Anda di halaman 1dari 73

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU POSTPARTUM

HARI KE 1-3 DENGAN PIJAT OKSITOSIN


DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL

CASE STUDY RESEARCH

Disusun oleh:
Adies Wandia
1810104224

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU POSTPARTUM
HARI KE 1-3 DENGAN PIJAT OKSITOSIN
DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL

Diajukan Untuk Menyusun Case Study Research


Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh:
Adies Wandia
1810104224

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU POSTPARTUM


HARI KE 1-3 DENGAN PIJAT OKSITOSIN
DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL

CASE STUDY RESEARCH

Disusun oleh :
Adies Wandia
1810104224

Telah Memenuhi Persyaratan dan Disetujui Untuk Mengikuti Ujian


Case Study Research pada Program Studi Kebidanan
Jenjang Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Oleh :
Pembimbing : Fitria Siswi Utami, S.ST., MNS
Tanggal :

Tanda Tangan :
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
Case Study Research (CSR) dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Hari
Ke 1-3 dengan Pijat Oksitosin di Puskesmas Jetis I Bantul ” CSR ini merupakan
syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Kebidanan Program Sarjana
Terapan Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Telah banyak bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan Case Study
Research ini, oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati
dan penuh rasa hormat, penulis haturkan ucapan terimakasih yang setulusnya
kepada:
1. Warsiti, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan kesempatan untuk
pelaksanaan pendidikan di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
2. M. Ali Imron, M.Fis., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
'Aisyiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan menyusun Case Study
Research ini.
3. Fitria Siswi Utami, S.SiT., MNS selaku Ketua Program Studi Kebidanan
Program Sarjana Terapan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta dan selaku dosen pembimbing Case Study Research yang telah
memberikan ilmu, bimbingan dan inspirasi kepada penulis.
4. Eka Fitriyanti, S.ST., M.Kes selaku penguji Case Study Reaserch yang telah
memberikan masukan dan saran kepada penulis.
5. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Case Study Research
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas segala bentuk bantuan dan kerjasama kalian
dengan balasan kebaikan dan kebahagiaan, aamiin. Penulis membutuhkan saran dan
masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan dalam penulisan Case Study
Research ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Yogyakarta, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Batasan Masalah ..................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
D. Tujuan ..................................................................................................... 4
E. Manfaat ................................................................................................... 5
F. Ruang Lingkup ....................................................................................... 5
G. Keaslian Studi Kasus .............................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ........................................................................................ 9
B. Clinical Pathway .................................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 32
C. Subyek Studi Kasus ................................................................................ 32
D. Alat dan Metode Pengumpulan Data ...................................................... 32
E. Uji Keabsahan Data ................................................................................ 36
F. Analisis Data ........................................................................................... 37
G. Analisis Jurnal ........................................................................................ 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian .....................................................
B. Gambaran Subyek Penelitian ..................................................................
C. Implementasi...........................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

3.1 Analisis Jurnal ..................................................................................


4.1 Gambaran Subyek Penelitian ............................................................
4.2 Implementasi .....................................................................................
DAFTAR GAMBAR

2.1 Pijat Oksitosin ................................................................................... 28


2.2 Kerangka Alur Pikir .......................................................................... 30
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Penjelasan Penelitian


2. Informed Concent
3. Asuhan Kebidanan
4. Rasionalisasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi di Indonesia berdasarkan Hasil Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 masih cukup tinggi yaitu sebesar 32

kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012) target Sustainable

Development Goals 3 (SDG’s) menurunkan angka kematian neonatal hingga 12

per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian balita 25/1.000 kelahiran hidup.

Menurut data WHO (2016), cakupan ASI Eksklusif di seluruh dunia hanya

sekitar 36% selama periode 2007-2014. Berdasarkan hasil Riskesdes (2012),

cakupan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia sebesar 54,3%, dimana

presentase tertinggi di Provinsi NTB sebesar 79,7% dan terendah di Provinsi

Maluku sebesar 25,2% (Balitbangkes, 2013). WHO dan UNICEF

merekomendasikan agar ibu menyusui bayinya saat satu jam pertama asetelah

melahrkan dan melanjutkan hingga usia 6 bulan pertama kehidupan bayi.

Pengenalan makanan pelengkap dengan nutrisi yang memadai dan mana

diberikan saat bayi memasuki 6 bulan dengan terus menyusui sampai 2 tahun

(WHO, 2016).

Data Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan cakupan ASI di

Indonesia hanya 42%. Angka ini berada di bawah target WHO yang mewajibkan

cakupan ASI hingga 50%. Dengan angka kelahiran di Indonesia mencapai 4,7

juta per tahun, maka bayi yang memperoleh ASI selama enam bulan hingga dua

tahun tidak mencapai dua juta jiwa. Produksi ASIyang sedikit pada hari-hari

pertama setelah melahirkan menjadi kendala dalam memberikan ASI secara dini.

Usaha untuk merangsang hormone prolaktin dan oksitosin pada ibu setelah
melahirkan selain dengan memeras ASI, dapat juga dilakukan dengan

melakukan perawatan payudara, inisiasi menyusu dini (IMD), lama dan

frekuensi menyusui secara ondemand, serta pijat oksitosin (Putri, 2010).

Kajian global “The Lancet Breastfeeding Series 2016” telah membuktikan

1) menyusui eksklusif menurunkan angka kematian karena infeksi sebanyak

88% pada bayi berusia kurang dari 3 bulan, 2) sebanyak 31,36% (82%) dari

37,94% anak sakit, karena tidak menerima ASI Eksklusif. Investasi dalam

pencegahan BBLR, Stunting dan meningkatkan IMD dan ASI Eksklusif

berkontribusi dalam menurunkan risiko obesitas dan penyakit kronis (Patal,

2013). Tidak menyusui berhubungan dengan kehilangan nilai ekonomi sekitar

$302 miliyar setiap tahunnya atau sebesar 0-49% dari pendapatan Nasional

Broto (Lancet, 2016).

Di Indonesia bayi yang mendapat ASI eksklusif pada tahun 2014 sebesar

45,55%. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri telah menetapkan target

cakupan pemberian ASI eksklusif per 2014 sebesar 80%. Kenyataannya baru

27,5% ibu di Indonesia yang berhasil memberi ASI eksklusif (BkkbN, 2014).

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, presentase bayi baru lahir yang mendapat

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI eksklusif tahun 2016, bayi yang

mendapatkan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sekitar 49,8% untuk bayi baru lahir

usia <1 jam dan 21,5% untuk bayi baru lahir >1 jam dan bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif sampai 6 bulan sekitar 55,4% sedangkan bayi yang

mendapat ASI eksklusif 0-5 bulan sekitar 70,9% (Kemenkes RI, 2016)

Permasalahan ASI yang tidak keluar pada hari-hari pertama kehidupan

bayi seharusnya bisa di antisipasi sejak kehamilan melalui konseling laktasi.

Hanya sekitar 60% masyarakat ahu informasi tentang ASI dan baru ada sekitar
40% tenaga kesehatan terlatih yang bisa memberikan konseling menyusui.

Sehingga perlu adanya solusi untuk ibu yang terlanjur khawatir dan mencegah

pemberian susu formula karena masalah pemberian ASI dini yang disebabkan

ASI tidak keluar di hari pertama (Ulfah, 2013).

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Secara fisiologis pijat oksitosin merangsang

refleks oksitosin atau let-down untuk mensekresi hormon oksitosin ke dalam

darah. Oksitosin ini menyebabkan sel- sel miopitelium disekitar alveoli

berkontraksi dan membuat ASI mengalir dari alveoli ke duktuli menuju sinus

dan putting kemudian dihisap oleh bayi. Semakin lancar pengeluaran ASI

semakin banyak pula produksi ASI (Wijayanti, 2014). Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Mardiyaningsih (2010) bahwa produksi ASI sangat

dipengaruhi oleh hormon prolaktin yang akan memproduksi ASI, dan hormon

oksitosin yang berpengaruh pada kelancaran pengeluaran ASI, karena semakin

ASI keluar produksi ASI akan semakin meningkat.

Teori di atas didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Suryani (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap

Produksi ASI Ibu Postpartum Di BPM Wilayah Kabupaten Klaten”, bahwasanya

dari hasil penelitian ada pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI ibu

postpartum dengan p value = 0,001 (<0,05).

Selanjutnya dari hasil penelitian Wijayanti (2014) yang berjudul Pengaruh

Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Postpartum Di Puskesmas

Mergangsan Yogyakarta Tahun 2014” menunjukkan bahwa ibu nifas mengalami

peningkatan produksi ASI setelah dilakukan pijat oksitosin terlihat dari p value =
0,032 (<0,05) yang berarti ada pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI

pada ibu nifas.

Peraturan pemerintah tentang ASI Eksklusif tercantum pada Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 33 Tahun 2012 tentang “Pemberian Air

Susu Ibu Eksklusif”.Peraturan ini adalah tindak lanjut pemerintah bertanggung

jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi dan anak untuk

mendapatkan ASI. Untuk itulah pemerintah dalam mewujudkan tanggung

jawabnya dalam pemenuhan hak bayi tersebut, telah menempatkan pengaturan

pemberian ASI dalam Undang-undang Kesehatan No. 35 Tahun 2009 pasal 129

pada 1 Maret 2012.

Berdasarkan latar belakang maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Postpartum Hari Ke 1-3 Dengan

Pijat Oksitosin Di Puskesmas Jetis I Bantul Tahun 2019”

B. Batasan Masalah

Pada studi kasus ini berfokus pada penatalaksanaan masalah kebidanan

ASI tidak lancar dengan pemberian pijat oksitosin dengan produksi ASI pada ibu

nifas 1-3 hari di Puskesmas Jetis I Bantul.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu :“Bagaimana pelaksanaan Asuhan Kebidanan Pada Ibu

Postpartum Hari Ke 1-3 Dengan Pijat Oksitosin Di Puskesmas Jetis I Bantul

Tahun 2019?”
D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi asi pada ibu

nifas 1–3 hari di Puskesmas Jetis I Bantul Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya produksi asi sebelum melakukan pijat oksitosin pada ibu

nifas 1–3 hari di Puskesmas Jetis I Bantul tahun 2019.

b. Diketahuinya produksi asi setelah melakukan pijat oksitosin pada ibu

nifas 1–3 hari di Puskesmas Jetis I Bantul tahun 2019.

c. Menganalisis hasil intervensi pijat oksitosin pada ibu nifas 1–3 hari di

Puskesmas Jetis I Bantul tahun 2019..

E. Manfaat

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat menambah pengalaman dalam hal metode

penelitian dan menjadi referensi sehingga dapat menambah wawasan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Case Study Research ini diharapkan sebagai tambahan pengetahuan,

informasi, serta sebagai bahan masukan institusi pendidikan dalam

penerapan proses manajemen asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ASI

tidak lancar.

3. Bagi Puskesmas Jetis I

Dari hasil Case Study Research ini dapat memberikan masukan

terhadap tenaga kesehatan untuk lebih mempertahankan dan meningkatkan

asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ASI tidak lancar.


4. Bagi Klien

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan serta informasi kepada klien dan

keluarganya tentang perawatan ibu nifas dengan asuhan pijat oksitosin

untuk membantu pengeluaran dan produksi ASI.

F. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah asuhan kebidanan pada ibu

nifas yang membahas tentang pijat oksitosin dan produksi asi pada ibu nifas.

2. Ruang Lingkup Responden

Responden yang digunakan adalah Ibu nifas hari ke 1-3 dengan

pengeluaran ASI tidak lancar di bangsal nifas Puskesmas Jetis I Bantul.

peneliti menggunakan responden ini di sebabkan karena peneliti sedang

melakukan praktek klinik di tempat tersebut.

3. Ruang Lingkup Waktu

Studi kasus ini dilakukan dari 30 april-05 Mei 2019 karena jangka waktu

tersebut dianggap cukup untuk menyelesaikan Case Study Research.

4. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di ruang pasca salin Puskesmas Jetis I Bantul,

karena ruangan tersebut merupakan ruang nifas Puskesmas Jetis I Bantul,

yang mana peneliti sedang melakukan praktik klinik di tempat tersebut.


G. Keaslian Studi Kasus

1. Husniyah Musyrifatul. (2017). Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pijat

Oksitosin Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Nifas Di Puskesmas Jetis Kota

Yogyakarta” Metode Penelitian:Penelitian ini menggunakan metode quasi

eksperimen dengan rancangan (Pre Test-Post with control Design). Teknik

pengambilan sampel dengan purposive sampling dengan 30 responden yaitu

15 kelomppok kontrol dan 15 kelompok eksperimen. Analisa data yang

digunkan yaitu paired T test. Hasil: Produksi ASI pada ibu nifas dengan

kenaikan berat badan pada kelompok kontrol dengan rentang 100-250 gram,

sedangkan kelompok eksperimen peningkatan berat badan lebih tinggi dari

pada kelompok kontrol dengan rentang kenaikan mulai dari 200-600 gram.

Hasil uji statistik menggunakan independent t test diperoleh p value 0,000 (p

value < 0,05) dengan demikian Ha diterima Ho ditolak. Simpulan dan

Saran:Ada pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu nifas

dengan menggunakan uji statistik independent t test dibuktikan dengan p

value = 0,000 (p value < 0,05). Setelah diberikan teknik pijat oksitosin

diharapkan ibu nifas dapat melaksanakan pijat oksitosin dirumah.

2. Pilaria Ema. (2017). Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pijat Oksitosin

Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Postpartum Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pejeruk Kota Mataram” Metode penelitian : eksperimen semu (Quasi

Eksperimen) dengan rancangan one group pre and post test design

suatupengukuran dilakukan pada saat sebelum dan sesudah intervensi

penelitian. Dilakukan pengukuran menggunakan lembar observasi (produksi

ASI) kemudian diberikan intervensi (pijat oksitosin) yang diikuti dengan

evaluasi hari ke 3 menggunakan lembar observasi (produksi ASI). Hasil


evaluasi ini kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran sebelum

diberikan intervensi. Karakteristik responden pijat oksitosin terbanyak,

berdasarkan umuryaitu 20 – 35 tahun sebanyak 22 responden (73,3%),

paritas multipara sebanyak 21 responden (70%), dan lila normal 23,5 – 26,5

cm sebanyak 15 responden (50%). Produksi ASI sebelum dilakukan pijat

oksitosin terbanyak produksi ASI tidak cukup sebanyak 24 responden (80%),

setelah dilakukan pijat oksitosin produksi ASI cukup sebanyak 27responden

(90%). Hasil uji statistik menggunakan Mcnemar Test diperoleh nilai p value

= 0,000 atau p < α=0,05.

3. Ummah Faizatul. (2014). Penelitian yang berjudul “ pijat oksitosin untuk

mempercepat pengeluaran asi pada ibu pasca salin normal di dusun sono

desa ketanen kecamatan panceng gresik”. Metode penelitian menggunakan

rancangan Randomised Control Trial . Populasi sebanyak 28 ibu pasca salin

normal. Sampel diambil secara exhaustive sampling berjumlah 28 ibu pasca

salin normal yang dibagi menjadi 2 kelompok secara randomisasi yaitu 14

orang kelompok intervensi yang diberikan pijat oksitosin dan 14 orang

kelompok control yang tidak diberikan pijat oksitosin. Pengumpulan data

menggunakan lembar observasi dan data dianalisa dengan uji independent

sample test (tingkat kemaknaan 0.05). Hasil penelitian menunjukkan

pengeluaran ASI pada kelompok intervensi pijat oksitocin lebih cepat

((Mean= 6.2143) dari pada kelompok kontrol (Mean = 8.9286). Hasil uji

independent sample test didapatkan ρ value = 0,000 (ρ<0,005), artinya ada

pengaruh pijat oksitocin terhadap pengeluaran ASI pada ibu pasca salin

normal di Dusun Sono Desa Ketanen Kecamatan Panceng-Gresik, sehingga

dapat disimpulkan bahwa pijat oksitosin dapat mempercepat pengeluaran


ASI. Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar setiap ibu bersalin

disamping dilakukan inisiasi menyusi dini juga diberikan pijat oksitocin

minimal pada 2 jam pasca salin untuk mempercepat pengeluaran ASI agar

pemberian susu formula dapat dihindari dan pemberian ASI eksklusif dapat

terwujud.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Masa Nifas

1. Masa nifas

a. Definisi Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali,mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali sebelum

hamil.lama nifas yaitu 6-8 minggu

Periode masa nifas (puerperium) adalah perode waktu selama 6-8

minggu setelah persalinan.proses ini di mulai setelah selesainnya

persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali keadaan

sebelum hamil/ tidak hamil sebagai akibat dari adannya perubahan

fisiologis dan fsikologi karna proses persalinan.

b. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

1) Serviks

Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah

persalinan, astium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari

tangan, setelah 6 minggu serviks menutup.

2) Vulva dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta perenggangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa

hari pertama sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap berada

dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali

kepada keadaan tidak hamil dan tugas dalam vagina secara


berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi

lebih menonjol.

3) Perenium

Segera setelah melahirkan, perenium menjadi kendur karena

sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.

Pada post natal hari ke-5, perenium sudah mendapatkan kembali

sebagaian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur pada keadaan

sebelum melahirkan.

4) Payudara

a) Penurunan kadar progesteron secara cepat dengan peningkatan

hormon piolaktin setelah persalinan.

b) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada

hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan.

c) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulanya proses

laktasi.

5) Laktasi

Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air

susu ibu (ASI), yang merupakan makanan pokok terbaik bagi bayi

yang bersifat alamiah.

6) Sistem Pencernaan

Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini

disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat

tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran

cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang

makan, hemoroid, laserasi jalan lahir. Rasa sakit di daerah perenium

juga dapat menghalangi keinginan ke belakang. Supaya buang air


besar kembali teratur dapat diberikan diet/makanan yang

mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup.

7) Sistem Perkemihan

Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.

Kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema leher buli - buli

sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan

tulang pubis selama persalinan.Urin dalam jumlah yang besar akan

dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Setelah

plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan

air akan mengalami penurunan yang mencolok, keadaan ini

menyebabkan cliviesis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal

dalam tempo 6 minggu.

8) Sistem Musculoskeletal

Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu

persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut

dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan

menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.

Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah

persalinan.

9) Sistem Endokrin

Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan.

Human Chorionic Gonodotiopin (HCG) menurun dengan cepat dan

menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan

sebagai onset pemenuhan mammae pada hari ke-3 PP.


10) Sistem Kordiovaskuler

Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk

menampung aliran darah yang meningkat,yang diperlukan oleh

plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan kembali estrogen

menyebabkan aturesis terjadi yang secara cepat mengurangi volume

plasma kembali pada porposi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4

jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa nifas ini ibu

mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya progesteron

membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan

meningkatnya volume pada jaringan tersebut selama kehamilan.

Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar (200-400 cc).

11) Perubahan Tanda-tanda Vital

a) Suhu Badan satu hari (24 jam) PP suhu badan akan naik sedikit

(37,5oC – 38oC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan,

kehilangan cairan yang berlebihan dan kelelahan. Biasanya pada

hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan

ASI, buah dada menjadi bengkok, berwarna merah karena

kebanyakan ASI. Bila suhu tidak menurun kemungkinan adanya

infeksi pada endometrium, mastitis, tractus genitalis atau sistem

lain.

b) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit. Sehabis

melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat.


c) Tekanan Darah

Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan

rendah setelah ibu melahirkan karena perdarahan.

d) Pernafasan

Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu

dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga

akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada

saluran nafas (Sarwono, 2010).

2. Produksi ASI

a. Definisi Produksi ASI

Produksi ASI adalah proses mengeluarkan hasil, penghasilan ASI

Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara

rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon (Maryunani,

2012).

b. Masalah dalam pemberian ASI

a) Puting susu nyeri

Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui.

Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi

mulut bayi dan puting susu ibu benar, perasaan nyeri akan hilang.

b) Puting susu lecet

Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan

menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan kadang-

kadang mengeluarkan darah. Puting susu lecet dapat disebabkan oleh

posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh trush

(candidates) atau dermatitis.


c) Payudara bengkak

Pada hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa

penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara

bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah banyak.

d) Mastitis atau abses payudara

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah,

bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas,suhu tubuh

meningkat. Di dalam terasa ada masa padat (lump) dan diluarnya

kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3

minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu

yang berlanjut. Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI

dihisap/dikeluarkan atau pengisapan yang tidak efektif. Dapat juga

karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena

tekanan baju/BH.

c. Refleks dalam Proses Laktasi

Menurut Astutik (2014) laktasi atau menyusui mempunyai pengertian

yaitu proses pembentukan ASI yang melibatkan hormon prolaktin dan

proses pengeluaran yang melibatkan hormon oksitosin. Selama

kehamilan, hormon prolaktin meningkat tetapi ASI biasanya belum

keluar karena masih dihambat oleh kadar esterogen yang tinggi. Pada

hari kedua atau ketiga pascapersalinan, kadar esterogen dan progesteron

turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan. Pada saat ini

mulailah terjadi sekresi ASI. Dengan menyusui lebih dini, terjadi

perangsangan puting susu, maka terbentuklah prolaktin oleh hipofisis,

sehingga sekresu ASI makin lancar. Proses laktasi terdapat dua refleks
yang berperan yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran/let down yang

timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi :

1) Refleks Prolaktin

Pada akhir kehamilan, hormon prolaktin memegang peranan untuk

membuat kolostrum. Namun, jumlah kolostrum terbatas karena aktifitas

prolaktin dihambat oleh esterogen dan progesteron yang kadarnya

masing tinggi. Setelah melahirkan seiring dengan lepasnya plasenta dan

kurang berfungsinya korpus luteum, maka esterogen dan progesterone

berkurang. Selain itu, dengan adanya isapan bayi yang merangsang

puting susu dan kalang payudara, maka akan merangsang ujung – ujung

saraf snsoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.Rangsangan ini

kemudian dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis, sehingga

hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor – faktor yang

menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran

faktor – faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktor – faktor yang

memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofisis anterior sehingga

keluar prolaktin dan selanjutnya hormon prolaktin akan merangsang sel –

sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu.

Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal tiga bulan

setelah melahirkan sampai penyapihan anak. Pada saat tersebut, tidak

akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, tetap pengeluaran

air susu tetap berlangsung, pada ibu yang melahirkan anak tetapi tidak

menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke-2

hingga ke-3.
Pada ibu menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperti

stress, anestesi, operasi, rangsangan puting susu, hubungan seksual dan

obat – obatan tranqulizer hipotalamus. Suara tangisan bayi juga dapat

memicu aliran yang memperlihatkan bagaimana produksi susu dapat

dipengaruhi secara psikolosi dan kondisi lingkungan sama seperti saat

menyusui.

2) Refleks Aliran/ Let Down

Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis anterior,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke hipofisis

anterior (neurohipofisis) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui

aliran darah, hormon ini diangkat menuju uterus yang dapat menimbulkan

kontraksi uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Kotraksi dari

sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli lalu masuk

ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus laktifirus masuk

ke mulut bayi.

Faktor – faktor yang meningkatkan let down diantaranya adalah

melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi dan memikirkan

untuk menyusui bayi. Sementara itu, faktor – faktor yang menghambat

refleks let down adalah keadaan stress, seperti keadaan bingung, pikiran

kacau, ketakutan tidak menyusui bayi, serta kecemasan.

a. Upaya Memperbanyak ASI

1) Faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi ASI

Menurut UNICEF (2010) faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan

produksi ASI yaitu :

a) Kontak kulit ke kulit (skin to skin) antara ibu dan bayi


Manfaatnya yaitu respon hormonal memicu pelepasan prolaktin,

perilaku spontan ibu dan bayi berperan penting untuk menyusui, bayi

tenang, serta mengatur suhu, pernapasan dan detak jatung.

b) Mengajarkan ibu posisi, pelekatan dan tangan

Manfaatnya yaitu meningkatkan kemungkinan pelekatan yang efektif

sehingga pemberian asi efektif, meningkatkan kepercayaan diri ibu,

mencegah pembengkakan.

c) Sering menyusui

Manfaatnya yaitu meningkatkan sirkulasi prolaktin, mengurangi

tingkat FIL (feedback inhibitor of lactation), melatih menyusui dan

mencegah pembengkakan.

d) Waktu menyusui tidak dibatasi

Hal ini dilakukan agar memastikan asupan lemak yang cukup untuk

bayi, memungkinkan bayi untuk mengatur persediaan susu,

memastikan bayi puas dan mengurangi colic.

e) Rawat gabung (rooming in)

Manfaatnya yaitu memungkinkan sering menyusui, meningkatkan

kadar oksitosin, memungkinkan ibu dan bayi untuk mengenal satu

sama lain terutama tanda – tanda menyusui dan mengurangi risiko

kematian bayi yang tiba – tiba.

2) Beberapa hal yang mempengaruhi produksi asi menurut Dewi dan

Sunarsih (2011) :

a) Makanan

b) Ketenangan jiwa dan pikiran

c) Penggunaan alat kontrasepsi


d) Perawatan payudara

e) Anatomi payudara

f) Faktor fisiologi

g) Pola istirahat

h) Faktor isapan anak atau frekuensi penyusuan

i) Konsumsi rokok dan alkohol

3) Masalah dalam Pemberian Asi

e) Puting Susu Nyeri

Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui.

Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi

mulut bayi dan puting susu ibu benar, perasaan nyeri akan hilang.

f) Puting Susu Lecet

Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan

menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan kadang-

kadang mengeluarkan darah. Puting susu lecet dapat disebabkan oleh

posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh trush

(candidates) atau dermatitis.

g) Payudara Bengkak

Pada hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa

penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara

bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah banyak.

h) Mastitis atau Abses Payudara

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah,

bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas,suhu tubuh

meningkat. Di dalam terasa ada masa padat (lump) dan diluarnya


kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3

minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu

yang berlanjut. Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI

dihisap/dikeluarkan atau pengisapan yang tidak efektif. Dapat juga

karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena

tekanan baju/BH.

b. Patofisiolgi ASI tidak lancar

Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron

turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi

prolaktin waktu hamil, dan sangat di pengaruhi oleh estrogen tidak

dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini

menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi

untuk mengeluarkan dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel

mioepitel yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar

tersebut. Refleks ini timbul bila bayi menyusui. Apabila bayi tidak menyusu

dengan baik, atau jika tidak dikosongkan dengan sempurna dan ibu mengalami

kecemasan, maka terjadi bendungan air susu. Gejala yang biasa terjadi pada

bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas, berat dan keras,

terlihat mengkilat meski tidak kemerahan. ASI biasanya mengalir tidak lancar,

namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan

sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan

mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. (Wiknjosastro, 2010).

c. Tanda – Tanda Bayi Mendapatkan Cukup ASI

Untuk mencegah malnutrisi seorang ibu harus mengetahui tanda

kecukupan ASI, terutama pada bulan pertama. Setelah bulan pertama tanda
kecukupan ASI lebih tergambar melalui perubahan berat badan bayi. Tanda

bahwa bayi mendapat cukup ASI adalah :

a) Produksi ASI akan berlimpah pada hari ke-2 sampai ke-4 setelah

melahirkan, nampak dengan payudara bertambah besar, berat, lebih hangat

dan seringkali ASI menetes dengan spontan

b) Bayi menyusu 8 - 12 kali sehari, dengan pelekatan yang benar pada setiap

payudara dan menghisap secara teratur selama minimal 10 menit pada

setiap payudara.

c) Bayi akan tampak puas setelah menyusu dan seringkali tertidur pada saat

menyusu, terutama pada payudara yang kedua

d) Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi > 6 kali sehari. Urin berwarna

jernih, tidak kekuningan. Butiran halus kemerahan (yang mungkin berupa

kristal urat pada urin) merupakan salah satu tanda ASI kurang.

e) Frekuensi buang air besar (BAB) > 4 kali sehari dengan volume paling

tidak 1 sendok makan, tidak hanya berupa noda membekas pada popok

bayi, pada bayi usia 4 hari sampai 4 minggu. Sering ditemukan bayi yang

BAB setiap kali menyusu, dan hal ini merupakan hal yang normal

f) Feses berwarna kekuningan dengan butiran-butiran berwarna putih susu

diantaranya (seedy milk), setelah bayi berumur 4 sampai 5 hari. Apabila

setelah bayi berumur 5 hari, fesesnya masih berupa mekoneum (berwarna

hitam seperti ter), atau transisi antara hijau kecoklatan, mungkin ini

merupakan salah satu tanda bayi kurang mendapat ASI.

g) Puting payudara akan terasa sedikit sakit pada hari-hari pertama menyusui.

Apabila sakit ini bertambah dan menetap setelah 5 - 7 hari, lebih-lebih

apabila disertai dengan lecet, hal ini merupakan tanda bahwa bayi tidak
melekat dengan baik saat menyusu. Apabila tidak segera ditangani dengan

membetulkan posisi dan pelekatan bayi maka hal ini akan menurunkan

produksi ASI

h) Berat badan bayi tidak turun lebih dari 10% dibanding berat lahir

i) Berat badan bayi kembali seperti berat lahir pada usia 10 sampai 14 hari

setelah lahir.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi ASI Tidak Lancar

Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung pada

stimulasi pada kelenjar payudara terutama pada minggu pertama laktasi.

Menurut Dewi (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi ASI tidak lancar

adalah sebagai berikut :

1) Frekuensi Penyusuan

Frekuensi penyusuan berkaitan dengan kemampuan stimulasi

hormon dalam kelenjar payudara. Berdasarkan beberapa penelitian

maka direkomendasikan untuk frekuensi penyusuan paling sedikit 8

kali per hari pada periode awal setelah melahirkan.

2) Berat Lahir

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) mempunyai kemampuan

menghisap ASI yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi berat

lahir normal. Kemampuan menghisap ASI yang rendah ini termasuk

didalamnya frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah yang

akan mempengaruhi stimulasi hormone prolaktin dan oksitosin

dalam memproduksi ASI.


3) Umur kehamilan saat melahirkan

Umur kehamilan saat melahirkan akan mempengaruhi terhadap

asupan ASI bayi. Bila umur kehamilan kurang dari 34 minggu (bayi

lahir premature), maka bayi dalam kondisi sangat lemah dan tidak

mampu mengisap secara efektif, sehingga produksi ASI lebih rendah

daripada bayi yang lahir normal atau tidak prematur. Lemahnya

kemampuan menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan oleh

karena berat badannnya yang rendah dan belum sempurnanya fungsi

organ tubuh bayi tersebut.

4) Ketenangan jiwa dan fikiran

Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan

dan fikiran harus tenang, keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih

dan tegang akan menurunkan volumne ASI (Wiji, 2013).

Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan

menyusui. Ibu yang tidak mempunyai keyakinan mampu

memproduksi ASI umumnya produksi ASI akan berkurang. Peran

keluarga dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat besar (IDAI,

2013).

5) Ibu dengan Penyakit

Seringkali dengan alasan ibu sakit, penyusuan dihentikan.

Padahal dalam banyak hal ini tidak perlu, karena lebih berbahaya

bagi bayi jika mulai diberi susu formula daripada terus menyusu dari

ibu yang sakit (Wiji, 2013).

Jika ibu mengidap penyakit infeksi akut, penularan yang

terjadi sebenarnya lebih sering akibat percikan ludah daripada ASI.


Jadi bagaimanapun menyusui dengan aman lebih baik daripada

berhenti menyusui. Di dalam ASI terdapat zat anti terhadap penyakit

yang diderita ibu sehingga jika bayi menyusui ia mendapat zat

penangkal penyakit ibunya. Jika ibu terpaksa harus dirawat dirumah

sakit, bayi dianjurkan ikut dirawat bersama ibu agar tidak terhenti

menyusui (Wiji, 2013).

Khusus untuk ibu menyusui yang sedang sakit, hanya sebagian

kecil yang tidak boleh menyusui. Ibu yang sedang mengkonsumsi

obat anti kanker atau mendapat penyinaran zat radioaktif tidak

diperkenankan untuk menyusui. Sedangkan, ibu penderita infeksi

HIV memerlukan pendekatan khusus ( Wiji, 2013).

6) Konsumsi Rokok

Konsumsi rokok dapat mengganggu kerja hormon prolaktin dan

oksitosin dalam memproduksi ASI. Rokok akan menstimulasi

pelepasan adrenalin, dan adrenalin akan menghambat pelepasan

oksitosin, sehingga volume ASI yang dihasilkan akan berkurang.

7) Konsumsi Alkohol

Kandungan etanol dalam alkohol juga dapat menghambat

produksi oksitosin, sehingga volume ASI yang dihasilkan akan

berkurang.

8) Pil Kontrasepsi

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin

berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI. Sedangkan pil

yang hanya mengandung progestin tidak ada dampak terhadap


volume ASI. Berdasarkan hal ini maka WHO merekomendasikan pil

progestin bagi ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.

9) Nutrisi / Gizi Ibu

Persiapan menyusui dimulai sejak masa kehamilan, Beberapa

hal yang perlu diperhatikan agar ibu hamil sehat dan mampu

menyusui bayinya adalah nutrisi / gizi ibu, istirahat, tidak merokok,

minuk lakohol, kopi, soda (Nugroho, 2011).

Penilaian status gizi secara langsung yaitu menggunakan

metode mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA). Standar LILA

adalah Jika LILA < 23,5 cm berarti status gizi ibu hamil kurang,

misalnya kemungkinan mengalami KEK (Kurang Energi Kronis),

Jika LILA ≥ 23,5 cm berarti status gizi ibu hamil baik (Ferial, 2011).

Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi

air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Bila

pemberian ASI berhasil maka berat badan bayi akan meningkat,

intregitas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang

memuaskan. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur

nutrisinya, yang terpenting adalah makanan yang menjamin

pembentukkan air susu yang berkualitas dalam jumlah yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan bayinya (Nugroho, 2011).

Dampak bila ibu menyusui kekurangan gizi yaitu dapat

menimbulkan kesehatan pada ibu dan bayinya, gangguan pada bayi

meliputi proses tumbuh kembang, bayi mudah sakit, mudah terkena

infeksi, kekurangan zat-zat esensial menimbulkan gangguan pada

mata ataupun tulang (Nugroho, 2011).


10) Pola Istirahat

Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI.

Apabila kondisi ibu terlalu capek, kurang istirahat maka ASI juga

berkurang.

3. Pijat Oksitosin

a. Definisi Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin adalah pemijatan tulang belakang pada costa (tulang

rusuk) ke 5-6 sampai ke scapula (tulang belikat) yang akan mempercepat kerja

syaraf parasimpatis, saraf yang berpangkal pada medulla oblongata dan pada

daerah daerah sacrum dari medulla spinalis, merangsang hipofise posterior

untuk mengeluarkan oksitosin, oksitosin menstimulasi kontraksi sel-sel otot

polos yang melingkari duktus laktiferus kelenjar mamae menyebabkan

kontraktilitas mioepitel payudara sehingga dapat meningkatkan pemancaran

ASI dari kelenjar mammae (Isnaini, dkk, 2015).

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang

tulang belakang (vertebrae) dan merupakan usaha untuk merangsang hormon

oksitosin setelah melahirkan (Yohmi & Roesli, 2009).

b. Manfaat Pijat Oksitosin

Menurut Rina Herawati (2016), Manfaat pijat oksitosin bagi ibu nifas dan

ibu menyusui, diantaranya :

1) Mempercepat penyembuhan luka bekas implantasi plasenta

2) Mencegah terjadinya perdarahan post partum

3) Dapat mempercepat terjadinya proses involusi uterus

4) Meningkatkan produksi ASI


5) Meningkatkan rasa nyaman pada ibu menyusui

6) Meningkatkan hubungan psikologis antar ibu dan keluarga

Pijat oksitosin dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau reflex

let down. Pijat oksitosin ini dilakukan dengan cara memijat pada daerah

punggung sepanjang kedua sisi tulang belakang. Dengan dilakukan pemijatan

ini, ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang

sehingga dapat membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin

(Mardiyaningsih, 2010).

Pijat oksitosin dapat dilakukan kapanpun ibu mau, lebih disarankan

dilakukan sebelum menyusui atau memerah ASI. Payudara yang bengkak juga

dapat dibantu dengan pijat oksitosin untuk meredakan sakitnya. Tehnik ini

mudah dilakukan dengan durasi 2-3 menit (Irsal, 2014).

c. Langkah-langkah Pijat Oksitosin

Langkah-langkah pijat oksitosin adalah sebagai berikut :

1) Persiapan Alat

Alat-alat :

a) Kursi

b) Meja

c) Baby oil

d) Handuk

e) Waslap

2) Persiapan Lingkungan

a) Menutup tirai atau pintu

b) Pastikan privacy pasien terjaga


3) Bantu Ibu Secara Psikologis

a) Bangkitkan rasa percaya diri ibu bahwa ibu mampu menyusui dengan

lancar.

b) Gunakan teknik relaksasi misalnya nafas dalam untuk mengurangi rasa

cemas atau nyeri.

c) Bantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang bayinya.

4) Pelaksanaan

a) Mencuci tangan

b) Menstimulir puting susu : menarik puting susu dengan pelan-pelan

memutar puting susu dengan perlahan dengan jari-jari.

c) Mengusap ringan payudara

d) Ibu duduk, bersandar kedepan, lipat tangan di atas meja di depannya

dan letakkan kepala diatas lengannya.

e) Payudara tergantung lepas tanpa pakaian.

f) Handuk dibentangkan diatas pangkuan ibu

g) Di area tulang belakang leher, cari daerah dengan tulang yang paling

menonjol (processus spinosus/cervical vertebrae 7)

h) Dari titik penonjolan tulang tadi, turun sedikit ke bawah kurang lebih 1-

2 jari dan dari titik tersebut, geser lagi ke kanan dan kiri masing-masing

1-2 jari. Mulai pemijatan, memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang

ibu dengan menggunakan dua kepalan tangan dengan ibu jari menunjuk

ke depan.

i) Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-

gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya.


j) Pada saat bersamaan pijat ke arah bawah pada kedua sisi tulang

belakang dari leher ke arah tulang belikat, selama dua atau tiga menit.

Gambar 2.1 Pijat Oksitosin

d. Waktu Dilakukan Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin dilakukan kepada ibu nifas dalam keadaan setelah

melahirkan dan dalam keadaan sehat dan pijat oksitosin dilakukan selama 2 –

3 menit mengulangi pemijatan hingga 3 kali dan dilakukan 2 kali dalam

sehari. (Marni, 2014)

4. Tinjauan Islam Tentang ASI

QS Al Baqarah ayat 233

َ ‫الرضَاعَةَ َو‬
ُ‫علَى ا ْل َم ْولُو ِد لَه‬ َّ ‫َاملَي ِْن ِل َم ْن أ َ َرا َد أَن يُتِ َّم‬
ِ ‫َوا ْل َوا ِلدَاتُ يُ ْر ِض ْعنَ أ َ ْوالَ َدهُنَّ َح ْولَي ِْن ك‬
َ‫َآر َوا ِل َدةُ ِب َولَ ِد َها َوال‬
َّ ‫سعَ َها الَ تُض‬
ْ ‫س إِالَّ ُو‬ٌ ‫ف نَ ْف‬ ِ ‫س َوت ُ ُهنَّ ِبا ْل َم ْع ُر‬
ُ َّ‫وف الَ ت ُ َكل‬ ْ ‫ِر ْزقُ ُهنَّ َو ِك‬
َ‫َاو ٍر فَال‬
ُ ‫اض ِم ْن ُه َما َوتَش‬ ٍ ‫صاالً عَن ت َ َر‬َ ِ‫ث ِمثْ ُل ذَ ِلكَ فَ ِإ ْن أ َ َرادَا ف‬ ِ ‫علَى ا ْل َو ِار‬
َ ‫َم ْولُود ُُُلَّهُ ِب َولَ ِد ِه َو‬
َ ‫ست َ ْر ِضعُوا أ َ ْوالَ َد ُك ْم فَالَ ُجنَا َح‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم إِذَا‬
‫سلَّ ْمتُم َّمآ َءات َ ْيت ُم‬ ْ َ ‫علَي ِْه َما َوإِ ْن أ َ َر ْدت ُ ْم أَن ت‬
َ ‫ُجنَا َح‬
ُ ‫وف َواتَّقُوا هللاَ َوا ْعلَ ُموا أَنَّ هللاَ ِب َما ت َ ْع َملُونَ بَ ِص‬
}233{ ُُ ‫ير‬ ِ ‫ِبا ْل َم ْع ُر‬

Artinya :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah
memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan”.

Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa pemberian ASI saja diberikan sampai

usia 6 bulan dan untuk menyempurnakannya diberikan sampai 2 tahun karena

ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi dan berisi segala zat gizi

yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Masalah yang

sering terjadi dengan pemberian ASI salah satunya adalah ASI yang tidak

lancar, Hal tersebut menyebabkan banyak ibu menyusui yang jarang

memberikan ASI sampai 2 tahun.


B. Clinical Pathway

Masa Nifas

Post Seksio Postpartum


Sesarea Normal

Menyusui

Hormon Hormon Pijat


Prolaktin Oksitosin Oksitosin

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
Refleks Refleks Let pengeluaran ASI :
Prolaktin Down
a. Frekuensi penyusuan
b. Berat lahir
c. Umur kehamilan saat
Produksi ASI di Pengeluaran melahirkan
Alveolus ASI d. Ketenangan jiwa dan
fikiran
e. Ibu dengan penyakit
f. Konsumsi rokok
g. Konsumsi alkohol
h. Pil kontrasepsi
i. Nutrisi/gizi ibu
j. Pola istirahat

Gambar 2.2 Kerangka Alur Pikir


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penyusunan Case Study Research menggunakan bentuk laporan

studi kasus kualitatif dengan menggunakan metode observasional deskriptif.

Observasional yaitu kasus yang dilakukan dengan cara pengamatan/observasi.

Deskriptif yaitu suatu metode yang digunakan dengan tujuan utama untuk

membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif

(Arikunto, 2010). Studi kasus adalah laporan yang dilaksanakan dengan cara

meneliti suatu permasalahan studi kasus melalui suatu yang terdiri dari unit

tunggal (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini merupakan permasalahan dari suatu kasus dengan

mengangkat Asuhan Kebidanan Pada Ibu Postpartum Hari Ke 1-3 Dengan

Pijat Oksitosin Di Puskesmas Jetis I Bantul Tahun 2019, sebagai permasalahan

dan dilaksanakan dengan metode penelitian studi kasus. Studi kasus adalah

laporan yang dilaksanakan dengan cara meneliti suatu permasalahan studi

kasus melalui suatu yang terdiri dari unit tunggal (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini termasuk asuhan kebidanan 7 langkah Varney dari pengumpulan

data sampai evaluasi dengan menggunakan metode pendokumentasian SOAP.

Pada penelitian ini menggambarkan asuhan kebidanan ibu nifas dengan asi

tidak lancar dengan pemberian intervensi rangsangan reflek oksitosin dengan

pijat oksitosin di Puskesmas Jetis I Bantul.


B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi merupakan tempat dimana pengambilan kasus dilaksanakan

(Notoatmodjo, 2010). Pengambilan kasus ini dilakukan di Puskesmas Jetis I

Bantul. Waktu studi kasus adalah rentang waktu yang digunakan penulis untuk

mencari kasus. Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada awal

pengkajian data dan melakukan follow up sebanyak 3 kali di Puskesmas Jetis I

Bantul pada tanggal 30 April-05 Mei 2019.

C. Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju pada saat pelaksanaan studi

kasus (Notoatmodjo, 2010). Subjek pada penelitian ini adalah ibu post partum

hari ke 1-3 dengan asi tidak lancar di Puskesmas Jetis I Bantul, dengan 2 kasus

ASI tidak lancar.

D. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat

Alat penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaanya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis

sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010).

a. Alat dan bahan pengambilan data

1) Format pengkajian ibu nifas

2) Buku tulis

3) Bollpoint

b. Alat dan bahan melakukan pemeriksaan dan observasi

1) Tensimeter

2) Stetoskop
3) Termometer

4) Timbangan badan

5) Alat pengukur tinggi badan

6) Jam tangan

c. Alat untuk Pendokumentasian

1) Status atau catatan pasien

2) Rekam medik

3) Alat tulis

2. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara atau metode yang

digunakan untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2010). Teknik

pengumpulan data pada penelitian ini adalah:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan di lapangan

oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan melakukan

penelitian.

1) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengetahui keadaan fisik pasien

secara sistematis.

a) Inspeksi

Inspeksi merupakan proses observasi yang dilaksanakan secara

sistematik. lnspeksi dilakukan dengan penglihatan, pendengaran,

dan penciuman (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini inspeksi

dilakukan pada daerah payudara.


b) Palpasi

Palpasi adalah teknik pemeriksaan menggunakan indra peraba.

Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif (Nursalam,

2008). Pada penelitian ini dilakukan palpasi dalam pemeriksaan

payudara.

c) Perkusi

Perkusi adalah teknik pemeriksaan dengan mengetuk-ngetukkan

jari ke bagian tubuh klien yang dikaji untuk membandingkan

bagian yang kiri dengan yang kanan. Pada penelitian ini

dilakukan pemeriksaan payudara.

d) Auskultasi

Auskultasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop

untuk mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh

(Nursalam. 2008). Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mendengarkan bising usus.

2) Wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk

rnengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau

pemberian informasi secara lisan dari seseorang sasaran peneliti, atau

bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut

(Notoatmodio. 2010). Pada kasus ini wawancara dilakukan pada

pasien, keluarga pasien serta bidan yang menangani. Wawancara

dilakukan penulis diawali dengan mencatat pokok penting yang akan

dibicarakan sebagai pegangan untuk mencapai tujuan wawancara, dan

responden bebas menjawab menurut isi hati dan pikirannya.


Wawancara yang dilakukan yaitu mengkaji dilakukan pijat oksitosin

sebelum maupun sesudah di Puskesmas Jetis I Bantul.

Lama wawncara juga tidak dibatasi dan diakhiri menurut

keinginan penulis. Dengan demikian, penulis dapat memperoleh

gambaran yang lebih luas karena setiap responden bebas meninjau

berbagai aspek menurut pendirian dan masing-masing sehingga dapat

memperkaya pandangan penulis.

3) Observasi

Observasi yaitu kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu

objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Mengobservasi dapat

dilakukan melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan

pengecap (Arikunto, 2010). Observasi dilakukan penulis dengan

mengamati responden saat dilakukan wawancara. Pengamatan

dilakukan untuk mengamati dan melihat respon pasien saat peneliti

melakukan pengkajian data atau dilakukan pemeriksaan umum,

pemeriksaan fisik, dari kunjungan awal sampai ketika dilakukan

follow up. Observasi yang dilakukan yaitu mengamati bagaimana

perubahan yang dilakukan sebelum dan sesudah pijat oksitosin.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh

orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.

Cara mendapatkan data sekunder dengan studi dokumentasi yaitu semua

bentuk sumber informasi yang berhubungan dengan dokumentasi

(Notoatmodjo, 2010). Studi dokumentasi ini diambil dari rekam medik di


di Puskesmas Jetis I Bantul. Studi pendokumentasian di lapangan

menggunakan SOAP.

E. Uji Keabsahan Data

Dalam menguji keabsahan data untuk menguji kualitas data/informasi

peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi bertujuan bukan untuk

mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan

pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono, 2014).

Triagulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan

berbagai cara, dan berbagai waktu.Teknik Triangulasiyang digunakan oleh

peneliti adalah teknik triangulasi sumber (menguji kredibilitas dilakukan

dengan cara mengecek data yang diperoleh dari beberapa sumber dan

membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara) sumber penelitian

ini adalah Pasien, keluarga pasien dan bidan.

1. Triagulasi sumber

Triagulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu

dan alat yang berbeda. Membandingkan data hasil pengamatan (observasi)

dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang-

orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang

penelitian. Peneliti bertanya kekeluarga pasien, tenaga kesehatan yang

memberikan asuhan.

2. Triagulasi tehnik

Triagulasi ini menguji kredibilitas dengan cara mengecek data

kepada sumber yang sama dengan tehnik yang berbeda. Bila dengan tehnik

ini didapat data yang berbeda-beda maka peneliti melakukan beberapa


diskusi untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau semuanya

benar karena dari sudut pandang yang berbeda-beda. Peneliti

menggunakan tehnik observasi dan wawancara.

3. Triagulasi waktu

Triagulasi ini menguji kredibilitas dengan cara melakukan

pengecekan dengan observasi, wawancara atau tehnik lain dalam waktu

atau situasi yang berbeda (Matondang, 2009). Peneliti melakukan asuhan

kebidanan pada ibu nifas dengan asi tidak lancar dalam waktu yang

berbeda untuk mengetahui perbedaan produksi asi sebelum dan setelah

dilakukan intervensi oleh peneliti.

F. Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan dalam Sugiyono (2016) adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah

dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis

data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk

membandingkan dua kasus dengan metode PICOT. Analisis data dalam

penelitian ini dilakukan sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum

terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.

Prosedur dalam menganalisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman

(1984) dalam Sugiyono (2016) adalah sebagai berikut:

1. Data reduction/reduksi data

Penulis melakukan reduksi data dengan cara merangkum, memilih

hal-hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang penting sehingga

data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,

dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data display/penyajian data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Dalam penelitian ini, penyajian data diuraikan

dalam bentuk uraian singkat yang bersifat naratif.

3. Conclusion drawing/verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif penarikan kesimpulan

dan verifikasi. Kesimpulan data dalam penelitian ini bersifat kredibel

karena rumusan masalah pada tahap awal terjawab dengan ditemukannya

bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data.


G. Jalannya Penelitian

Kasus 1 Kasus 2
Pengkajian awal Pengkajian awal
30 April 2019/ 11.05 WIB 03 Mei 2019/ 13.05 WIB

Ibu Nifas Postpartum 6 jam Ibu Nifas Postpartum 13 jam


belum keluar ASI belum keluar ASI

Follow Up pertama Follow Up pertama


30 April 2019/ 11.05 WIB 03 Mei 2019/ 13.05 WIB

Dilakukan pijat oksitosin Dilakukan pijat oksitosin


selama 3 menit menggunakan selama 3 menit menggunakan
Baby Oil Baby Oil

Follow Up kedua Follow Up kedua


01 Mei 2019/ 07.00 WIB 04 Mei 2019/ 09.30 WIB

Dilakukan pijat oksitosin Dilakukan pijat oksitosin


selama 3 menit menggunakan selama 3 menit menggunakan
Baby Oil Baby Oil

Follow Up ketiga Follow Up ketiga


02 Mei 2019/16.00 WIB 05 Mei 2019/ 16.25 WIB
Melihat dan menilai kelancaran Melihat dan menilai kelancaran
ASI melalui wawancara dengan ASI melalui wawancara dengan
ibu dan melihat keadaan bayi ibu dan melihat keadaan bayi
(frekuensi menyusui, apakah (frekuensi menyusui, apakah
bayi tidur lelap setelah bayi tidur lelap setelah
menyusu) menyusu)
H. Analisis Jurnal PICOT

Tabel 3.1 Analisis Jurnal PICOT


Jurnal Populasi Intervensi Comparation Outcome Time
Barokah Liberty, Penelitian ini adalah Pemijatan dilakukan Pembanding Hasil penelitian ada Penelitian ini
Utami Faradila penelitian Quasi pada pagi hari ± 15 pada jurnal ini perbedaan yang bermakna dilakukan pada
2016, Pengaruh Experimental Design menit selama tiga hari, adalah ibu post (p=0,011<) produksi ASI tahun 2016
pijat Woolwich dengan uji beda dua dari hari pertama partum yang antara kelompok kontrol
terhadap produksi mean independent sampai ketiga tidak dilakukan (3021,88 ± 159,88)
ASI di BPM APPI dengan rancangan postpartum. Pemijatan pijat woolwich. dengan kelompok
AMELIA BIBIS penelitian yang dilakukan pada area perlakuan (3265,63 ±
KASIHAN digunakan adalah two sinus laktiferus tepatnya 320,79). Perbedaan ini
BANTUL VOL VII group only post-test 1-1,5 cm diatas areola terlihat pada rerata berat
17-18 November design. Kelompok mamae dengan tujuan badan bayi pada kelompok
2017 kontrol adalah kelompok mengeluarkan ASI yang perlakuan lebih besar
ibu postpartum tanpa ada pada sinus dibandingkan dengan
dipijat Woolwich. laktiferus. kelompok kontrol. Selain
Kelompok perlakuan Penimbangan berat itu hasil juga
adalah kelompok ibu badan dilakukan menunjukkan bahwa ada
postpartum yang dipijat sebelum menyusu dan perbedaan yang bermakna
Woolwich. Populasi satu jam setelah (p=0,026<) produksi ASI
dalam penelitian ini menyusu. sebelum dan sesudah
adalah semua ibu dilakukan pijat Woolwich.
postpartum hari pertama Pijat Woolwich
yang melahirkan di BPM memengaruhi produksi
BPM Appi Amelia Bibis ASI di BPM Appi Amelia
Kasihan Bantul. Jumlah Bibis Kasihan Bantul
sampel tiap kelompok Tahun 2016.
adalah 16 ibu
postpartum. Analisis
data menggunakan
Independent t test dan
Paired t test.
Maita Liva 2017, Jenis penelitian ini Melakukan pijat Tidak ada Hasil penelitian ini Penelitian ini
Pengaruh Pijat adalah “quasy oksitosin pada semua pembanding sebelum dilakukan pijat dilakukan pada
Oksitosin experiment“ dengan ibu postpartum oksitosin dilakukan Pre bulan februari
Terhadap Produksi rancangan penelitian sebanyak 37 ibu dengan test didapatkan sebanyak sampai maret 2016
ASI, Jurnal “pre and post test durasi waktu 3-5 menit. 29 (78,4%). ibu post
Penelitian design” yaitu untuk Pijat oksitosin ini partum ASInya tidak
Kesehatan Suara melihat dilakukan dengan cara lancar dan hanya 8
Forikes Volume pengaruh pijat oksitosin memijat pada daerah (21,6%) ibu yang
VII Nomor 3, Juli terhadap produksi punggung sepanjang
ASI. Populasi dalam memiliki ASI yang lancar
2016 kedua sisi tulang setelah tindakan di lihat
penelitian ini adalah belakang.
seluruh ibu nifas hari hasilnya, terdapat 31
pertama yang ada di (83,8%) ibu nifas yang
BPM Ernita, Amd.Keb memiliki ASI lancar
sebanyak 37 orang. setelah dilakukan pijat
Analisis data yang oksitosin dan hanya 6
digunakan adalah (16,2%) ibu nifas yang
analisis bivariat T test memiliki asi tidak lancar
Dependent yang diuji
dengan Wilcoxon
Signed Ranks Test.
Endang Suwanti, Penelitian ini merupakan responden diberi Pembanding Pada kelompok perlakuan Penelitian dilakukan
Kuswati 2015, penelitian dengan jenis intervensi dengan
Pengaruh Konsumsi Quasi experiment with ekstrak daun katu 2 kali dalam jurnal ini sebelum mengkonsumsi pada bulan januari
Ekstrak Daun control. Populasi dalam sehari 2 kapsul selama yaitu ibu post daun katuk 53,3 % ASI sampai juli 2015
Katuk Terhadap penelitian ini ibu 1 bulan kemudian partum yang cukup dan setelah
Kecukupan ASI menyusui di wilayah dilihat kecukupan ASI tidak diberikan konsumsi katuk 70% ASI
Pada Ibu Menyusui klaten. Metode sampling dengan indikator ekstrak daun lebih. Sedangkan pada
Di Klaten, Jurnal quota sampling sebanyak kecukupan ASI yang katuk. kelompok kontrol pada
Terpadu Ilmu 30 responden dengan meliputi: Frekuensi
observasi sebelum 53%
Kesehatan, Volume kriteria bayi lahir normal Bayi Buang Air Kecil
ASI cukup dan sesudah
5, No 2, November dan sehat. (BAK); Warna dan
2016 konsistensi Feses; satu bulan kemudian 37 %
Kondisi bayi saat ASI cukup , 30 % ASI
menyusu (dengan rakus lebih . Pada analisis
kemudian melemah dan statistik uji pengaruh chi
tidur); Payudara lunak square diperoleh hasil
setelah disusu; BB Bayi nilai p=0,002.
bertambah (14 gram per Kesimpulan: Ada
hari pada usia 3-6 bulan pengaruh yang signifikan
) konsumsi ekstrak daun
katu terhadap kecukupan
ASI (p = 0,000)
Analisis : Dari hasil analisis ketiga jurnal diatas peneliti memilih untuk menggunakan referensi pada jurnal nomor 2 karena pada jurnal tersebut
mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi yakni dari 37 responden yang di lakukan pre test ada 29 ibu yang memiliki ASI tidak lancar
namun setelah dilakukan pijat oksitosin yang diberikan selama 3-5 menit meningkat dari yang tidak lancar 29 orang menjadi 31 (83,8%) ibu yang
ASI nya lancar. Intervensi pijat oksitosin ini dilakukan dengan cara memijat pada daerah punggung sepanjang kedua sisi tulang belakang selama 3
menit. Pijat dilakukan dua kali dalam sehari pagi dan sore selama 3 hari.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Kecamatan Jetis merupakan salah satu dari 17 kecamatan yang ada di

kabupaten Bantul. Kecamatan Jetis terdiri dari 4 Desa yaitu: Desa Patalan,

Canden, Sumber Agung dan Trimulyo.

Puskesmas Jetis I terletak di Desa Trimulyo dengan wilayah kerja 2 Desa

yaitu Desa Sumber Agung dan Trimulyo. Luas wilayah kerja kedua Desa

keseluruhan 13.457.377 km2. Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Jetis I

sebelah utara kecamatan Sewon dan Kecamatan Pleret, Sebelah Timur

Kecamatan Pleret dan Kecamatan Imogiri, Sebelah Selatan Desa Canden dan

Desa Patalan dan Sebelah Barat Kecamatan Bantul. Puskesmas Jetis I

dilengkapi dengan sarana transportasi berupa kendaraan dinas Mobil

Puskesmas keliling dan sepeda motor. Pelayanan Rawat inap Puskesmas Jetis I

sejak bulan November 2007 sudah mulai dioperasionalkan, sedangkan kegiatan

Yandu dilaksanakan oleh kader yandu masing-masing.

Puskesmas Jetis I Bantul mempunyai Upaya Kesehatan Perorangan yaitu

meliputi Pengobatan Umum, Ruangan Rawat Inap, Pelayanan Gigi dan Mulut,

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta KB, Konsultasi, Pelayanan

Fisioterapi, Laboratorium, Apotek, Puuskesmas Pembantu Trimulyo, dan

Puskesmas Pembantu Sumber Agung. Dan juga ada Upaya Kesehatan

Masyarakat (UKM) seperti Promkes dan UKS, Kesling, KIA dan KB,

Pelayanan Gizi, P2P, P2PTM. Puskesmas Jetis I memiliki Layanan Unggulan

seperti Emping Desa, Simbah Bugar dan Tabur Gizi.

36
B. Gambaran Umum Subyek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah 2 ibu nifas yang

melahirkan di Puskesmas Jetis I Bantul. Pasien yang dipilih menjadi

responden adalah ibu nifas dengan ASI belum keluar atau tidak lancar yang

telah dilakukan pemeriksaan oleh bidan.

Tabel 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian


Identitas Pasien Kasus 1 Kasus 2
Nama Isti Siti Ambarwati
Umur 21 Tahun 27 Tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMU SMP
Pekerjaan Ibu rumah tangga Ibu rumah tangga
Status Menikah Menikah
Nama Suami Burhanudin Haris Ruli Priyanto
Umur 23 Tahun 34 Tahun
Alamat Puton Trimulyo Jetis Paten Sumber Agung Jetis
Bantul Bantul
Keluhan Utama Ibu mengatakan baru Ibu mengatakan baru
melahirkan bayinya 6 jam melahirkan bayinya
yang lalu Ibu mengeluh ASI keluar
Ibu mengeluh ASI keluar tidak lancer
tidak lancar
Riwayat Penyakit Ibu mengatakan tidak ada Ibu mengatakan tidak ada
riwayat penyakit menular riwayat penyakit menular
maupun turunan apapun maupun turunan apapun
Proses Persalinan Persalinan Ny.I Persalinan Ny.S
berlangsung selama 30 berlangsung selama 5 jam,
menit, Ny.I masuk ke Ny.S masuk ke klinik
klinik sekitar pukul 4.30 sekitar pukul 18.40 WIB
WIB tanggal 30-04-2019 tanggal 02-05-2019 dari
langsung pembukaan pembukaan 4 sampai
lengkap. Bayi Ny.I lahir dengan pembukaan
spontan normal pukul lengkap pada pukul 23.40
05.00 WIB dengan berat WIB. Bayi Ny.S lahir
2500 gram dan dilakukan spontan normal pukul
episiotomi. Plasenta lahir 23.50 WIB dengan berat
lengkap 15 menit setelah 3500 gram dan tidak
bayi lahir. Kala IV dilakukan episiotomi
persalinan semua dalam tetapi laserasi derajat II.
batas normal. Plasenta lahir lengkap 5
menit setelah bayi lahir.
Kala IV persalinan semua
dalam batas normal.
Dx Ny.I umur 21 tahun P1A0 Ny.S umur 27 tahun P3A0
postpartum dengan ASI postpartum dengan ASI
tidak lancar tidak lancar
Intervensi Kedua pasien telah diberikan informasi tentang pijat
oksitosin untuk membantu proses kelancaran ASI ibu
dengan pijat oksitosin selama 3 hari dilakukan
pemijatan selama 3 menit.
38

C. Implementasi
Tabel 4.2 Implementasi
Pemeriksaan pada Ny. I
Pasien Intervensi Comparasion Outcome Teori
Ny. I 21 tahun P1A0 6 Pemberian pijat oksitosin - Pijat oksitosin tanggal Menurut maryunani 2015, stadium laktasi dibagi
jam post partum normal tiga yaitu kolostrum yang keluar pada hari 1-4, asi
selama 3 menit 30-04-2019
ASI tidak lancar transisi yang keluar pada hari 4 – 10 dan ASI
Pijat oksitosin matur yang akan diproduksi pada hari ke 10 dan
Tanggal : 30 April 2019 seterusnya
dilakukan sehari 2 kali
Pukul : 11.05 WIB
S : ibu mengatakan pagi dan sore, Sehabis Persalinan akan merasakan kelelahan
melahirkan bayinya maka salah satu factor terhambatnya produksi ASI
menyusui bayi
pada pukul 05.00 adalah faktor istirahat, Faktor istirahat
wib, dari saat minimal 2 jam sekali mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI.
dilakukan IMD ASI Apabila kondisi ibu terlalu capek, kurang istirahat,
nya belum keluar maka asi juga berkurang (Dewi, 2012).
Ibu mau melakukan
sampai saat ini
pijat oksitosin namun
Menurut Rina Herawati, (2017) manfaat pijat
ASI belum keluar
O: oksitosin salah satunya dapat membuat ibu
1. TTV menjadi rileks.
Keadaan Umum :
Baik
Kesadaran :
compos mentis
TD : 105/76
mmhg
Suhu : 36,6oC
Pernafasan : 20
x/mnt
Nadi : 78 x/mnt
2. Pemeriksaan Fisik
a. Payudara tidak
nyeri tekan
b. Tidak ada masa
c. ASI belum
keluar
Analisis Pertemuan I : Setelah dilakukan pijat oksitosin selama 3 menit belum terlihat ada pengeluaran ASI namun ibu merasakan badannya menjadi
lebih rileks dan merasa lebih nyaman hal ini sesuai dengan teori.
Ny . I, usia 21 tahun, Pemberian pijat oksitosin - Pijat oksitosin tanggal Pijat oksitosin dilakukan pada tulang belakang
P1A0 ASI tidak lancar selama 3 menit 01-05-2019 mulai daricosta ke 5-6 sampai
dengan pijat oksitosin Pijat oksitosin scapula,neurotransmitter akan merangsang
dilakukan sehari 2 kali medullaoblongata langsung mengirim pesan
Tanggal : 1 Mei 2019 pagi dan sore kehypothalamus di hypofise posterior untuk
Pukul : 07.00 WIB Ibu mau dilakukan mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan
pijat oksitosin dan
buah dada mengeluarkan air susu nya (Gustriani,
ASI keluar sedikit
2015).
S :
Ibu mengatakan Menyusui tanpa ada batasan waktu Manfaatnya
sudah lebih baik, yaitu meningkatkan sirkulasi prolaktin,
hanya saja ASI nya mengurangi tingkat FIL (feedback inhibitor of
masih belum keluar lactation), melatih menyusui dan mencegah
banyak dan masih pembengkakan. UNICEF (2010)
sedikit
O:
TTV
1. Keadaan Umum :
Baik
Kesadaran :
Composmentis
TD : 110/75 mmhg
Suhu : 36,7oC
Pernafasan : 22x/mnt
Nadi : 83 x/mnt

4. Pemeriksaan Fisik :
a. Payudara tidak ada
nyeri tekan
b. Tidak ada massa
c. ASI keluar sedikit
Analisis pertemuan II : Setelah dilakukan pijat oksitosin pada hari pertama ibu mengatakan ASInya belum keluar namun payudaranya terasa tegang
badannya menjadi lebih rileks dan merasa lebih nyaman. ASI keluar sedikit pada hari kedua. Setelah dilakukan pijat oksitosin selama 3 menit.
Ny. I, Usia 21 tahun Pemberian pijat oksitosin - Pijat oksitosin tanggal Manfaat di lakukan room in yaitu memungkinkan
P1A0 ASI tidak lancar 02-05-2019 sering menyusui, meningkatkan kadar oksitosin,
dengan pijat oksitosin memungkinkan ibu dan bayi untuk mengenal satu
Tanggal : 2 mei 2019 Pijat oksitosin
sama lain terutama tanda – tanda menyusui dan
Pukul : 16.00 WIB dilakukan sehari 2 kali
pagi dan sore mengurangi risiko kematian bayi yang tiba – tiba.
S : Ibu mengatakan Ibu bersedia
sudah bisa melakukan pijat Menyusui tanpa ada batasan waktu Manfaatnya
menyusui bayinya oksitosin, ASI sudah yaitu meningkatkan sirkulasi prolaktin,
dan ASI sudah lancar keluar dan ibu mengurangi tingkat FIL (feedback inhibitor of
lancar keluar dapat menyusui lactation), melatih menyusui dan mencegah
O: bayinya langsung
pembengkakan. UNICEF (2010)
TTV serta menganjurkan
K keadaan Umum : Baik menyusui sesering
K kesadaran : Compos mungkin
mentis
TD : 120/80 mmhg
Suhu : 36,5 oC
Pernafasan : 24 x/mnt
Nadi : 81 x/mnt
Pemeriksaan Fisik :
a. Payudara tidak ada
nyeri tekan
b. Tidak ada massa
c. ASI sudah lancar
keluar
Analisis Pertemuan III : setelah dilakukan pijat oksitosin pada hari ketiga ASI Ny I telah keluar
Pemeriksaan pada Ny. S
Pasien Intervensi Comparasion Outcome Teori
Ny. S 27 tahun P3A0 Pemberian pijat oksitosin - Pijat oksitosin tanggal Menurut maryunani 2015, stadium laktasi dibagi
13 jam post partum tiga yaitu klostrum yang keluar pada hari 1-4, asi
selama 3 meni 03-05-2019
normal ASI tidak lancar transisi yang keluar pada hari 4 – 10 dan ASI
Pijat oksitosin
matur yang akan diproduksi pada hari ke 10 dan
Tanggal : 3 Mei 2019
dilakukan sehari 2 kali seterusnya
Pukul : 13.05 WIB
S : ibu mengatakan pagi dan sore,
melahirkan bayinya
menyusui bayi
pada pukul 23.40
wib, dari saat minimal 2 jam sekali
dilakukan IMD ASI
nya belum keluar
Ibu bersedia
sampai saat ini
O: melakukan pijat
1. TTV oksitosin namun ASI
Keadaan Umum : belum keluar
Baik
Kesadaran :
composmentis
TD : 98/70 mmhg
Suhu : 36,4oC
Pernafasan : 20
x/mnt
Nadi : 82 x/mnt
2. Pemeriksaan Fisik
a. Payudarah tidak
nyeri tekan
b. Tidak ada masa
c. ASI belum keluar
Analisis pertemuan I : Setelah dilakukan pijat oksitosin selama 5 menit belum terlihat ada pengeluaran ASI namun ibu merasakan badannya menjadi
lebih rileks dan merasa lebih nyaman.

Ny . S, usia 27 tahun, Pemberian pijat oksitosin - Pijat oksitosin tanggal Pijat oksitosindilakukan pada tulang belakang mulai
P3A0 ASI tidak lancar selama 3 menit 04-05-2019 daricosta ke 5-6 sampai scapula,neurotransmitter
dengan pijat oksitosin Pijat oksitosin akan merangsang medullaoblongata langsung
dilakukan sehari 2 kali mengirim pesan kehypothalamus di hypofise
Tanggal : 04 Mei 2019 pagi dan sore posterior untukmengeluarkan oksitosin
Pukul : 09.30 WIB Ibu mau dilakukan sehinggamenyebabkan buah dada mengeluarkan
S : pijat oksitosin dan
airsusu nya (Gustriani, 2015).
Ibu mengatakan ASI keluar sedikit
sudah lebih baik,
hanya saja ASI nya Menyusui tanpa ada batasan waktu Manfaatnya yaitu
masih belum keluar meningkatkan sirkulasi prolaktin, mengurangi
banyak dan masih tingkat FIL (feedback inhibitor of lactation), melatih
sedikit menyusui dan mencegah pembengkakan. UNICEF
O: (2010)
TTV
1. Keadaan Umum :
Baik
Kesadaran :
Composmentis
TD : 120/70 mmhg
Suhu : 36,4 oC
Pernafasan : 22x/mnt
Nadi : 82 x/mnt
2. Pemeriksaan Fisik :
a. Payudara tidak
ada nyeri tekan
b. Tidak ada massa
c. ASI sedikit
keluar
Analisis pertemuan II : setelah dilakukan pijat oksitosin pada hari pertama dan kedua ASI ibu telah keluar sedikit hal ini di pengaruhi oleh pijat
oksitosin yang diberikan juga ibu sering menyusui bayi hal ini sesuai dengan teori yang di kemukan oleh Gustiani 2015.

Ny. S, Usia 27 tahun Pemberian pijat oksitosin - Produksi ASI jauh Menurut Mardiyaningsih (2010)produksi ASI sangat
P3A0 ASI tidak lancar selama 3 menit lebih banyak dipengaruhi olehhormon prolaktin yang akan
dengan pijat oksitosin dibandingkan hari memproduksiASI, dan hormon oksitosin
pertama dan kedua yangberpengaruh pada kelancaran pengeluaran
Tanggal : 05 Mei 2019 ASI, karena semakin ASI keluar produksiASI akan
Pukul : 16.25 WIB semakin meningkat.
S : Ibu mengatakan
sudah bisa
menyusui bayinya
dan ASI sudah
lancar keluar
O:
TTV
Kkeadaan Umum :Baik
Kesadaran : Compos
mentis
TD : 120/80 mmhg
Suhu : 36,5oC
Pernafasan : 23 x/mnt
Nadi : 80 x/mnt
Pemeriksaan Fisik :
a. Payudara tidak ada
nyeri tekan
b. Tidak ada massa
c. ASI sudah lancar
keluar
Analisis pertemuan III :pada hari ke tiga dilakukan lagi pemijatan pada tulang belakang ibu untuk meningkatkan pengeluaran hormone oksitosin
sehingga mempengaruhi kelancaran pengeluaran ASI.
E. Pembahasan
Studi kasus ini dilakukan dalam waktu 6 hari yaitu dari tanggal 30

April-5 Mei 2019. Kasus ditemukan pertama kali pada tanggal 30 April 2019.

Evaluasi dilakukan untuk pasien I yaitu Ny.I sebanyak 3 kali, di ruangan 2 kali

yaitu pada tanggal 30 April 2019 dan 01 Mei 2019 , di rumah 1 kali. Sedangkan

pasien II yaitu Ny.S sebanyak 3 kali, di ruangan 2 kali yaitu pada tanggal 3-4

Mei 2019 dan di rumah 1 kali pada tanggal 5 Mei 2019.

Berdasarkan data yang didapat, Pasien I adalah Ny.I umur 21 tahun

P1A0, ibu tidak bekerja. Pasien II adalah Ny.S umur 27 tahun P3A0, ibu tidak

bekerja. Kedua pasien memiliki keluhan yang sama yaitu ASI tidak keluar.

Pasien I mengalami ASI tidak keluar setelah 6 jam melahirkan, sedangkan

Pasien II mengalami ASI tidak keluar setelah 13 jam melahirkan.

Setelah persalinan kadar progesteron menurun secara cepat dengan

peningkatan hormon piolaktin setelah persalinan. Kolostrum sudah ada saat

persalinan namun produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah

persalinan, Payudara akan menjadi besar dan keras hal ini sebagai tanda

mulanya proses laktasi dimulai.

Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu

ibu (ASI), yang merupakan makanan pokok terbaik bagi bayi yang bersifat

alamiah. Bagi setiap ibu yang melahirkan akan tersedia makanan bagi dirinya,

dan bagi si anak akan merasa puas dalam pelukan ibunya, merasa aman,
tentram, hangat akan kasih sayang ibunya. Hal ini merupakan faktor penting

bagi perkembangan anak selanjutnya.

Kunjungan hari pertama pada pasien I dan pasien II didapatkan hasil

keadaan ibu baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, yaitu Ny I KU ibu baik,

kesadaran compos mentis, TD : 120/80 mmHg, N : 80 x/I, S: 36,8 oC, P: 23 x/I,

dan Ny S KU ibu baik, kesadaran compos mentis, TD: 120/70 mmHg, N:

81x/I, S: 36,2 oC, P: 24x/i.payudara tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, ibu

masih merasakan ASI nya belum keluar setelah di coba diberikan kepada

bayinya, dan dilanjutkan intervensi KIE yaitu tentang makanan, perawatan

payudara, dan pijat oksitosin. Kunjungan kedua pada pasien I didapatkan hasil

ASI sudah keluar tetapi sedikit dengan jumlah 15 ml dan pada pasien 2 dengan

jumlah 20 ml, dan lanjutkan intervensi yaitu melakukan pijat oksitosin dan

menganjurkan selalu berikan ASI kepada bayi setiap 2 jam sekali. Pada

kunjungan ketiga didapatkan hasil pemriksaan ASI nya sudah lancar keluar

dengan jumlah 40 ml sedangkan pasien 2 dengan jumlah 45 ml, KIE untuk

tetap selalu memberikan ASI kepada bayi nya dan makan-makanan yang

bergizi dan bervitamin untuk kelancaran produksi ASI.

Menurut Julia (2014) Pada dasarnya, ASI akan diproduksi secara

otomatis oleh tubuh ibu ketika masih dalam masa kehamilan. Proses tersebut

menghasilkan hormon prolaktin yang akan memberitahu tubuh untuk terus

meningkatkan produksi ASI. Namun, hormon dari plasenta

(terutama progesteron) akan berusaha menghentikan tubuh merespons atau


menanggapi hormone prolaktin. Hal tersebut yang menahan ASI untuk tidak

keluar lebih dulu sampai bayi selesai dilahirkan dan plasenta meninggalkan

tubuh ibu.

Pijat oksitosin adalah pemijatan tulang belakang pada costa (tulang

rusuk) ke 5-6 sampai ke scapula (tulang belikat) yang akan mempercepat kerja

syaraf parasimpatis, saraf yang berpangkal pada medulla oblongata dan pada

daerah daerah sacrum dari medulla spinalis, merangsang hipofise posterior

untuk mengeluarkan oksitosin, oksitosin menstimulasi kontraksi sel-sel otot

polos yang melingkari duktus laktiferus kelenjar mamae menyebabkan

kontraktilitas mioepitel payudara sehingga dapat meningkatkan pemancaran

ASI dari kelenjar mammae (Isnaini, dkk, 2015).

Pijat oksitosin dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau reflex

let down. Pijat oksitosin ini dilakukan dengan cara memijat pada daerah

punggung sepanjang kedua sisi tulang belakang. Dengan dilakukan pemijatan

ini, ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang

sehingga dapat membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin

(Mardiyaningsih, 2010).

Pijat oksitosin dapat dilakukan kapanpun ibu mau, lebih disarankan

dilakukan sebelum menyusui atau memerah ASI.Payudara yang bengkak juga

dapat dibantu dengan pijat oksitosin untuk meredakan sakitnya. Tehnik ini

mudah dilakukan dengan durasi 2-3 menit (Kaltimpost, 2013 ; Irsal, 2014).
Keluhan ASI tidak keluar pada pasien I pada kunjungan ke rumah

pasien hilang pada kunjungan ke III, ASI sudah lancar keluar. Pasien II keluhan

ASI tidak keluar hilang pada kunjungan ke III. Selain melakukan intervensi

yang diberikan, kedua pasien ini juga menghindari hal-hal yang menyebabkan

payudara ibu menjadi infeksi ataupun bengkak karena dalam posisi menyusui

dan selalu memberikan ASI kepada bayinya.

Salah satu faktor penyebab dari asi tidak lancar adalah Ketenangan jiwa

dan fikiran. Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan dan

fikiran harus tenang, keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih dan tegang

akan menurunkan volumne ASI (Wiji, 2013).

Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui. Ibu

yang tidak mempunyai keyakinan mampu memproduksi ASI umumnya

produksi ASI akan berkurang. Peran keluarga dalam meningkatkan percaya diri

ibu sangat besar (IDAI, 2013).

Berdasarkan data diatas tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik

karna setelah di kaji pada pasien Ny.I dan Ny.S ibu mengatakan merasa takut

menghadapi persalinan dan merasa tegang pada saat persalinan berlangsung.

Pada kasus ini tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan di lahan

praktik. Dalam memberikan asuhan kebidanan pada responden, penulis

melakukan pengkajian data sesuai teori dengan mengumpulkan semua

informasi yang akurat dan lengkap dari sumber yang berkaitan dengan kondisi

responden, baik dari hasil anamnesa, hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan
responden, meliputi : identitas, keadaan ibu saat pengkajian, keluhan utama

untuk mengetahui permasalahan atau keluhan yang dialami ibu, riwayat hamil,

persalinan, nifas, riwayat penyakit. Pada studi kasus ini, peneliti tidak

menemukan hambatan di lapangan karena adanya kerjasama yang baik dari

pihak responden dan juga Puskesmas Jetis I Bantul.

Dalam menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi

data subyektif dan objektif dalam suatu identifikasi meliputi diagnosa/masalah

serta antisipasi masalah potensial. Diagnosa yang dapat ditegakkan dari studi

kasus ini adalah ibu postpartum hari ke 1-3 dengan ASI tidak lancar. Penulis

tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan praktik dalam

mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.

Dalam kasus ini setelah diidentifikasi maka perlu dilakukan tindakan

segera untuk mengatasi ASI tidak lancar pada responden tersebut tidak

bertambah parah. Penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan

praktik dalam menetapkan antisipasi dalam menentukan tindakan segera. Pada

pelaksanaan tindakan sudah sesuai dengan rencana asuhan yang menyeluruh.

Setiap rencana dapat dilakukan dengan baik pada responden. Hal ini

dikarenakan adanya kerjasama atau komunikasi yang baik antara penulis,

keluarga responden, dan bidan jaga di Puskesmas Jetis I Bantul. Semua

perencanaan dan pelaksanaan dilakukan sesuai dengan teori.


F. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang ditemukan selama melakukan studi kasus ini adalah

penulis tidak dapat mengamati secara terus – menerus apakah pijat oksitosin

benar-benar dilakukan setiap pagi, siang, dan sore yang dibantu oleh suami atau

keluarga responden. Karena setelah dilakukan pendekatan terhadap kedua

responden mereka menyatakan bahwa mereka sama sekali belum pernah

mendengar ataupun mendapatkan penjelasan tentang pentingnya dilakukan pijat

oksitosin ketika ASI tidak lancar bahkan tidak keluar sama sekali. Terlebih

mereka belum mengerti tentang manfaat dilakukannya pijat oksitosin tersebut.


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan dari Case study research yang berjudul Asuhan Kebidanan

Pada Ibu Postpartum Hari Ke 1-3 Dengan Pijat Oksitosin Di Puskesmas Jetis

I Bantul Tahun 2019, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

1. Analisa data dilakukan dengan pengumpulan data di dapatkan diagnosa

yaitu Ny I, usia 21 tahun, P1A0 nifas hari pertama dengan ASI belum

keluar dan Ny S 27 tahun, P3A0 nifas hari pertama dengan ASI belum

keluar, tindakan yang diberikan sama yaitu memberikan KIE untuk

makan makanan bergizi, menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya

dan melakukan pijat oksitosin yang dilakukan selama 3 menit pada

punggung ibu.

2. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan persamaan hasil

intervensi antara responden Ny.I dan Ny.S yaitu ASI sudah lancar keluar

pada hari ketiga kunjungan dikarenakan ibu juga mau mengikuti anjuran

untuk menyusui setiap 2 jam sekali, makanan yang bergizi,dan istirahat

yang cukup.
3. Berdasarkan hasil analisis data maka di dapatkan faktor-faktor yang

mempengaruhi pengeluaran ASI yaitu, kurangnya pengetahuan ibu akan

perawatan payudara pada saat hamil, pada saat persalinan ibu merasakan

takut dan tegang yang berlebihan sehingga hal itu berpengaruh pada

pengeluaran asinya.

B. SARAN

1. Bagi Puskesmas Jetis I Bantul

Pada kasus asuhan kebidanan pada Ibu Nifas Hari Ke 1-3 ASI Tidak

Lancar Dengan Pijat Oksitosin selalu menerapkan konsep asuhan

kebidanan sehingga dapat mengambil tindakan secara tepat dan cepat,

mengevaluasi pasien akan asuhan yang diberikan agar mengetahui

kebutuhan dan kekurangan asuhan yang diberikan, serta meningkatkan

keterampilan dalam menangani kasus yang terdapat di lahan.

2. Bagi Subyek Penelitian

a. Ny. I diharapkan rutin melakukan pijat oksitosin bisa meminta bantuan

suami atau pun keluarga, karena terbukti pijat oksitosin dapat

melancarkan pengeluaran ASI. Ny I di harapkan memperhatikan

asupan nutrisi dengan mengkonsumsi sayuran hijau tua, daging yang

berwarna merah dan buah-buahan, selain itu diharapkan pada Ny. I

untuk meluangkan waktu untuk istirahat.


b. Ny. S diharapkan rutin melakukan pijat oksitosin bisa meminta

bantuan suami atau pun keluarga, karena terbukti pijat oksitosin dapat

melancarkan pengeluaran ASI. Ny S di harapkan memperhatikan

asupan nutrisi dengan mengkonsumsi sayuran hijau tua, daging yang

berwarna merah dan buah-buahan, selain itu diharapkan pada Ny. S

untuk meluangkan waktu untuk istirahat.

c. Keluarga diharapkan membantu ibu untuk melakukan pijat oksitosin

sendiri dirumah, juga membantu ibu untuk mengurus bayinya sehinga

ibu dapat beristirahat

3. Bagi Bidan

Diharapkan bidan mau dan mampu untuk melakukan pijat oksitosin

sehingga membantu ibu nifas untuk proses pengeluaran ASI

4. Bagi Mahasiswa DIV Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Diharapkan untuk menambah referensi-referensi baru, terutama yang

berkaitan dengan proses laktasi dan teknik pengeluaran ASI


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”. Edisi Revisi


VI. Jakarta: Rineka Cipta
Astutik, R. Y. (2014). Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika.

Dewi. (2012). Asuhan kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dewi, V dan Sunarsih, T. (2011). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta:
Salemba Medika.

Ferial, E.W. (2011). Hubungan Antara Status Gizi Ibu BerdasarkanUkuran Lingkar
Lengan Atas (LILA) Dengan Berat Badan Lahir Bayi Di RSUD Daya Kota
Makassar. Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol.2 (3) Maret 2011
ISSN 2086-4604. Makassar : Universitas Hasanuddin.

IDAI. (2013). Pemberian Susu Formula Pada Bayi Baru Lahir. Tersedia dalam :
<http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/pemberian-susu-formula-pada-bayi-
baru-lahir.html>

Kemenkes RI (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun


2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jakarta : Kemenkes RI.

KeMenKes RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta:


KEMENKES RI

Liva Maita (2016). Pengaruh Pijat OksitosinTerhadap Produksi ASI Ibu Nifas diBPM
Ernita, Amd.Keb Pekanbaru.Jurnal Penelitian Suara Forinkes. 7(3):Hal. 173-
175

Mardiyaningsih (2010). Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet Dan Pijat Oksitosin


Terhadap Produksi ASI Ibu Postpartum Di Rumah Sakit Wilayah Jawa Tengah.
Tesis. Universitas Indonesia

Maryunani, Anik. (2012). Inisiasi menyusui dini ASI eksklusif & manajemen laktasi.
Jakarta: TIM

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Nugroho, T. (2011). ASI dan Tumor Payudara. Yogyakarta : Nuha medika.


Putri, T. (2010). Mengapa ASI Tak Langsung Keluar. Tersedia dalam :
http://entertainment.kompas.com/read/2010/01/07/12204060/Mengapa.ASI.Tak
.Langsung.Keluar.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar Provinsi DIY. Jakarta: Lembaga


Penerbitan Badan Litbangkes.

Roesli, U. (2013). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.


Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). (2012). Tersedia dalam
http://chnrl.org/pelatihan-demografi/SDKI-2012. pdfdiakses pada tanggal 21
Februari 2019

UNICEF. (2010). The UNICEF UK Baby Friendly Initiative Orientation to


Breastfeeding for General Practicioner: Orientation Handbook. United
Kingdom: UNICEF.

Prawirohardjo,Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan.2008. Jakarta: PT.Bina Pustaka.

Wiji, R.K. (2013) ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai