OLEH:
LALA PITALOKA
NIM 17.024
Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya Keperawatan
(A.Md.Kep) Pada Akademi Keperawatan Islamic Village Tangerang
OLEH:
LALA PITALOKA
NIM 17.024
KTI ini merupakan karya sendiri dan belum pernah dikumpulkan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik
Nama : Lala pitaloka
Tempat tanggal lahir : Tangerang, 07 juli 1999
Nim : 17.024
Alamat rumah : Kp. Pagedangan Ds. Ranca bango Kab. Tangerang
Nomor Hp : 085714710157
Tangerang,
Yang membuat pernyataan
LALA PITALOKA
PERNYATAAN ORISINILITAS
KTI ini saya buat sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan benar.
Nama : Lala pitaloka
Tempat tanggal lahir : Tangerang, 07 juni 1999
Nim : 17.024
Alamat rumah : Kp. Pagedangan Ds. Ranca bango Kec. Rajeg Kab.
Tangerang
Nomor Hp : 085714710157
Tangerang,
Yang membuat pernyataan
LALA PITALOKA
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
OLEH:
LALA PITALOKA
NIM 17.024
Dibawah bimbingan,
Pembimbing I Pembimbing II
Pembimbing I Pembimbing II
Mengesahkan
Direktur Akper Islamic Village Tangerang
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Karena dengan pertolongan-
Nya kami dapat menyelesaikan Proposal studi kasus yang berjudul “Penerapan
Terapi Bermain Pada Anak Prasekolah Post Laparatomi Dengan Ansietas”.
Meskipun banyak rintangan dan hambatan serta waktu yang cukup padat, penulis
dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan baik berkat bantuan dari
berbagai pihak, Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ns. Sudrajat, S.Kep.M.Kep Selaku Direktur Akper Islamic Village
Tangerang
2. Ns. Rina Milawati,S.Kep,M.Kep Selaku dosen pembimbing pertama yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan
kepada penulis
4. Kedua orang tua tercinta (Ayahanda Rapiudin dan Ibunda Siti Fatimah )
yang telah memberikan doa serta dukungan semangat dan berkorban dari
segi moril dan materi
5. Kedua kakak laki-laki saya yang telah memberikan doa serta semangat
untuk adiknya
Penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam pembuatan proposal
penelitian ini. Untuk itu, penulis mohon saran dan kritik yang membangun agar
kedepannya menjadi lebih baik. Semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
tubuh lainnya.
selama bulan januari 2015- oktober 2017 terdapat sebanyak 162 orang
intraabdominal.
nyeri akut pada bagian lokasi operasi, takut dan keterbatasan LGS
hal ini dilakukan segera setelah operasi dengan terapi bermain pada
Anak yang dirawat di rumah sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik
Kecemasan pada anak merupakan hal yang harus segera diatasi, karena
dan lebih memilih untuk berdiam diri (apatis), menolak untuk diberikan
(Wong, 2009).
tindakan tanpa adanya resiko trauma pada anak baik trauma fisik ataupun
trauma psikologis.
bermain.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum asuhan keperawatan ini bertujuan untuk mengetahui
penerapan terapi bermain pada anak prasekolah post laparatomi
dengan ansietas.
TINJAUAN PUSTAKA
a) Usia
Usia dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif
anak. Anak usia prasekolah belum mampu menerima dan
mempersepsikan penyakit dan pengalaman baru dengan
lingkungan asing.
b) (Anak ke-)
Karakteristik saudara dapat mempengaruhi kecemasan pada
anak yang dirawat di rumah sakit. Anak yang dilahirkan sebagai
anak pertama dapat menunjukkan rasa cemas yang berlebihan
dibandingkan anak kedua
c) Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat stress
hospitalisasi, dimana anak perempuan yang menjalani
hospitalisasi memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi
dibanding anak laki-laki, walaupun ada beberapa yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan tingkat kecemasan anak.
d) Pengalaman terhadap sakit dan perawatan di rumah sakit
Anak yang mempunyai pengalaman hospitalisasi
sebelumnya akan memiliki kecemasan yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang belum memiliki pengalaman
sama sekali. Respon anak menunjukkan peningkatan sensitivitas
terhadap lingkungan dan mengingat dengan detail kejadian yang
dialaminya dan lingkungan disekitarnya. Pengalaman pernah
dilakukan perawatan juga membuat anak menghubungkan
kejadian sebelumnya dengan perawatan saat ini. Anak yang
memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat
di rumah sakit sebelumnya akan membuat anak takut dan
trauma. Sebaliknya apabila pengalaman anak dirawat di rumah
sakit mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan
maka akan akan lebih kooperatif.
e) Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah
Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah dikaitkan
dengan dukungan keluarga. Semakin tinggi dukungan keluarga
pada anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi, maka
semakin rendah tingkat kecemasan anak. Jumlah saudara
kandung sangat erat hubungannya dengan dukungan keluarga.
Semakin banyak jumlah saudara kandung, maka anak akan
cenderung cemas, merasa sendiri serta kesepian saat anak harus
dirawat di rumah sakit. Keterlibatan orangtua selama anak
dirawat memberikan perasaan tenang, nyaman, merasa disayang
dan diperhatikan. Koping emosi yang baik dari anak akan
memunculkan rasa percaya diri pada anak dalam menghadapi
permasalahannya. Keterlibatan orangtua dapat memfasilitasi
penguasan anak terhadap lingkungan yang asing.
f) Persepsi anak terhadap sakit
Nomor Responden :
Nama Responden :
Tanggal Pemeriksaan :
No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan Ansietas
- Cemas
- Firasat Buruk
- Takut Akan Pikiran Sendiri
- Mudah Tersinggung
2 Ketegangan
- Merasa Tegang
- Lesu
- Tak Bisa Istirahat Tenang
- Mudah Terkejut
- Mudah Menangis
- Gemetar
- Gelisah
3 Ketakutan
- Pada Gelap
- Pada Orang Asing
- Ditinggal Sendiri
- Pada Binatang Besar
- Pada Keramaian Lalu Lintas
- Pada Kerumunan Orang Banyak
4 Gangguan Tidur
- Sukar Masuk Tidur
- Terbangun Malam Hari
- Tidak Nyenyak
- Bangun dengan Lesu
- Banyak Mimpi-Mimpi
- Mimpi Buruk
- Mimpi Menakutkan
5 Gangguan Kecerdasan
- Sukar Konsentrasi
- Daya Ingat Buruk
6 Perasaan Depresi
- Hilangnya Minat
- Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
- Sedih
- Bangun Dini Hari
- Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang Hari
7 Gejala Somatik (Otot)
- Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
- Kaku
- Kedutan Otot
- Gigi Gemerutuk
- Suara Tidak Stabil
Skor Total =
2.3.1 Pengertian
Pra Sekolah
1) Faktor genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dan mempunyai peran
utama dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak.
Faktor genetic pada anak antara lain adalah berbagai faktor bawaan
yang normal dan patologik, jenis kelamin dan suku bangsa.
2) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan
tercapai tidaknya potensi genetic. Lingkungan yang baik akan
memungkinkan tercapainya potensi genetik sedangkan yang tidak
baik akan menghambatnya.
c) Faktor Pendorong
Faktor pendorong merupakan akibat dari tindakan yang
dilakukan seseorang atau kelompok untuk memerima umpan
balik yang positif atau negatif yang meliputi support sosial,
pengaruh teman, nasehat dan umpan balik oleh pemberi
pelayanan kesehatan atau pembuat keputusan, adanya
keuntungan sosial seperti penghargaan, keuntungan fisik seperti
kenyamanan, hadiah yang nyata, pemberian pujian kepada
seseorang yang mendemonstrasikan tindakannya. Sumber
pendorong tergantung pada objek, tipe program dan tempat. Di
rumah sakit, faktor pendorong bisa berasal dari perawat, dokter
dan keluarga (Green, 2010). Perawat memerlukan faktor
pendorong untuk melaksanakan tindakannya yang berasal dari
sikap atasannya, apakah atasannya memberikan dorongan
terhadap tindakan yang telah di lakukannya, misalnya
memberikan reward, insentif atau nilai angka kredit, pengaruh
teman, adanya dorongan atau ajakan dari perawat lain akan
memberikan dorongan kepada perawat untuk melakukan terapi
bermain secara bersama- sama atau bergantian.
Faktor yang berpengaruh
a) Pengetahuan perawat
Pengetahuan perawat merupakan hal yang dominan dalam
pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit. Perawat
mengetahui fungsi, proses dan evaluasi yang diharapkan
maka hasil yang didapat akan sesuai dengan tujuan terapi
bermain. 8 prinsip dasar dari pendekatan terapi bermain
adalah:
1) Perawat harus menciptakan suasana yang hangat,
hubungan yang bersahabat dengan anak
2) Perawat menerima anak sebagaimana adanya
3) Perawat harus mengembangakan perasaan permisif dalam
hubungan dengan anak
4) Perawat harus waspada terhadap perasaan anak yang
diekspresikan dan direfleksikan kembali dalam bentuk
tingkah laku
5) Perawat diharapakan menghargai kemampuan anak dalam
memecahkan masalahnya sendiri jika diberi kesempatan
untuk melakukannya
6) Perawat tidak diperkenankan langsung menegur perbuatan
anak atau bercakap-cakap dengan cara apapun.
7) Perawat jangan cepat – cepat melakukan terapi
8) Perawat hanya mengembangkan keterbatasan –
keterbatasan yang diperlukan dalam menarik anak untuk
terapi, dan pada kenyataannya akan membuat anak sadar
akan tanggungjawabnya dalam hubungan dengan terapis.
b) Fasilitas, kebijakan RS, kerjasama tim
Faktor lainnya adalah ketersediaan fasilitas sarana dan
prasarana rumah sakit dalam mendukung pelaksanaan terapi
bermain. Ada sebagian rumah sakit yang sudah memiliki
tempat bermain anak, akan tetapi tidak digunakan atau tempat
telah ada dan SOP kebijakan rumah sakit tentang pelaksanaan
terapi bermain sudah ada, tetapi tim diruangan tidak saling
mendukung. Hal ini perlu adanya pemahaman terkait
kebutuhan bermain anak. Masuknya anak kerumah sakit
membawa dampak psikologis hingga dewasanya nanti
c) Keluarga
Faktor keluarga merupakan pendukung dalam pelaksanaan
terapi bermain, perawatan anak di ruang rawat inap anak
sebagian besar bergantung kepada orang tua anak terlebih
pada anak dibawah usia sekolah, lingkungan asing justru
akan menambah kecemasan pada anak, sehingga orang tua
menjadi jembatan dalam pelaksanaan terapi bermain. Selain
itu terapi bermain yang telah dilakukan oleh perawat dapat
ditindak lanjuti dan diteruskan oleh keluarga dalam kegiatan
sehari-hari selama dalam perawatan.
Respon fisiologis
a. Teori Psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian, ID dan superego. ID
mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang
dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang.
Ego atau Aku, berfungsi menengahi hambatan dari dua
elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dari hubungan interpersonal. Ansietas
juga berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti
perpisahan dan kehilangan sehingga menimbulkan
kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah
mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
c. Teori Perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Daftar tentang
pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam
kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yng
berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada
kehidupan selanjutnya.
d. Kajian Keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan
hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang
tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan
ansietas dengan depresi.
e. Kajian Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khusus benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu
mengatur ansietas penghambat dalam aminobutirik.
Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin. Selain itu
telah dibuktikan kesehatan umum seseorang mempunyai
akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stressor.
2. Faktor Presipitasi.
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber
internal atau eksternal. Stressor pencetus dapat
dikelompokkan menjadi 2 kategori :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup
sehari- hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat
membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang
terintegrasi seseorang.
3. Perilaku.
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung
melalui perubahan fisiologi dan perilaku dan secara tidak
langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping
dalam upaya melawan kecemasan. Intensitas perilaku
akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat
kecemasan.
a. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.
Kardiovaskuler Palpitasi.
Jantung berdebar.
Tekanan darah meningkat dan denyut nadi menurun.
Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.
Sistem Respons
Perilaku Gelisah.
Ketegangan fisik.
Tremor.
Gugup.
Bicara cepat.
Tidak ada koordinasi.
Kecenderungan untuk celaka.
Menarik diri.
Menghindar.
Terhambat melakukan aktifitas.
4. Sumber Koping
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan
menggerakkan sumber koping tersebut di lingkungan. Sumber
koping tersebut sebagai modal ekonomok, kemampuan
penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya
dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping.
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai
mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan
ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan
penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat
ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.
Ekspektasi : Menurun
2.7.5 Implementasi
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Implementasi proses keperawatan merupakan rangkaian aktivitas
keperawatan dari hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan
dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektivitas
intervensi yang dilakukan. Bersamaan pula dengan menilai perkembangan
pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang di harapkan. Pada tahap
ini, perawat harus melaksanakan tindakan keperawatan yang ada dalam
rencana keperawatan dan langsung mencatatnya dalam format tindakan
keperawatan (Dinarti, Eryani, R, Nurhaeni, H., Chairani, R., 2013).
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan,perawat harus mengetahui
alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.perawat harus yakin bahwa
tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan yang sudah
direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai
dengan kondisi pasien, selalu dievaluasi apakah sudah efektif, dan selalu
didokumentasikan menurut urutan waktu (Debora, 2013).
2.7.6 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
kriteria hasil sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi
sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi
seluruhnya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses
yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk
mengetahui :
a. Kesesuaian tindakan keperawatan
b. Perbaikan tindakan keperawatan
c. Kebutuhan klien saat ini
d. Perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain
e. Apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan
klien bisa terpenuhi.
Dalam perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni S (Subjektif)
merupakan data informasi berupa ungkapan keluhan pasien, O
(Objektif) merupakan data berupa hasil pengamatan, penilaian, dan
pemeriksaan, A (Analisis atau Assesment) merupakan interpretasi
makna data subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan dalam perencanaan keperawatan tercapai. P
(Planning) merupakan rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa data. Jika tujuan telah tercapai,
maka perawat akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai,
perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan
perencanaan keperawatan pasien (Dinarti, Aryani, R., Nurhaeni, H.,
Chairani, R.,2013).
Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang
sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk memeriksa semua
proses keperawatan (Debora, 2017).
BAB III
Dalam penulisan study kasus ini merupakan orang yang dijadikan sebagai
responden untuk mengambil kasus (Notoatmodjo, 2012). Masalah
keperawatan yang diambil penerapan terapi bermain pada anak prasekolah
post laparatomi dengan ansietas.
BAB IV
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Heri Saputro, Intan Fazrin. (2017). Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit:
Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit; Proses, Manfaat dan Pelaksanaannya.
Ponorogo. Forum Ilmiah kesehatan (FORIKES).
Adriana, Dian. (2013). Tumbuh Kembang Dan Terapi Bermain Pada Anak.
Jakarta: Salemba Medika
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA, Sinopsis psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher, 2010; p.19-31.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Lampiran A
No. Telpon :
Suku Bangsa :
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama :
Riwayat Keluhan :
Keluhan Saat Pengakajian :
4. TUMBUH KEMBANG
E. Pertumbuhan fisik
a) PB/ TB :
b) BB :
c) LK :
d) LLK :
F. Perkembangan ( gunakan DDST/ KPSP untuk menilai perkembangan
anak ) lingkari yang sesuai perkembangan anak
a) Sesuai dengan umur :
b) Meragukan :
c) Kemungkinan penyimpangan :
V. RIWAYAT KELUARGA
a. yang mengasuh :
b. hubungan dengan anggota keluarga :
c. hubungan dengan teman sebaya :
d. pola rekreasi :
e. lingkungan rumah :
Urin normal
Dewasa ( 0,5 - 1 cc / kgBB / jam )
Bayi dan anak ( 1-2 cc/ kgBB/ jam )
IWL
Dewasa ( 15 cc / kgBB / hari )
Anak ( 30-usia (th) / kgBB/ hari )
A. Diagnose medis :
B. Tindakan operasi :
C. Status nutrisi
1) BB :
2) Kebutuhan kalori :
3) Diet :
4) Pola makan :
5) Intake :
D. Status cairan
1) BB :
2) Kebutuhan cairan :
3) Cairan yang diberikan/ intake :
4) Output :
5) IWL :
6) Balance cairan
E. Obat – obatan yang digunakan
No Nama obat Dosis Cara pemberian Waktu
pemberian
F. Aktifitas :
G. Tindakan keperawatan :
2. Urine
3. Feses
4. Sputum
5. Rontgent
USG
EKG
Spirometri
CT scan
Mata :
Cekung/ tidak, bentuk bola mata dan pergerakan bola mata. Pupil:
isokor/ unisokor/ hitam/, konjugtiva : anemis/ merah muda atau
unanemis/ putih, sclera: putih/ unikterik atau ikterik/ kuning, bulu mata
, ketajaman penglihatan
Hidung
Septum: lurus/ tidak, concha nasal: merah muda, secret: ada/ tidak,
pernapasan cuping hidung : ada/ tidak, ada gangguan yang lain/ tidak,
jika ada sebutkan
Telinga
Letak: sejajar/ tidak dengan kantus luar mata, kebersihan lubang
telinga: bersih/ tidak, serumen: ada/tidak, tes pendengaran : normal/
tidak, ada gangguan lain atau tidak? Jika ada sebutkan
Mulut
Bibir: merah/ sianosis/ pucat, kebersihan mulut: bersih/tidak, mukosa
mulut: lembab/ basah/ kering, keadaan tenggorokan/ kelainan: keadaan
gigi ( berlubang, karang gigi, kebersihan gigi, kerusakan lainnya )……
keadaan lidah/ gerakan lidah, adalah kesulitan menelan/ tidak
Leher
Gerakan leher: bebas/tidak, pemeriksaan kelenjar/ pembuluh darah,
kuku kuduk, dll
f. Dada/ pernapasan
Paru – paru
Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi: bentuk dada/ irama
pernapasan, alat bantu pernapasan, nyeri dada, suara nafas, vocal
premitus, dan adakah keluhan yang lain atau tidak
Jantung
Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi: pembesaran jantung, thrill,
bunyi jantung: S1S2 atau ada bunyi jantung tambahan : S3 dan S4
g. Abdomen
IPPA: inspeksi bentuk, pembesaran organ, keadaan umbilicus, teraba
masa/ tidak, adakah nyeri tekan atau tidak, adakah distensi abdomen
atau tidak, adalah hernia umbilicus, peristaltic usus, dan bising usus 5-
8.x/ menit
h. Ekstremitas
Inspeksi kelainan bentuk ekstremitas atau maupun bawah. Ada atau
tidaknya udem, adakah sianosis/ pucat
Pergerakan, tonus otot, reflek lutut, hal-hal lain…
j. Neurologis
Tanda- tanda peradangan selaput otak ( kuku kuduk, kering sign, reflek
Babinski)
Lampiran B
SOP Terapi Bermain