Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN STUDI KASUS STASE PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT MARDI WALUYO BLITAR

CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Oleh:

Arif Prianggara, S.Ked

Pembimbing:

dr. Sas Alwafi

dr. Sigit Aprianto, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-nya kepada penyusun sehingga laporan studi kasus stase penyakit
dalam ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai ujian kasus guna memenuhi
tugas Clerkship serta melatih keterampilan klinis dan komunikasi dalam
menangani kasus kedokteran keluarga secara holistik dan komprehensif.
Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini belum sempurna. Untuk
itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi
perbaikan laporan ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun
ucapkan terima kasih.
Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun,
pembaca serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Penyusun
Arif Prianggara

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
...................................................................................................................
2
DAFTAR ISI
...................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................
.......................................................................................................
4
1.2 Tujuan ............................
.......................................................................................................
5
1.3 Manfaat ...........
.......................................................................................................
5
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
...........................................................................................
6
2.2 Anamnesa
...........................................................................................
6
2.3 Pemeriksaan fisik
8
2.4 Pemeriksaan penunjang
10
2.5 Flow sheet
12
2.6 Diagnosa Holistik
13
2.7 Penatalaksanaan Holistik
14
BAB III IDENTIKASI FUNGSI KELUARGA
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

3
4.1 Anatomi Smal Intestinal
.................................................................................................
25
4.2 Fisiologi Smal Intestinal
.................................................................................................
31
4.3 Definisi dan Epidemiologi Gastroenteritis Akut
.................................................................................................
27
4.4 Etiologi
.................................................................................................
28
4.5 Diagnosa Banding
.................................................................................................
31
4.6 Komplikasi
.................................................................................................
31
BAB V PEMBAHASAN
4.1 Dasar Penegakan Diagnosa
.................................................................................................
34
4.2 Dasar Rencana Penatalaksanaan
.................................................................................................
35
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan holistik
.................................................................................................
39
6.2 Saran komprehensif
.......................................................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA
..............................................................................................................
40

4
LAPORAN STUDI KASUS STASE PENYAKIT DALAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gastroentritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus
yang ditandai dengan diare dan muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit.
(Cecyly, Betz. 2002)
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama
yang menjadi masalah kesehatan masyasakat di Indonesia karena memiliki
insidensi dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan terdapat antara 20-50 kejadian
diare per 100 penduduk setahunnya. Kematian terutama disebabkan karena
penderita mengalami dehidrasi berat. Antara 70-80% penderita terdapat pada
mereka dibawah 5 tahun. Data Departemen Kesehatan menunjukan, diare menjadi
penyakit pembunuh kedua bayi dibawah 5 tahun atau balita di Indonesia, setelah
radang paru ata pneumonia (Makara, Kesehatan, Vol.14, No.1, Juni 2010).
Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia
(bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus (to flow through), merupakan keadaan
abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering. Hal ini disebabkan adanya
perubahan dalam transport air dan elektrolit dalam usus, terutama pada keadaan
dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorpi dan sekresi. Diare sering
didefinisikan sebagai berak lembek cair sampai encer sebanyak 3 kali perhari.
UKK Gasto-hepatologi IDAI (2009) mendefinisikan diare sebagai peningkatan
frekuensi buang air besar dan berubahnya konsistensi menjadi lebih lunak atau
bahkan cair. Diare juga didefinisikan sebagai perubahan pada frekwensi buang air
besar menjadi lebih sering dari normal atau perubahan konsistensi feses menjadi
lebih encer atau kedua-duanya. Umumnya disertai dengan gejala gangguan
saluran pencernaan yang lain seperti mual, muntah, dan nyeri perut, kadang
kadang disertai demam, darah pada feses, dan tenesmus (gejala disentri). Diare

5
juga dapat didefinisikan dari berat tinja lebih dari 200 gram per hari pada populasi
barat, atau kandungan air pada tinja lebih dari 200 cc per hari.
1.2 TUJUAN
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk melatih keterampilan
berkomunikasi mahasiswa dalam berhadapan langsung dengan pasien, guna
mencari informasi sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan penyakit
pasien untuk menunjang diagnosis kasus anak, khususnya gastroenteritis akut
pada Ny. T, dengan upaya pendekatan kedokteran keluarga yang bersifat holistik
dan komprehensif.

1.3 MANFAAT
1. Manfaat Keilmuan
- Diharapkan makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu
pengetahuan tentang gastroenteritis akut pada Ny. T antara lain
etiologi, patofisiologi, gejala dan tanda, komplikasi, prognosis, serta
penanganannya.
2. Manfaat Praktis
- Diharapkan dapat memberikan tambahan literatur dalam menghadapi
keluhan gastroenteritis akut pada Ny. T.
- Sebagai media pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek kedokteran
keluarga dalam penanganan serta pencegahan keluhan gastroenteritis
akut

LAPORAN STUDI KASUS STASE PENYAKIT DALAM

6
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sumbersari gang VI
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Tanggal MRS : 22 Januari 2014
No. RM : 154535
2.1 ANAMNESA
1. Keluhan Utama : BAB lebih dari 10 kali
Harapan : Cepat sembuh seperti sebelum sakit
Kekhawatiran : Semakin berat sakit yang diderita
2. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Ny. T datang ke UGD RSI dengan keluhan BAB lebih dari 10 kali,
mual.
2) Sebelumnya pada tanggal 21 Januari 2014 pasien waktu malam
bangun umtuk solat malam, kemudian setelah solat subuh pasien
BAB terus dengan konsistensi encer dan warna kuning.
3) Tanggal 22 Januari 2014 jam 10.00 WIB buang air besar tidak
berhenti lalu pasien diantarkan ke IGD untuk mendapatkan
penanganan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat alergi obat : disangkal
 Riwayat DM :+
 Riwayat sakit serupa : disangkal
 Riwayat alergi makanan : disangkal
4. Riwayat Pengobatan

7
 Riwayat konsumsi obat :-
 Riwayat Konsumsi Jamu : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
6. Riwayat Gizi
Sehari-hari pasien makan 3 kali/hari. Makan masawkan ssendiri,
memakai nasi, lauk tempe, tahu daging, ikan, memakai sayur, juga
buah.
7. Riwayat Kebiasaan Pasien dan Keluarga
 Riwayat merokok : disangkal
 Riwayat minum alkohol : disangkal
 Riwayat pengisian waktu luang : bersih-bersih rumah, jaga
cucu dan jaga kos.
 Olahraga : jarang
8. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sebagai ibu rumah tangga yang kesehariannya mengerjakan
pekerjaan ibu rumah tangga pada umummnya. Sumber penghasilan
dari suaminya sebagai wirasawasta dan mempunyai kos.

Review of Sistem
1. Kulit : kulit gatal (-), bintik merah di kulit (-)
2. Kepala : pusing (-), rambut rontok (-), luka (-), benjolan (-)
3. Mata : merah (-/-), katarak (-/-), kuning (-/-), Cowong (-)
4. Hidung : tersumbat (-/-), mimisan (-/-), sekret/rhinorrea (-/-)
5. Telinga : Cairan (-/-), nyeri (-/-)
6. Mulut : Sariawan (-), mulut hiperemis (-), mulut kering (-)
7. Tenggorokan : Sakit menelan (-), serak (-), ada rasa tersendat (-)
8. Pernafasan : Sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)
9. Kardiovaskuler : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
10. Abdomen : Nyeri pada daerah ulu hati (-)
11. Gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), diare (+), kembung (-)
12. Genitourinaria : BAK normal BAB cair tanpa lendir dan darah
13. Neurologic : Kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-)
14. Muskuluskeletal : Kaku sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-)
15. Ekstremitas :
a. Atas kanan : bengkak (-), hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)
b. Atas kiri : bengkak (-), hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)
c. Bawah kanan: bengkak (-),hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)
d. Bawah kiri : bengkak (-),hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)

8
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS 456).
2. Tanda Vital dan Status Gizi
 Tanda Vital
Tensi : 160/80 mmhg
Nadi : 78 x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
Berat badan : 60 kg
Tinggi Badan : 158 cm
3. Kulit : Ikterik (-), sianosis (-)
4. Kepala : DBN
5. Mata : Conjunctiva hiperemi (+/+), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (+/+). Mata cowong (-/-)
6. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis(-),
deformitas hidung (-)
7. Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-)
8. Telinga : DBN
9. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
10. Leher : Trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-)
11. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor :I : Tidak ada data
P : Tidak ada data
P : Tidak ada data
A: Tidak ada data
- Pulmo:
I : Tidak ada data
P : Tidak ada data

9
P : Tidak ada data
A: Tidak ada data
Abdomen
I : DBN
A : bising usus (+) meningkat
Pal : Tidak ada data
Per : meteorismus (-)
12. Sistem Collumna Vertebralis : Tidak ada data
13. Ektremitas : Tidak ada data
14. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : Tidak ada data
Fungsi Vegetatif : Tidak ada data
Fungsi Sensorik : Tidak ada data
Fungsi motorik : Tidak ada data

Berdasarkan anamnesis dan data pemeriksaan fisik didapatkan:


Differential diagnosis/Diagnosis banding pada Tn. S adalah:
1. Gastroenteritis Akut e.c viral traveller dengan
dehidrasi ringan
2. Cholera
3. Disentri

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah lengkap
Jumlah sel darah :
Hb : 14,4 g/dL
Ht : 44,3 %
Leukosit : 10,46 ribu/µL
Trombosit : 222 ribu/µL
Eritrosit : 4,73 juta/mm3
PDW : 14,3 fL
RDW : 11.1

10
MPV : 8,32 fL
PCT : 0.2%
LED :-
Index :
MCV : 93,5 fL
MCH : 30,4 pg
MCHC : 32,5%
Differential count :
Basofil : 0,2
Eosinofil : 0,5
Limfosit : 16,0
Monosit :-
Netrofil :-

SGOT : 11
SGPT : 13
Serologi :
Thypi O : 1/80 (+)
Thypi H : negatif
Parathypi OA : negatif
Parathypi OB : negatif

RESUME
 Ny. T datang dengan keluhan BAB cair tanpa lendir dan darah serta mual
dengan intensitas lebih dari 10 kali dalam satu hari, pasien juga mengeluh
tidak nafsu makan
 Pada review of system mual, diare dengan konsistensi encer tanpa lendir
dan darah lebih dari 10 kali sehari.

11
 Pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar limfosit dan neutrofil (12
januari 2014), leukosit, eosinofil, limfosit, neutrofil (13 januari 2014) yang
meningkat dan hasil pemeriksaan serologi Typhi O positif tapi tidak
signifikan.
*data rekam medik 21 dan 23 Januari 2014 RSI UNISMA

2.6 FLOW SHEET


Nama : Ny. T
Diagnosis : Gastroenteritis Akut e.c viral traveller

N Hari / Subjektif Objektif Assesment Planing


o Tanggal
1 Selasa/  BAB KU : tampak DDX :  Infus RA
21/01/201 encer sakit sedang Gastroenteri 30tetes/mn
4 >10x GCS : 456 tis Akut e.c t
 Mual VS : viral  Inj.
 Lemes  T : 160/80 traveller Ceftriaxon
 Tidak mmhg e 2x1gram
nafsu  N: 78x/m  Neurobion
makan lemah 500mg
 R : 20x/m  Primadex
 S : 36,5 3x1
 LBio 2x1
 Ondancent
ron 4mg
2 Rabu / KU : cukup DDX :  Infus RA
22/1/2014 GCS : 456 Gastroenteri 30tetes/mn
VS : tis Akut e.c t
 T : 150/90 viral  Inj.
mmhg traveller Ceftriaxon
 N: 78x/m e 2x1gram
lemah  Neurobion
 R : 20x/m 500mg
 S : 36,5  Primadex
3x1
 LBio 2x1
 Ondancent
ron 4mg

12
3 Kamis / Tidak ada KU : cukup DDX : Boleh pulang
24/1/2014 keluhan GCS : 456 Gastroenteri
VS : tis Akut e.c
 T : 120/80 viral
mmhg traveller
 N: 78x/m (Recovery)
lemah
 R : 20x/m
 S : 36,5

2.6 DIAGNOSIS HOLISTIK


1. Diagnosis dari segi biologis
Working diagnosis : Gastroenteritis Akut e.c viral traveller dengan
dehidrasi ringan
Differential diagnosis:
1. Cholera
2. disentri
2.Diagnosis dari segi psikososial
Hubungan pasien dengan keluarganya harmonis, saling mendukung dan
perhatian.

3. Diagnosa dari segi sosial


Pasien sebagai ibu rumah tangga yang kesehariannya mengerjakan
pekerjaan ibu rumah tangga pada umummnya. Sumber penghasilan dari
suaminya sebagai wirasawasta dan mempunyai kos.
Di lingkungan tempat tinggalnya pasien aktif mengikuti kegiatan
masyarakat.
1. Aspek Personal
Keluhan Utama : BAB encer lebih dari 10 kali
Harapan : Segera sembuh
Kekhawatiran : Penyakitnya semakin parah
2. Aspek Klinis
Gastroenteritis Akut e.c viral traveller dengan dehidrasi ringan
Aspek Resiko Internal
 Pasien memiliki riwayat DM
3. Aspek Resiko Eksternal
 Kegiatan yang padat, mengurus rumah, cucu serta kos-kosan.
4. Aspek Fungsional
Derajat 2 Pasien mampu melakukan aktivitas ringan sehari-hari seperti
sebelum sakit.

13
2.7 PENATALAKSANAAN HOLISTIK
2.7.1 Non farmakoterapi
 Memberikan pengertian dan pemahaman kepada pasien dan keluarga
pasien mengenai penyakit Ny. T (definisi, etiologi, gejala dan tanda,
pengobatan, komplikasi, prognosis, serta pencegahan agar tidak semakin
berat).
 Memberikan masukan dan pengertian bahwa dukungan dan peran aktif
dari keluarga dan orang sekitar sangat diperlukan untuk membantu
pemulihan keadaan Ny. T

2.7.2 Farmakoterapi
R/ IV :
 Ringer Asetate
 Indikasi: Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air
dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan asupan oral terbatas
Kontraindikasi: hipernatremi, hyperkalemi
Sediaan: 500 ml.
R/ Injeksi :
 Ceftriaxone
Isi : Seftriakson 1gram
Indikasi: infeksi gram positif dan negative pada saluran nafas, saluran
kemih,infeksi gonoreal,septisemia,inf tulang dan jaringan
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap cephalosporin dan penicillin
(sebagai reaksi alergi silang)
Dosis: Dewasa dan anak > 12 tahun dan anak BB > 50 kg : 1 - 2 gram
satu kali sehari. Pada infeksi berat yang disebabkan organisme yang
moderat sensitif, dosis dapat dinaikkan sampai 4 gram satu kali sehari.
Sediaan : Ceftriaxone 1 gram injeksi ( 1 box berisi 2 vial serbuk injeksi @
10 mL)

R/ Per Oral :
 Primadex
Isi : Trimetoprin dan sulfametoksazol 80mg dan 400mg, 160mg dan
800mg/tab.
Indikasi: Gastroenteritis, disentri, tifoid, kolera, sistitis, uretritis, sinusitis,
meningitis.
Dosis:
Dewasa : Untuk pengobatan 1 hari : 2x2 tab (interval 12 jam)

14
Anak-anak 8-12thn : 2x1 tab
Anak-anak 1-5thn: 2 x 0,5 tab
 L-Bio
Isi : Rice Starch, maltodextrin, lactobacillus acidhopillus, lactobacillus
casei, lactobacillus salivarius, bifidobacterium infantis, bifidobacterium
lactis, bifidobacterium longum, lactococcus lactis.
Indikasi: Memelihara kesehatan fungsi pencernaan, membantu
mengembalikan fungsi normal pencernaan selama diare, sembelit,
dispepsia, intoleransi laktosa.
Dosis: Dewasa >12 tahun 3 sachet 1 kali sehari

LAPORAN STUDI KASUS STASE PENYAKIT DALAM

BAB III
PEMBAHASAN
ASPEK KEDOKTERAN KELUARGA

IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA


3.1 Identifikasi fungsi keluarga
Pasien
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Ket.
klinik
1 Tn. T Ayah L 68 th SMP Swasta Tidak -

2 Ny.T Ibu P 65 th SMP Swasta Iya -

3 An. R Cucu P 8 th SD Tidak -

4 An. A Cucu L 6 th SD Tidak -


Sumber: data primer, 23 Januari 2014
Kesimpulan:keluarga pasien merupakan keluarga extended Family. Tinggal satu
rumah bersama cucu.

1.2 Fungsi Holistik


1. Fungsi Biologis

15
Ny. T adalah pasien Gastroenteritis Akut e.c viral traveller dengan
dehidrasi ringan.
2. Fungsi Psikologis
Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga
3. Fungsi Sosial
Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam
masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa dan memiliki
hubungan baik dengan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien serta aktif
dalam kegiatan masyarakat..

Fungsi Fisiologis dengan Alat APGAR Score


Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga
yang lain. APGAR score meliputi :
 Adaptation :kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi
dengan anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan, dan
saran dari anggota keluarga yang lain.
 Partnership : menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling
mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami
oleh keluarga tersebut
 Growth : menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru
yang dilakukan anggota keluarga tersebut
 Affection : menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi
antar anggota keluarga
 Resolve : menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang
kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga
yang lain.
 Penilaian :
o Hampir selalu : 2 poin
o Kadang – kadang : 1 poin
o Hampir tak pernah : 0 poin
 Penyimpulan :
o Nilai rata-rata < 5 : kurang

16
o Nilai rata-rata 6-7 : cukup/sedang
o Nilai rata-rata 8-10 : baik

17
Tabel 3.1APGAR score Ny. T (pasien)

Sering/ Kadang- Jarang/


APGAR
selalu kadang Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya

bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan 
baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon 
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama
Kesimpulan: total 10 (APGAR baik)
Tabel 3.2APGAR score Tn.T (suami pasien)
Sering/ Kadang- Jarang/
APGAR
selalu kadang Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya

bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan 
baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon 
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama
Kesimpulan: total 10 (APGAR baik)
Rata-rata apgar score keluarga Tn.S = (10+10)/2 = 10 (Baik)

Fungsi Patologis
Fungsi patologis dari keluarga Ny. T dinilai dengan menggunakan alat
S.C.R.E.E.M sebagai berikut.
Tabel 3.4 SCREEM keluarga penderita
SUMBER PATOLOGIS
Social Hubungan dengan teman-teman ataupun saudara pasien baik, -
hubungan dengan tetangga baik sering ikut kegiatan
lingkungan seperti kerja bakti, acara rutin lingkungan sekitar
rumah pasien, sangat akrab dengan tetangga pasien.
Culture Menggunakan adat-istiadat Jawa, bahasa Jawa, serta bahasa -
Indonesia secara sopan dengan sesama anggota keluarga dan
orang lain dikehidupan sehari-hari. Anggota keluarga juga

18
telah mengikuti perubahan zaman dan tergolong modern.
Religious Keluarga pasien menjalankan shalat 5 waktu dengan baik, -
sering ikut tahlilan tetangga.
Economic Penghasilan keluarga yang relatif baik dan tergolong cukup. -
Educational Tingkat pendidikan keluarga yang baik dan sadar akan -
pendidikan.
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga pasien selalu -
membawa keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan baik
dokter maupun rumah sakit. Saat ini Rumah sakit yang
paling dekat dengan keluarga pasien adalah RSI sehingga
sering membawa langsung keluarga yang sakit ke RSI.
Kesimpulan: Keluarga Ny. T tidak memiliki gangguan pada fungsi patologis

1.4 Pola interaksi keluarga


Diagram 1. Pola interaksi keluarga Ny. T

Ny.
Tn. S
T

An. An. A
R

Keterangan:
: hubungan baik : laki-laki : pasien
: hubungan kurang baik : perempuan

Kesimpulan : Hubungan antara pasien dengan semua anggota keluarga baik.

1.5 Genogram
Alamat lengkap : Jl. Sudanco supriadi kec. Sukun

19
Bentuk keluarga : Extended Family
Tn. T Ny.
Ny. TT

An. An. R
A

Keterangan:
: meninggal dunia : tinggal dalam satu rumah
: laki-laki : pasien
: perempuan

5.6. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi kesehatan


Prilaku Nonprilaku

Pengetahuan Lingkungan

Keluarga ini lumayan Lingkungan bersih, rumah


mengerti masalah pasien bersih, pencahayaan
kesehatan cukup, ventilasi baik.

Sikap
Pelayanan kesehatan
Keluarga ini peduli dengan
Menurut pasien cukup
kesehatan anggota keluarga Ny. T dekat dengan tempat
satu sama lain
tinggal pasien

Tindakan Keturunan

Keluarga segera membawa Keluarga pasien tidak


pasien ke rumah sakit pernah menderita sakit
serupa.

Kesimpulan:
Identifikasi faktor perilaku dan non perilaku keluarga pasien cukup mendukung
kesehatan pasien karena meskipun terdapat kekurangan dipengetahuan keluarga,
keluarga tetap memberikan perhatian dan kepedulian terhadap penyakit yang
diderita pasien.

5.7 Identifikasi lingkungan rumah


5.7.1 Lingkungan Luar Rumah

20
Keluarga pasien tinggal di perumahan dengan jarak antar rumah kurang lebih
satu – duameter. Diluar rumah memiliki tidak pekarangan rumah.
5.7.2 Lingkungan Dalam Rumah
Status kepemilikan hunian : menumpang/kontrak/hibah/milik sendiri
Daerah perumahan : kumuh/padat bersih/berjauhan/mewah
Karakteristik Rumah Kesimpulan
Luas tanah: 9x12 Pasien tinggal
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 orang di rumah
Jarak antar rumah: 1-2 meter dengan kondisi
Rumah Berlantai 2 yang baik, dan
Lantai rumah: keramik menunjang
Dinding rumah: tembok yang telah di cat untuk
Kamar : 3 kamar utama, 10 kamar kos kesembuhan
Ruang tamu : 1 pasien.
Jamban : ada (WC) jarak septitank 1,5 meter
Kamar mandi : ada 2 kamar mandi
Dapur : ada (1 dapur)
Penerangan listrik : cukup memadai
Ketersediaan air bersih :PDAM
Kondisi umum rumah (kamar): rumah yang tertata bersih dan rapi
Tempat pembuangan sampah : Pembuangan sampah di rumah
dikumpulkan di tempat sampah di depan rumah

5.7.3 Denah Rumah

21
Kamar
mandi

22
LAPORAN STUDI KASUS STASE PENYAKIT DALAM

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Gastroenteritis Akut


4.1.1 Anatomi dan Fisiologi Small Intestinal
Anatomi
Usus halus (Small intestinal):
Small intestinal adalah bagian sistem gastrointestinal yang terletak di
antara gaster dan colon. Dinding intestinal kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hepar melalui vena porta. Dinding intestinal
melepaskan lendir (yang melumasi isi intestinal) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding intestinal juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, glukosa dan lipid.
Lapisan small intestine: lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
sirkuler, lapisan otot longitudinal atau memanjang dan lapisan serosa (sebelah
luar)

Gambar 4.1 Small Intestine


Small intestine terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Duodenum
Bagian dari usus halus yang terletak setelah gaster dan
menghubungkannya ke jejunum. Bagian duodenum merupakan bagian terpendek
dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Duodenum merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya

23
oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada duodenum terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu.
Gaster melepaskan makanan (chime) ke dalam duodenum dan masuk
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal pada gaster untuk berhenti
mengalirkan makanan.

Gambar 4.2 Struktur Small Intestine


2. Jejunum
Jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara duodenum dan
ileum. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian jejunum. Jejunum dan ileum digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium.
Permukaan dalam jejunum berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat
dibedakan dengan duodenum, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara
hitologis pula dapat dibedakan dengan ileum, yakni sedikitnya sel goblet dan plak
Peyer. Sedikit sulit untuk membedakan jejunum dan ileum secara makroskopis.

24
3. Illeum
Ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ileum memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan dilanjutkan oleh apendiks. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral
atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

Fisiologi
Suatu lubang pada dinding duodenum menghubungkan duodenum dengan
saluran getah pancreas dan saluran empedu. Saluran dari pankreas ke duodenum
disebut duktus wirsungi dan duktus santorini (accessorius), sedangkan dari
empedu bermuara ke duktus biliaris dan ketiganya bermuara pada sfingter odii.
Pankreas menghasilkan enzim tripsin, amilase, dan lipase yang disalurkan menuju
duodenum. Tripsin berfungsi merombak protein menjadi asam amino. Amilase
mengubah amilum menjadi maltosa. Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol. Getah empedu dihasilkan oleh hepar dan ditampung dalam kantung
empedu. Getah empedu disalurkan ke duodenum. Getah empedu berfungsi untuk
menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Selanjutnya pencernaan makanan dilanjutkan di jejunum. Pada bagian ini
terjadi pencernaan terakhir sebelum zat-zat makanan diserap. Zat-zat makanan
setelah melalui jejunum menjadi bentuk yang siap diserap. Penyerapan zat-zat
makanan terjadi di ileum. Glukosa, vitamin yang larut dalam air, asam amino, dan
mineral setelah diserap oleh vili usus halus; akan dibawa oleh pembuluh darah
dan diedarkan ke seluruh tubuh. Asam lemak, gliserol, dan vitamin yang larut
dalam lemak setelah diserap oleh vili usus halus; akan dibawa oleh pembuluh
getah bening dan akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah.

4.1.2 Definisi dan Epidemiologi Gastroenteritis akut


Diare atau gastroenteritis adalah kondisi dimana terjadi frekuensi
defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi lebih
dari 200 g/hari dan konsistensi feses cair.
Penyakit diare merupakan peningkatan massa tinja, frekuensi buang air
besar, atau fluiditas (tingkat keenceran) tinja dan pembentukan feses yang
melebihi 250 gr/hari yang mengandung air 70% hingga 95%.
Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini
masih tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau

25
sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita
dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di
Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2 kali per tahun.

4.1.3 Etiologi
Menurut Smeltzer (2001:hal 1093) etiologi diare adalah proses infeksi
virus, bakteri (disentri, shigelosis, dan keracunan makanan), obat-obatan tertentu
misalnya (pergantian hormon tiroid, pelunak feses, dan laksatif, antibiotik,
kemoterapi dan antasida), gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi
dan malabsorbsi.
.
Menurut Ngastiyah (2005:hal.224) penyebab diare ada beberapa faktor yaitu :
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare. infeksi enteral meliputi :
a) Infeksi bakteri : vibria, E.Coli, salmonella, shigella, compylobacter,
yersiria, aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus, (virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis)
Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus, Trichuris, Oxyuris, strongy loides,
Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (candida albicans).

2) Infeksi parenteral
Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, pemberian
makanan perselang, gangguan metabolic dan endokrin (Diabetes, Addison,
Tirotoksikosis) serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigellosis,
keracunan makanan).
b. Faktor malabsorbsi yaitu terdiri dari malabsorbsi karbohidrat,
malabsorbsi lemak, dan malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan yaitu makanan basi, beracun, dan alergi pada
makanan.
d. Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas.

4.1.4 Patomekanisme Diare

26
Diare terjadi karena adanya gangguan proses absorpsi dan sekresi
cairan serta elektrolit di dalam saluran cerna. Pada keadaan normal, usus halus
akan mengabsorbsi Na+, Cl-, HCO3
Timbulnya penurunan dalam absorpsi dan peningkatan sekresi
mengakibatkan cairan berlebihan melebihi kapasitas kolon dalam
mengabsorpsi.
Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh faktor mukosa maupun faktor
intra luminal saluran cerna. Faktor mukosa dapat berupa perubahan dinamik
mukosa yaitu adanya peningkatan cell turnover dan fungsi usus yang belum
matang dapat menimbulkan gangguan absorpsi-sekresi dalam saluran cerna.
Penurunan area permukaan mukosa karena atrofi vilus, jejas pada brush
border serta pemotongan.
usus dapat menurunkan absorpsi. Selain itu, gangguan pada sistem
pencernaan (enzim spesifik) atau transport berupa defisiensi enzim
disakaridase dan enterokinase serta kerusakan pada ion transport (Na+/H+,
Cl-/HCO3-) juga menimbulkan gangguan absorpsi.
Faktor-faktor dalam intraluminal sendiri juga ikut berpengaruh, seperti
peningkatan osmolaritas akibat malabsorpsi ( defisiensi disakaridase) dan
bacterial overgrowth. Insufisiensi pankreatik eksokrin, defisiensi garam
empedu dan parasit adalah faktor intra luminal lain penyebab penurunan
absorbsi. Sedangkan peningkatan sekresi disebabkan oleh toksin bakteri
( toxin cholera, E. coli), mediator inflamasi ( eicosanoids, produk sel mast
lain), asam empedu dihidroksi, asam lemak hidroksi dan obat-obatan

27
4.1.5 Diagnosa Banding
- Gastroenteritis akut e.c viral traveller dengan dehidrasi ringan
- Disentri
- Cholera
4.1.6 Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005:hal 225), komplikasi diare yaitu:
a) Dehidrasi
Berdasarkan cairan yang hilang tingkat dehidrasi terbagi menjadi:
1) Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb.
2) Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb.
3) Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125 ml/kg/bb.
Berdasarkan Tonisitas caiaran dehidrasi terbagi menjadi :
1) Isotonis : Kadar Na + : 131 – 150 mEq/L
2) Hipertonis : Kadar Na+ : > 150 mEq/L
3) Hipotonik : < 131 mEq/L

28
b) Renjatan hipovolemik
c) Hipokalemia (dengan gejala lemah, bradikardi, dan perubahan
elektrokardiogram)
d) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktase
e) Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik
f) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).

LAPORAN STUDI KASUS STASE PENYAKIT DALAM

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Dasar Penegakan Diagnosis Kasus


5.1.1 Anamnesis
Ny. T datang dengan keluhan BAB encer tanpa lendir dan darah
dengan frekuensi lebih dari 10 kali sejak pagi serta mual. Pada review of
system didapatkan BAB encer tanpa lendir.

5.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik Ny. T didapatkan peristaltic meningkat.

29
5.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar leukosit
hingga 12,5 ribu pada pemeriksaan awal masuk rumah sakit.
.
5.1.3 Diagnosis Banding
Beberapa kemungkinan yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding, antara lain:
1. Gastroenteritis Akut e.c viral traveller dengan dehidrasi ringan
2. Disentri
3. Cholera

5.2 Penatalaksanaan
Pada umumnya keluhan pasien akan membaik seiring dengan membaiknya
keadaan pasien. Penatalaksanaan yang sering diberikan adalah penanganan
keluhan pasien penanganan dehidrasi, gizi dan pemberian pada pasien. Selain itu
edukasi tentang proses terjadinya penyakit dan penyebabnya sangat penting bagi
pasien agar tidak terulang dimasa yang akan datang.

5.3 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi antara lain :
a) Dehidrasi
Berdasarkan cairan yang hilang tingkat dehidrasi terbagi menjadi:
1) Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb.
2) Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb.
3) Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125
ml/kg/bb.
Berdasarkan Tonisitas caiaran dehidrasi terbagi menjadi :
1) Isotonis : Kadar Na + : 131 – 150 mEq/L
2) Hipertonis : Kadar Na+ : > 150 mEq/L
3) Hipotonik : < 131 mEq/L
b) Renjatan hipovolemik
c) Hipokalemia (dengan gejala lemah, bradikardi, dan perubahan
elektrokardiogram)
d) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktase
e) Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik

30
f) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).

5.4 Prognosis
Kebanyakan pasien dengan diagnosa Gastroenteritis Akut e.c viral
traveller bisa sembuh dengan baik. Komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan
tertunda atau tidak terdeteksi dengan cepat. Cepat dan lambatnya penyembuhan
tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta,
komplikasi dan keadaan penyulit lainnya.
Bahaya yang sering terjadi adalah berlanjutnya status dehidrasi pasien
menjadi dehidrasi berat yang dapat membahayakan keadaan pasien apabila tidak
ditangani dengan baik dan segera.

5.5 Dasar Penegakan Diagnosa


Metode Diagnostik
Penegakan diagnosis diare akut didasarkan pada manifestasi klinis yang
diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih
dilakukan berbagai penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik
untuk mendapatkan metode terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita
diare akut secara menyeluruh.
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15
hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air,
dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan.
Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah
kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien
dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah
tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus
tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Muntah yang
mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada
keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan.

31
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung
atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama
diare. Subyektif dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan
lain-lain.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Pemeriksaan tinja baik
makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk menentukan
diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna
tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain. Pemeriksaan
mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit,
bakteri, dan lain-lain.

5.6 Dasar Rencana Penatalaksanaan

1. Mencegah terjadinya dehidrasi

2. Mengobati Dehidrasi

3. Memberi makanan

4. Mengobati masalah lain

32
CARA MELAKUKAN REHIDRASI

- Untuk Dewasa :
1 jam pertama = 20 cc/KgBB
1 jam kedua = 20 cc/KgBB
1 jam ketiga = 10 cc/KgBB
Tetesan makro = 20 tetes

I. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut

infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa

pemberian anti biotik.


Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda

diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi

ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada

diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.

Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi

antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.

II. Obat anti diare


Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas

racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim

enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.

Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga

33
keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini

tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti

diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.


Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi

difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg

3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari.

Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan

absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi

frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman

dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan

gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit

diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius

atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar

kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,

Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk

kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan

konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan

elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau

diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

34
Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau

Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran

cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan

reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan

mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

35
LAPORAN STUDI KASUS STASE PENYAKIT DALAM

BAB VI
PENUTUP

6.1 KESIMPULAN HOLISTIK


1. Diagnosis dari segi biologis
Working diagnosis : Gastroenteritis Akut e.c viral traveller dengan
dehidrasi ringan
Differential diagnosis:
Gastroenteritis Akut e.c viral traveller
Disentri
Cholera

2. Diagnosis dari segi psikososial


Hubungan Ny. T dengan keluarganya harmonis, saling mendukung dan
perhatian
3. Diagnosa dari segi sosial
Pasien sebagai ibu rumah tangga yang kesehariannya mengerjakan
pekerjaan ibu rumah tangga pada umummnya. Sumber penghasilan dari
suaminya sebagai wirasawasta dan mempunyai kos.
Di lingkungan tempat tinggalnya pasien aktif mengikuti kegiatan
masyarakat.

6.2 SARAN KOMPREHENSIF


1 Memberikan pengertian dan pemahaman kepada pasien dan keluarga
pasien mengenai sakit yang dialami pasien (definisi, etiologi, gejala dan
tanda, pengobatan, komplikasi, prognosis, serta pencegahan agar tidak
semakin berat).
2 Memberikan masukan dan pengertian bahwa dukungan dan peran aktif
dari keluarga dan orang sekitar sangat diperlukan untuk membantu
pemulihan keadaan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adisasmito W., 2007. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia. Systemic
Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
2. Ahlquist D.A, and Camilleri M., 2005. Diarrhea and Constipation. In: Harrison’s
Principles Of Internal Medicine 16th ed. USA: McGraw Hill. 224-233.
3. Brotowasisto, 1997. Diare, Penanggulangan dan Hasil-hasilnya. Dalam: Simatupang M.,
2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare pada Balita Di
Kota Sibolga Tahun 2003. Program Pascasarjana, Medan: Universitas Sumatera Utara.

36
4. Budiarso R. et al., 1986. Survey Kesehatan Rumah Tangga. Dalam: Harianto, 1991.
Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen
Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta. Depkes RI, 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan
Program Pemberantasan Penyakit Diare, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.
5. Gertruida, Surahni T., Ninik S., Sukowidodo, 1990. Laporan Pelaksanaan Komunikasi
Program P2 Diare di Indonesia. Dalam: Harianto, 1991. Penyuluhan Penggunaan Oralit
untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia,
Jakarta.
6. Harianto, 2004. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di
Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.
7. Hasan R., Atalas H., 1985. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ed. ke-11. Jakarta: Infomedika Jakarta.
8. Kliegman R.M., Marcdante K.J., and Behrman R.E., 2006. Nelson Essentials of
Pediatric. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
9. Sinthamurniwaty, 2006. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi
Kasus di Kabupaten Semarang). Progr am Studi Epidemiologi Pascasarjana, Semarang:
Universitas Diponegoro.
10. Soetjiningsih, 2002. Gizi untuk Tumbuh Kembang Anak. Dalam: Moersintowarti B.N. et
al., ed. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto, 22-38.
11. Suharyono, 1986. Diare Akut. Dalam: Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003.
Program Pascasarjana, Medan: Universitas Sumatera Utara.
12. Sutanto A.H., 1984. Rehidrasi Oral Pemantapan dan Pembudayaannya Dalam Upaya
Penanggulangan Diare. Dalam: Harianto, 1991. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk
Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia,
Jakarta.
13. Sutoto, 1992. Pemberantasan Penyakit Diare Dalam Repelita V, Depkes. Dalam:
Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program Pascasarjana, Medan: Universitas
Sumatera Utara.
14. Winardi B., 1981. Diare dan Upaya Pemberantasannya. Dalam: Harianto, 1991.
Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen
Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.
15. Aldous, Michael. Nutritional Issues for Infants and Toddlers. Pediatric Annals February
1999.
16. American Academy of Pediatrics, Committee on Nutrition. Soy Protein-baed Formulas:
Recommendations for Use in Infant Feeding. Pediatrics. 1998: 101(1):148-153.
17. Bhatia, Jatinder, Bucher Colleen, and Bunyapen, Chantrapa. Nutrition in Infancy:
Implications for Practice. Pediatric Annals. August 1998.
18. American Academy of Pediatrics. Use of Soy Based Formulas in Infant Feeding. May
2008

37

Anda mungkin juga menyukai