Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat


tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin
cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat
pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.

Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat.


Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat
sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan
oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga
memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit
akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian.

Data morbiditas dan mortilitas yang telah dipublikasikan menunjukkan


dimana kesulitan dalam menangani jalan napas dan kesalahan dalam
tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi pasien
tersebut. Keenan dan Boyan melaporkan bahwa kelalaian dalam memberikan
ventilasi yang adekuat menyebabkan 12 dari 27 pasien yang sedang dioperasi
mengalami mati jantung (cardiac arrest). Salah satu penyebab utama dari hasil
akhir tatalaksana pasien yang buruk yang didata oleh American Society of
Anesthesiologist (ASA) berdasarkan studi tertutup terhadap episode pernapasan
yang buruk, terhitung sebanyak 34% dari 1541 pasien dalam studi tersebut. Tiga
kesalahan mekanis, yang terhitung terjadi sebanyak 75% pada saat tatalaksanan
jalan napas yaitu : ventilasi yang tidak adekuat (38%), intubasi esofagus (18%),
dan kesulitan intubasi trakhea (17%). Sebanyak 85% pasien yang didapatkan dari
studi kasus, mengalami kematian dan kerusakan otak. Sebanyak 300 pasien (dari
15411 pasien di atas), mengalami masalah sehubungan dengan tatalaksana jalan
napas yang minimal. Menurut Cheney et al menyatakan beberapa hal yang

1
menjadi komplikasi dari tatalaksana jalan napas yang salah yaitu : trauma jalan
napas, pneumothoraks, obstruksi jalan napas, aspirasi dan spasme bronkus.
Berdasarkan data-data tersebut, telah jelas bahwa tatalaksana jalan napas yang
baik sangat penting bagi keberhasilan proses operasi dan beberapa langkah 1
berikut adalah penting agar hasil akhir menjadi baik, yaitu : (1) anamnesa dan
pemeriksaan fisik, terutama yang berhubungan dengan penyulit dalam sistem
pernapasan, (2) penggunaan ventilasi supraglotik ( seperti face mask, Laryngeal
Mask Airway/LMA), (3) tehnik intubasi dan ekstubasi yang benar, (4) rencana
alternatif bila keadaan gawat darurat terjadi.

Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat


penting dilakukan secara efektif dan efisien dan penatalaksanaan jalan nafas
(airway management) perlu dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masalah airway pada kegawatdaruratan maternal dan
neonatal?
2. Bagaimana masalah breathing pada kegawatdaruratan maternal dan
neonatal?
3. Bagaimana masalah circulation pada kegawatdaruratan maternal dan
neonatal?
4. Bagaimana masalah syok obstetri?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui masalah airway pada kegawatdaruratan maternal dan
neonatal.
2. Untuk mengetahui breathing pada kegawatdaruratan maternal dan
neonatal.
3. Untuk mengetahui circulation pada kegawatdaruratan maternal dan
neonatal.
4. Untuk mengetahui masalah syok obstetri.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Airway Breathing Circulation Management


Membebaskan jalan nafas untuk menjamian pertukaran udara secara
normal. Setelah melakukan tindakan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan tindakan :
1. Membebaskan Sumbatan Jalan Nafas Tanpa Alat
a. Buka Jalan Napas
Satu hal yang penting diperlukan untuk keberhasilan resusitasi
secepatnya adalah membuka jalan nafas. Pada penderita tidak sadar tonus
otot – otot menghilang, sering terjadi obstruksi dari faring dan larinks oleh
pangkal lidah dan jaringan lunak dari faring .Lidah paling sering
menyebabkan obstruksi jalan nafas pada penderita tidak sadar. Baik lidah
maupun epiglottis juga dapat menyebabkan obstruksi jika terjadi tekanan
negatif.
Dalam jalan nafas yang disebabkan usaha inspirasi sehingga
menyebabkan suatu mekanisme seperti katup yang menutup jalan masuk
ke trachea. Lidah melekat pada rahang bawah, maka dengan
menggerakkan rahang bawah kemuka dan menarik lidah kedepan akan
membuka jalan nafas. Tetapi pada pasien dengan dugaan cedera leher
dan kepala, hanya di lakukan Jaw-thrust dengan hati-hati, dan
mencegah gerakan leher.
Penolong menggunakan head tilt, chin lift, manuver head tilt - chin lift dan
Jaw thrust manuover.
1) Head tilt (extensi kepala )
Di lakukan bila jalan napas tertutup oleh lidah pasien
Untuk melakukan : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan
tekan ke bawah, sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga

3
lidah tegang akhirnya lidah terangkat ke depan. Perhatian : cara ini
sebaiknya tidak di lakukan pada dugaan adanya patah tulang leher.
2) Chin lift ( angkat dagu )
Di lakukan dengan maksut mengangkat otot pangkal lidah ke depan
Untuk melakukannya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk
memegang tulang dagu pasien, kemudian angkat dan dorong
tulangnya ke depan.
2 – 3 Jari tangan menahan tulang mandibula
3) Manuver Head -Tilt / Chin Lift (Extensi Kepala / Angkat Dagu).
Untuk melakukannya :
1. Letakkan telapak tangan pada dahi korban, tekan ke belakang untuk
mengekstensikan kepala.
2. Letakkan jari tangan lain di bawah tulang dagu.
3. Angkat dagu ke depan dan sangga rahang, membantu untuk
mengekstensikan.
Perhatikan :
Jari tidak boleh menekan terlalu dalam pada jaringan lunak di
bawah dagu, karena dapat menutupi jalan nafas.
Ibu jari tidak digunakan untuk mengangkat dagu.
Mulut jangan ditutup
Jika pernafasan mulut ke hidung diperlukan, tangan diatas dagu
dapat digunakan untuk menutup mulut supaya pernafasan mulut
ke hidung lebih efektif.
4) Jaw Thrust Maneuver (Manuver Mendorong Mandi bula kedepan).
Teknik ini direkomendasikan sebagai alternatif untuk membuka jalan
nafas.
a) Pegang sudut rahang bawah korban dan angkat dengan kedua
tangan, satu tangan tiap sisi, mendorong mandibula ke depan
sambil ekstensikan kepala ke belakang
b) Bila bibir tertutup, buka bibir bawah dengan ibu jari.

4
c) Bila pernafasan mulut ke mulut diperlukan, tutup lubang hidung
dengan meletakkan pipi menutup hidung.
Teknik ini efektif dalam membuka jalan nafas, tetapi
melelahkan dan teknik ini sulit.Teknik jaw thrust tanpa ekstensi
kepala lebih aman untuk membuka jalan nafas pada penderita dengan
kecurigaan cedera leher sebab biasanya dapat berhasil tanpa
mengekstensikan kepala. Kepala harus dengan hati – hati disangga
tanpa mengekstensikan ke belakang atau memutarnya dari sisi yang
satu ke sisi yang lain. Jika jaw thrust tidak berhasil, kepala harus
diekstensikan ke belakang sedikit
5) Membersihkan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan
jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus di bersihkan
dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat di bersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang di lapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat di korek dengan menggunakan jari
telunjuk yang di bengkokkan dengan tehnik finger sweep. Mulut dapat di
buka dengan tehnik Cross Finger, di mana ibu jari di letakkan
berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
Cara melakukannya
 Miringkan kepala pasien ( kecuali pada dugaan fraktur tulang leher (
kemudian buka mulut dengan Jaw-thrust dan tekan bahu ke bawah.
Bila otot rahang lemas
( emaresi manouvre )
 Gunakan dua jari ( jari telunjuk dan jari tengah ) yang bersih atau di
bungkus dengan sarung tangan / kassa untuk membersihkan
mengorek / mengait semua benda asing dalam rongga mulut.
6) Mengatasi Sumbatan Napas Parsial ( Heimlich Manouvre )
Dapat digunakan tehnik manual thrust
a. Abdominal thrust
b. Chest thrust

5
c. Back blow
Keterangan :
a. Abdominal thrust
Untuk penderita sadar dengan sumbatan jalan napas parsial boleh di
lakukan tindakan abdominal thrust ( pada pasien dewasa ). Bantu /
tahan penderita tetap berdiri / condong kedepan dengan merangkul
dari belakang :
1. Lakukan hentakan mendadak dan keras pada titik silang garis antar
tulang belikat dan garis punggung tulang belakang ( BACK
BLOW )
2. Rangkul korban dari belakang dengan kedua lengan dengan
menggunakan kepalan kedua tangan, hentakan mendadak pada
ulu hati ( Abdominal thrust ). Ulangi hingga jalan napas bebas /
hentikan bila korban jatuh tudak sadar, ulangi tindakan tersebut
pada penderita terlentang
3. Segera panggil bantuan
Heimlich Manuvre – AbdominalThrust pada posisi berdiri
Penderita tidak sadar :
1. Tidurkan penderita terlentang
2. Lakukan back blow dan chest thrust
3. Tarik lidah dan dorong rahang bawah untuk melihat benda asing
Bila terlihat, ambil dengan jari-jari
Bila tak terlihat, jangan coba-coba di kait dengan jari
4. Usahakan memberikan napas ( menghembuskan udara )
5. Bila jalan napas tetap tersumbat, ulangi langkah tersebut di atas
6. Segera panggil bantuan setelah pertolongan pertama di lakukan
selama satu menit.
Penderita sadar:
1. Bila penderita dapat batuk keras, observasi ketat

6
2. Bila napas tidak efektif / berhenti, lakukan Back blow 5 kali (
hentakan keras mendadak pada punggung korban di titik silang
garis antar belikat dengan tulang punggung/ vertebra)
Lima kali hentakan pada punggung dua jari tangan membuka
mulut bayi
b. Chest thrust
Untuk bayi anak, anak, orang gemuk, dan wanita hamil
Penderita sadar :
Penderita anak lebih dari satu tahun , lakukan chest thrust 5 kali (
tekan tulang dada dengan kedua dan ketiga kira-kira satu jari di bawah
garis imajinasi antar puting susu )
Penderita tidak sadar :
 Tidurkan terlentang
 Lakukan chest thrust
 Tarik lidah dan lihat adakah benda asing
 Berikan pernapasan buatan
 Bila jalan napas tersumbat di bagian bawah, lanjutkan dengan
krikotirotomi jarum.
7) Membebaskan jalan napas dengan alat
Cara ini di lakukan bila pembebasan jalan napas tanpa alat tidak berhasil
1. Pemasangan pipa (tube )
Di pasang jalan napas buatan ( pipa orofaring, pipa
nasofaring). Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut
pernapasan belum juga baik, dilakukan pemasangan pipa
endotrachea.
Pemasangan pipa endotrachea akan menjamin jalan napas
tetap terbuka, menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan
bantuan pernapasan
a. Pemasangan pipa orofaring
Penggunaan pipa orofaring : yang di gunakan untuk
mempertahankan jalan napas tetap terbuka dan menahan pangkal

7
lidah agar tidak jatuh kebelakang yang dapat menutup jalan napas
terutama untuk pasien-pasien tidak sadar
Cara :
1.Buka mulut pasien ( chin lift / gunakan ibu jari dan telunjuk )
2.Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya
a. Bersihkan dan basahi agar licin
b. Arahkan lengkungan menghadap kelangit-langit (ke
palatal)
c. Masuk separuh, putar lengkungan mengarah kebawahn
lidah
d. Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat
3. Yakinkan lidah sudah tertopang pipa orofaring. Lalu, lihat,
dengar, dan raba napasnya.
Jangan dipasang jika reflex muntah / menelan masih (+)
Pasang Pipa Orofaring
b. Tehnik pemasangan pipa nasofaring
1. Nilai lubang hidung, septum nasi, ukuran
2. Pakai sarung tangan
3. Beri jelli pada pipa dan kalau perlu tetesi lubang hidung
dengan vasokonstriktor
4. Hati-hati dengan kelengkungan tube yang menghadap ke arah
depan, ujungnya kearah septum atau ujungnya di arahkan
kearah telinga
5. Dorang pelan-pelan hingga seluruhnya masuk, lalu pasang
plester.
o Tidak merangsang muntah, hati-hati pasien dengan fraktur
basis crani untuk dewasa 7 mm atau jari kelingking kanan
c. Tehnik pemasangan pipa Endotrahceal untuk intubasi
Peralatan :
1. Pipa oro/nasofaring
2. Suctioan / alat pengisap

8
3. Canula dan masker oksigen
4. Ambu bag
5. Pipa endotracheal dan stylet
6. Pelumas ( jelli )
7. Forcep magill
8. Laringoscope ( handle dan blade sesuai ukuran, selalu periksa
baterai )
9. Obat-obatan sedatif I.V
10. Sarung tangan
11. Plester dan gunting
12. Bantal kecil tebal 10 cm ( bila tersedia )

B. Pengelolaan Fungsi Pernafasan


Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan
untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.

1. Penilaian : Tentukan bernafas atau tidak. Untuk menilai apakah ada nafas
spontan atau tidak : Look Listen Feel.
a. Dekatkan telinga anda diatas mulut dan hidung korban sambil terus
mempertahankan terbukanya jalan nafas
b. Perhatikan dada pasien sambil :
1) Melihat turun naiknya dada
2) Mendengarkan udara yang keluar saat ekspirasi.
3) Merasakan aliran darah.

Jika gerakan turun naiknya dada tidak didapatkan dan aliran udara keluar
waktu ekspirasi tidak ada, maka pasien dipastikan mengalami gagal nafas.
Evaluasi ini sebaiknya dilakukan dalam waktu 3 – 5 detik. Perlu diperhatikan
bahwa meskipun pasien tampak berusaha bernafas tetapi saat itu jalan nafas masih
tertutup maka pembebasan jalan nafas perlu dilakukan.

9
2. Cara Memeriksa Tanda – Tanda Gangguan Pernafasan
a. Look ( Lihat )
1) Ada tidak pernafasan, status mental, warna,
2) Distensi vena leher, jejas thorak
3) Bila ada nafas, hitung frekwensi pernafasan & Keteraturannya
besar kecil volume / pengembangan
4) Dada / Simetris ?Adakah gerak cuping hidung,
5) Tegangnya otot-otot bantu nafas serta tarikan / napas dengan
cuping hidung
6) Cekungan antar iga ?
b. Listen ( Dengar )
Keluhan dan suara pernafasan, adakah stridor, wheezing, ronchi,
gurgling, choking.
c. Feel ( Raba )
1) Adakah hawa ekshalasi dari lubang hidung/mulut/trakheostomi
atau
2) pipa endotrakheal
3) Adakah empisema subkutis
4) Adakah krepitasi / nyeri tekan pada thorak
5) Adakah deviasi trakhea
Pelaksanaan Pernafasan Buatan
Tindakan :
a. Tanpa alat
Teknik mulut ke mulut (mouth to mouth) ini adalah teknik yang cepat
dan efektif untuk memberikan oksigen pada seorang korban
b. Mulut ke mulut :
1) Pasien terlentang
2) Bebaskan jalan nafasnya
3) Buka mulut penolong lebar-lebar, tarik nafas dalam-dalam
4) Katupkan mulutke mulut pasien, tutup hidung pasien, tiupkan
hawake mulut pasien.

10
5) Perhatikan dada pasien mengembang.
6) Bila pasien hanya perlu nafas buatan saja, lakukan nafas
buatantersebut dengan frekwensi 10 – 20 x / menit.
c. Mulut ke hidung :
Pada saat meniupkan hawa ke lubang hidung tutup mulut pasien rapat
– rapat
d. Dengan Menggunakan Alat
Memberikan pernafasan buatan dengan alat “ambu bag” (self inflating
bag). Pada alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen.
Pernapasan buatan dapat pula di berikan dengan menggunakan ventilator
mekanik
( ventilator/ respirator).
a. Mulut ke sungkup :
Hembuskan udara ekshalasi penolong melalui sungkupyang cocok
menutup lubang hidung dan mulut pasienmemberikan konsentrasi
O2, 16%
b. Menggunakan bag valve mask ( BVM )
Hanya digunakan untuk membantu atau membuatkan pernafasan
artinya oksigen berada dalam balonnya harus ditekan akan, masuk ke
paru-paru pasien
Cek BVM lengkap, ada sungkup yang sesuai :
Katup pengatur kelebihan tekanan
Balon tidak bocor
Katup masuk oksigen atau udara yang umumnya berada
dibagian belakang balon
Pipa atau balon cadangan oksigen yang dihubungkan dibelakang
balon ambu bag
4. Terapi Oksigen
Pemberian tambahan oksigen pada pasien agar kebutuhan oksigennya.
(Untuk kehidupan sel – sel yang mempertanggungjawabkan sempurnanya
fungsi organ) dapat terpenuhi

11
Terapi oksigen adalah : Suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial
oksigen pada inspirasi, yang dapat d lakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi ( FiO2 )
b. Meningkatkan tekanan oksigen ( hiperbarik )
Secara umum indikasi terapi oksigen adalah :
a. Mencegah terjadinya hipoksia
b. Terapi terhadap hipoksia
Kondisi yang memerlukan oksigen antara lain :
- Sumbatan jalan nafas
- Distres nafas
- Henti nafas
- Hiperthermia
- Henti Jantung
- Shock
- Nyeri Dada
- Stroke (CVA)
- Trauma Thorax
- Keracunan gas, asap, CO
- Tenggelam
- Pasien Tidak Sadar
- Hypoventilasi

C. Circulation(Pengelolaan Sirkulasi)
Tujuan circulation adalah untuk Mengembalikan fungsi sirkulasi darah
1. Diagnosa : Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama bila terjadi
henti jantung dan shock.
a. Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut
nadi karotis dalam 10 – 15 detik.
b. Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung (primer)
dan kelainan jantung di luar jantung (sekunder) yang harus segera
dikoreksi.

12
c. Diagnosis shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak
teraba atau melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak
pucat, perabaan pada ekstremitas mungkin teraba dingin, basah
dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capillary refill time
> 2 detik).
2. Tindakan :
a. Pada henti jantung lakukan pijat jantung luar minimal 100
kali/menit.
b. Pada pasien shock, letakkan pasien dalam ”posisi shock” yaitu
mengangkat kedua tungkai lebih tinggi dari jantung.
c. Bila pasien shock karena perdarhan, lakukan penghentian sumber
perdarahan yang tampak dari luar dengan melakukan penekanan,
diatas sumber perdarahan kemudian dilakukan pemasangan jalur
intra vena (iv access). Dan pemberian cairan infus kristaloid
berupa ringer lactat atau larutan garam faali (NaCl 0,9 %).
d. Pada pasien dewasa pemasangan jalur intra vena dilakukan
dengan pilihan menggunakan jarum besar (>16 G) di daerah
lengan atas – ante cubiti (lokasi lebih proximal). Sebaiknya
dipasang 2 jalur intra vena bila terdapat perdarahan masif.
3. Catatan :
a. Pada pasien – pasien trauma dengan fraktur tulang extremitas, maka
pemasangan jalur intra vena tak dilakukan pada bagian distal trauma
tersebut.
b. Bagi petugas medis terlatih dan terampil dapat dilakukan pemasangan
jalur intravena pada vena subclavia / vena jugularis untuk itu harus
diketahui komplikasinya.
c. Pada pasien anak dengan kesulitan melakukan pemasangan jalur
intravena dapat dilakukan segara pemasangan jalur intraosseus pada
tuberositas tibia.( di RS soebandi belum di lakukan )
d. Karakteristik dari jenis – jenis shock.

13
e. Pada shock hipovolemik terutama karena perdarahan (terdapat
klasifikasi berat – ringannya) dan karena dehidrasi (muntah, diare).
D. Masalah Syok
Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang kedalamannya
tidak sesuai dengan perdarahan yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa syok yang
terjadi karena kombinasi: akibat perdarahan, akibat nyeri.
Syok adalah ketidak seimbangan antara volume darah yang beredar dan
ketersediaan sistem vascular bed.
1. Penyebab syok:
a. Hipotensi
b. Penurunan atau pengurangan perfusi jaringan atau organ.
c. Hipoksiasel.
2. Penangan syok:
b. Penangana Awal
1) Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada
dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat
2) Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus
dipastikan bahwa jalan napas bebas.
3) Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan
suhu tubuh)
4) Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk
meminimalkan risiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan
untuk memeastikan jalan napasnya terbuka.
5) Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas
karena hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan
mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
6) Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke
jantung (jika memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian
kaki)
c. Penanganan Khusus

14
Mulailah infus intra vena. Darah diambil sebelum
pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji
kecocockan (cross match), pemeriksaan hemoglobin, dan
hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap
termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal
hemostasis, dan uji pembekuan.
d. Etiologi
1) Pendarahan
2) Abortus
3) Infeksi berat
4) Solusio Plasenta
5) Luka jalan lahir
6) Emboli air ketuban
7) Inversio uteri
8) Syok postular
9) Kolaps Vasomotor pospartum
10) Fakta predisposisi timbulnya syok
e. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan
cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem
hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem
neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan
hebat yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade
pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan
melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan
immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak
akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen
akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang
dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan
sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.

15
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas
myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini
timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus
vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus
karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System
kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak,
jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang
meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari
pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan
angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan
pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal.
Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan
konservasi air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan
meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior
yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada
konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan
garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of
Henle.
Patofisiology dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada
yang telah disebutkan . untuk mengexplore lebih dalam mengenai
patofisiology, referensi pada bibliography bias menjadi acuan. Mekanisme
yang telah dipaparkan cukup efektif untuk menjaga perfusi pada organ
vital akibat kehilangan darah yang banyak. Tanpa adanya resusitasi cairan
dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi
biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.
f. Tanda dan Gejala
1) Kesadaran penderita menurun

16
2) Nadi berdenyut cepat ( Lebih dari 140 */menit ) Kemudian
melemah, lambat dan menghilang.
3) Penderita merasa mual ( mau muntah )
4) Kulit penderita dingin, lembab dan pucat.
5) Nafas dangkal dan kadang tak teratur.
6) Mata penderita nampak hampa, tidak bercahaya dan manik
matanya/pupil ) melebar.
Adapun dari buku lain tanda – tanda terjadinya syok obstetri yaitu :
1) Nadi cepat dan halus ( > 112 / menit )
2) Menurunnya tekanan darah ( diastotik < 60 )
3) Pernapasan cepat ( Respirasi > 32 / menit )
4) Pucat ( terutama pada konjungtiva palpebra, telapak tangan,
bibir )
5) Berkeringat, gelisa, aptis / bingungan / pingsan / tidak
sadar.
6) Penanganan awal sangat penting untuk menyelamatkan jiwa
pasien.
g. Jenis atau Klasifikasi Syok
1) Shock Hipovolemik
Penyebab :
a) Muntah, diare yang sering (frekuensi).
b) Dehidrasi karena berbagai sebab.
c) Luka bakar grade II – III yang luas.
d) Trauma dengan perdarahan.
e) Perdarahan masif karena sebab lain.
Diagnosa :
a) Perubahan pada perfusi exstremitas : dingin, basah
dan pucat.
b) Takikardia.

17
c) Pada keadaan lanjut : Takipnue, Penurunan tekanan
darah, Penurunan produksi urine, Tampak pucat,
lemah, apatis.
Tindakan :
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan
infus cairan kristaloid (jumlah lebih dari yang hilang).
Catatan :
Untuk perdarahan dengan shock kelas III – IV selain diberikan
infus kristaloid sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah
sumber perdarahan dihentikan.
Klasifikasi shock dan cara-cara penanganan
2) Syok hipovolemik karena dehidrasi ( muntah, diare )
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolahan
Dehidrasi ringan : Selaput lender kering, Penggantian Volume
Kehilangan cairan tubuh nadi normal atau nadi cairan yang hilang dengan
sekitar 5% BB sedikit meningkat cairan kristaloid ( NaCl
0,9% atau RL )
Dehidrasi sedang : Selaput lender sangat Penggantian volume
Kehilangan cairan tubuh kering, status mental cairan yang hilang dengan
sekitar 8% BB tampak lesu, nadi cepat, cairan kristaloid ( NaCl
tekanan darah mulai 0,9% atau RL )
menurun, oligoria.
Dehidrasi Berat : Selaput lender pecah- Penggantian volume
Kehilangan cairan tubuh pecah, pasien mungkin cairan yang hilang dengan
>10% BB tidak sadar, tekanan cairan kristaloid ( NaCl
darah turun, anuria 0,9% atau RL )
3) Syok hipovolemik karena perdarahan
Prinsip : Penggantian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan
oksigenasi jaringan . Trauma status ( menurut advanced Trauma Live
Support )

18
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolahan
Kelas I : Hanya takhikardi Tak perlu penggantian
Kehilangan volume minimal <100> volume
darah <>
Kelas II : Takhikardia ( 100 – 120 Penggantian volume
Kehilangan volume darah X / menit ), Takipnea ( darah yang hilang dengan
15-30% EBV 20-30 X/ menit ), cairankritaloid ( sejumlah
penurunan pulse 3 kali volume darah yang
pressure, penurunan hilang )
produksi urine ( 20 – 30
cc/jam ).
Kelas III : Takikardia ( > 120 X / Penggantian volume
Kehilangan volume darah menit), darah yang hilang dengan
30 - .40% EBV takipnea (30 - cairan kristaloid dan
40X/menit), perubahan darah
status mental (confused),
penurunan produksi urine
(5-15 cc/jam)
Kelas IV : Takikardia ( > 140 X / Penggantian volume
Kehilangan darah > 40% menit), darah yang hilang dengan
EBV takipnea (30 - cairan kristaloid dan
40X/menit), perfusi darah.
pucat, dingin, basah. Estimated Blood
perubahan status mental Volume EBV=70
(confused, dan lethargic), cc/kg.BB
bila kehilangan volume
>50% pasien tidak sadar,
tekanan sistolik sama
dengan diastolic,
produksi urine minimal

19
atau tidak keluar.
Catatan :
a. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respons
minimal kemungkinan adanya sumber perdrahan aktif harus dihentikan,
segera lakukan pemeriksaan golomgam darah dan cross matched,
konsultasi dengan ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang tampak (
misalnya pada ekstremitas ).
b. Pemasangan monitor CVP di anjurkan ( bila memungkinkan , mampu
melakukan ) pada perdarahan hebat.
c. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (whole blood) atau
komponen darah (packed red cell), yang harus diingat jangan berikan
transfusi darah yang dingin karena akan memperburuk keadaan
(hipotermi), bahkan bila mungkin untuk mencegah hipotermi berikan
kristaloid yang dihangatkan. Dan pada penggantian darah ini tidak
diperlukan penambahan kalsium (penambahan kalsium akan
membahayakan)
4) Shock Kardiogenik
a) Penyebab :
Dapat terjadi pada keadaan – keadaan antara lain : Kontusio
jantung, Tamponade jantung, Tension pneumothoraks.
b) Diagnosa : Hipotensi disertai gangguan irama jantung,
Mungkin terdapat peninggihan tekanan vena jugularis (JVP),
Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung
(bunyi jantung menjauh / redup), pada tension pneumotoraks
(hipersonor dan pergeseran trakea).
c) Tindakan :
o Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus
kristaloid (hati – hatia dengtan jumlah cairan).
o Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropik.
o Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan
monitoring EKG.

20
o Pemasangan jarum torakostomi pada ICS II untuk
mengurangi udara dalam rongga pleura.
d) Catatan :
Pada pembagian jenis shock ada pula yang membagi bahwa
shosk kardiogenik hanya karena gangguan pada fungsi myokard
(misal : karena kontusio jantung) sedangkan tamponade jantung
dan tension pneumothoraks dikelompokkan dalam shock
obstruktif (shock karena obstruksi mekanik).
5) Shock Septik
a) Penyebab :
Karena proses infeksi berlanjut.
b) Diagnosa :
Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi, Fase lanjut tanda klinis
dingin dan vasokontriksi.
c) Tindakan :
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial
Presssure 60 mmHg).
d) Tindakan awal.
Infus cairan kristaloid, pemberian antibiotik, membuang sumber
infeksi (pembedahan).
e) Tindakan lanjut.
Penggunaan cairan koloidlebih baik dengan diberikan vasopresor
(Dopamine atai kombinasi dengan Noradrenalin).
6) Shock Anafilaktik
a) Penyebab
Reaksi anafilaktik berat.
b) Diagnosa
Tanda – tanda shock (penurunan tekanan darah yang tiba – tiba)
dengan riwayat adanya alergi (makanan atau hal – hal lain) atau
setelah pemberian obat – obatan.
c) Tindakan

21
Resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan.
d) Catatan
Tak semua kasus hipotensi adalah tanda – tanda shock.
Tetapi denyut nadi abnormal, irama jantung abnormal dan
bradikardia biasanya merupakan tanda hipotensi.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan
adalah hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan
paru. Breathing (Bernapas) adalah usaha seseorang secara tidak
sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan. Tindakan ini merupakan
salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP).

Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang


cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan
ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain.
Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam
kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila
terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak
permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena
itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan
secara efektif dan efisien.

Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang


kedalamannya tidak sesuai dengan perdarahan yang terjadi. Klasifikasi
Syok: Syok hipovolemik, syok sepsis (endatoxin shock), syok
kardiogenik, dan syok neurogenik.

Penanganan syok terbagi dua bagian yaitu:

2. Penangana Awal
a. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan
siapkan fasilitas tindakan gawat darurat
b. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus
dipastikan bahwa jalan napas bebas.
c. Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan
suhu tubuh)

23
d. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan
risiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memeastikan
jalan napasnya terbuka.
e. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas
karena hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan
mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
f. Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke
jantung (jika memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian
kaki)
3. Penanganan Khusus
Mulailah infus intra vena. Darah diambil sebelum pemberian
cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocockan
(cross match), pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika
memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit,
ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostasis, dan uji
pembekuan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Taufan.2012.Patologi Kebidanan.Yogyakarta;Medical book


Prawirohardjo, Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan.Jakarta;PT. Bina Pustaka
Suddart.2002.Keperawatan Medical Bedah.Jakarta.EGC
http://www.artikelkedokteran.com/arsip/makalah-syok-obstetri.html diakses pada
tanggal 18 April 2013 jam 15.00 WIB

25

Anda mungkin juga menyukai