Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

1. Tokoh Indonesia yang Pemikiran Politiknya Masih Relevan


Menurut pendapat saya, tokoh Indonesia yang pemikiran politiknya masih relevan
hingga saat ini untuk diterapkan dalam pemerintahan Indonesia yaitu Ir. Soekarno.
Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia1. Soekarno dikenal dan disegani
oleh dunia karena memiliki pribadi yang beraneka ragam yakni ramah namun tegas, serta
rendah hati namun lugas2. Gagasan besarnya yang tidak jarang memicu kontroversi,
namun tetap mengundang kekaguman. Gagasan dan pemikiran Soekarno masih relevan
untuk diimplementasikan di Indonesia hingga saat ini.
2. Deskripi Pemikiran Soekarno
Pada tanggal 17 Mei 1956 Soekarno mendapat kehormatan untuk menyampaikan
pidato di depan kongres Amerika Serikat dalam rangka kunjungan resminya ke negeri
tersebut. Sebagaimana dilaporkan dalam halaman pertama New York Times pada hari
berikutnya, dalam pidato itu dengan gigih Soekarno menyerang kolonialisme. Soekarno
mengemukakan, “Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi
pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme telah berlangsung dari generasi ke
generasi selama berabad-abad. Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakan selesai jika
jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi kolonial, masih
belum bisa menikmati kemerdekaan?”.
Menarik untuk disimak bahwa meskipun pidato itu dengan keras menentang
kolonialisme dan imperialisme, serta cukup kritis terhadap negara-negara Barat, ia
mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat. Namun, lebih menarik lagi karena
pidato itu menunjukkan konsistensi pemikiran dan sikap-sikap Bung Karno.
Sebagaimana kita tahu, kuatnya semangat anti-kolonialisme dalam pidato itu bukanlah
merupakan hal baru bagi Bung Karno. Bahkan sejak masa mudanya, terutama pada
periode tahun 1926-1933, semangat anti-kolonialisme dan anti-imperialisme itu sudah
jelas tampak. Bisa dikatakan bahwa sikap antikolonialisme dan anti-imperialisme
Soekarno pada tahun 1950-an dan selanjutnya hanyalah merupakan kelanjutan dari
pemikiran-pemikiran dia waktu muda. Tulisan berikut dimaksudkan untuk secara singkat
melihat pemikiran politik Soekarno dalam menentang kolonialisme dan imperialisme
serta bagaimana relevansinya untuk sekarang.
1
Nasution, Harun, 2002, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan, hlm. 864.
2
Onghokham, 1997, Sudut Pandang Soekarno; Mitos dan Realitas, Prisma, Jakarta: PT. Penebar Swadaya, hlm.
3.
Salah satu tulisan pokok yang biasanya diacu untuk menunjukkan sikap dan
pemikiran Soekarno muda dalam menentang kolonialisme adalah tulisannya yang
terkenal yang berjudul Nasionalisme, Islam dan Marxisme3. Dalam tulisan yang aslinya
dimuat secara berseri di jurnal Indonesia Muda tahun 1926 itu, sikap antikolonialisme
tersebut tampak jelas sekali. Menurut Soekarno, yang pertama-tama perlu disadari adalah
bahwa alasan utama kenapa para kolonialis Eropa datang ke Asia bukanlah untuk
menjalankan suatu kewajiban luhur tertentu. Mereka datang terutama "untuk mengisi
perutnya yang keroncong belaka". Artinya, motivasi pokok dari kolonialisme itu adalah
ekonomi. Sebagai sistem yang motivasi utamanya adalah ekonomi, Soekarno percaya,
kolonialisme erat terkait dengan kapitalisme, yakni suatu sistem ekonomi yang dikelola
oleh sekelompok kecil pemilik modal yang tujuan pokoknya adalah memaksimalisasi
keuntungan. Dalam upaya memaksimalisasi keuntungan itu, kaum kapitalis tak segan-
segan untuk mengeksploitasi orang lain. Melalui kolonialisme para kapitalis Eropa
memeras tenaga dan kekayaan alam rakyat negeri-negeri terjajah demi keuntungan
mereka. Melalui kolonialisme inilah di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia, kapitalisme
mendorong terjadinya apa yang ia sebut sebagai exploitation de l'homme par l'homme
atau eksploitasi manusia oleh manusia lain. Soekarno menentang kolonialisme dan
kapitalisme itu. Keduanya melahirkan struktur masyarakat yang eksploitatif. Tiada
pilihan lain baginya selain berjuang untuk secara politis menentang keduanya, bahkan
jika hal itu menggelisahkan profesornya4.
Sebagai suatu sistem yang eksploitatif, kapitalisme itu mendorong imperialisme, baik
imperialisme politik maupun imperialisme ekonomi. Tetapi Soekarno tak ingin
menyamakan begitu saja imperialisme dengan pemerintah kolonial. Imperialisme,
menurut dia, “bukanlah pegawai pemerintah; ia bukanlah suatu pemerintahan; ia bukan
kekuasaan; ia bukanlah pribadi atau organisasi apa pun”5. Sebaliknya, ia adalah sebuah
hasrat berkuasa, yang antara lain terwujud dalam sebuah sistem yang memerintah atau
mengatur ekonomi dan negara orang lain. Lebih dari sekadar suatu institusi,
imperialisme merupakan “kumpulan dari kekuatan-kekuatan yang kelihatan maupun tak
kelihatan”. Soekarno mengibaratkan imperialisme sebagai "Nyai Blorong" alias ular
naga. Kepala naga itu, menurut dia, berada di Asia dan sibuk menyerap kekayaan alam

3
Sudiyo, 2002, Pergerakan Nasional: Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan, Jakarta: Rineka Cipta,
hlm. 3.
4
H.A Prayitno dan Trubus, 2004, Kebangsaan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Universitas
Trisakti, hlm. 33.
5
Nurani Soyomukti, 2012, Soekarno dan Cina, Yogyakarta: Garasi, hlm. 129.
negara-negara terjajah. Sementara itu tubuh dan ekor naga itu ada di Eropa, menikmati
hasil serapan tersebut. Bersama dengan kolonialisme dan kapitalisme, imperialisme
merupakan tantangan besar bagi setiap orang Indonesia yang menghendaki kemerdekaan.
Selain kolonialisme dan imperialisme, di mata Soekarno ada tantangan besar lain
yang tak kalah pentingnya untuk dilawan, yakni elitisme. Elitisme mendorong
sekelompok orang merasa diri memiliki status sosial-politik yang lebih tinggi daripada
orang-orang lain, terutama rakyat kebanyakan. Elitisme ini tak kalah bahayanya, menurut
Soekarno, karena melalui sistem feodal yang ada ia bisa dipraktikkan oleh tokoh-tokoh
pribumi terhadap rakyat negeri sendiri. Kalau dibiarkan, sikap ini tidak hanya bisa
memecah-belah masyarakat terjajah, tetapi juga memungkinkan lestarinya sistem
kolonial maupun sikap-sikap imperialis yang sedang mau dilawan itu. Lebih dari itu,
elitisme bisa menjadi penghambat sikap-sikap demokratis dalam masyarakat modern
yang dicita-citakan bagi Indonesia merdeka. Dalam kaitan dengan usaha mengatasi
elitisme itu ditegaskan bahwa Marhaneisme “menolak tiap tindak borjuisme” yang bagi
Soekarno, merupakan sumber dari kepincangan yang ada dalam masyarakat. Ia
berpandangan bahwa orang tidak seharusnya berpandangan rendah terhadap rakyat. Bagi
Soekarno rakyat merupakan padanan mesianik dari proletariat, dalam arti bahwa mereka
ini merupakan kelompok yang sekarang ini lemah dan terampas hak-haknya, tetapi yang
nantinya, ketika digerakkan dalam gelora revolusi, akan mampu mengubah dunia.
Dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi” Soekarno menerangkan mengenai
demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Dalam pandangannya, demokrasi adalah
pemerintahan rakyat, yaitu suatu cara pemerintahan ini memberikan hak kepada semua
rakyat untuk ikut memerintah6. Sesuai dengan apa yang Soekarno lakukan bahwa
Indonesia harus “berdikari”, yaitu berdiri di kaki sendiri, maka dengan cara
pemerintahan ini sekarang menjadi citacita semua partai-partai nasionalis di Indonesia.
Menurut Soekarno, demokrasi yang diterapkan di Barat itu sarat dengan tipu daya kaum
kapitalis dan borjuis dalam menindas kaum proletar, sedang demokrasi yang bersumber
dari Barat itu bukan demokrasi yang adil karena kaum proletar belum mendapatkan
kesejahteraannya dengan baik. Demokrasi tersebut tidak perlu ditiru, sebab demokrasi itu
bukan cerminan demokrasi untuk Indonesia, karena demokrasi yang seperti itu hanya
demokrasi parlemen saja, yakni hanya demokrasi politik, bukan demokrasi ekonomi7.

6
Soekarno, 1956, Indonesia Menggugat, Jakarta: Perpustakaan Proklamator Bung Karno, hlm. 171.
7
Ibid, hlm. 173.
3. Relevansi Pemikiran Politik Soekarno Pada Saat Ini Untuk Indonesia
Pemikiran Soekarno masih relevan hingga saat ini. Tak ada yang menyangkal peran
Soekarno dengan gerakan penyadaran rakyat menuju Indonesia merdeka. Soekarno
pidato dimana-mana mengajak rakyat sadar dan bangkit melawan penjajah. Tampilnya
Soekarno dengan ideologi nasionalismenya dianggap sebagai pembuka kebuntuan
perjuangan bangsa dengan mengaktualisasikan ke dalam konsep pendidikan humanistis
agar dapat mengalir sesuai dengan arus perjuangan. Soekarno adalah sosok pribadi yang
kompleks. Lewat atribut revolusionernya, dia berusaha untuk memodernisasikan kaum
konservatif dengan tidak bisa lari jauh dari eksistensi manusia sendiri yang secara kodrati
sebagai makhluk yang dikarunia oleh Tuhan beberapa hak yang tidak bisa dimonopoli,
termasuk di dalamnya hak untuk memperoleh kemerdekaan. Hal ini tidak lepas dari latar
belakang Soekarno sendiri sebagai orang yang jauh di bawah elitisme. Bagi Soekarno,
bangsa, kebangsaan atau nasionalisme dan tanah air merupakan suatu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan.
Pandangan Soekarno mengenai politik bahwa sikap nasionalisme tidak akan terbentuk
jika tidak ada sikap gotong-royong yang baik. Konsep gotong royong ini yang akan
memberikan pengaruh positif dalam menimbulkan nasionalisme tersebut, sebab ketika
konsep ini menjadi sebuah sistem dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia, maka
konsep ini akan menjadi kuat dan membentuk nasionalisme. Soekarno juga sangat
memperhatikan pendidikan, sebab pendidikan dapat digunakan sebagai sarana
transformasi masyarakat.
Nasionalisme merupakan suatu paham kebangsaan yang timbul karena adanya
perasaan senasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup bersama sebagai suatu
bangsa yang merdeka, bersatu berdaulat dan maju dalam satu kesatuan bangsa, negara
dan cita-cita bersama guna mencapai dan memelihara serta mengabdikan identitas
persatuan, kemakmuran dan kekuatan atau kekuasaan negara kebangsaan yang
bersangkutan. Oleh karena itu, nasionalisme sering dipandang sebagai suatu ideologi
pemelihara negara bangsa. Nasionalisme juga merupakan filsafat politik dan sosial yang
menganggap kebaikan bangsa paling utama. Konsepsi tersebut menggambarkan
semangat yang lebih untuk kesejahteraan dan kemajuan nasional sehingga menjadi suatu
gerakan sosial atau aliran rohaniah yang dapat mempersatukan rakyat kedalam bangsa
yang membangkitkan massa dalam keadaan politik dan sosial yang aktif maka dengan ini
negara menjadi milik seluruh rakyat sebagai keseluruhan8. Secara obyektif nasionalisme
mengandung unsur-unsur seperti bahasa, ras, etnik, agama, peradaban, wilayah, negara
dan kewarganegaraan. Ini merupakan faktorfaktor atau unsur-unsur pokok nasionalisme
yang objektif dan sangat kuat membentuk nasionalisme serta membantu mempercepat
proses evolusi nasionalisme ke arah pembentukan negara nasional.

Sumber Referensi:

H.A Prayitno dan Trubus. 2004. Kebangsaan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia. Jakarta:
Universitas Trisakti.
Nasution, Harun. 2002. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Nurani Soyomukti. 2012. Soekarno dan Cina. Yogyakarta: Penerbit Garasi Indonesia.
Onghokham. 1997. Sudut Pandang Soekarno; Mitos dan Realitas, Prisma. Jakarta: Penerbit
PT. Penebar Swadaya.
Soekarno. 1956. Indonesia Menggugat. Jakarta: Perpustakaan Proklamator Bung Karno.
Sudiyo. 2002. Pergerakan Nasional: Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta:
Rineka Cipta.

8
Decki Natalis. Evolusi Nasionalisme dan Sejarah, (Jakarta : PT Penebar Swadaya, 2000), Hal. 57.

Anda mungkin juga menyukai