Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami
kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, sehingga dapat memenuhi
tugas mata kuliah “Studi Ekonomi Islam” dalam bentuk resume, Sholawat serta salam semoga
selalu terlimpahkan pada junjungan kita Nabiyullah Muhammad, SAW.

Dalam penulisan resume ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuan kami yang terbatas, maka resume yang berjudul "Problematika Ekonomi Islam" ini,
masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan resume ini, kami berharap dari resume yang kami susun ini dapat
bermamfaat dan menambah wawasan bagi kami maupun pembaca. Amin.

Tulungagung, 20 Oktober 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….1

DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………………....2

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………….…….3

BAB II : KAJIAN TEORI

A. Sistem pemenuhan kebutuhan manusia…………..….…….…4


B. Kemiskinan………………………………………………………….….………….8
C. Globalisasi ekonomi………………………………..………………………13
D. Uang dan capital……………………………………..……………………….15

BAB III : KESIMPULAN…………………………………………...………………………….19

REFERENSI……………………………………………………………...………………………...
.19

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas islam, akan tetapi sistem
ekonomi yang diterapkan bukanlah sistem ekonomi islam. Ekonomi islam adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang didasari oleh nilai-
nilai islam. Namun dalam perkembangannya, sistem ekonomi islam hanya dikenal dalam
ruang lingkup yang sempit yakni hanya pada lembaga-lembaga keuangan syariah seperti
bank-bank syariah, pegadaian syariah dan lain-lain.
Dalam kehidupan sehari-hari Indonesia juga tidak lepas dari permaslahan-
permasalahan ekonomi. Baik dalam soal pemenuhan kebutuhannya, kemiskinan,
globaloisai ekonomi, dan keadaan keuangan. Semua itu terjadi karena adanya pembanguan
yang tidak merata, banyak masyarakat di luar sana yang hidup kesusahan dalam segi
ekonomi, maupunn materi. Indonesia telah sukses melaksanakan berbagai adaptasi sebagai
upaya untuk mengurangi penduduk miskin. Meskipun demikian, masalah pengentasan
kemiskinan sangat mendesak saat ini. Belum lagi tentang masalah perkonomian yang
sekarang semakin komplek, dimulainya MEA (masyarakat ekonomi asia). Dimana dalam
kegiatan perekonomian,barang dari pasar-pasar luar negri bebas masuk dan bersaing secara
bebas dengan produk-produk local Indonesia. Semua yang terjadi tidak lepas dari
globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi menyebabkan mudahnya barang-barang dari
luar negri yang masuk ke Indonesia, entah itu barang yang bermanfaat atau merugikan.
Karena itu, sebagai generasi penerus kita bukan hanya mengetahui tetapi juga harus
memahami tentang problematika kegiatan perekonomian. Untuk itu, terlebih dahulu kita
harus memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi saat ini. Dalam rangka
menuju kehidupan lebih baik lagi.

BAB II
KAJIAN TEORI

3
A. Sitem Pemenuhan Kebutuhan Manusia

Sistem kebutuhan masyarakat

Kebutuhan masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa,
Sebagian barang dan jasa ini diimport dari luat negeri. Tetapi kebanyakan diproduksikan di dalam
negeri.1 Kebutuhan (need) manusia meliputi kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian,
keamanan, kebutuhan sosial, serta kebutuhan individu akan pengetahuan, dan suatu keinginan
mengekspresikan diri, Dari Sifatnya, dalam pandangan ekonomi, kebutuhan (need) manusia itu
terdiri dari kebutuhan-kebutuhan primer seperti pangan, sandang, dan papan, kebutuhan sekunder
(pelengkap). dan kebutuhan tersier.

Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan hidup manusia sama dengan teori Moslow yang diawali dari
kebutuhan pokok atau dasar. Menurut teori yang menganut pola ekonomi individualistik-
materialistik ini, keperluan hidup itu berawal dari pemenuhan keperluan hidup yang bersifat dasar
(basic need). Kemudian, pemenuhan keperluan hidup berupa keamanan, kenyamanan, dan
aktualisai.

Dalam perspektif ekonomi Islam, kebutuhan manusia itu terbagi pada:

1. kebutuhan dharuri (pokok) yang merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dan dipelihara jika
tidak dapat terpenuhi, justru akan mengancam kehidupan manusia.

Kebutuhan dharuri terdiri dari

1) ad-din, yakni pemenuhan kebutuhan agama seperti ibadah,

2) al-nafs, yakni pemenuhan kebutuhan diri/jiwa seperti makan,

3) al-aql, yakni pemenuhan kebutuhan akal seperti menuntut ilmu,

4) al-nast, yakni pemenuhan kebutuhan akan berumahtangga seperti menikah,

5) al-mal, yakni pemenuhan kebutuhan akan harta benda.

1
Sadono Sukirno, Mikroekonomi Teori Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 5.

4
Kelima kebutuhan dharuri ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bila ada satu
jenis kebutuhan yang diabaikan atau tidak terpenuhi, akan menimbulkan kepincangan dalam
kehidupan manusia.

2. kebutuhan yang bersifat al-haji, yakni kebutuhan yang bersia pelengkap yang mengokohkan,
menguatkan, dan melindungi keburuban yang bersifat hajjf, seperti melanjutkan pendidikan
sampai ke jenjans perguruan tinggi.

3. kebutuhan yang bersifat tahsini, merupakan kebutuh yang bersifat memperindah pelaksanaan
kebutuhan dharuri dan haijt, sepr penggunaan telepon genggam dalam berkomunikasi2.

Jenis-jenis Barang

Terdapat banyak cara untuk menggolongkan jenis-jenis barang dalam perekonomian. Pertama
sekali perlu dibedakan antara barang ekonomi dan barang cuma-cuma. Barang ekonomi adalah
barang yang memerlukan usaha untuk memperolehnya (contoh: beras, makanan lain dan barang-
barang produksi industri). Sedangkan barang cuma-cuma seperti udara, oksigen, sinar matahari
dan air hujan, adalah barang yang dapat dinikmati tanpa melakukan kegiatan memproduksi.
Barang ekonomi dapat pula dibedakan kepada barang konsumsi (contoh: makanan, pakaian dan
sepeda motor) dan barang modal (contoh: mesin, peralatan bengkel, dan bangunan perkantoran).
Barang ekonomi juga dapat dibedakan antara barang akhir contoh: roti, kursi dan mobil) dan
barang setengah jadi (contoh: tepung gandum, karet dan minyak kelapa sawit). Selanjutnya,
dalam teori ekonomi terdapat dua cara penggolongan lain yaitu:

1. Berdasarkan kepentingan barang tersebut dalam kebidupan manusia. Barang-barang tersebut


dibedakan kepada barang inferior (contoh: ikan asin dan ubi kayu), barang esensial (contoh:
beras, guladan kopi), barang normal (contoh: baju dan buku) dan barang mewah (contoh: mobil
dan emas).

2 Berdasarkan cara pengnaan barang terebut ole maryarakat. Barang-barang tersebut dibedakan
menjadi barang pribadi (contoh: makanan, pakaian dan mobil) dan barang publik (contoh:
jalan raya, lampu lalu lintas dan mercu suar).

2
Rozalinda, Ekonomi Islam : Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005),hlm.
104-106.

5
Kebutuhan Yang tidak terbatas

Secara umum dapat dikatakan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat adalah bersumber dari
jumlah kebutuhan yang tidak terbatas. Biasanya manusia tidak pernah merasa puas dengan
benda yang mereka peroleh dan prestasí yang mereka capai.

Faktor-faktor Produksi

Faktor-faktor produksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan oleh
manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Faktor-faktor produksi
adakalanya dinyatakan dengan istilah lain, yaitu sumber-sumber daya.

Faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian dibedakan kepada empat jenis, yaitu seperti
yang diterangkan di bawah ini

1. Tanah dan sumber alam

Faktor produksi ini disediakan.alam, Faktor produksi ini meliputi tanah, berbagai jenis barang
tambang, hasil hutan dan sumber alam yang dapat dijadikan modal seperti air yang dibendung
untuk irigasi atau untuk pembangkit tenaga listrik.

2. Tenaga kerja

Faktor produksi ini bukan saja berarti jumlah buruh yang terdapat dalam perekonomian.
Pengertian tenaga kerja meliputi juga keahlian dan ketrampilan yang mereka miliki. Dari segi
keahlian dan pendidikannya,

Tenaga kerja dibedakan kepada tiga golongan berikut

1. Tenaga kerja kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau rendah pendidikannya
dan tidak memiliki keahlian dalam suatu bidang pekerjaan.

2. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari pelatihan atau
pengalaman kerja seperti montir mobil, tukang kayu dan ahli mereparasi TV dan radio.

3. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan cukup tingei dan ahli
dalam bidang tertentu seperti dokter, akuntan, ahli ekonomi dan insinyur.

6
3. Modal

Faktor produksi ini merupakan benda yang diciptakan oleh manusia dan digunakan untuk
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang mereka butuhkan.

4. Keahlian keusahawanan

Faktor produksi ini berbentuk keahlian dan kemampuan pengusaha untuk mendirikan dan
mengembangkan berbagai kegiatan usaha.

Keterbatasan Kemampuan Memproduksi

Di dalam masyarakat, faktor-faktor produksi yang tersedia relatif terbatas jumlahnya.


Kemampuannya untuk memproduksi barang dan jasa adalah jauh lebih rendah daripada jumlah
"keinginan" masyarakat tersebut.3

B. Kemiskinan

Pengertian Kemiskinan, kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problem yang
muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negara-negara yang sedang
berkembang. Masalah kemiskinan ini menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara
berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya pemecahan masalah
kemiskinan tersebut sebagai upaya untuk mempercepat puar proses pembangunan yang selama ini
sedang dilaksana- kan. Istilah kemiskinan sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang asing

3
Sadono Sukirno, Mikroekonomi Teori Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003), hlm. 5-7.

7
dalam kehidupan kita. Kemiskinan yang dimaksud di sini adalah kemiskinan ditinjau dari segi
material (ekonomi).

Faktor-faktor Timbulnya Kemiskinan, yaitu:

a. Pendidikan yang terlampau rendah dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah
menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampi- lan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupannya. Keterbatasan pendidikan/keterampilan yang dimiliki menyebabkan
keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja. Atas dasar kenyataan di atas dia
miskin karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
b. Malas bekerja Sikap malas merupakan suatu masalah yang cukup memprihatinkan, karena
masalah ini menyangkut mentalitas dan kepribadian seseorang. Adanya sikap malas ini
seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja. Atau bersikap pasif
dalam hidupnya (sikap bersandar pada nasib). Sikap malas ini cenderung untuk menggan-
tungkan hidupnya pada orang lain, baik dari keluarga, saudara atau famili yang dipandang
mempunyai kemam- puan untuk menanggung kebutuhan hidup mereka.
c. Keterbatasan sumber alam Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber
alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Sering dikatakan oleh
para ahli, bahwa masyarakat itu miskin karena memang dasarnya "ala-miah miskin"
Alamiah miskin yang dimaksud di sini adalah kekayaan alamnya, misalnya tanahnya
berbatu-batu, tidak menyimpan kekayaan mineral dan sebagainya. Dengan demikian
layaklah kalau miskin sumber daya alam miskin juga masyarakatnya.
d. Terbatasnya lapangan kerja Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konse- kuensi
kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal banyak orang mengatakan bahwa
seseorang/masyarakat harus mampu menciptakan lapangan kerja baru. Tetapi secara
faktual hal tersebut kecil kemungkinannya, karena adanya keterbatasan kemampuan
seseorang baik yang berupa "skill" maupun modal.
e. Keterbatasan modaln Keterbatasan modal adalah sebuah kenyataan yang ada di negara-
negara yang sedang berkembang, kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada sebagian
besar masyarakat di negara tersebut. Seorang miskin sebab mereka tidak mempunyai
modal untuk melengkapi alat ataupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang
mereka miliki dengan suatu tujuan untuk mem- peroleh penghasilan. Keterbatasan modal

8
bagi negara- negara yang sedang berkembang dapat diibaratkan sebagai suatu lingkaran
yang tak berujung pangkal baik dari segi permintaan akan modal maupun dari segi
penawaran akan modal.4

Indonesia telah sukses melaksanakan berbagai adaptasi sebagai upaya untuk mengurangi
jumlah penduduk miskin. Meskipun demikian, masalah pengentasan kemiskinan sangat mendesak
pada saat ini. Beberapa penyebab dari kondisi tersebut antara lain adalah: Pertama, upaya
mengurangi tingkat kemiskinan menghadapi tahapan jenuh sejak pertengahan 1980 an. Kedua,
secara bersamaan dengan kejenuhan upaya diatas, terdapat kecenderungan ketidak merataan antar
wilayah. Terakhir, isu yang akhir-akhir ini muncul tentang kemiskinan di hubungkan dengan lebih
dari 11,5 juta keluarga yang hampir miskin di tahun 1990.

Sehubung dengan upaya pengentasan kemiskinan, terdapat dua program besar yang sedang
dilaksanakan oleh pemerintah yaitu pengentasan kemiskinan melalui Inpres Desa Tertinggal
(IDT), Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) dan Kredit Keluarga Sejahtera (Kukestra).
Keberhasilan program pengentasan kemiskinan, sama seperti program pembangunan yang lain,
terletak pada identifikasi akurat terhadap kelompok dan wilayah yang ditargetkan. Olaeh karena
itu keberhasilan pengentasan kemiskinan terletak kepada berapa langkah, yang di mulai dari
formulasi kebijaksanaan yaitu mengidentifikasi siapa yang miskin dan di mana mereka berada. 5

Bila diteliti golongan-golongan miskin yang tidak terjamah oleh hasil-hasil pembangunan,
karena:

 Ketimpangan dalam peningkatan pendidikan.


Selama belum ada kewajiban belajar golongan miskin tidak akan mampu
berpartisipasi mengenyam peningkatan ang- garan pendidikan.
 Ketidakmerataan kemampuan untuk berpartisipasi.
Untuk berpartisipasi diperlukan tingkat pendidikan, ketrampilan, relasi, dan
sebagainya Golongan miskin tidak memilikinya
 Ketidakmerataan pemilikan alat-alat produksi.

4
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2009), Hal. 343-345.
5
Sutyatie Soemitro Remi dan Prijino Tjiptoeharijanto, Kemiskinan dan Ketidakmerataan Di Indonesia, (Jakarta: PT.
RINEKA CIPTA, 2000), Hal. 1-2.

9
Golongan miskin tidak memiliki alat-alat produksi, penghasilannya untuk makan
saja sudah susah, sehingga tidak mungkin membentuk modal.
 Ketidakmerataan kesempatan terhadap modal dan kredit yang ada.
Modal dan kredit pemberiannya menghendaki syarat-syarat tertentu dan golongan
miskin tidak mungkin memenuhi persyaratannya.
 Ketidakmerataan menduduki jabatan-jabatan.
Untuk mendapat pekerjaan yang dapat memberi makan pada keluarga saja sudah
susah, apalagi menduduki jabatan-jabatan yang sering memerlukan relasi tertentu dan
persyaratan tertentu.

 Ketidakmerataan mempengaruhi pasaran.


Karena miskin dan pendidikannya rendah, maka tidak mungkin golongan miskin
dapat mempengaruhi pasaran.
 Ketidakmerataan kemampuan menghindari musibah misal- nya penyakit, kecelakaan,
dan ketidakberuntungan lainnya.
Bagi golongan miskin dibutuhkan bantuan untuk dapat mengatasi musibah tersebut.
Mengharapkan dari mereka sendiri untuk dapat mengangkat dirinya tanpa pertolongan,
sukar dipastikan.
 Laju pertambahan pendudtuk lebih memberatkan golongan miskin.
Dengan jumlah keluarga besar, mereka sulit dapat menyekolahkan, memberi
makan, dan pakaian secukup- nya. Hanya keluarga yang kaya atau berpenghasilan
besar sajalah yang mampu. Dapatlah dipastikan bahwa golongan berpengh asil an ren-
dah, karena kurang terjamah pendidikan, tidak memiliki sarana- sarana, misalnya
kredit, modal, alat-alat produksi, relasi dan sebagainya, tidak akan mampu
berpartisipasi dalam pertum- buhan ekonomi dan menikmati pembagian hasil-hasilnya
tanpa adanya kebijaksanaan khusus yang ditujukan untuk mengangkat mereka.6

Perbandingan antara wilayah pedesaan dan perkotaan memperlihatkan bahwa jumlah


anggota rumah tangga tidaklah terlalu berbeda. Analisis tersebut juga dapat menunjukkan

6
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2009), Hal. 351-352.

10
keberhasilan keluarga berencana di wilayah pedesaan. Di samping itu, juga merefleksikan Tren
dalam Kemiskinan dan Ketidakmerataan. Sesuai dengan analisis tingkat beban sebagaimana
diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa peluang yang luas dalam lapangan kerja dan fasilitas
melakukan usaha adalah kebijaksanaan yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan rumah tangga.
Lapangan kerja yang diberikan dan fasilitasnya harus diikuti oleh peningkatan produktivitas dan
remunerasi (kompensasi jasa bagi faktor produksi). Oleh karena itu, gaji bersih yang dibawa
pulang oleh pekerja/pengusaha selayaknya mencukupi untuk membiayai tanggungannya dan di
samping itu masih mempunyai beberapa sisa untuk ditabung. Tabungan ini akan digunakan untuk
menghasilkan modal baik sebagai awal usaha baru atau untuk menggalakkan aktivitas usaha yang
ada sekarang.7

Pengusaha pedesaan merupakan citra yang jauh dari konglomerat. Oleh karena itu jelas
perlu adanya upaya mengembangkan usaha kecil di wilayah pedesaan. Hal ini perlu diberikan
kepada mereka peluang untuk tumbuh dan produktif, sehingga akan mengembangkan
kesejahteraan pemiliknya. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diperlukan adalah menyelesaikan
masalah-masalah penciptaan modal, bahan mentah, produksi dan pengelolaan usaha, serta
pemasaran. Di wilayah perkotaan dan pedesaan serta di setiap sub-wilayah seperti di Jawa-Bali, di
luar Jawa-Bali, di bagian timur Indonesia, maupun di bagian barat Indonesia lebih banyak kepala
rumah tangga miskin yang menjadi pengusaha ketimbang menjadi buruh. Meskipun demikian, jika
dipisahkan antara wilayah pedesaan dengan wilayah perkotaan, jelaslah bahwa kepala rumah
tangga miskin pada wilayah perkotaan di Jawa- Bali, di luar Jawa-Bali, dan bagian barat Indonesia
lebih banyak buruh ketimbang pengusaha. Angka yang menyolok terlihat di wilayah pedesaan.
Fakta ini memperlihatkan bahwa adalah perlu untuk memberikan kebijaksanaan guna
memperbaiki kondisi buruh di wilayah perkotaan dan pengusaha kecil di wilayah pedesaan di
Jawa-Bali, luar Jawa-Bali, dan bagian barat Indonesia.8

7
Sutyatie Soemitro Remi dan Prijino Tjiptoeharijanto, Kemiskinan dan Ketidakmerataan Di Indonesia, (Jakarta: PT.
RINEKA CIPTA, 2000), Hal. 13-14.
8
Ibid,Hal.17.

11
C. Globalisasi Ekonomi
Globalisasi yang terjadi saat ini sedang membentuk kekuatan ekonomi tunggal yang
menghapus batas-batas ekonomi negara yang memudahkan arus perpindahan barang, modal,
manusia, dan informasi. Dengan didorong oleh mekanisme pasar, globalisasi meninngkatkan
perluasan dan dominasi pasar global. Ini berarti, pengambilan keputusan ekonomi dan bisnis
perlu memperhitungkan pasar daripada kekuasaaan atau kepentingan otoritas bisnis semata.
Globalisasi menciptakan keterbukaan dan interdepensi ekonomi telah menyulitkan negara
dengan ekonomi yang rapuh dan tidak demokratis, dalam arti tidak melindungi kepentingan
public. Di satu pihak, globalisasi telah berdampak pada krisis ekonomi, namun di pihak lain
mendorong proses kehidupan yang demokratis. Krisis ekonomi yang di alami Indonesia,
sebagaimana juga dialami negara-negara Asia Timur lainnya, tidak lepas dari kebobrokan
kehidupan bisnis/konglomerat yang tidak transparan dan mengutamakan
kekuasaan/monopoli daripada kepentingan public. Praktik-praktik monopoli dan oligopoly
menjauhkan tercapainya tuntunan kualitas hidup yang tinggi dari suatu masyarakat,
sebaliknya menimbulkan kesenjangan ekonomi yang amat memprihatinkan.9
Persoalan globalisasi ekonomi bangsa, kini tidak hanya menjadi hard-fact, bahkan
secara perlahan telah mengalami proses institusional yang semakin sistematis terutama pasca
terbentuknya World Trade Organisation (WTO) tahun lalu. Kini proses globalisasi tersebut
telah berganti menjadi era “pax-americana”, yakni menunggalnya kembali dunia di tangan
Amerika atau paling tidak bersama para partnernya di kelompok tujuh negara industri paling
kaya.
Padahal kalau kita bicara Indonesia , apalagi menyangkut prospek kemandirian bangsa
berhadapan dengan globalisasi ekonomi, haruslah memperhitungkan agenda yang kompleks
yang mustahil tercakup dalam kerangka teknis ekonomi semata. Misalnya implikasi

9
Ronald Nangoi, Pemberdayaan di Era Ekonomi Pembangunan, (Jakarta: PT Grasindo,2004), hlm. 24-25.

12
globalisasi tersebut untuk berbagai kategori sub-sub peradaban dari mulai kompetisi dengan
warga di pusat-pusat metropolis dunia hingga warga yang marginalis yang setiap saat justru
tergusur oleh deru mesin pembangunan. Untuk menambah proses penyadaran tentang
pentingnya kemandirian dalam konteks globalisasi ekonomi menguak historical setting dan
komparasi model pembangunan “non barat” di luar komunis10. Yang harus kita kenali
pertama adalah, model pembangunan “autarki” (keterlibatan yang relative kecil dari modal
asing), kedua model pembangunan “wakil dari proyek besar-besaran demokrasi ala barat”
dan yang ketiga “model pembangunan non barat dengan skema terbuka terhadap kerja sama
dengan barat” (termasuk modal asing).
Globalisasi ekonomi terjadi pada beberapa bidang, seperti pada globalisasi produksi,
globalisasi pembiayaan, globalisasi tenaga kerja, globalisasi jaringan informasi, globalisasi
perdagangan. Dengan adanya globalisasi ekonomi ini menyebabkan beberapa persoalan
tentang masalah ketimpangan pendapatan perkapita antar negara maju dan bekembang di
dunia. Persoalan ekonomi bangsa yang semakin intensif bukanlah semata persoalan teknis
ekonomi. Tapi antara lain akan menyangkut persoalan menciptakan keseimbangan yang
mendorong efisiensi semua actor ekonomi termasuk birokrasi yang tidak korup, keterkaitan
kiprah internasional bisnis besar dengan ketangguhan lembaga ekonomi rakyat baik dengan
koperasi dengan sector informal.11

D. Uang dan Capital

Uang dalam dimensi sosial memiliki dua pembahasan penting, yaitu bagaimana
masyarakat memengaruhi fenomena uang dan keuangan dan bagaimana fenomena uang

10
Dr. Didin S. Damanhuri, Ekonomi Politik Alternatif, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm.81-82.
11
Dr. Didin S. Damanhuri, Ekonomi Politik Alternatif (Jakarata: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm. 82-86.

13
dan keuangan bisa memengaruhi masyarakat. Tidak ada yang bisa membantah bahwa uang
adalah sesuatu yang sangat berharga. Uabg tidak hanya membuat kebutuhan dan keinginan
kita terpenuhi. Tetapi, uang juga dapat membuat orang bisa sangat berkuasa. Uang bisa
mempengaruhi pandangan hidup dan sikap sosial kemasyarakatan. Mulai pada manusia
pada level sosial,ekonomi dan politik paling rendah sampai sebagian kecil masyarakat
kelas atas. Korupsi, kolusi, nepotisme dari jenis yang paling sederhana sampai paling rumit
tidak pernah jauh dari persoalan uang. Begitu juga dengan berbagai tindakan kriminalitas
yang terjadi di masyarakat setiap hari.12

Konsep kapitalisme terutama dapat ditelusuri dari tulisan para ahli teori sosialis.
Karya Sombart adaaah konsep kapitalisme yang secara pasti diakui sebagai dasar bagi
sistem pemikiran ekonomi. Konsep ini menunjukkan bahwa "kapitalisme" adalah suatu
sistem ekonomi yang secara jelas ditandai oleh berkuasanya "kapital". Kapitalisme
mengandung unsur pokok yang merupakan semangat atau pamdangan ekonomi, jumlah
dari keseluruhan tujuan, motif, dan prinsip. Motif dan prinsip ini didominasi oleh tiga
gagasan: perolehan, persaingan dan rasionalitas.

Tujuan kegiatan ekonomi dalam kapitalisme ialah perolehan menurut ukuran uang.
Gagasan memperbanyak jumlah uang yang tersedia merupakan kebalikan dari gagasan
memperoleh nafkah yang menguasai semua sistem prakapitalis, terutama ekonomi
kerajinan tangan feodal. Sekalipun perolehan merupakan tujuan dari kegiatan ekonomi,
namun sikap yang ditunjukkan dalam proses perolehan membentuk isi gagasan persaingan.
Sikap yang secara logika terkandung dalam perolehan ini dapat dilukiskan sebagai
kebebasan perolehan dari luar.

Karena kebebasan dari peraturan, kapitalisme pada hakikatnya bersandar pada


kesadaran individu akan kekuasaan alaminya. Karena itu kegiatan ekonomi ini
berhubungan erat dengan resiko pribadi, tetapi sipelaku ekonomi bebas untuk
mengusahakan keberhasilan ekonomi dengan cara apasaja yang dipilihnya, asal saja tidak
melanggar hukum pidana. Bila arah urusan ekonomi semata mata berorientasi pada

12
Dr. Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grasindo Persada, 2007), hlm. 42.

14
perolehan, boleh tidak boleh harus diterapkan model perilaku ekonomi yang tampaknya
paping rasional, sistematik, dan sesuai dengan tujuan yang dimiliki.

Sesungguhnya kapitalisme seperti yang kita hadapi dewasa ini mendewakan uang atau
kediktatoran dolar. Demikian G.G Wells berkata:" Kapitalisme adalah sesuatu yang tidak
didefinisikan, tetapi pada umumnya kita menyebutnya sebagai sistem kapitalis, suatu
kompleks kebiasaan tradisional, energi perolehan yang tidak terkendalikan, dan kesempatan
jahat serta pemborosan hidup."

Ciri-ciri kapitalisme.

1. Tidak ada perencanaan

Tidak adanya suatu rencana ekonomi sentral merupakan salah satu dari ciri kapitalisme
yang menonjol. Ara ahli kapitalis, terutama bersandar pada individual yang bebas (tapi saling
tergantung) dari jutaan ekonomi pribadi. Tindakan ini terkoordinasi oleh suatu rencana
pusat. Harga pasar, yang dinadikan dasar keputusan dan perhitungan unit yang
memproduksi, pada umumnya tidak ditentukan oleh pemerintah.

2. Kekuasaan Konsumen

Tidak adanya suatu rencana ekonomi sentral mengandung arti adanya kekuasaan para
konsumen dalam ekonomi kapitalis. Tetapi adanya kekuasaan terpusat itu justru
membahayakan kekuasaan konsumen itu sendiri, karena mereka yang mempunyai
kewajiban dan kekuasaan untuk berencana dapat selalu tergoda untuk menggantikan
keputusan mereka (yang dianggap superior) dengan keinginan para konsumen. Kaum
sosialis menyatakan bahwa kekuasaan konsumen hanya sedikit artinya dalam kapitalisme
karena distribusi pendapatan yang tidak sama. Dan

sesungguhnya kapitalisme mengandung arti kedaulatan bagi para produsen.

3. Kebebasan memilih pekerjaan

Kebebasan memilih pekerjaan sesalu dianggap sebagai salah satu ciri terpenting
kapitalisme. Jadi, kebebasan memilih pekerjaan ini mengandung arti bahwa untuk menarik
suplai dari suatu jenis khusus tenaga kerja yang mencukupi pada suatu industri, dimana
tenaga kerja ini lebih dibutuhkan daripada dimana pun juga, maka pemberian upah harus

15
cukup tinggi agar mempunyai daya tarik. Karena itu kebebasan memilih pekerjaan itu
bertentangan dengan distribusi pendapatan merata. Perbedaan upah dan distribusi
pendapatan mempunyai kecenderungan untuk berlangsung secara terus menerus. Karl Marx
mengemukakan bahwa pekerja dalam sistem kapitalis adalah "bebas dalam arti ganda,
pertama sebagai manusia bebad ia dapat memberikan tenaga kerjanya sebagai komoditinya
senditi, kedua ia tidak memiliki komoditi lain untuk dijual, dan ia pun tidak mempunyai
segala sesuatu yang diperlukan untuk merealisasikan tenaga kerjanya."

4. Kebebasan berusaha

Kebebasan dalam berusaha merupakan ciri lain dari kapitalisme. Kebebasan usaha swasta
ini memerlukan adanya alat produksi material oleh swasta. Tanpa hak pemilikan ini tentunya
hampir tidak mungkin adanya suatu ekonomi yang tidak terencana, yang mengandung arti
kebebasan prakarsa individual.

5. Kebebasan untuk menabung dan menginvestasi.

Dalam kapitalisme, hak untuk menabung didukung dan ditungkatkan oleh hak untuk
mewariskan kekayaan. Hak untuk mewariskan (atau mewarisi) tidak dapat begitu mudah
untuk diberikan dalam sistem ekonomi yang bertujuan tercapainya pemilikan alat produksi
material oleh pemerintah. Karena itu kebebasan untuk menabung ,mewarisi, dan untuk
menumpuk kekayaan lebih merupakan konsumsi dan kegiatan.

6. Persaingan monopoli

Struktur ekonomi kapitalis adalah struktur bersaing. Hal tersebut merupakan suatu
keharusan, karen jumlah persaingan yang cukup, sangat diperlukan bila seluruh proses
produksi dan distribusi distur oleh kekuatan pasar. Untuk menyiagakan inisiatif secara terus
menerus sehingga dapat melindungi konsumen terhadap eksploitasi dan mempertahankan
suatu sistem harga yang cukup fleksibel maka kapitalisme mempunyai keyakinan bahwa
persaingan diperlukan dalam ekonominya. Selanjutnya kapitalis menyatakan bahwa

16
persaingan dapat menyebabkan suatu proses seleksi alami dan dengannya setiap individu
dapat mencapai tingkat dalam posisi yang paling mampu untuk didudukinya.

7. Beberapa serangan terhadap kapitalisme

Ada empat serangan penting terhadap kapitalisme,yaitu:

 Serangan yang paling kuno tertuju pada distribusi kekayaan dan pendapatan nyang tidak
merata, dan pada kenyataannya ialah ketidakmerataan demikian menyebabkan ketidak
merataan dalam kekuasaan ekonomi maupun politik.
 Kapitalisme sering dianggap kurang produktif dibanding dengan sistem kolektif yang dapat
merencanakan pembangunan dengan cermat.
 Bersamaan dengan itu, menurut banya pengamat, kapitalisme tidak cukup kompetitif.
Motif laba perjuangan yang kompetitif bersama dengan teknologi modern, menyebabkan
kecenderungan monopoli yang tampaknya melanggar filsafat kapitalisme sesungguhnya.
 Kapitalisme tidak selalu mempertahankan tingkatan kesempatan kerja yang tinggi. Dalam
keadaan depresi, sumber daya produksi diboroskan dan pendapatan nasional ditahan
dibawah kemungkinan maksumum.13

BAB III

KESIMPULAN
Kegiatan perekonomian adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam
upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif ekonomi islam sistem kebutuhan
manusia terbagi menjadi tiga, kebutuhan dharuri, kebutuhan yang bersifat al-hajj, dan
kebutuhan yang bersifat tahsini. Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi berbagai
permasalahan ekonomi, seperti kemiskinan. Kemiskinan terjadi karena kurangnya
lapanagan pekerjaan, pendidikan rendah, dan pembangunan yang tidak merata. Upaya
pemecahan masalah tersebut adalah mempercepat pembangunan yang selama ini
dilaksanakan. Bukan hanya itu masalah perekonomian yang saat ini di hadapi, tetapi juga
masalah globalisasi ekonomi dan masalah uang yang beredar.

REFERENSI

13
Drs. M. Nastangin, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima, 1997), hlm. 311-316.

17
1. Sukirno, Sadono. 2003. Mikroekonomi Teori Pengantar. ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada).
2. Rozalinda. 2005. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi.
( Jakarta: Rajawali Pers).
3. Ahmadi, Abu. 2009. Ilmu Sosial Dasar.( Jakarta: PT. RINEKA CIPTA).
4. Tjiprtoeharjianto, Prijino dan Sutyatie Soemitro. 2000 Kemiskinan dan
Ketidakmerataan Indonesia. ( Jakarta: PT. RIENKA CIPTA).
5. Nangoi, Ronald. 2004. Pemberdayaan di Era Ekonomi Pengetahuan. (Jakarta: PT
Grasindo).
6. Damanhuri S, Didin. 1996. Ekonomi Politik Alternatif. (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan).
7. Mujahidin, Akhmad. 2007. Ekonomi Islam. ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada).
8. Nastangin, M. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. ( Yogyakarta: PT Dana
Bhakti Prima).

18

Anda mungkin juga menyukai