membuka gorden jendela agar pencahayaan baik, membuka pintu
dan jendela setiap hari agar terjadi pertukaran udara, dan membersihkan rumah
setiap hari termasuk sudut-sudut rumah.
2) Secondary prevention
Menyarankan keluarga pasien untuk memeriksakan diri ke puskesmas, mengingat
bahwa TB Paru merupakan penyakit yang sangat mudah menular.
3) Tertiary prevention
a) Edukasi kepada pasien mengenai pentingnya rutin meminum obat dan kontrol
ke puskesmas.
b) Edukasi kepada keluarga pasien mengenai peran keluarga dalam proses
kesembuhan pasien sebagai pengawas minum obat dan memotivasi pasien untuk
sembuh.
c) Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai bahayanya putus obat
pada pasien dengan TB paru.
54
c. Kuratif
Pasien termasuk kategori II maka pengobatan dengan tablet KDT yang
mengandung Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pyrazinamide 400 mg, serta
d. Rehabilitatif
e. Paliatif
55
BAB IV
ANALISIS KASUS
56
Dari hasil penilaian family assestment tools, pasien tinggal bersama kedua
orangtuanya dengan siklus keluarga dalam masa melepas anak dewasa muda. Di
dalam perangkat genogram, tidak ada yang memiliki riwayat genetik keluhan
yang sama. Hubungan pasien dengan keluarga baik. Fungsi keluarga pasien
dinilai dengan perangkat APGAR dan keluarga pasien termasuk dalam keluarga
yang memiliki fungsi keluarga yang sehat dengan skor 9, berikut adalah uraian
penjelasannya;
57
3. Personal care
Pasien telah diberikan kesempatan untuk bertanya, mendapat informasi tentang
penyakit yang dialaminya, serta menyalurkan ide, perasaan, harapan, dan masalah
psikososial yang dihadapi.
4. Continuing care
Pasien telah mendapatkan dua kali kunjungan rumah yaitu tanggal 27 Juli 2018 dan
4 Agustus 2018 untuk mengontrol perkembangan penyakit dan kesehatan pasien
terkait faktor risiko, kebiasaan, dan perilaku yang dapat memperburuk maupun
memperingan penyakitnya.
5. Patient centered, family focused, and community oriented
Pasien telah melibatkan keluarga satu rumah, yaitu kedua orangtuanya terhadap
penyakit yang diderita pasien
6. Emphasis of preventive medicine
Upaya pencegahan berupa pengobatan dari puskesmas serta faktor perilaku pasien
yang rutin meminum obat serta suntik sedang dilakukan sehingga tidak terjadi
komplikasi.
58
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil kunjungan rumah pada pasien Nn. UP,
Dusun Gloyoran, RT 002/RW 001, Kelurahan Sambeng, Kecamatan Borobudur, Kabupaten
Magelang dapat disimpulkan hasil sebagai berikut.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan Nn.U terdiri dari dua hal yaitu
faktor lingkungan dan perilaku, yaitu kebersihan rumah kurang terjaga dan perilaku
pasien yang tidak patuh meminum obat .
b. Keluarga memiliki peranan penting dalam proses kesembuhan pasien TB Paru kasus
putus obat pada pasien Nn. UP, terutama dalam hal pengawasan minum obat,
mengingat bahwa pada pasien TB terkadang bosan untuk meminum obat karena merasa
sudah sembuh.
c. Peran keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan peningkatan pengetahuan
tentang TB serta faktor lingkungan dan perilaku yang dapat menyebabkan menurunkan
kejadian penyakit tersebut dan dapat mengubah perilaku sehingga mencapai perilaku
menjadi perilaku hidup bersih dan sehat.
V.2 Saran
1. Kepada pasien untuk tetap mempertahankan kepatuhan berobat.
2. Kepada keluarga untuk selalu melakukan pengawasan minum obat dan perlunya
memperbaiki perilaku menjadi perilaku hidup bersih dan sehat agar dapat menurunkan
risiko penularan TB paru.
3. Kepada tenaga kesehatan untuk melakukan pendekatan kedokteran keluarga dalam
menangani kasus TB Paru.
4. Penyuluhan, penyebaran pamflet dan poster kepada masyarakat tentang TB untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat agar lebih sigap dalam pengenalan gejala dini
dan pengobata
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. Hal 988 –
9952. 2007
2. WHO. Global Tuberculosis Report. Diunduh dari
www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr2017_main_text.pdf
3. Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis.Edisi
2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.
4. Kemenkes RI. Info DATIN, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Tuberkulosis: Temukan, Obati sampai sembuh, 2016.
60
LAMPIRAN
61
Ruangan dapur
Ruangan makan
Kamar mandi
62
63