Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi
serealia terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian
cukup tinggi. Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan
serealia dan umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat.
Tanaman dengan kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-
umbian pada umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-
umbian sering dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal
ini tergantung dari selera.
Di Indonesia sebagian dari jenis ubi dimanfaatkan sebagai makanan
pokok karena umbi-umbian ini merupakan sumber karbohidrat. Ada juga
yang memanfaatkan umbi-umbian ini sebagai makanan sampingan seperti
tape, keripik, ubi goreng, ubi rebus, bahan dasar pembuatan es krim dan
cake.
Bahan pangan pada umumnya merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme. Bahan pangan yang umunya
difermentasi adalah pangan yang banyak mengandung karbohidrat dan
protein (Desrosier,1988)
Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha
untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok
saja. Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi
berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama
disimpan. Umbi-umbian seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar, dan uwi
merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat (sumber energi).
Pada umumnya umbi-umbian dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk
pemasaran yang memerlukan waktu lama, umbi-umbian harus diolah dulu

1
menjadi bentuk lain yang lebih awet, salah satunya adalah diolah menjadi
tapai ubi (Radiyati, 1990).
Pada proses pembuatan tapai, karbohidat mengalami proses peragian
oleh mikroba atau jasad renik tertentu, sehingga sifat-sifat bahan berubah
menjadi lebih enak dan sekaligus mudah dicerna. Pada hakekatnya semua
makanan yang mengandung karbohidrat dapat diolah menjadi tapai
(Radiyati, 199). Faktor yang berperan pada proses pembuatan tape adalah
konsentrasi dan jenis mikroba pada ragi serta keseragaman pada tahap
pencampuran ragi dengan bahan yang telah dimasak (Saono et al., 1982)
1.2 Rumusan Masalah
Apakah udara mempengaruhi proses fermentasi pada tape singkong?
Apakah pemberian ragi pada ubi menyebabkan terciptanya sebuah
produk yaitu tape ubi?
1.3 Tujuan Dan Manfaat
1. Tujuan
Membuat produk fermentasi dari sumber pangan yang ada di
lingkungan sekitar.
Menentukan konsentrasi ragi yang palig efektif dalam
pembuatan tape singkong
2. Manfaat
Mengetahui pengaruh udara pada proses fermentasi tape
singkong.
Dapat mengetahui proses pembuatan tape dengan cara yang
sederhana.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tape

Tape merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang


dihasilkan dari proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat atau
sumber pati, yang melibatkan ragi di dalam proses pembuatannya.
(Astawan dan Mita, 1991). Dalam proses fermentasi tape, digunakan
beberapa jenis mikroorganisme seperti Saccharomyces Cerevisiae,
Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis,
Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus, dsb sp. (Ganjar, 2003).
Pembuatan tape tidak hanya berbahan baku singkong maupun
ketan. Tape juga dapat dibuat dari ubi jalar, melihat kandungan
karbohidrat ubi jalar relatif tinggi yaitu sebesar 16-35% per berat basah
atau 80-90% per berat kering, sehingga ubi jalar layak dibuat menjadi
tape (Susanto dan Suneto, 1994). Prinsip pembuatan tape ubi jalar sama
dengan pembuatan tape ketan atau tape singkong. Keuntungan yang
dimiliki ubi jalar dibandingkan ubi kayu yaitu daging umbi yang
berwarna putih, krem, merah muda, kekuningan, dan jingga tergantung
dari jenis umbi yang digunakan. Warna daging umbi ini memberikan
warna tape ubi jalar yang lebih menarik (Sumantri, 2007 dalam
Simbolon 2008).

3
Fermentasi tape dapat meningkatkan kandungan VitaminB1
(tiamin) hingga tiga kali lipat.Vitamin ini diperlukan oleh sistem saraf,
sel otot, dan sistem pencernaan agar dapat berfungsi dengan
baik.Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek
menyehatkan tubuh, terutama sistem pencernaan, karena meningkatkan
jumlah bakteri dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri
jahat.Kelebihan laindari tape adalah kemampuan tape untuk mengikat
dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh. Aflaktosin merupakan zat
toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus
flavus.Toksik ini banyak kita jumpai dalam kebutuhan pangan sehari-
hari, seperti kecap (Ganjar, 2003).
2.2 Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) memiliki
kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat). Ubi
jalar ungu mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi daripada
ubi jalar jenis lain (Kumalaningsih, 2007). Ubi jalar ungu mulai di kenal
menyebar ke seluruh dunia terutama negara-negara yang beriklim tropis.

Ubi jalar ungu mengandung viitamin (A, B1, B2, C, dan E), mineral
(kalsium, kalium, magnesium, tembaga, dan seng), serat pangan, serta
karbohidrat bukan serat. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan
sumber kalori yang cukup tingg. Total kandungan antosianin ubi jalar
varietas Ayamurasaki bervariasi pada setiap tanaman, yaitu berkisar

4
antara 20mg/100g sampai 924mg/100g berat basah. Pigmennya lebih
stabil bila dibandingkan antosianin dari sumber lain, seperti kubis
merah, selderberi, bluberi, dan jagung merah (Kano et al. 2005).
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayumurasaki) biasa disebut
Ipomoea batatas karena memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna
ungu kehitaman (ungu pekat). Ubi jalar ungu mengandung pigmen
antosianin yang lebih tinggi daripada ubi jalar jenis lain. Menurut Sri
Kumala Ningsih (2006), menyatakan bahwa ubi jalar ungu mulai
dikenal menyebar ke seluruh dunia terutama negaranegara yang
beriklim tropis. Pada abad ke-16 diperkirakan ubi jalar ungu pertama
kali di Spanyol melalui Tahiti, Kepulauan Guam, Fiji dan Selandia
Baru. (Suprapti, 2003)
Ubi jalar memiliki banyak nama latin dari setiap daerah, bahasa
latin dari ubi jalar adalah Ipomea batatos. Ubi jalar terbesar di Indonesia
adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Papua, dan Sumatera,
namun pada saat ini, baru papua yang memanfaatkan ubi jalar ungu
sebagai makanan pokok, walaupun belum menyamai padi, jagung dan
ubi kayu (singkong). Pigmen warna ungu pada ubi ungu bermanfaat
sebagai antioksidan karena dapat menyerap polusi udara, racun, oksidasi
dalam tubuh, dan menghambat pengumpulan sel-sel darah.Ubi ungu
juga mengandung serat pangan alami yang tinggi, prebiotik.Kandungan
lainnya dalam ubi jalar ungu adalah Betakaroten.Semakin pekat warna
ubi jalar, maka semakin pekat betakaroten yang ada di dalam ubi
jalar.Betakaroten selain sebagai pembentuk vitamin A, juga berperan
sebagai pengendalian hormon melatonin.Hormon ini merupakan
antioksidan bagi sel dan sistem syaraf, berperan dalam pembentuk
hormon endokrin. Kurangnya melatonin akan menyebabkan gangguan
tidur dan penurunan daya ingat, dan menurunnya hormon endokrin yang
dapat menurunkan kekebalan tubuh (Suprapti, 2003)

5
Keunggulan ubi ungu adalah adalah zat antioksidan yang
membantu tubuh menangkal radikal bebas, selain itu, prebiotik bisa
mengusir zat-zat racun penyebab kanker (antikarsinogenik) dan
melawan mikroba pengganggu (anti mikrobial). Kabar baik lainnya,
prebiotik membantu menyerap mineral serta mengatur keseimbangan
kadarnya di dalam tubuh, dengan begitu, akan terhindar dari
osteoporosis. Kandungan lain yang bermanfaat pada ubi jalar ungu
adalah fenol, yaitu senyawa kimia yang memiliki efek anti-penuaan dan
kompenen antioksidan. Ubi jalar ungu merupakan sumber karbohidrat
dan sumber kalori \yang cukup tinggi.Ubi jalar ungu juga merupakan
sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam ubi jalar
antara lain Vitamin A, Vitamin C, thiamin (vitamin B1) dan ribovlavin,
sedangkan mineral dalam ubi jalar di antaranya adalah zat besi (Fe),
fosfor (P) dan kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah protein, lemak,
serat kasar dan abu. Total kandungan antosianin bervariasi pada setiap
tanaman dan berkisar antara 20 mg/100 g sampai 600 mg/100 g berat
basah. Total 6 kandungan antosianin ubi jalar ungu adalah 519 mg/100
g berat basah (Suprapti, 2003).
2.3 Kandungan Gizi Ubi Ungu
Berikut ini adalah kandungan gizi ubi jalar pada setiap
100gramnya. Tabel 2.2 Kandungan gizi ubi jalar ungu

6
Kandungan gizi Nilai/Satuan
Lemak 0,07 g
Karbohidrat 27,90 g
Protein 1,80 g
Kalori 123,00 kal
ẞ- Karaton 30,20 g
Antosionin 110,15 gam
Air 68,50 g
Serat kasar 1,20 g
Kadar gula 0,40 g
Kalsium 30,00 mg
Fosfor 49,00 mg
Zat besi 0,70 mg
Vitamin A 7.700,00 mg
Vitamin B1 0,90 mg
Vitamin C 22,00 mg
Bagian daging 86,00 %

2.4 Syarat Mutu Ubi Jalar Ungu


Berdasarkan SNI 01-4493-1998, mutu ubi jalar dapat
digolongkan dalam 3 (tiga) kelas mutu yaitu mutu I, II dan III. Syarat
mutu ubi jalar terbagi menjadi dua yaitu syarat umum: ubi jalar tidak
boleh mempunyai bau asing, ubi jalar harus bebas dari hama dan
penyakit, ubi jalar harus bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan
fungisida, ubi jalar harus memiliki keseragaman warna, bentuk maupun
ukuran umbinya, ubi jalar harus sudah mencapai masak fisiologis
optimal dan ubi jalar harus dalam kondisi bersih.
Berdasarkan SNI 01-4493-1998 metode pengujian mutu ubi jalar
untuk parameter mutu yang terkait dengan syarat mutu umum (bau

7
asing, hama dan penyakit, keseragaman warna, bentuk maupun ukuran
umbinya, tingkat masak fisiologis dan jumlah umbi cacat), adalah
pengujian secara organoleptik yang menggunakan indera penglihatan,
penciuman, dan peraba oleh penguji yang terlatih. Sedangkan untuk
parameter mutu kadar air, kadar serat dan kadar pati, metode pengujian
yang digunakan adalah metode oven (AOAC 1984) dalam SNI 01-4493-
1998, metode asam, SNI 01-4493-1998 dan metode anthrone, SNI 01-
4493-1998.
Dalam melakukan pengujian mutu komoditas umbi-umbian,
tentunya kita hanya menguji contoh yang mewakili dari komoditas
umbi-umbian yang akan diuji. Cara pengambilan contoh yang akan diuji
antara satu jenis pengujian dengan pengujian lainnya berbeda, hal ini
tergantung dari jenis contoh (padat, pasta atau cairan) dan juga jenis
analisisnya, misalnya untuk analisis mikrobiologi berbeda dengan
analisis secara kimia.
2.5 Fermentasi Tape
Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang
disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh
mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan tersebut (Buckle et
al., 2007). Fermentasi merupakan istilah umum yang menunjukkan
degradasi glukosa atau bahan organiksecara anaerob (Lehninger, 1982).
Produk pangan fermentasi dihasilkan dengan melibatkan
aktivitas mikroba dalam produksinya. Selama fermentasi terjadi
aktivitas pemecahan komponen pangan karena aktivitas enzimatis
mikroba terutama enzim amilase, protease dan lipase yang
menghidrolisis polisakarida, protein dan lemak menjadi komponen-
komponen sederhana seperti asam, alkohol, karbondioksida, peptide,
asam amino, asam lemak dan komponen-komponen lainnya. Secara
bersama-sama komponen-komponen tersebut menyebabkan modifikasi

8
tekstur, aroma dan rasa sehingga dihasilkan karakteristik produk yang
unik dan berbeda dengan produk asalnya.
Tape merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang
dihasilkan dari proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat atau
sumber pati, yang melibatkan ragi di dalam proses pembuatannya
(Astawan dan Mita, 1991). Dalam proses fermentasi tape, digunakan
beberapa jenis mikroorganisme sepertiSaccharomyces Cerevisiae,
Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis,
Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus, dsb sp. (Ganjar, 2003).
Fermentasi tape dapat meningkatkan kandungan VitaminB1
(tiamin) hingga tiga kali lipat. Vitamin ini diperlukan oleh system saraf,
sel otot, dan sistem pencernaan agar dapat berfungsi dengan baik.
Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek menyehatkan
tubuh, terutama sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah bakteri
dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat. Kelebihan lain dari
tape adalah kemampuan tape untuk mengikat dan mengeluarkan
aflatoksin dari tubuh. Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang
dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus flavus. Toksik ini banyak
kita jumpai dalam kebutuhan pangan sehari-hari, seperti kecap (Ganjar,
2003).
Proses fermentasi yang berlangsung selama pembuatan tape
terdiri dari tiga tahap penguraian yaitu :
1) Molekul-molekul pati akan dipecah menjadi 10dekstrin dan gula-gula
sederhana, merupakan proses hidrolisis enzimatik,
2) Gula-gula yang terbentuk akan diubah menjadi asam-asam organik dan
alkohol,
3) Asam organik akan bereaksi dengan alkohol membentuk citarasa tape
yaitu ester (Hidayat dkk, 2006).

9
2.6 Saccharomyces cerevisiae (Ragi Tape)
Saccharomyces cerevisiae digunakan secara luas dalam produksi
alkohol dan makanan melalui proses fermentasi. S.cerevisiae merupakan
ragi atau yeast fermentatif kuat yang dapat memfermentasikan glukosa.
S.cerevisiae memiliki daya fermentasi yang tinggi, selektivitas yang
tinggi dalam menghasilkan produk, dapat menguraikan berbagai jenis
gula, tahan terhadap kadar etanol yang tinggi yaitu antara 9-10%
volume, tahan terhadap kadar glukosa yang tinggi 14-25°Brix, pH
optimum pertumbuhan yang rendah 4,5-5, suhu optimum pertumbuhan
yang relatif tinggi yaitu 25-30°C, dan akumulasi produk samping yang
rendah (Prescott, 1990).
Ragi atau yeast (dalam bahasa inggris) merupakan organisme
bersel tunggal berjenis eukariotik dan berkembang biak dengan cara
membelah diri. Berbeda dengan bakteri, ragi memiliki ukuran sel lebih
besar, memiliki organ-organ, memiliki membran inti sel, dan DNA
terlokalisasi di dalam kromosom dalam inti sel. Sehingga menyebabkan
ragi bisa melakukan fungsi-fungsi sel yang berbeda-beda di setiap lokasi
dalam selnya. Singkatnya, sel ragi lebih mirip organisme tingkat tinggi
seperti hewan. Maka dapat dikatakan, ragi secara evolusi lebih maju
dibandingkan dengan bakteri seperti E.coli (Yalun, 2008).
Ragi merupakan starter yang digunakan untuk pembuatan
produk fermentasi. Ragi tape umumnya memiliki bentuk pipih dengan
diameter 4-6 cm dan ketebalan 0,5 cm (Hidayat, et al., 2006). Jumlah
ragi ataustarter yang digunakan mempengaruhi proses fermentasi tape,
apabila jumlah ragi terlalu sedikit maka menghambat mikroorganisme
yang berperan dalam proses fermentasi tape, sedangkan jumlah ragi
yang terlalu banyak justru akan memperlambat proses fermentasi tape
(Astawan dan Mita, 1991).

10
2.7 Inkubasi
Inkubasi merupakan masa antara inokulasi atau infeksi sampai
pertumbuhan koloni yang karakteristik atau sampai terjadinya gejala
penyakit yang khas yang ditimbulkan oleh jasad renik patogen. Inkubasi
atau fermentasi adalah proses memanfaatkan kemampuan mikroba
untuk mengasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam
suatu lingkungan yang dikendalikan. Substrat adalah reaktan dalam
reaksi yang dikatalisis enzim. Substrat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi proses fermentasi. Produksi enzim selulase memerlukan
substrat yang biasanya berasal dari bahan berpati maupun bahan
berselulosa (Sulistyarsi, et, al, 2016). Suhu untuk inkubasi tape yaitu 28-
30oC selama 2-3 hari (Ganjar, 2003). Karena Saccharomyces cerevisiae
yang terkandung dalam ragi tape tumbuh baik pada suhu 30oC
(Camacho, 2003).
2.8 Total Bakteri/TPC
Total bakteri/ Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba dalam
bahan pangan. Metode hitungan cawan (TPC) merupakan metode yang
paling sering digunakan dalam analisa, karena koloni dapat langsung
dilihat dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Untuk menghitung
total bakteri denga metode cawan digunakan Nutrient Agar (NA).
(Faliatra, 1999)
Menurut Alaerts, G dan Santika, Standart Plate Count
dipergunakan untuk menentukan kerapatan bakteri aerob dan anaerob
fakultatif heterotrop dari air. Penentuan dengan cara ini merupakan
pengukuran empiris saja, karena tiap spesies bakteri membentuk koloni
tersendiri dalam pertumbuhannya. Semua bakteri dari sampel akan
tumbuh pada media tertentu dan setiap golongan bakteri akan tumbuh
menjadi satu koloni yang spesifik, sehingga jumlah bakteri dapat
diketahui dengan menghitung jumlah koloni. Media adalah suatu

11
substrat untuk menumbuhankan bakteri yang menjadi padat dan tetap
tembuh pandang pada suhu inkubasi. (Pelczar et al.,1986)
Konsentrasi microorganisme pada media frementasi akan
menpengaruhi jumlah sel yang hidup dan aktif. Oleh karena itu perlu
diketahui beberapa konsentrasi kultur murni yang tebaik untuk
pembuatan inokulum tempe. Rhizopus Oligospurus adalah jamur dari
kelas Cygomycetes yang memiliki misolium tak bersekat.
Perkembangannya baik dilakukan secara seksual dan aseksual. Secara
aseksual dengan sporangiospora yang tidak mampuy mengembara dan
secara seksual melalui dua ganetangium yang serupa untuk membentuk
Zigospora.(Darajat et al., 2014)

12
BAB III
METEDOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas
Pertanian,Universitas Negeri Gorontalo, pada hari Kamis 31 Oktober
2019 pukul 13:00 wita, hari ke dua pada Senin tanggal 4 november
2019 pukul 09:00 wita dan hari terakhir pada Rabu 6 November 2019
pukul 09:00 wita.
3.2 Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu baskom plastik,
pisau, panci, alat pengaduk,inkubator, kompor, toples,cawan petry, dan
bahan yang digunakan adalah ubi jalar ungu, air, ragi tape dan daun
pisang.
3.3 Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam pengamatan ini adalah
rancangan acak lengkap, dimana rancangan tersebut dengan tiga
perlakuan masing masing perlakuan sebanyak 3 kali
Tabel 1. Rancangan Pengamatan
Bahan Konsentrasi Ragi
Ubi jalar 2%

13
3.4 Prosedur Kerja

Ubi Jalar
Ungu

Dikupas dan
dipotong-potong

Dicuci bersih

Kukus hingga
matang

Timbang
sebanyak 200 gr

Campukan dengan Dengan


ragi tape konsentrasi 2%

Masukkan kedalam
toples yang telah
dialasi daun pisang

Fermentasi

Tape Ubi jalar

14
3.5 Parameter Uji
3.5.1 Analisis Total Bakteri (Total Plate Count)
Prosedur perhitungan jumlah bakteri menurut modifikasi
Fardiaz (1993) ialah sebagai berikut :
1. Semua peralatan disterilkan dengan menggunakan autoclave
pada tekanan 15 psi selama 15 menit pada suhu 121℃.
2. Timbang masing-masing yeast ekstrak 0,75 gram, peptone 1,25
gram, NaCl 10 gram dan 5 gram untuk membuat nutrient agar.
Komponen-komponen ini kemudian dimasukan kedalam
Enlenmeyer dan diberi aquades sebanyak 259 ml setelah itu
dihomogenkan dengan megnet putar. pH media diatur pada pH
7,0, selanjutnya direbus sampai agar larut dan disterilkan dengan
autoclave pada tekanan 15 psi dengan suhu 121℃ selama 15
menit
3. Disiapkan larutan pengencer 0,9 % NaCl, masing-masing untuk
pengenceran tingkat pertama 90 ml dan mulut Erlenmeyer
ditutrup dengan aluminium foil, sedangkan untuk tingkat
pengenceran kedua dan ketiga masing-masing di ambil 90 ml
NaCl 0,9% kemudian dimasukkan kedalam tabung Hush yang
dilengkapi dengan penutup. Semua larutan pengenceran
disterilkan dengan autoclave pada suhu 121℃ tekanan 15 psi
selama 15 menit.
4. Sampel hancurkan dan timbang 1 gram secra eseptis kemudian
dimasukan kedalam 9 ml steril sehingga diperoleh larutan
dengan tingat pengenceran 10-1. Dari Pengenceran 10-1 dipipet
1 ml kedalam tabung reaksi 2 kemudian dihomogenkan sehingga
diperoleh pengenceran 10-2.
5. Dari setiap pengenceran di ambil 1 ml dipindahkan kecawan
petri steril yang telah diberi kode untuk tiap sampel pada tingkat
pengenceran tertentu.

15
6. Semua cawan petri dituangkan secara espetis NA/PDA sebanyak
15 ml-20 ml. Setelah penuangan, cawan petri digoyangkan
perlahan-lahan sambil diputar 3 kali ke kiri, ke kanan, lalu
kedepan, ke belakang, kiri dan kanan. Kemudian didinginkan
sampai agar mengeras.
7. Setelah NA padat dimasukkan kedalam inkubator selama 24 jam
pada suhu kamar (27,5℃ - 29,8℃) dengan posisi terbalik.
Setelah masa inkubasi berakhir, dilakukan perhitungan jumlah
bakteri dan jumlah bakteri yang diperoleh dikalikan dengan
pengenceran. Perhitungan jumlah koloni menggunakan rumus
𝑐𝑓𝑢
sebagai berikut: Total bakteri ( ) = Jumlah koloni x
𝑔
1
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

3.5.2 Tabel Pengamatan


JUMLAH
KODE ULANGAN BAKTERI
SAMPEL
10-2 10-3 10-4
A 1 350 4 3
2 21 11 2
B 1 26 7 4
2 7 1 1
C 1 33 4 2
2 20 11 6

3.5.2 Uji Organoleptik


Perlakuan 1 ( U1)
- Tekstur : Lunak
- Warna : Ungu
- Aroma : Berbau Alkohol
- Rasa : Manis dengan sedikit asam

16
Perlakuan 2 ( U2 )
- Tekstur : Lunak
- Warna : Ungu
- Aroma : Berbau Alkohol
- Rasa : Manis dengan sedikit asam
3.6 Analisis Data
Rancangan yang digunakan pada proses pembuatan tempe
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yang
masing-masing perlakuan sebanyak 2 kali Data dianalisis dengan uji
static Analisi Of Varienca (ANOVA). Beda nyata antara perlakuan
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Total Plate Count


Tabel Total Uji
Total Plate
KODE JUMLAH BAKTERI
ULANGAN Count
SAMPEL
10-2 10-3 10-4
A 1 350 4 3
115000
2 21 11 2
B 1 33 4 2
2208
2 20 11 6
C 1 26 7 4
1375
2 7 1 1

4.2 Pembahasan

140000
120000 115000
100000
80000
60000
40000
20000
0 2208 1375
-20000
-40000
-60000

Dalam percobaan tentang perhitungan jumlah mikroba


digunakan metode total plate count ( TPC ). Metode ini merupakam
analisis untuk menguji cemaran menguji mikroba dengan menggunakan
metode pengenceran dan metode cawan tuang, metode cawan tuang
adalah metode per plate. Dalam percobaan ini digunakan media NA dan
PDA sebagai media pertumbuhan mikroba.

18
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan mengunakan
rancangan acak lengkap ( RAL ) dari hasil sampel pertama dengan
menggunakan konsentrasi 2 % incolume tape dapat menghasilkan
115000/log 11,5 x 104 koloni, pada sampel kedua dengan konsentrasi 3
% menghasilkan 2208/log 22,08 x 102 koloni, dan untuk sampel ketiga
dengan konsentrasi 4 % menghasilkan 1378/log 13,78 x 102 koloni.
Pada percobaan yang dilakukan dilakukan perhitungan
menggunakan digital coloni counter didapatkan hasil yang berbeda beda
dari tiap tiap cawan petri dengan pengenceran yang berbeda beda. Dari
percobaan itu dapat diketahui dapat kita ketahui bahwa semakin tinggi
tingkat pengenceran maka semakin sedikit mikroba yang tumbuh dalam
media.Dapat kita lihat dalam pengenceran sampel A pada perlakuan 1 (
U1 ) pengenceran 102 103 104 Bertujuan untuk memperkecil jumlah
mikroba yang tersuspensi dalam cairan sehingga untuk membantu
perhitungan jumlah mikroba.
Dalam melakukan percobaan dilakukan beberapa perlakuan
yaitu memanaskan pinggiran cawan petri agar bakteri yang tidak
diinginkan tidak tumbuh dan mencegah terjadinya kontaminasi, tetapi
kontaminasi juga dapat terjadi ketika kita melakukan kesalahan dan
kurang teliti dalam masa percobaan.

19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil praktikum ini semakin tinggi tinggi
tingkat pengenceran yang dilakukan maka semakin sedikit mikroba
yang tumbuh dalam media. Dilakukan pengenceran bertujuan untuk
memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam
cairan sehingga membantu untuk mempermudah perhitungan jumlah
mikroba.
5.2 Rekomendasi
Pembuatan tape ubi jalar sebaiknya menggunakan konsentrasi
ragi 2% dan perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk neliti kadar
alkohol dan kadar gula reduksi yang dihasilkan dalam konsentari ragi
terhadap jumlah bakteri pada tape ubi jalar.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abe T, Kano M, Sasahara T. 2005. Quantitative difference of 7s globulin on


vegetable soybean seeds. Journal Of The Japanese Society For Food
Science And Technology52:107-113
Amerine. M. A. Berg and M. V. Croes, 1972. The Technology of Wine
Making, The AVI Publishing Company, Wesport, Connecticut.
Astawan, M dan Mita W.1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat
Guna. Akademika Pressindo, Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Desrosier, 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo.
UI-Press, Jakarta.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan Edisi Pertama. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Gandjar, I. (2003). Tapai from cassava and cereals. First International
Symposium and Workshop on Insight into the World of Indigenous
Fermented Foods for Technology Development and Food Safety.
Bangkok, 13
Hidayat, N., M. C. Padaga dan S. Suhartini, 2006. Mikrobiologi Industri. Andi,
Yogyakarta.
Judoamidjojo M., A. A. Darwis dan E. G. Sa’id, 1992. Teknologi Fermentasi.
Rajawali Press, Jakarta.
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan
Gizi, IPB Bogor.
Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina
Ilmu, Surabaya.

21
LAMPIRAN
 Lampiran 1

KODE JUMLAH BAKTERI


ULANGAN
SAMPEL
10-2 10-3 10-4
A 1 350 4 3
2 21 11 24
B 1 26 7 4
2 7 1 1
C 1 33 4 2
2 20 11 6
Perhitungan TPC menggunakan rumus:
Ʃc
(1×𝑛)+ (0.1×𝑛2 )×𝑑

Kode sampel A:
3+2
(1×2)+ (0.1×3)×10⁴
=11,5 x 104

Kode sampel B:
26+7
(1×2)+ (0.1×4)×10²
=13,75 x 102

Kode Sampel C:
33+20
(1×2)+ (0.1×4)×10²
=22,08 x 102

22
 Lampiran 2

23

Anda mungkin juga menyukai