Jejer Wayang:
Setelah rehat sejenak sambil menikmati kembali spesialty coffee ‘Durjo-Jember’, dan
juga menyantap jajanan ‘lorjuk’ kiriman sahabat dari Pulau Garam-Madura, Raden
Wisanggeni (WG) dan Raden Ontoseno (OS) melanjutkan kembali diskusinya.
Pada babak diskusi ini dibicarakan tentang ‘distribusi frekuensi, distribusi normal,
syarat distribusi normal, dan uji statistik normalitas gugus data’. Lalu, apa saja isi
dialog dalam diskusi yang dilakukan oleh kedua tokoh wayang ini? Diantaranya
mengalir sebagai berikut:
Tabel 1.
Jumlah Kepemilikan Entok (Ekor) per Keluarga Petani (KK) yang Menjadi
Anggota Kelompok Tani Kanjeng Tiban, di Kelurahan Antirogo –
Kecamatan Sumbersari -Kabupaten Jember
68 56 78 70 67 63 75 68 66 72
66 60 47 54 76 38 54 64 41 57
72 54 50 50 73 52 54 57 67 57
62 60 59 62 71 59 75 70 93 72
63 69 67 67 69 69 62 67 79 89
70 77 85 91 56 59 65 64 36 65
47 46 81 48 45 86 95 71 81 73
57 55 50 43 56 42 82 77 83 66
1
Nah, sekarang coba jelaskan, sekiranya data tersebut mendiskripsikan atau
menginformasikan tentang karakteristik apa?
OS : Hmm, saya hanya bisa menceritakan bahwa jumlah kepemilikan entok terkecil
adalah sebanyak 35 ekor. Jumlah kepemilikan entok terbesar adalah sebanyak
95 ekor.
WG : Kakang Ontoseno betul. Kita memang tidak bisa berceritera banyak tentang
gugus data sebagaimana tampak pada Tabel 1 tersebut. Sebab masih berupa
raw data (data mentah) dari hasil pengamatan yang belum di-aray.
Belum di-aray, artinya belum diurutkan dari data yang nilainya terkecil hingga
ke data nilainya tertinggi, atau sebaliknya dari data yang nilainya tertinggi ke
data yang nilainya terendah.
OS : Jika demikian, bagaimana caranya agar saya dapat menceritakan lebih banyak
tentang karakteristik gugus data sebagaimana tampak pada Tabel 1 tersebut?
Pada Tabel 1 tersebut nilai data tertinggi = 95, dan nilai data terendah = 36.
Maka nilai range-nya:
→ R = (95 - 36) + 1 = 60
2
→ Ik = (1 + 3,322 log n).
Dimana:
Ik = Banyaknya interval kelas
n = Jumlah keseluruhan anggota data pada gugus data
Merujuk pada Tabel 1 tersebut, maka banyaknya interval kelas yang dapat
dihadirkan adalah:
→ Pj = (R/Ik).
Dimana:
Pj = Panjang kelas atau lebar kelas
R = Range atau rentang data
Ik = Banyaknya interval kelas
→ Pj = (R/Ik)
→ Pj = (60/7)
→ Pj = 8,57 ............ dapat dibulatkan menjadi = 9.
Setelah kesemuanya ditentukan (range, interval kelas, panjang kelas), maka
langkah selanjutnya adalah menentukan: (a) titik tengah interval kelas, dan
(b) batas „nyata‟ interval kelas, baik itu batas bawah nyata (lower real limit)
dan batas atas nyata (upper real limit), dari setiap interval kelas yang ada.
Dimana:
mi = Titik tengah interval kelas
3
Tabel 2.
Interval Kelas, Batas Bawah Semu dan Batas Atas Semu Interval Kelas, Serta
Titik Tengah Interval Kelas, pada Gugus Data Jumlah Kepemilikan Entok (Ekor)
per Keluarga Petani (KK) yang Menjadi Anggota Kelompok Tani Kanjeng Tiban,
di Kelurahan Antirogo - Kecamatan Sumbersari - Kabupaten Jember
Tabel 3.
Interval Kelas, Batas Bawah Semu dan Batas Atas Semu Interval Kelas,
Serta Batas Bawah Nyata dan Batas Atas Nyata Interval Kelas, pada Gugus Data Jumlah
Kepemilikan Entok (Ekor) per Keluarga Petani (KK) yang Menjadi Anggota Kelompok Tani
Kanjeng Tiban, di Kelurahan Antirogo - Kecamatan Sumbersari - Kabupaten Jember
Interval Kelas Batas ‘Semu’ Interval Kelas Batas ‘Nyata’ Interval Kelas
(Ik) Batas Bawah Batas Atas Batas Bawah Batas Atas
35 - 43 35 - 43 34,5 - 43,5
44 - 52 44 - 52 43,5 - 52,5
53 - 61 53 - 61 52,5 - 61,5
62 - 70 62 - 70 61,5 - 70,5
71 - 79 71 - 79 70,5 - 79,5
80 - 88 80 - 88 79,5 - 88,5
89 - 97 89 - 97 88,5 - 97,5
Keterangan:
1. Batas nyata bawah kelas maupun batas atas nyata kelas, menjadi penting apabila data-data
berwujud „desimal‟ (nol koma).
2. Nilai batas kelas nyata atas pada interval kelas sebelumnya, akan sekaligus menjadi nilai
batas kelas bawah nyata pada interval kelas selajutnya.
4
Frekuensi:
Setelah penentuan batas bawah nyata dan batas atas nyata interval kelas selesai
dilakukan, langkah selanjutnya adalah menghitung dan menentukan frekuensi
(fi) yang muncul di masing-masing interval kelas.
Terkait dengan ini, Kakang Ontoseno dapat lebih mencermati Tabel 4.
Tabel 4.
Interval Kelas, Batas Nyata Interval Kelas, Nilai Tengah Interval Kelas, Frekuensi Interval
Kelas, Serta Frekuensi Kommulatif, pada Gugus Data Jumlah Kepemilikan Entok (Ekor)
per Keluarga Petani (KK) yang Menjadi Anggota Kelompok Tani Kanjeng Tiban,
di Kelurahan Antirogo - Kecamatan Sumbersari - Kabupaten Jember
Tabel 5.
Interval Kelas, Batas Nyata Interval Kelas, Nilai Tengah Interval Kelas, Frekuensi
Interval Kelas, Frekuensi Relatif, serta Frekuensi Relatif Komulatif, pada Gugus
Data Jumlah Kepemilikan Entok (Ekor) per Keluarga Petani (KK) yang Menjadi
Anggota Kelompok Tani Kanjeng Tiban, di Kelurahan Antirogo –
Kecamatan Sumbersari - Kabupaten Jember
5
Tabel 6.
Interval Kelas, Batas Nyata Interval Kelas, Nilai Tengah Interval Kelas, Frekuensi
Interval Kelas, Frekuensi Relatif Kurang dari, serta Frekuensi Relatif Lebih dari,
pada Gugus Data Jumlah Kepemilikan Entok (Ekor) per Keluarga Petani (KK) yang
Menjadi Anggota Kelompok Tani Kanjeng Tiban, di Kelurahan Antirogo –
Kecamatan Sumbersari - Kabupaten Jember
Frekuensi Frekuensi
Interval Nilai
Batas Nyata Frekuensi Relataif Kurang Relatif Lebih
Kelas Tengah
Interval Kelas dari (%) dari (%)
(Ik) (mi) (fi) (fr) (frk)
35 - 43 34,5 - 43,5 39 5 100,00 6,25
44 - 52 43,5 - 52,5 48 9 95,00 17,50
53 - 61 52,5 - 61,5 57 17 88,00 38,75
62 - 70 61,5 - 70,5 66 26 71,00 71,25
71 - 79 70,5 - 79,5 75 14 38,00 88,75
80 - 88 79,5 - 88,5 84 5 17,00 95,00
89 - 97 88,5 - 97,5 93 4 6,25 100,00
WG : He,he,he, menjadi semakin asyik bukan? Dan, akan semakin asyik lagi apabila
distribusi frekuensi tersebut dilengkapi penjelasannya dengan cara
menggambarkan „histogramnya‟ dan „kurva distribusi frekuensinya‟.
Histogram dan kurva distribusi frekuensi yang dimaksudkan, sebagaimana
dapat Kakang Ontoseno cermati pada Gambar 1 dan Gambar 2.
6
30
25
20
15
10
5
0 Titik Tengah Kelas
5 9 17 26 14 5 4
Gambar 1.
Histogram Distribusi Frekuensi Kepemilikan Entok (Ekor) Keluarga Petani (KK)
yang Tergabung dalam Kelompok Tani Kanjeng Tiban, di Kelurahan Antirogo -
Kecamatan Sumbersari - Kabupaten Jember
30
25
20
15
10
5
0
5 9 Angka: Titik Tengah Kelas
17 26 14 5 4
Gambar 2.
Kurva Distribusi Frekuensi Kepemilikan Entok (Ekor) Keluarga Petani (KK)
yang Tergabung dalam Kelompok Tani Kanjeng Tiban, di Kelurahan
Antirogo - Kecamatan Sumbersari - Kabupaten Jember
7
WG : Kakang Ontoseno, guna mengetahui kecenderungan rerataan ini, dapat
dipergunakan „nilai ukuran pusat‟.
Nilai ukuran pusat tersebut dapat berupa: (a) nilai „modus‟ atau nilai yang
sering muncul, (b) nilai „median‟ atau nilai tengah, dan (c) nilai „mean‟ atau
nilai rata-rata.
Modus:
Guna menentukan modus, dipergunakan rumus sebagai berikut (rumus modus
untuk data berkelompok):
8
Median:
Guna menentukan median, dipergunakan rumus sebagai berikut (rumus median
untuk data berkelompok):
Mean:
Guna menentukan rata-rata (mean), dipergunakan rumus sebagai berikut (rumus
median untuk data berkelompok):
9
ẋ = ∑(mi x fi)/∑fi
Dimana:
ẋ = Nilai rata-rata (mean)
mi = Nilai tengah interval kelas
fi = Frekuensi interval kelas
ẋ = ∑(mi x fi)/∑fi
= 5.154,00/80
= 64,00
OS : Sunggung-sungguh mengasikkan.
10
Distribusi Frekuensi Normal:
Mo = ẋ = Md
Gambar 3.
Kurva Distribusi Frekuensi Normal
11
Kakang Ontoseno dapat mencermati Gambar 3. Gambar ini melogikakan
bagaimana salah satu diantara beberapa syarat kurva distribusi normal itu
„harus dipenuhi‟ oleh distribusi frekuensi suatu gugus data.
Mo Md ẋ ẋ Md Mo
Gambar 4.
Kurva Dustribusi Frekuensi Setangkup Juling Positif dan Juling Negatif
OS : Betul, bentul. Jika suatu distribusi frekuensi „tidak memiliki‟ modus = median =
mean, maka kurva distribusi frekuensinya akan menunjukkan bangun yang
juling.
WS : Ada dua macam kurva distribusi frekuensi juling, yaitu: (a) juling ke positif
(positively skewed), dan (b) juling ke negatif (negatively skewed). Juling ke
positif, jika nilai modus (Mo) < median (Md) < mean (ẋ). Juling ke negatif, jika
nilai modus (Mo) > median (Md) > mean (ẋ).
OS : Tadi dijelaskan bahwa, salah satu syarat dari beberapa syarat suatu gusus data
itu akan memiliki distribusi frekuensi normal apabila nilai Mo = Md = ẋ. Lalu,
syarat yang lainnya apa?
WG : He, he, he, sudah tentu syaratnya „harus‟ memiliki modus, memiliki median,
dan memiliki mean, thoo.
OS : Oh iya, ya. Jika tidak memiliki Mo, Md, dan ẋ, maka syarat nilai Mo = Md = ẋ
akan tidak akan terpenuhi tentunya.
WS : Hanya saja meskipun memiliki Mo, Md, dan ẋ, namun ada beberapa catatan
pentingnya yang harus dipenuhi.
12
Uninodal:
Syarat suatu gugus data berdistribusi normal maka harus memiliki modus (Mo).
Berarti tidak boleh „tidak memiliki‟ modus. Akan tetapi harus memiliki „hanya
satu modus‟ (unimodal). Tidak boleh memiliki lebih dari satu modus.
Modus, adalah merupakan nilai yang sering muncul. Tentunya bisa saja dalam
suatu distribusi frekuensi itu memiliki lebih dari satu modus. Atau bisa juga
suatu distribusi frekuensi itu tidak memiliki modus.
Sebagaimana dapat Kakang Ontoseno dicermati pada Gambar 5. Gambar
tersebut menunjukkan kurva distribusi frekuensi yang memililki lebih dari satu
modus dan yang tidak memiliki modus.
Gambar 5.
Kurva Distribusi Frekuensi Memiliki 2 Modus,
3 Modus, Banyak Modus, dan Tidak Memiliki Modus
Simetrik:
Syarat suatu gugus data berdistribusi normal maka harus memiliki median (Md).
Sebab apibila tidak memiliki median, maka distribusi frekuensinya tidak
setangkup (kanan-kiri).
Jadi syaratnya harus „simetrik‟. Mengingat median adalah „titik tengah‟ dari
‘aray segugus data‟ dan membagi gugus data tersebut tepat ditengah-tengahnya
menjadi dua bagian, yaitu sebelah kanan dan sebelah kiri.
13
Bisa saja dalam suatu distribusi frekuensi itu tidak memiliki median.
Sebagaimana dapat dicermati pada Gambar 6. Gambar tersebut menunjukkan
kurva distribusi frekuensi yang tidak memililki median.
Gambar 6.
Kurva Distribusi Frekuensi yang Tidak Memiliki Median
Asimtotik:
OS : Apakah masih ada lagi syarat yang lainnya?
OS : Okey, jadi syarat suatu gugus data itu akan memiliki distribusi frekuensi normal
apabila terpenuhi syatar-syarat: (a) memiliki modus, dan hanya satu modus atau
unimodal, (b) memiliki median, sehingga simetrik, (c) memiliki mean, (d) nilai
modus = nilai median = nilai mean, dan (e) bersifat asimtotik.
14
Dimana jika kita bekerja dengan statistik parameteris tersebut, asumsimnya
bahwa data variabel yang akan dianalisis membentuk distribusi normal.
Jika data tidak berdistribusi normal, maka teknik statistik parametris tidak dapat
dipergunakan untuk alat analisis. Adapun untuk data yang tidak berdistribusi
normal, teknik statistik yang dipergunakan untuk analisis adalah „statistik non-
parametris‟.
Oleh karena itu, sebelum seorang peneliti akan menggunakan teknik analisis
statistik parametris, maka harus terlebih dahulu membuktikan apakah data yang
akan dianalisis tersebut berdistribusi normal atau tidak.
WG : Kurva distribusi normal adalah distribusi kontinyu yang berbetuk genta (bell-
shape), sebagaimana dilukiskan pada Gambar 3 tadi. Sebuah distribusi normal
dapat didiskripsikan secara penuh oleh nilai „rata-rata‟ (mean) dan nilai
„variasianya‟.
Maka jika suatu gugus data „sampel‟ random (sampel diambil secara acak)
berdistribusi normal, sebut saja gugus data xi, maka kita dapat menuliskannya
dengan simbol: x~N(ẋ,s2). Artinya, merupakan sebuah gugus data sampel yang
berdistribusi normal (simbol = N) dengan nilai rata-ratanya adalah ẋ dan nilai
variannya adalah s2.
Jika suatu gugus data „populasi‟ berdistribusi normal, sebut saja gugus data Xi,
maka kita dapat menuliskannya dengan simbol: X~N(μ,σ2). Artinya,
merupakan sebuah gugus data populasi yang berdistribusi normal (simbol = N)
dengan nilai rata-ratanya adalah μ dan nilai variannya adalah σ2.
Adapun „luas daerah‟ di bawah kurva distribusi normal „dinyatakan‟ dengan
„besaran nilai 100%‟. Akan tetapi sebenarnya tidak persis 100%, namun
„hanya 99,99%‟.
Sebab, sebagaimana telah dibahas sebelumnya, bahwa distribusi normal
memiliki sifat „asimtotik‟. Artinya, kurva distribusi normal tidak akan pernah
menyentuh „sumbu absisnya‟, sehingga luasnya tidak sampai 100%, akan
tetapi hanya mendekati 100%, yaitu hanya 99,99% saja.
15
data yang membentuk distribusi normal tersebut.
Namun ingat, sebagaimana telah dibahas sebelumnya, bahwa kurva distribusi
normal memiliki sifat „simetris‟. Oleh karena itu dapat dibagi menjadi 2 (dua)
bagian yang sama, dengan besaran luasan masing-masing 50%. Yaitu sebesar
50% ke arah kanan dan sebesar 50% ke arah kiri.
Olek karena itu, maka luas antara „nilai rata-rata‟ terhadap 1 (satu) simpangan
baku, atau sebut saja simpangan baku-ke-1, ke arah kanan maupun ke arah kiri,
masing-masing adalah 34,13%.
Luas antara simpangan baku-ke-1 sampai dengan simpangan baku ke-2, baik ke
arah kanan maupun ke arah kiri, masing-masing senilai 13,59%. Adapun luas
antara simpangan baku-ke-2 sampai dengan simpangan baku-ke-3, baik ke arah
kanan maupun ke arah kiri, masing-masing senilai 2,27%.
Supaya dapat lebih jelas lagi, Kakang Ontoseno dapat lebih mencermati
Gambar 4. Gambar menunjukkan prosentase besaran luas di bawah kurva
distribusi normal tersebut.
34,13% 34,13%
34,13% 13,53%
2,27% 2,27%
xi
ẋ
ske-1
ske-2
ske-3
Gambar 4.
Besaran Luas di Bawah Kurva Distribusi Normal
16
Uji Statistik Normalitas Gugus Data:
Tabel 7.
Langkah-Langkah Perhitungan untuk Menentukan Nilai Frekuensi Harapan (fh)
Ke arah kiri:
fh-4 = (34,13% x 80 ) = 27,30 → dibulatkan menjadi = 27
fh-5 = (13,53% x 80) = 10,82 → dibulatkan menjadi = 11
fh-6 = (2,27% x 80) = 4,82 → dibulatkan menjadi = 4
17
Perhatikan, „jumlah frekuensi harapan‟ (∑fh) itu adalah „sama‟ dengan „jumlah
frekuensi gugus data bakunya atau gugus data aslinya‟ (∑fi).
Tabel 8.
Langkah-Langkah Perhitungan untuk Menentukan Nilai Chi-Kuadrat Hitung
18
Diketahui nilai chi-kuadrat tabel pada α = 0,05 dengan db = 1, adalah 11,070.
Nah, ternyata nilai chi-kuadrat hitung „lebih besar‟ dari pada nilai chi-kuadrat
tabel. Dimana nilai chi-kuadrat tabel = 11,35.
Adapun pengambilan keputusan dari uji chi-kuadrat ini adalah: (a) jika nilai
chi-kuadrat hitung „lebih besar‟ dari nilai chi-kuadrat tabel, maka
menunjukkan gugus data „berdistribusi tidak normal‟, dan sebaliknya (b) jika
nilai chi-kuadrat hitung „lebih kecil‟ dari nilai chi-kuadrat tabel, maka
menunjukkan gugus data „berdistribusi ormal‟.
Jadi kesimpulannya, memang benar bahwa gugus data yang kita miliki tersebut
berdistribusi „tidak/kurang normal‟ atau „relatif juling‟. Sebab „nilai chi-
kuadrat hitungnya‟ > „nilai chi-kuadrat tabelnya‟.
OS : Waoo, luas biasa. Pada akhirnya terbukti juga secara uji statistik, bahwa gugus
data yang kita miliki tersebut ternyata memang berdistribusi „tidak/kurang
normal‟ atau „relatif juling‟.
Latihan Soal/Tugas:
Tabel 9.
Data Sampel Bobot Umbi Ketela Pohon (Kg) per Pohon yang Diambil dari
Hasil Panen Sejumlah Petani Lahan Kering di Kelurahan Antirogo -
Kecamatan Sumbersari - Kabupaten Jember.
19