Anda di halaman 1dari 15

EVI EW

Potensi Tanaman Sagu {Metroxylon sp.) dalam Mendukung


Ketahanan Pangan di Indonesia

Potential ofSago Plant (Metroxylon sp.) to Support Food Security in


Indonesia
Parama Tirta W.W.K, Novita Indrianti, Riyanti Ekafitri
Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna, LIPI Subang
Jl. K.S. Tubun No. 5 Subang 41213
Telp. (0260)411478
Email : paramatirtawwk@gmail.com

Diterima :26 Desember 2012 Revisi :31 Januari 2013 Disetujui: 15 Maret 2013

ABSTRAK

Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras begitu tinggi, sehingga ketika kebutuhan beras
dalam negeri tidak tercukupi, Indonesia harus mengimpor beras. Ketergantungan terhadap beras dapat
dikurangi melalui alternatif bahan pangan Iainnya yang dapat dibudidayakan di Indonesia sebagai upaya
mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Salah satunya dengan mengeskplorasi potensi bahan
pangan lokal Indonesia. Dalam kaitan dengan hal tersebut, maka tuiisan ini bertujuan untuk memetakan
potensi sagu dan diversifikasi olahan sagu, baik berupa olahan pangan maupun olahan non-pangan
sehingga dapat menjadi acuan dalam mengeksplorasi bahan pangan sagu. Sagu dapat diolah menjadi
panganan tradisional, tepung sagu dan turunannya seperti tepung sagu termodifikasi dan mi sagu, serta
pati sagu dan turunannya seperti edible film, makanan pendamping ASI, dan sohun. Sedangkan untuk
kebutuhan non-pangan, sagu dapat dimanfaatkan menjadi bioethanol dan Protein Sel Tunggal. Untuk
meningkatkan diversifikasi produk berbasis sagu dan turunannya maka perlu dilengkapi dengan kajian
ekonomi, dukungan dan kebijakan pemerintah baik dari sisi ketersediaan maupun kemudahan akses para
pelaku usaha komoditas sagu.

kata kunci: sagu, potensi, pemanfaatan, ketahanan pangan

ABSTRACT

Indonesia's dependence on rice is so high, that when the domestic rice requirement is not fulfilled,
Indonesia has to import rice. The dependence on rice can be reduced through some alternative foodstuffs
which can be cultivated in Indonesia. One way to do it is by exploring the potential of local food in
Indonesia to support food security. This paper aimed to map out the potential of sago and sago processing
diversification, both non-processing food and processing food so it can be a reference in exploring food
from sago. Sago can be processed into traditional snacks, sago starch and its derivativessuch as modified
sago starch and sago noodles, and sago starch and its derivatives such as edible films, complementary
feeding, and vermicelli. For the need of non-food product, sago can be processed to become bioethanol
and single cell protein. To improve product diversification based on sago it is necessary to be equipped
with the economic assessment, support and government policy both in terms of availability and ease of
business access to sago commodity

keywords: sago, the potential, the use of sago, food security

Potensi Tanaman Sagu (Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia 61
Parama Tirta W.W.K, Novita Indrianti, Riyanti Ekafitri
I. PENDAHULUAN Tabel 1. Potensi Sagu
Indonesia merupakan salah satu negara
Lokasi Potensi
yang mempunyai komitmen tinggi terhadap
pembangunan ketahanan pangan. Komitmen Irian Jaya 980.000 ha
tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Maluku dan Sulawesi Selatan 30.000 ha
Nomor 7/1996, tentang Pangan yang Riau 32.000 ha
mengamanatkan agar pemerintah bersama
Sumber: Djafar, dkk., 2000
masyarakat mewujudkan ketahanan pangan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut undang- Tanaman ini dapat tumbuh di sepanjang
undang tersebut, ketahanan pangan adalah tepi sungai dan di daerah rawa yang kurang
kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi cocok untuk tanaman Iainnya, akibatnya
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pengembangan sagu tidak bersaing dengan
pangan secara cukup, baik dalam jumlah penggunaan lahan untuk tanaman pangan
maupun mutunya, aman, merata, beragam lain. Selain itu, sagu merupakan tanaman
dan terjangkau. Pembangunan ketahanan dan tahunan yang berarti setelah ditanam dapat
kemandirian pangan lokal sebagai komponen menghasilkan selama bertahun-tahun dan
sistem pangan nasional adalah sangat penting panen dapat dilakukan secara teratur dengan
(Alfonsdan Rivaie, 2011). mengelola para petani (Rostiwati, dkk., 1998).
Menurut Ekafitri (2010), Indonesia Sagu tidak hanya dapat dimanfaatkan
merupakan salah satu negara yang memiliki sebagai penganti beras, tetapi juga dapat
katahanan pangan yang kurang stabil. dimanfaatkan sebagai olahan makanan seperti
Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap mie, roti, dan sirup fruktosa. Dapat pula
beras begitu tinggi, sehingga ketika kebutuhan digunakan sebagai pakan ternak, perekat,
beras dalam negeri tidak tercukupi, Indonesia bioetanol dan banyak produk derivatif Iainnya
harus mengimpor beras. Impor beras berisiko (Flach, 1997). Tujuan tuiisan ini untuk memetakan
sangattinggi,karenaciripasarberasglobaladalah potensi sagu dan diversifikasi olahan sagu, baik
tipis (thin market) dan sisa (residual market) berupa olahan pangan maupun olahan non
yang berdampak seringnya terjadi instabilitas pangan sehingga dapat menjadi acuan dalam
suplai dan harga beras di pasar internasional. mengeksplorasi bahan pangan ini.
Oleh karena itu, perlu dikurangi ketergantungan
II. POTENSI SAGU
terhadap beras melalui alternatif bahan pangan
Iainnya yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Areal tanaman sagu di Indonesia
Salah satunya dengan mengeskplorasi potensi diperkirakan 95,9 persen tersebar di Kawasan
bahan pangan lokal Indonesia. Dalam kaitan Timur Indonesia dan 4,1 persen di Kawasan
dengan itu program diversifikasi pangan dan Barat Indonesia. Areal hutan sagu di Indonesia
penganekaragaman pangan terus digalakkan sekitar 1,25 juta hektar dengan kepadatan
oleh pemerintah. Salah satu pangan lokal anakan 1.480 per hektar yang setiap panen
yang potensial adalah sagu, pangan pengganti menghasilkan 125-140 pohon per tahun. Hutan
berasSagu (Metroxylon sagu Rottb) merupakan sagu tersebut tersebar di Papua seluas 1,2 juta
salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang hektar dan Maluku seluas 50 ribu hektar serta
paling potensial dalam mendukung program 148 ribu hektar hutan sagu semi budidaya
ketahanan pangan Indonesia (Tarigans, 2001). yang tersebar di Papua, Maluku, Sulawesi,
Untuk tingkat dunia, 1,4 juta ha tanaman sagu Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau dan
berada di Indonesia dari total areal sagu 2,47 Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat). Dari
juta ha. Sisanya adalah di Papua Nugini, luasan tersebut hanya sekitar 40 persen
Malaysia, Thailand, Filipina dan negara-negara merupakan areal penghasil pati produktif
lain (Flach, 1997). Potensi sagu di Indonesia dengan produktivitas pati 7 ton per hektar per
sangat besar, khususnya Irian Jaya dan Maluku tahun, karena banyaknya tanaman sagu yang
di wilayah Indonesia Timur (Tabel. 1) layak panen tetapi tidak dipanen sehingga
rusak. Hasil penelitian terdahulu mengenai jenis
dan ragam pohon sagu yang ada di Indonesia

62 PANGAN, Vol. 22 No. 1 Maret: 61 - 76


(Novariantoh, dkk., 1996) telah diidentifikasi 60 dalam diversifikasi pangan untuk mendukung
jenis pada empat tempat di Papua (Widjono, ketahanan pangan lokal dan nasional. Hal ini
dkk., 2000). atas dasar pertimbangan bahwa sagu memiliki
nilai gizi tidak kalah dengan sumber pangan
Setiap hektar tegakan sagu per tahun
Iainnya seperti beras, jagung, ubi kayu, dan
paling sedikit menghasilkan 2,5 ton pati sagu.
kentang. Nilai gizi sagu dibandingkan dengan
Dengan demikian, di Irian Jaya terdapat potensi
bahan pangan Iainnya dapat dilihat pada Tabel
pati sagu sekitar 3,5 juta ton sagu per tahun.
2.
Untuk kebutuhan pangan, masyarakat Irian

Tabel 2. Nilai Gizi Sagu dan Beberapa Bahan Pangan per 100 gram
Beras Tepung Ubi Ubi
Komponen Sagu Kentang Sukun Gembili Uwi/Ubi
Giling Jagung Kayu Jalar
Kadar Air (%) 14,00 13,00 77,80 12,00 62,50 55,50 75,00 75,00 68,50
Kalori (Kal) 343,00 349,00 85,00 367,00 146,00 96,00 97,00 89,00 125,00
Protein (g) 0,70 6,80 2,00 9,20 1,20 1,00 1,50 2,00 1,80
Lemak (g) 0,20 0,70 0,10 3,90 0,30 0,20 0,10 0,20 0,70
Karbohidrat
84,70 78,90 19,10 73,70 34,70 22,60 22,40 19,80 27,90
(g)
Mineral (g) 0,40 0,60 1,00 1,20 1,30 0,70 1,00 3,00 1,10
Kalsium
11,00 10,00 11,00 10,00 33,00 17,00 14,00 45,00 30,00
(mg)
Fosfor (mg) 13,00 140,00 56,00 256,00 40,00 47,00 49,00 280,00 49,00
Besi (mg) 1,50 0,80 0,70 2,40 0,70 0,30 0,30 1,80 0,70
Thiamine
0,01 0,12 0,11 0,38 0,06 0,10 0,10 0,10 0,09
(mg)
Sumber: Kam, 1992

membutuhkan sekitar 150 ribu ton sagu per Kandungan karbohidrat sagu lebih tinggi
tahun. Potensi sagu di Irian Jaya terdapat dibandingkan dengan beras dan beberapa
sekitar 3,4 juta ton yang belum termanfaatkan, pangan sumber karbohidrat Iainnya (Tabel
dan di Mentawai terdapat sekitar 56.100 2). Kandungan kalori sagu tidak jauh berbeda
hektar tegakan sagu dengan produksi sekitar dengan beras dan jagung, bahkan melebihi
139.000 ton per tahun. Sementara itu di Padang kentang, sukun, ubi kayu, ubi jalar, dan yams
Pariaman terdapat tegakan sagu sekitar 95.790 (gembili dan uwi/ubi). Hal ini menunjukkan
hektar dengan produksi 5.063 ton per tahun, bahwa sagu sangat berpotensi menggantikan
di daerah ini juga terdapat potensi sagu yang beras yang selalu menjadi sumber karbohidrat
belum termanfaatkan sebanyak 234.412 ton per utama di Indonesia. Selain itu, sumber mineral
tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992). Iainnya seperti nilai kandungan Kalsium dan
Besi lebih tinggi dibandingkan dengan beras.
Pemanfaatan sagu dapat dilakukan untuk
keperluan pangan ataupun untuk keperluan Selain dari nilai karbohidrat yang
non pangan. Pemanfaatan sagu untuk pangan mendekati nilai karbohidrat beras, sagu juga
salah satunya adalah melalui tepung sagu, pati, unggul dalam hal kandungan serat, nilai Indeks
dan berbagai produk olahan pangan. Menurut glikemik. Pati sagu mengandung: 3,69-5,96
Alfons dan Rivaie (2011) pati atau tepung sagu persen serat pangan (Achmad, dkk., 1999); dan
dan produk olahannya dapat dikelompokkan nilai Indeks Glikemik (IG) 28, termasuk dalam
juga sebagai pangan fungsional. Dengan kata kategori rendah karena kurang dari 55 (Purwani,
lain sagu disamping sebagai salah satu sumber dkk., 2006), sehingga sagu dapat dikelompokkan
pangan tradisional potensial, juga merupakan sebagai pangan fungsional. Menurut POM
pangan fungsional yang dapat dikembangkan Rl (2005) dalam Papilaya (2009), pangan

PotensiTanaman Sagu{Metroxylon sp.) dalamMendukung Ketahanan Pangandi Indonesia 63


Parama Tirta W.W.K, Novita Indrianti, Riyanti Ekafitri
fungsional adalah pangan olahan yang diduga asam propionat hasil fermentasi
mengandung satu atau lebih komponen menghambat sintesis kolestrol di dalam hati.
fungsional, yang berdasarkan kajian Butirat bermanfaat sebagai probiotek, menjaga
mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti mikroflora usus, meningkatkan kekebalan
tidak membahayakan dan bermanfaat tubuh, mengurangi resiko terjadinya kanker
bagi kesehatan. Indeks Glikemiks atau IG usus dan paru-paru, mengurangi kegemukan,
merupakan respon glikemik ketika memakan dan mempermudah buang air besar (Papilaya,
sejumlah karbohidrat dalam pangan dan dengan 2009).
demikian merupakan indikator tidak langsung
Selain serat dan IG, sagu juga mengandung
dari respon insulin tubuh (Buyken, dkk., 2006).
pati resisten, polisakarida bukan pati, dan
Berdasarkan penggunaan glukosa sebagai
karbohidrat rantai pendek yang sangat
pembanding (IG=100), pangan dikategorikan
berguna bagi kesehatan. Pati resisten memiliki
menjadi tiga kelompok yaitu pangan IG rendah
fungsionalitas terhadap kesehatan tubuh.
dengan rentang nilai IG < 55, pangan IG sedang
Menurut Sajilata, dkk. (2006), pati resisten
dengan rentang nilai IG 55-69, dan pangan IG
mempunyai efek fisiologis yang bermanfaat
tinggi dengan rentang nilai IG > 70 (Foster dan
bagi kesehatan seperti pencegahan kanker
Miller, 1995). Indeks Glikemiks yang rendah
kolon, mempunyai efek hipoglikemik
pada sagu menunjukkan potensi sagu yang baik
(menurunkan kadar gula darah setelah makan),
dikonsumsi oleh penderita diabetes. FAO/WHO
berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko
(1998) merekomendasikan peningkatan asupan
pembentukan batu empedu, mempunyai efek
pangan ber-IG rendah terutama bagi penderita
hipokolesterolemik, menghambat akumulasi
diabetes dan orang yang tidak toleran tehadap
lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral. Hal
glukosa. Berdasarkan laporan WHO (FAO/
ini menunjukkan bahwa pati resisten pada sagu
WHO, 2003), hubungan diet pangan ber-IG
memberikan efek yang baik untuk kesehatan
rendah dalam mencegah obesitas dan diabetes
tubuh.
sangatlah mungkin. Hal ini menunjukkan bahwa
sagu merupakan salah satu pangan ber-IG Tak hanya pemanfaatan dibidang
rendah yang dianjurkan untuk dikonsumsi bagi pangan, sagu juga dapat dimanfaatkan untuk
orang-orang berkebutuhan khusus seperti keperluan non pangan. Pusat Penelitian dan
penderita diabetes.Serat pangan pada pati Pengembangan Hasil Hutan, Kementerian
sagu dapat memberikan efek fisiologis yang Kehutanan telah mengembangkan sagu menjadi
menguntungkan, seperti laksatif, menurunkan bioetanol, baik skala laboratorium maupun skala
kolestrol darah, dan menurunkan glukosa usaha kecil. Hal ini merupakan penelitian awal
darah. American Association of Cereal dalam rangka menuju optimalisasi produksi
Chemist (2001) dalam Alvarez dan Sanchez bioetanol dari sagu (Haryanto dan Pangloli,
(2006) mendefinisikan serat pangan sebagai 1992). Selain produksi etanol, hasil samping
bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau dari ekstrak pati sagu, yaitu ampas dapat diolah
karbohidrat yang tahan terhadap pencemaan menjasi PST (Protein Sel Tunggal) sebagai
dan absorpsi dinding usus halus, yang kemudian sumber protein pada makanan ternak. Ampas
difermentasi di dalam usus besar. Menurut sagu yang digunakan sebagai PST masih
Silalahi dan Hutagalung (2007) serat pangan memiliki kandungan nutrisi seperti lemak 0,20
adalah karbohidrat (polisakarida) dan lignin persen, protein 1,31 persen, serat kasar 13,48
yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencemaan persen, dan karbohidrat 6,67 persen (Haryanto
manusia. Sehingga serat pangan kebanyakan dan Pangloli,1992).
akan menjadi bahan substrat untuk fermentasi III. PRODUK OLAHAN PANGAN BERBASIS
bagi bakteri yang hidup di dalam usus besar. SAGU
Salah satu kelompok serat pangan yaitu pati
tak tercema (resistant starch) menghasilkan 3.1. Olahan Sederhana dan Pangan
hidrogen, metana, karbondioksida, asam lemak Tradisional

rantai pendek dan sejumlah energi (0-3 kal/ Pemanfaatan sagu di Indonesia umumnya
gr). Asam lemak rantai pendek hasil fermentasi masih dalam bentuk pangan tradisional,
mikroba tersebut cepat diserap ke hati, dan

64 PANGAN, Vol. 22 No. 1 Maret: 61 - 76


misalnya dikonsumsi dalam bentuk makanan Batang Sagu
pokok seperti papeda. Disamping itu sagu juga
*
dikonsumsi sebagai makanan pendamping Pemotongan dan Pengupasan Kulit
seperti sagu lempeng, sinoli, bagea dan Iain-Iain Kulit < — *
(Harsanto, 1986). Kandungan kalori sagu tidak Pemarutan
jauh berbeda dengan beras dan jagung, bahkan
*
melebihi kentang, sukun, ubikayu, ubijalar, dan
Peremasan
yams (gembili dan uwi/ubi).
* < Ditambah air

Masyarakat Maluku mengonsumsi sagu Penyaringan


sebagai bahan pangan tradisional dalam bentuk Ampas <e *
makanan pokok (papeda, sinoli, tutupola, Pengendapan
sagulempeng, dan buburne) maupun camilan *
(sarut, bagea, sagu tumbu, dan sagu gula). Di Pengeringan
Sulawesi Selatan dan Tenggara, makanan ini *
dikenal dengan nama kapurung dan sinonggi. Tepung Sagu
Sedangkandi Sangihe Talaud dikenal dengan
nama rirange (Lay, dkk., 1998; Wahid, 1988). Gambar 1. Diagram alir Pembuatan Tepung
Di daerah Riau dikenal berbagai makanan Sagu
tradisional seperti sagu gabah, sagu rendang,
sagu embel, laksa sagu, kue bangkit, sagu cabinet dryer. Suhu tersebut dipilih untuk
opor, kerupuk sagu, danlain-lain (Hutapea, dkk., menghindari terjadinya gelatinisasi pati,karena
2003). sagu sebagian besar terdiri dari pati. Mengingat
bahwa pati sagu akan tergelatinisasi pada suhu
3.2. Tepung Sagu dan Turunannya sekitar 69 °C (BPPT, 1987). Meskipun suhu
Tepung sagu merupakan produk gelatinisasi tersebut dicapai jika bahan tersebut
pangan intermediate, dimana membutuhkan berupa pati sagu murni (tidak tercampur dengan
pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk bahan lain dalam jumlah cukup besar). Sawut
olahan pangan yang memiliki nilai tambah. sagu yang sudah kering kemudian digiling
Tepung sagu dapat digunakan sebagai dengan menggunakan disc mill. Tepung hasil
bahan baku dalam pembuatan makanan atau penggilingan diayak dengan kerapatan 100
sebagai bahan tambahan makanan. Menurut mesh, digunakan kerapatan ayakan 100 mesh
Laisina (1989) dalam Louhenapessy (1997) dengan harapan akan diperoleh tepung yang
mengatakan bahwa pemanfaatan tepung sagu bersih dari kotoran dan ampas.
meliputi pemanfaatan sebagai makanan pokok, Olahan sederhana dari tepung sagu Iainnya
makanan tambahan dan sebagai bahan baku adalah kerupuk. Menurut Tahir (1985) perlakuan
industri. Kandungan amilopektin yang tinggi penambahan tepung sagu berpengaruh terhadap
pada sagu tidak memungkinkan digunakan kadar amilopektin dan volume pengembangan
untuk pengolahan produk-produk olahan basah kerupuk. Biskuit tepung sagu dapat dibuat dari
seperti; roti dan cake, karena amilopektin yang campuran tepung sagu dan tepung kedelai
tinggi memberikan sifat lengket dan tekstur yang dengan perbandingan 7 bagian tepung sagu
keras pada produk. Produk turunan tepung sagu dan 3 bagian tepung kedelai (Tasman, 1998).
antara lain : tepung sagu termodifikasi dan mi Makanan ringan dengan metode ekstrusi dapat
sagu. dibuat dari bahan dasar tepung sagu. Kondisi
Proses pembuatan tepung sagu proses ekstrusi yang dianggap lebih baik untuk
menggunakan empulur batang sagu yang dikembangkan adalah produk yang berasal
dipotong (diiris) tipis Saripudin (2006). Bentuk dari formula bahan baku : 75 persen sagu, 20
empulur yang dibuat kecil dan tipis dimaksudkan persen kedelai dan 5 persen jagung. Dengan
agar proses pengeringan berlangsung lebih kadar air formula bahan sebesar 12 persen
cepat dan efisien. Pengeringan sagu dilakukan dari berat basah dan diproses pada ekstruder
pada suhu 55 °C - 60 °C dengan menggunakan dengan suhu 160°C atau 200°C (Harun, 1988).

Potensi Tanaman Sagu (Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia 65
Parama Tirta W.W.K, Novita Indrianti, Riyanti Ekafitri
3.3. Tepung Sagu Termodifikasi 3.4. Mie Sagu

Tepung sagu yang telah dimodifikasi Teknologi pembuatan mie sagu cukup
menjadi maltodekstrin dapat memberikan lebih sederhana meskipun berbeda dengan mi terigu.
Diagram alir pembuatan mi sagu dapat dilihat
banyak manfaat dalam industri pangan, bahkan
pada Gambar 2. Sosialisasi pembuatan mi
farmasi. Kandungan pati dalam tepung sagu
sagu di daerah sentrasagu di Kabupaten Luwu
sangat tinggi. Penggunaannya secara alami
Utara (Sulawesi Selatan) menunjukkan 72,5
dapat menyebabkan berbagai permasalahan
persen anak SD dapat menerimanya, meskipun
dan nilai ekonominya relatif rendah sehingga
sebelumnya tidak mengenai mi sagu. Secara
diperlukan modifikasi, dalam hal ini menjadi
kesehatan mengonsumsi mie sagu mendapat
maltodekstrin. Selain memperbaiki sifat dan
manfaat dari resistant starch (RS) atau pati
karakteristiknya, modifikasi ini juga dapat
tak tercerna. Pati ini tidak dapat dicerna oleh
meningkatkan nilai ekonomi tepung sagu
enzim-enzim pencemaan dalam usus manusia
(Chafid dan Kusumawardhani, 2010). Liu, dkk.
sehinggamemiliki peran penting dalam diet.
(1999), menyatakan bahwa untuk mengatasi
hal tersebut dilakukan modifikasi kimia pada RS atau pati resisten mampu mengikat
pati, guna meningkatkan sifat-sifat spesifik asam empedu, meningkatkan volume feses
dan memperluas penggunaan dalam produk dan mempersingkat waktu transit. RS juga
pangan. Estiati (2006), juga menyatakan bahwa
modifikasi kimia seperti pengikatan silang Pati Sagu + Air (1 : 7)
dapat mengubah sifat kohesif (lengket) dan
meningkatkan viskositas pati. Pemanasan sampai kental

Pembuatan maltodekstrin dari tepung sagu


yaitu 100 gr tepung sagu dicampur dengan 1 Pengadukan sampai terbentuk adonan licin

L aquadest, CaCI2 secukupnya, dan enzima-


amylase. Campuran tersebut iatur agar pHnya Pencetakan
netral. Campuran kemudian dipanaskan sambil
diaduk dengan kecepatan tinggi. Jumlah
±
Mendidih sampai terapung
enzim yang ditambahkan, suhu, dan waktu
hidrolisis disesuaikan dengan variabel. Setelah T.
Pengirisan
proses hidrolisis selesai, campuran tersebut
dikeringkan dalam oven kemudian dihaluskan T
hingga berbentuk bubuk atau tepung kembali Dingin Mengalir
(Chafid dan Kusumawardahani, 2010). Aplikasi
3:
maltodekstrin pada produk pangan antara lain
Penirisan
pada: (i) Makanan beku, maltodekstrin memiliki
kemampuan mengikat air (water holding
capacity) dan berat molekul rendah sehingga Minyak Sayur

dapat mempertahankan produk tetap dalam


keadaan beku; (ii) Makanan rendah kalori, Mi Sagu
penambahan maltodekstrin dalam jumlah
besar tidak meningkatkan kemanisan produk Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Mi Sagu
seperti gula; (iii) Produk rerotian, misalnya Skala Rumah Tangga
Sumber: Purwani, 2006
cake, muffin, dan biskuit, digunakan sebagai
pengganti gula atau lemak; (iv) Minuman mempunyai efek prebiotik. Kandungan RS
prebiotik, maltodekstrin merupakan salah satu dalam mi sagu berkisar 45 mg/g, atau 4-5 kali
komponen prebiotik (makanan bakteri Probiotik lebih besar daripada RS mie instan dengan
yang menguntungkan) sehingga sangat baik bahan baku tepung terigu (Prabawati, 2005).
bagi tubuh yaitu dapat melancarkan saluran RS dihasilkan pada saat proses perendaman
pencemaan; dan (v) Sebagai bahan penyalut helaian mi yang memicu rekristalisasi pati yang
lapis tipis (film coating) tablet (Anwar, 2002). dikenal dengan retrogradasi. Pati retrogradasi

66 PANGAN, Vol. 22 No. 1 Maret: 61 - 76


Sebanyak 1 bagian tepung sagu ditambah 10 bagian airdestilasiPencetakan

Pengadukan dengan mixer skala 1 (± 10 menit) penyaringan dengan kain saringPenirisan

I
Pemanasan dan pengadukan dengan mixer skala 1 (± 65°C, ± 20 menit)Perendaman dalam air
i
Penambahan 0,5% CMC diaduk dengan mixer skala 2 (± 5 menit)Penirisan

i
Penambahan 3 % gliserol sedikit demi sedikit diaduk dengan mixer skala IPelumuran dengan

T
Pemanasan dan pengadukan sampai kental (±72 C, ± 15 menit)Perebusan dalam air

I
Penghilangan gas (± 80 kPa, ± 20 menit)

T
Penuangan dan pencetakan suspense kental diatas pelat kaca

T
Pengeringan di dalam oven ventilasi (± 50UC, ± 18-24 jam)
T
Pengangkatan film dari pelat kaca

I
Edible Film

Gambar 3. Pembuatan Edible Dari Pati Sagu


Sumber: Hitmat, 1997

merupakan salah satu sumber pati yang tidak 3.5. Pati Sagu dan Turunanya
dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam sistem
pencemaan manusia. Fraksi pati tersebut akan Haryanto dan Pangloli (1992), menyatakan
difermentasi oleh mikroflora di dalam usus bahwa komponen terbesar dalam pati sagu
besar.
adalah karbohidrat yaitu dalam bentuk pati.
Untuk skala industri, pati sagu dapat digunakan
Dari Pedoman Teknis Pengeolahan Mi Sagu sebagai bahan dasar dalam pembuatan dextrin,
(Deptan, 2008), proses pembuatannya adalah bubuk puding, sirup glukosa (Wulansari, 2004)
dengan terlebih dahulu mencampur pati sagu, dan sirup fruktosa (Wiyono, 1990), pembuatan
tawas (1 persen dari total sagu yang diolah hunk kwee, sebagai bahan perekat kapsul (obat-
menjadi mi), air dan perwama. Dicampur dengan obatan), etanol, perekat (Flach, 1983), edible
bantuan alat yaitu mixer atau molen, hingga film (Hikmat, 1997), makanan pendamping ASI
terbentuk adonan yang kalis dan licin. Adonan (Ardiyansyah, 2006), dan sohun instan (Rahmi,
kemudian dicetak dengan bantuan pencetak dkk., 2009).
mie hidrolik, dan direbus selama kurang lebih 1
3.5.1. Edible Film
menit atau sampai mengapung. Selanjutnya mi
dialiri airdingin dan didiamkan selama 15 menit. Pati sagu juga dapat dibuat edible film, edible
Mi ditiriskan dan dilumuri minyak sayur agar film yang dihasilkan mempunyai sifat tipis, kuat,
tidak lengket. elastis, mengkilap, halus, jernih, dan transparan,
serta sangat kompak. Edible film dari pati sagu
dapat digunakan untuk mengemas bumbu mi

PotensiTanaman Sagu(Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangandi Indonesia 67


Parama Tirta W.W.K, Novita Indrianti, Riyanti Ekafitri
instant walaupun umur simpannya masih belum sebesar 1:3 dengan waktu rehidrasi berkisar
layak untuk diterapkan, karena terlalu singkat antara 1,3-1,4 menit. Produk ini memiliki sifat
(Hikmat, 1997). Pembuatan edible film dari pati fisik berupa densitas kamba sebesar 1.46 ml/gr,
sagu dapat dilihat pada Gambar 3. dan rendemen produk sebesar 78,65.
Edible film dapat dibuat dari bahan-bahan 3.5.3. Sohun
pembentuk film yang terdiri atas tepung sagu,
karboksi metil selulosa, air destilasi sebagai Hasil penelitian yang dilakukan oleh
pelarut, dan gliserol sebagai palasticizer. Proses Rahmi,dkk. (2009), menyatakan bahwa formula
pembuatan edible film dibagi dalam beberapa terbaik pembuatan sohun instan yang berbahan
tahap diantaranya pembuatan suspensi pati; dasar pati sagu dan campuran air panas adalah
pencampuran; pemasakan bahan pembentuk dengan ratio 1 : 0,75 (v/v). Sohun ini diproduksi
edible film, penghilangan gas terlarut, dengan metode ekstrusi.Sifat fisikokimia sohun
pencetakan edible film dan pengerinan edible yang dihasilkan pada kondisi terbaik adalah
film. Bumbu dalam edible film yang dikemas kadar air 10,97 persen, kecepatan pemasakan
menggunakan suhu 180°C dan waktu 5 detik. 3,19 menit dan cooking loss 2,13 persen. Sifat
organoleptik yang dengan waktu pemasakan 4
3.5.2. Makanan Pendamping Air Susu Ibu menit lebih baik dibandingkan dengan 6 dan 8
(MP-ASI) menit.

Penelitian dan pengembangan MP-ASI Menurut Munarso (2012) proses pembuatan


berbasis tepung sagu telah dilakukan oleh sohun pada dasarnya adalah pembuatan adonan
Santosa (1989). Tahapan pembuatannya antara pati sagu dan air, kemudian ditambah
adalah pencampuran tepung sagu dengan air, air panas sehingga terjadi proses gelatinasi.
diaduk lalu disaring sehingga terjadi proses Setelah itu adonan dimasukkan dalam cetakan
pragelatinisasi. Setelah itu dicampur dengan yang bawahnya berlubang dengan diameter
bahan tambahan Iainnya seperi kacang kedelai, 0,4 cm dalam jumlah 10-12 lubang. Pada saat
beras, tempe, teri tawar, tepung ikan, dan daging. ditekan maka wadah yang terbuat dari seng dan
Selanjutnya dibuburkan pada suhu 80-900C dilapisi minyak ada dibawahnya dan bergerak.
dengan penambahan larutan gula. Kemudian Dengan demikian terbentuk tali panjang putih.
dikeringkan dengan alat drum dryer dan di Selanjutnya wadah yang tersebut dijemur
tepungkan kembali. Selanjutnya di fortifikasi selama kurang lebih 4 jam.
dengan tepung susu skim, vitamin dan mineral.
Hasil menunjukan bahwa formula dengan Proses pengolahan sohun masih
komposisi : tepung sagu 48 persen ; kedelai 24 menggunakan teknologi yang sederhana.
persen; tempe 7 persen; dan campuran daging Tahapan-tahapan proses pengolahan dapat
ayam; tepung skim dan gula sebesar 20 persen; dilakukan seluruhnya secara manual dengan
memiliki sifat fisik, komposisi gizi dan sifat tenaga manusia. Dapat juga digunakan mesin-
organoleptik yang paling baik. mesin sederhana hasil merakit sendiri/buatan
bengkel dengan penggerak tenaga listrik,
Penelitian mengenai MP-ASI berbasis sagu seperti digunakan dalam proses pencucian,
yaitu pati sagu dilakukan oleh Ardiansyah (2006). pemasakan, pengekstrusian dan pengemasan.
Penelitian tersebut menghasilkan MP-ASI Mesin-mesin tersebut dapat dipesan atau
dalam bentuk bubur instan yang menggunakan didapatkan di pasar lokal atau dalam propinsi.
campuran bahan baku pati sagu 40 persen, isolat Sohun dapat menjadi alternatif pangan karena
protein kedelai 25 persen, susu skim 25 persen, sudah banyak dikenal masyarakat, sehingga
dan minyak sawit 10 persen.MP-ASI berbasis pengembangan sohun dimasa mendatang
pati sagu ini memilki kadar air 2,55 persen, diharapkan sebagai upaya mengatasi
kadar abu 3,59 persen, kadar protein 22,85 kerawanan pangan dan mendukung ketahanan
persen , kadar lemak 12,68 persen, dan energi pangan Indonesia. Proses pembuatan sohun
389,04 Kkal. Nilai kalori produk ini memenuhi
meliputi tahapan-tahapan : pencucian bahan
persyaratan MP-ASI yang mengacu pada FAO,
baku(pati sagu), pemasakan, pengekstrusian,
yaitu minimal 370 Kkal. Produk bubur ini dapat
penjemuran dan pengemasan. Dari Gambar 4
disajikan dengan rasio antara bahan dan air

68 PANGAN, Vol. 22 No. 1 Maret: 61 - 76


dilakukan ditempat terbuka menggunakan sinar
Bahan Baku
matahari. Penjemuran merupakan proses yang
menentukan dalam proses pembuatan sohun
V
dan selanjutnya dikemas.
Pencucian
Tahap 1 3.5.4. Sagu Instan
Tahap II
Tahap III Sagu instan merupakan produk kering,
berbentuk butiran yang berwama putih bening
y yang dibuat dari aci sagu yang berbentuk bulat
kemudian dikukus sehingga patinya tergelatinasi
Pemasakan dan dikeringkan.

Y
Proses pembuatan meliputi beberapa
tahapan yaitu: tepung sagu dicampur dengan
Pengesktrusian
tepung kacang hijau/tepung kedelai, air
dicampurkan sedikit demi sedikit pada tepung
V
kemudian diratakan dan ditekan-tekan sampai
Penjemuran dengan sinar matahari menjadi bentuk adonan yang menyerupai remah-
remah. Dibentuk menjadi butiran-butiran kecil.
Y Pembentukan butiran dilakukan dengan cara
Pengemasan yang sederhana digoyang-goyangkan dalam
kantong kain kemudian diayak menggunakan
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Sohun ayakan manual. Sisa hasil ayakan dibasahi
Sumber: Bank Indonesia, 2007 dengan air sehingga dapat diolah kembali,
diremas-remas kemudian dimasukkan kembali

dapat dilihat diagram alir pembuatan sohun dari dalam kantong kain untuk dilakukan pembutiran.
pati sagu (Bank Indonesia, 2007). Hasil ayakan butiran dimasukkan kedalam kuali
untuk disangrai selama 5-10 menit sampai
Proses pencucian berlangsung sampai lapisan luar tergelatinasi. Sagu instan yang
kurang lebih tiga hari sehingga didapatkan telah masak langsung dikeringkan dengan cara
pati yang putih dan bersih dari kotoran. Secara dijemur menggunakan alat pengering buatan
garis besar tahapannya yaitu tahap pertama yang ditempatkan di bawah panas matahari,
menghilangkan kotoran berupa serat dan Iainnya, setelah kering sagu instan dapat dikemas
tahap kedua pemutihan menggunakan larutan (Malawat, 2011)
kaporit dan tahap ketiga pembilasan agar pati
tidak berbau kaporit serta pemisahan pati dari air. Penelitian yang dilakukan Sanusi (2006)
Sohun dapat menjadi alternatif pangan karena mengenai sagu instan sebagai makanan tinggi
sudah banyak dikenal masyarakat. Adonan kalori, menyatakan bahwa formulasi sagu instan
yang telah matang kemudian dimasukkan dibuat dengan menggunakan pati sagu sebagai
kedalam mesin ekstrusi (extruder) sohun. Mesin bahan baku utama, dengan bahan-bahan
ini menggunakan prinsip ekstrusi yang akan penyusun lain yaitu : tepung kedelai, skim,
membentuk adonan menjadi benang-benang gula, dan minyak nabati. Penentuan formula
sohun. Ekstrusi ini dilakukan melalui lubang- didasarkan pada jumlah kandungan kalori yang
lubang kecil yang terdapat pada bagian bawah. harus memenuhi minimal 300 kkal per 100 gram
Benang-benang sohun hasil ekstrusi ditampung bahan sebagai syarat makanan tinggi kalori.
diatas loyang yang terbuat dari seng dengan Proses pembuatan sagu instan menggunakan
ukuran 125 cm x 30 cm yang telah diolesi dengan perbandingan komposisi pati sagu dan tepung
minyak sawit. Pengolesan dengan minyak ini kedelai dapat dilihat pada Gambar 5.
dilakukan agar nantinya benang-benang sohun Tahap pembuatan produk dimulai dengan
tidak lengket diloyang sehingga mudah diangkat penentuan jumlah air untuk perebusan.
dan teksturnya menjadi bagus. Penjemuran Penentuan jumlah air penting untuk

Potensi Tanaman Sagu(Metroxylon sp.)dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia 69


Parama Tirta W.W.K, Novita Indrianti, Riyanti Ekafitri
Pati Sagu
~v
Pemanasan disertai

Pemanasan dilakukan sampai pati sangrai tidak berasa mentah dan mudah larut dalam
~V
Perebusan dalam air mendidih sampai

Pati Sagu Sangrai


*
Penambahan tepung kedelai, skim, dan gula halus
~v
Penentuan jumlah air untuk perebusan(perbandingan pati dan air 1:3, 1:5, 1:
Perendaman dalam air dingin mengalir
±_
Perebusan disertai pengadukan
^r
Penambahan minyak nabati
^F
Bubur Sagu
^
Pengeringan dengan drum dryer
^r
Sagu Instan

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Sagu Instan


Sumber: Sanusi, 2006

mendapatkan karakteristik bubur yang baik, Di samping karbohidrat yang tinggi, sagu juga
yaitu homogen, matang, dan tidak lengket memiliki kandungan kalori sekitar 357 kalori,
sewaktu pengeringan dengan drum dryer. relatif sama dengan kandungan kalori jagung
Perbandingan jumlah air yang digunakan adalah 349 kalori (Tarigans, 2001). Diperkirakan bila
antara pati sagu dan air yang terdiri dari empat memakai tepung sagu dengan kandungan
perbandingan yang berbeda, yaitu 1:3, 1:5, 1:7, karbohidrat 85 persen, dari 6,5 kg tepung sagu
dan 1:9. Proses selanjutnya adalah perebusan akan menghasilkan 3,5 bio-etanol. Bioetanol
dengan menambahkan sejumlah air yang telah sebagai campuran premium tidak mengandung
ditentukan, kemudian dilakukan pengeringan timbal dan tidak menghasilkan emisi hidrokarbon
menggunakan alat pengering drumdryer. Produk sehingga ramah lingkungan.Karena dihasilkan
kering yang dihasilkan selanjutnya digiling halus dari tanaman maka bioetanol dari sagu bersifat
menggunakan Hammer mill(Sanusi, 2006). terbarukan. Pengolahan pati sagu menjadi etanol
serupa dengan pembuatan tape dari ubi kayu.
3.6. Produk Olahan Non-Pangan Sagu Pati sagu diubah menjadi gula menggunakan
3.6.1. Sumber Energi Alternatif mikroba dan difermentasi lebih lanjut menjadi
etanol. Etanol yang diperoleh dimurnikan
Selain pemanfaatan sebagai olahan dengan destilasi (Sumaryono, 2007).
pangan, sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, Umumnya, teknologi produksi bio-etanol ini
bioethanol karena kandungan karbohidratnya mencakup 4 (empat) rangkaian proses, yaitu;
persiapan bahan baku, fermentasi, distilasi dan
cukup tinggi 85 persen dibandingkan dengan
jagung (71 persen), dan ubi kayu (24 persen). pemurnian (Bustaman 2008). Mikro organisme

70 PANGAN, Vol. 22 No. 1 Maret: 61 - 76


yang digunakan untuk fermentasi alkohol adalah asam amino bersulfur (metionin dan sistein)
bakteri: Clostridium acetobutylicum, Klebsiella tetapi keunggulannya tinggi pada kandungan
pnemoniae, Leuconoctoc mesenteroides, lisin. Dilihat dari kandungan nutrient PST yang
Sarcina ventriculi, dan Zymomonas mobilis. dihasilkan dari limbah pengolahan lisin terutama
Sedangkan dari golongan fungi : Aspergillus kandungan asam amino, maka PST ini dapat
oryzae, Endomyces lactis, Kloeckerasp., digunakan sebagai subtitusi tepung ikan dalam
Kluyreromyces fragHis, Mucorsp., Neurospora ransum unggas (La Teng, 2010). Hasil penelitan
crassa, Rhizopussp., Saccharomyces beticus, Ulfah dan Bamualim (2002) menyatakan bahwa
S. cerevisiae, S. ellipsoideus, S. oviformis, S. ampas sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan
saki, dan Tomla sp . pengganti (substitusi) dalam ransum ayam
Sagu berpotensi menjadi bio-etanol (BBN) buras.

karena kandungan karbohidratnya cukup tinggi Ampas sagu dapat digunakan sebagai
85% dibandingkan dengan jagung (71 persen), bahan dasar produksi protein sel tunggal
dan ubi kayu (24 persen). Di samping karbohidrat (PST) melalui proses fermentasi semi padat.
yang tinggi, sagu juga memiliki kandungan Waktu fermentasi yang diperlukan selama 3
kalori sekitar 357 kalori, relatif sama dengan (tiga) hari pada suhu kamar. Metode ini dapat
kandungan kalori jagung 349 kalori (Tarigans, meningkatkan kadar protein ampas sagu dari
2001). Diperkirakan bila memakai tepung sagu 2,19 persen menjadi 17,93 persen, dihitung
dengan kandungan karbohidrat 85 persen, dari sebagai bahan kering (La Teng, 2010).
6,5 kg tepung sagu akan menghasilkan 3,5 Ampas sagu terlebih dahulu disortir untuk
bio-etanol.
memisahkan kotoran dan benda asing Iainnya,
3.6.2. Ampas Sagu Sebagai Protein Sel selanjutnya dihancurkan dengan menggunakan
Tunggal (PST) gilingan daging. Hasil gilingan, ditambahkan
air dengan perbandingan, ampas sagu: air
Ampas sagu limbah yang dihasilkan dari (2:1), sehingga membentuk bubur. Ampas
pengolahan sagu, kaya akan karbohidrat dan sagu yang sudah berbentuk bubur diturunkan
bahan organik Iainnya. Pemanfaatannya masih pHnya sampai 1,5 dengan menambahkan HCI
terbatas dan biasanya dibuang begitu saja 4 N untuk persiapan hidolisis. Proses hidrolisis
ketempat penampungan atau kesungai yang dilakukan didalam autoklaf pada suhu 121°C
ada disekitar daerah penghasil. Oleh karena itu pada tekanan 2 atm selama 15 menit. Setelah
ampas sagu berpotensi menimbulkan dampak didinginkan pHnya kembali dinaikkan sampai
pencemaran lingkungan (La Teng, 2010). Dari 4,5 dengan menambahkan NaHC03 10 persen.
ampas sagu dapat dibuat Protein Sel Tunggal Untuk memperkaya bubur yang telah dihodrolisis
(PST). PST juga dapat diperoleh dari proses menjadi media produksi, perlu ditambahkan
fermentasi dengan bahan dasar yang berbeda- mineral-mineral nutrien sebanyak 10 ml per kg
beda. Bahan dasar sebagai sumber kerangka bubur (La Teng, 2010).
karbon dan energi yang digunakan diantaranya
pati, limbah cairan jeruk, limbah cairan sulfite, IV. KESIMPULAN

molasses, manur, dadih dan Iainnya (Isaelidis, Tanaman sagu merupakan salah satu
2001). tanaman pangan yang berpotensi untuk
PST sebagai sumber protein bagi manusia
dikembangkan dan dimanfaatkan di Indonesia
untuk menunjang ketahanan pangan. Tanaman
masih sulit untuk diterima karena bau, rasa
sagu memiliki potensi berdasarkan areal
dan warna yang belum sesuai dengan selera,
penanamannya yang cukup luas, produktifitas
kandungan asam nukleatnya cukup tinggi dan
yang tinggi, dan nilai gizi yang tidak kalah dengan
dinding selnya keras. Untuk itu maka lebih tepat
tanaman pangan Iainnya. Tanaman sagu dapat
apabila aplikasinya sebagai sumber protein diolah untuk kebutuhan pangan dan non pangan.
bagi makanan ternak (Hariyum, 1986). Protein Untuk kebutuhan pangan sagu dapat diolah
sel tunggal memiliki kandungan nutrient yang menjadi panganan tradisional, tepung sagu dan
hampir sama dengan tepung ikan. Protein sel turunannya seperti tepung sagu termodifikasi
tunggal ini memiliki kelemahan, yaitu defisiensi dan mi sagu, serta pati sagu dan turunannya

PotensiTanaman Sagu (Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangandi Indonesia 71


Parama Tirta W.W.K, Novita Indrianti, Riyanti Ekafitri
seperti edible film, Makanan Pendamping ASI, BED3-46F3-94E4-F9C42E9372C9/15944/
dan sohun. Sedangkan untuk kebutuhan non lndustriSohunKonvensional.pdf [Diakses 19
pangan sagu dapat dimanfaatkan menjadi November 2012].
bioethanol dan Protein Sel Tunggal.
BPPT, 1987. Penelitian Pemanfaatan Sagu Sebagai
Tanaman sagu memegang peranan penting Bahan Pembuatan Makanan. Laporan Akhir.
dalam penganekaragaman makanan untuk Kerjasama BPPT dengan Pusat Pengembangan
menunjang stabilitas pangan dan berpeluang Teknologi Pangan, IPB. Bogor.
untuk dikembangkan menjadi usaha industri.
Bustaman, S. 2008. Strategi Pengembangan
Diharapkan untuk kedepannya akan lebih
Bio-etanol Berbasis Sagu di Maluku. Perspektif
banyak lagi diversifikasi produk berbasis sagu
Vol. 7 No. 2 / Desember 2008. Him 65 - 79 ISSN:
dan turunannya untuk meningkatkan nilai tambah
1412-8004.
dan memperkaya produk hasil diversifikasi
pangan di Indonesia. Aspek ini tentu perlu Buyken, A. E., Y. Kellerhoff, S. Hahn, A. Kroke, dan
dilengkapi dengan suatu kajian ekonomi. Selain T. Remer .2006.Urinary C-peptide Excretion in
itu dukungan dan kebijakan pemerintah pusat Freeliving Healthy Children is Related to Dietary
maupun daerah dalam memperhatikan sagu Carbohydrate Intake But Not to The Dietary
sebagai pangan lokal baik dari sisi ketersedian, Glycemic Index. J Nutr 136(7): 1828-183
produk olahan yang layak dan berkualitas serta
Chafid, A dan Kusumawardhani G.2010. Modifikasi
kemudahan akses terhadap para pelaku usaha
Tepung Sagu Menjadi Maltodekstrin
komoditas sagu.
Menggunakan Enzim a-Amylase. http://eprints.
DAFTAR PUSTAKA undip.acid/13432/1/Artikel_llmiah.pdf. [Diakses
19 November 2012].
Achmad, F.B., P.A. Williams, J.L. Doublier, S.
Djafar, T.S., S. Rahayu dan R. Mudijisihono. 2000.
Durand, and A. Buleon. 1999. Physicochemical
Teknologi Pengolahan Sagu. Yogyakarta :
Characterization of Sago Starch. Journal
Kanisius
Carbohydrate Polymers. 38: 361-370.
Estiati, T. 2006. Teknologi dan Aplikasi Polisakarida
Alfonfs, J.B dan Rivaie, A.A. 2011. Sagu Mendukung
dalam Pengolahan Pangan. Jilid I Malang:
Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak
Penerbit Fakultas Teknologi Pertanian.
Perubahan Iklim, Perspektif"Vol. 10 No. 2 /Des
Universitas Brawijaya.
2011. Him 81 -91 ISSN: 1412-8004.
FAO/WHO. 1998. Carbohydrates in Human Nutrition:
Alvarez, E. E. and P. G. Sanchez. 2006. Dietary
Report of a Joint FAO/WHO Expert Consultation.
Fibre. J. Nutr. Hosp. 21 (Supl. 2) 60-71
FAO Food and Nutrition Paper, 66, 1-140.
Anwar, E. 2002.Pemanfaatan Maltodekstrin dari Pati
FAO/WHO. 2003. Diet, Nutrition and The Prevention
Singkong Sebagai Bahan Penyalut Tipis Tablet.
of Chronic Diseases: Report of a Joint FAO/
Makara, Sains, vol 6, pp. 50.
WHO Expert Consultation. WHO Technical
Ardiansyah, D.E. (2006). Pembuatan Makanan Report Series, Vol. 916.
Pendamping Asi (Weaning Food) Berbasis Pati
Foster-Powell, K., dan B. Miller. 1995. International
Sagu (Metroxilon sp). Skripsi. Fakultas Teknologi
Tables of Glicemic Index. American Journal of
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Clinical Nutrition.62 : 871s-893s.
Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku 2010. Maluku
Flach, M. 1983. The Sago Palm: A Development
dalam Angka. Dalam J.B. Alfons dan A.A. Rivaie,
Paper Presented at The FAO Plant Production
2011, Sagu Mendukung Ketahanan Pangan
and Protection Paper 47, AGPC/MISC/80. FAO.
Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim,
Rome.
Perspektif Vol. 10 No. 2 /Des 2011. Him 81 - 91
ISSN: 1412-8004. Flach, M. 1997. Sago Palm Metroxylon Sagu
Rottb. Promoting the Conservation and Use
Bank Indonesia. Pola Pembiayaan Usaha
of Underutilized and Neglected Crops. 13.
Kecil (PPUK) Industri Sohun. 2007 http://
International Plant Genetic Resources Institute,
www.bi.qo.id/NR/rdonlvres/529B488F-
Rome-Italy, 76 pp. ftp://ftp.cgiar.org/ipgri/

72 PANGAN, Vol. 22 No. 1 Maret: 61 - 76


Publications/pdf/238.PDF. [Diakses 8 November Sago Cake As A Basic Material For Single
2012]. Cell Protein (Sep) Production. Journal Of
Plantantion Based Industry, Volume 5 Nomer 2,
Hariyum, A. 1986. Pembuatan Protein Sel Tunggal.
pg 77-83. Makassar: Balai Besar Industri Hasil
P.T. Jakarta:Wacana Utama Pramesti.
Perkebunan.
Harsanto. P. B. 1986. Budidaya dan Pengolahan
Laisina, B.V., J.E. Louhenapessy dan S.P. Telussa.
Sagu.Yogyakarta : Kanisius,
1989. Pemanfaatan dan Pemasaran Sagu
Haryanto, B dan Pangloli. 1992. Potensi dan di Maluku. Dalam Louhenapessy, J.E. 1997.
Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta : Kanisius Kondisi Sagu di Maluku : Potensi, Alternatif,
Pemanfaatan dan Pola Pengolahan Tepung.
Harum, H. 1988. Mempelajari Pembuatan Produk
Goti - Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ekstruksi dari Bahan Dasar Tepung Sagu
Universitas Pattimura, Volume 2 April 1997.
(Metroxylon sp.). Skripsi. Jurusan Teknologi
Pangan danGizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Lay, A., D. Allorerung, Amrizal, M. Djafar, dan N.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Barri. 1998. Pengolahan Sagu Berkelanjutan.
Prosiding Seminar Regional Kelapa dan Palma
Hetharia, M.E. 2006. Kembali Makan Sagu (Masalah
Lain.Balitka : Manado
dan Tantangan). Dalam M.E. Hetharia, M.J.
Pattinama, J.A. Leatemia, E. Kaya, J.B. Alfons, Liu, H. Ramsden and Corke. 1999. Physical Properties
dan M. Titahena (Eds.). Prosiding Sagu Dalam and Enzimatic Digestibility of Phosphorilated
Revitalisasi Pertanian Maluku, Ambon, 29- ae, wx, and Normal Maize Starch Prepared at
31 Mei 2006. Kerjasama Pemerintah Provinsi Different pH Levels. Journal. Cereal Chem,
Maluku dengan Fakultas Pertanian Universitas 76(6): 938-943.
Pattimura. Badan Penerbit Fakultas Pertanian
Malawat, Saleh. 2011. Sagu Instan Sebagai Produk
Universitas Pattimura
Alternatif Olahan Tradisional dari Maluku. BPTP
Hikmat, N. 1997. Pendugaan Umur Simpan Maluku Edisi Khusus Penas XIII.
Bumbu Mi Instant dari Pati Sagu dengan
Munarso, S.J., dan Haryanto, B. Perkembangan
Metode Akselerasi. Skripsi. Fakultas Teknologi
Teknologi Pengolahan Mi. http://www.iptek.net.
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
id/ind/pustaka_pangan/pdf/prosiding/poster/
Hutapea, R.T.P., P.M. Pasang, D.J. Torar, dan PTP18_Bambanghar-Pengolahan_mi_patpi.
A. Lay. 2003. Keragaan Sagu Menunjang pdf. [Diakses 3 Desember 2012].
Diversifikasi Pangan. Dalam R.H. Akuba, Z.
Novariantoh, H., Mifthorachman I.M., dan H.
Mahmud, E. Karmawati, A.A. Lolong, dan A.
Mangindaan. 1996. Keragaman dan Kemiripan
Lay (Eds.). Prosiding Seminar Nasional, Sagu
Tipe-Tipe Sagu Asal Desa Kelahiran, Kecamatan
Untuk Ketahanan Pangan. Manado, 6 Oktober
Sentani, Kabupaten Jayapura, Irian Jaya. Jurnal
2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Litri Volume 1 No.5 1996 Hal 227-239.
Perkebunan, Badan Litbang Pertanian, him.173-
184. Papilaya, E.C. 2009. Sagu untuk Pendidikan Anak
Negeri. IPB Press, Bogor. 106p.
Isaelidis, J.C. (2001) Nutrition-Single Cell Protein,
Twenty Years later. http://www.business. holl. Prabawati,S dan Suismono. 2005. Mendongkrak
gr/bio/html/pubbs/vol.1/israeli.htm. Dalam La Pemanfaatan Sumber Pangan dengan Sentuhan
Teng, P.N. dan Sutanto, S. 2010. Utilization Teknologi. Warta Penelitian dan Pengembangan
Of Sago Cake As A Basic Material For Single Pertanian Vol 27 No 6, ISSN 0216-4427.
Cell Protein (Sep) Production. Journal Of http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/
Plantantion Based Industry, Volume 5 Nomer 2, wr276051.pdf. [Diakses 9 November 2012].
pg 77-83.. Makassar: Balai Besar Industri Hasil Purwani, E.Y. dan N. Harimurti. 2006. Laporan
Perkebunan, Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Kam, N. O. 1992. Daftar Analisis Bahan Makanan. Pengolahan Mi Sagu. Balai Besar Penelitian dan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Jakarta, 53p. Purwani, E.Y. 2006. Mi Sagu : Perbaikan Mi Gleser
La Teng, P.N. dan Sutanto, S. 2010. Utilization Of dengan Sentuhan Teknologi. Balai Besar

Potensi Tanaman Sagu (Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangan diIndonesia 73

Parama Tirta W.W.K,Novita Indrianti, Riyanti Ekafitri


Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Tarigans, D.D. 2001. Sagu Memantapkan
Pertanian, Bogor. http.V/pustaka.litbang.deptan. Swasembada Pangan. Warta Penelitian dan
go.id/publikasi/wr271055.pdf. [Diakses 13 Pengembangan Pertanian Vol 23 No 5 1-3,
November 2012]. ISSN 0216-4427.

Rahmi,A., Mappiratu dan A. Noviyanty. 2009. Sifat Tasman, A. 1981. Mempelajari Pembuatan Biskuit
Fisikokimia dan Sensoris Sohun Instan dari Pati dari Campuran Tepung Sagu dan Kedelai.
Sagu. Jurnal Agroland 16 (2) : 124-129 ISSN : Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
0854-641X FakultasTeknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Rostiwati, T, F.S. Jong & M. Natadiwirya. 1998.
Penanaman Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) Udin Saripudin. 2006. Rekayasa Proses Tepung Sagu
Berskala Besar. Badan Penelitian dan (Metroxylon sp.) dan Beberapa Karakternya.
Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan: Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Jakarta Pertanian Bogor. Bogor.
Sajilata, M. G., R. S. Singhal, dan P. R. Kulkarni. Ulfah, T.Adan Bamualim, U. 2002. The Use of Sago
2006. Resistant starch-a review. Comprehensive Waste, Non-Fermented and Fermented, in the
Reviews in Food Science and Food Safety.Vol. Ration for Growing Native Chicken. Seminar
5.1-17. Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Santosa, C. 1989. Formulasi Makanan Sapihan http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/
(Weaning Food) dengan Bahan Baku Tepung semnas/pronas02-53.pdf. [Diakses 9 November
2012].
Sagu (Metroxylon sp) dan Aspek Fortifikasi Beta-
Karoten didalamnya. Skripsi. Fakultas Teknologi Wahid, A.S. 1988. Prospek Pengembangan Sagu
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 7(4).
Jakarta.
Sanusi, A. 2006. Formulasi Sagu Instan Sebagai
Makanan Tinggi Kalori. Skripsi. Fakultas Widjono, A., R. Aser, dan Amisnaipa. 2000.
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Identifikasi, Karakterisasi, dan Koleksi Jenis
Bogor Jenis Sagu. Prosiding Seminar Hasil-Hasil
Silalahi, Jansen. dan N. Hutagalung. 2007. Sistem Usaha Tani Papua. Pusat Penelitian
Komponen-komponen Bioaktif dalam Makanan Sosial Ekonomi Pertanian: Bogor.
dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan. http.7/ Wirakartakusumah, M.A., A.Apriantono, M.S.Ma'arif,
www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/pus-3. Suliantari, D. Muchtadi, dan K. Otaka. 1985.
htm. [Diakses 13 November 2012]. Isolation and Characterization of Sago Strach
Sumaryono. 2007. Tanaman Sagu sebagai and its Utilization for Production of Liquid
Sumber Energi Alternatif. Warta Penelitian dan Sugar. Dalam J.B. Alfons dan A.A. Rivaie.
Pengembangan Pertanian, Vol 29 No 4, ISSN Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam
0216-4427. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/ Menghadapi Dampak Perubahan Iklim,
publikasi/wr294072.pdf. [Diakses 9 November Perspektif Vol. 10 No. 2 /Des 2011.
2012]. Wiyono, B., Toga Silitonga dan Eduard A.S. Sijabat.
Suryana, A. 2007.Arah dan Strategi Pengembangan 1990.Pembuatan Sirup Berfruktosa Tinggi
Sagu di Indonesia. Dalam E.Karmawati, N. dari Pati Sagu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Hengky, M. Syakir, A.Wahyudi, M.H. Bintoro, 8 (4) 1990: 140-145.Pusat Penelitian dan
dan N. Haska (Eds.). Prosiding Lokakarya Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Pengembangan Sagu di Indonesia. Pusat Wulansari I. 2004. Kajian Pengaruh Dosis A-Amilase
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan: dan Dextrozyme pada Pembuatan Sirup
Batam Glukosa Pati Sagu (Metroxylon sp.) Skripsi.
Tahir, S. 1985. Mempelajari Pembuatan Protein Sel Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Tunggal dari Tepung Sagu dengan Fermentasi Fakultas, Teknologi Pertanian, IPB.
Medium Padat. Skripsi. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

74
PANGAN, Vol. 22 No. 1 Maret: 61 - 76
BIODATA PENULIS :

Parama Tirta Wulandari Wening Kusuma,


dilahirkan di Yogyakarta pada 16 Oktober 1987.
Menyelesaikan S1 Teknologi Industri Pertanian,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun
2009. Pekerjaan saat ini menjadi Peneliti Pertama
di Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat
Guna-LIPI. Email: paramatirtawwk@gmail.com

Riyanti Ekafitri, dilahirkan di Yogyakarta, pada


tanggal 25 April 1988. Saat ini menjadi menjadi
Peneliti Pertama di Balai Besar Pengembangan
Teknologi Tepat Guna-LIPl.Penulis menyelesaikan
S1 (2009) bidang Teknologi Pangan di Institut
Pertanian Bogor. Email : riyantiekafitri(g)yahoo.
com

Novita Indrianti, dilahirkan di Sleman , pada


tanggal 23 November 1987. Saat ini menjadi
menjadi Peneliti Pertama di Balai Besar
Pengembangan Teknologi Tepat Guna-LIPI.
Penulis menyelesaikan S1 (2009)bidangTeknologi
Pangan dan Hasil Pertanian di Universitas Gadjah
Mada. Email: novitaindrianti(a)qmail.com

Potensi Tanaman Sagu(Metroxylon sp.)dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia 75


Parama Tirta W.W.K, Novita Indrianti, Riyanti Ekafitri

Anda mungkin juga menyukai