Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP POST PARTUM


A. Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita
Alat atau organ reproduksi wanita terdiri atas organ eksternal dan internal,
sebagian besar terletak dalam rongga panggul. Organ eksternal (sampai vagina)
berfungsi sebagai kopulasi, sedangkan Internal berfungsi untuk ovulasi, fertilisasi
ovum, transportasi blastocyst, implantasi, pertumbuhan fetus, kelahiran.
1. Genetalia eksternal

a. Mons pubis/ mons veneris


Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa pubertas
daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis
b. Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang. Banyak
mengandung pleksus vena. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas
labia mayora. Dibagian bawah perineum, labia mayora menyatu pada commisur
posterior
c. Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut.
Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf
d. Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan
corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina. Terdapat juga
reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf,
sangat sensitif.
e. Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia
minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium
urethrae externum, introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan
duktus Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis
f. Introitus atau orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis
bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. Hymen normal
terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit,
bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae
g. Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di
bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar
cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior,
dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding
dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus
haid.
h. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot
diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis
(m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra). Perineal body adalah
raphe median m.levator ani, antara anus dan vagina.
2. Genetalia internal

a. Serviks uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan/menembus
dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama:
otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar
di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium
uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks,
dan ostium uteri internum (dalam, arah cavum). Sebelum melahirkan
(multipara/primigravida) lubang ostium externum bulat kecil, setelah
pernah/riwayat melahirkan (primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang.
Posisi serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica
b. Corpus uteri
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada
ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan muskular/miometrium
berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal,
anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium yang melapisi dinding
cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-
hormon ovarium.
c. Ligamenta penyangga uteri
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum cardinale,
ligamentum ovari, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum
infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina.
d. Vaskularisasi uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna, serta
arteri ovarica cabang aorta abdominalis.
Uterus mempunyai 3 macam lapisan dinding yaitu :
1) Perimetrium adalah lapisan terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus
2) Miometrium adalah lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk
kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk semula
setiap bulannya
3) Endometrium merupakan lapsan terdalam yang kaya akan sel darah merah.
Bila tidak terjadi pembuahan maka dinding endometrium inilah yang akan
meluruh bersamaan dengan sel ovum matang.
e. Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-
kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium
sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular
(longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia. Terdiri dari atas
parsisthmica (proksimal/isthmus) merupakan bagian dengan lumen tersempit,
terdapat sfingter uterotuba pengendali transfer gamet; pars ampularis
(medial/ampula) merupakan tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah
ampula / infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi
implantasi di dinding tuba bagian ini : pars infundibulum (distal) yang dilengkapi
dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada ujungnya, melekat dengan
permukaan ovarium.
f. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum,
sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan
pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di
korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon
steroid.
3. Hormon-hormon reproduksi
a. GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone)
Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi menstimulasi
hipofisis anterior untuk memproduksi dan melepaskan hormon-hormon
gonadotropin (FSH / LH).
b. FSH (Follicle Stimulating Hormone)
Berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa).
Diproduksi di sel-sel basal hipofisis anterior, sebagai respons terhadap GnRH.
Berfungsi memicu pertumbuhan dan pematangan folikel dan sel-sel granulosa di
ovarium wanita.
c. LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH dan juga
mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama fase
luteal siklus, LH meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum
pascaovulasi dalam menghasilkan progesteron.
d. Esterogen
Estrogen (alami) diproduksi terutama oleh sel-sel teka interna folikel di
ovarium secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di kelenjar
adrenal melalui konversi hormon androgen. Selama kehamilan, diproduksi juga
oleh plasenta. Berfungsi stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (proliferasi)
pada berbagai organ reproduksi wanita.
e. Progesteron
Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium,
sebagian diproduksi di kelenjar adrenal, dan pada kehamilan juga diproduksi di
plasenta. Progesteron menyebabkan terjadinya proses perubahan sekretorik (fase
sekresi) pada endometrium uterus, yang mempersiapkan endometrium uterus
berada pada keadaan yang optimal jika terjadi implantasi.
f. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas
(plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan 10-12 minggu
(sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar
1000 mU/ml), kemudian naik kembali sampai akhir trimester ketiga (sekitar
10.000 mU/ml). Berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus
luteum dan produksi hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan
awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik. Deteksi HCG pada darah atau
urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan (tes Galli
Mainini, tes Pack, dsb).
g. LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu/meningkatkan
produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut
mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum.
Pada kehamilan, prolaktin juga diproduksi oleh plasenta (HPL / Human Placental
Lactogen). Fungsi laktogenik / laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa
laktasi / pasca persalinan. Prolaktin juga memiliki efek inhibisi terhadap GnRH
hipotalamus, sehingga jika kadarnya berlebihan (hiperprolaktinemia) dapat terjadi
gangguan pematangan follikel, gangguan ovulasi dan gangguan haid berupa
amenorrhea.

B. Post Partum
Masa nifas (puerpunium) menurut Sarwono Prawirohardjo adalah dimulai
setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan semula atau sebelum hamil, yang berlangsung kira-kira 6 minggu. Masa
nifas menurut Rustam Muchtar adalah masa pulih kembali dimulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan sampai seperti prahamil lamanya 6-8 minggu.
Definisi lain masa nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Menurut Hafina
Wiknjosastro, masa nifas adalah dimulai setelah persalinan selesai dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu.
Pada masa post partum ibu banyak mengalami kejadian yang penting. Mulai
dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi
keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian
dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi
kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah atau penyulit, yang bila tidak
ditangani segera dengan efektif akan dapat membahayakan kesehatan atau
mendatangkan kematian bagi ibu sehingga masa postpartum ini sangat penting
dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini, 2009).
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim,
pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011)
a) Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone
dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot-otot polos rahim dan
akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
progesterone turun.
b) Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c) Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot
rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d) Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss). Bila
ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi
uterus
e) Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser,
amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut
tetesan per infus.
C. Adaptasi fisiologis dan psikologis
a) Fisiologis
1) Tanda-tanda vital
Suhu mulut pada hari pertama meningkat 30ºC sebagai akibat pemakaian
energi saat melahirkan, dehidrasi maupun perubahan hormonik, tekanan darah
stabil, penurunan sistolik 20 mmHg dapat terjadi saat ini, nadi berkisar antara 60-
70 kali per menit.
2) Sistem kardiovaskular
Cardiac output setelah persalinan meningkat karena darah sebelumnya
dialirkan melalui utero plasenta dikembalikan ke sirkulasi general. Volume darah
biasanya berkurang 300-400 ml selama proses persalinan spontan. Trombosit pada
hari ke 5 s.d 7 post partum, pemeriksaan homan’s sign negatif
3) Sistem reproduksi
Involusi uteri terjadi setelah melahirkan tinggi fundus uteri adalah 2 jari di
bawah pusat, 1-3 hari TFU 3 jari di bawah pusat, 3-7 hari TFU 1 jari di atas
sympisis le bih dari 9 hari TFU tidak teraba.
Macam-macam lochea berdasarkan jumlah dan warnanya :
- Lochea rubra : 1-3 hari, berwarna merah terang, mengandung darah, mungkin
ada bekuan kecil, bau amis yang khas (bau seperti hewan), keluar banyak
sampai sedang
- Lochea Sanguinolenta : 3-7 hari berwarna putih campur merah(pink)
kecoklatan.
- Lochea Serosa : 7-14 hari berwarna kekuningan.
- Lochea Alba : setelah hari ke- 14 berwarna putih
- Lochea purulenta :dapat terjadi karena infeksi, keluar cairan seperti nanah
brbau busuk
- Lochitosis : lochea yang tidak lancar keluarnya (Suherni, 2009).
Macam-macam episiotomi:
1. Episiotomi mediana, merupakan insisi paling mudah diperbaiki, lebih sedikit
pendarahan penyembuhan lebih baik.
2. Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisi yang banyak digunakan
karena lebih aman.
3. Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat menimbulkan
relaksasi introitus, perdarahan lebih banyak dan sukar direparasi.
4) Sistem gastro intestinal
Pengembangan defekasi secara normal lambat dalam seminggu pertama. Hal
ini disebabkan karena penurunan mortilitas usus, kehilangan cairan dan
ketidaknyamanan perineum
5) Sistem muskuloskeletal
Otot dinding abdomen teregang bertahap selama hamil, menyebabkan
hilangnya kekenyalan otot yang terlihat jelas setelah melahirkan. Dinding perut
terlihat lembek dan kendor
6) Sistem endokrin
Setelah persalinan penaruh supresi esterogen dan progesteron berkurang
maka timbul pengaruh lactogenik dan prolaktin merangsang air susu. Produksi
ASI akan meningkat setelah 2 s.d 3 hari pasca persalinan.
7) Sistem perkemihan
Biasanya ibu mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2
hari post partum. Penimbunan cairan dalam jaringan selama berkemih dikeluarkan
melalui diuresis yang biasanya dimulai dalam 12 jam setelah melahirkan
b) Psikologis
1. Fase taking in
Ibu berperilaku tergantung pada orang lain, perhatian berfokus pada diri
sendiri, pasif, belum ingin kontak dengan bayinya, berlangsung 1-2 hari.
2. Fase taking hold
Fokus perhatian lebih luas pada bayinya, mandiri dan inisiatif dalam
perawatan bayinya, berlangsung 10 hari
3. Fase letting go
Ibu memperoleh peran baru dan tanggung jawab baru, perawatan diri dan
bayinya meningkat terus,menyadari bahwa dirinya terpisah dengan bayinya
D. Tanda bahaya post partum
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan
jalan lahir (Depkes RI, 2004).
Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
- Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
- Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
- Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan pada
mukosa vagina

E. Komplikasi post partum


1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebab kematian terbanyak pada wanita selama periode
post partum. Perdarahan post partum adalah, kehilangan darah lebih dari 500 cc
setelah kelahiran kriteria pendarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda
berikut
- Kehilangan darah lebih dari 500 cc
- Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
- Hb turun sampai 3 gram %
Penyebab utama perdarahan antara lain :
a) Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan
baik dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post partum. Uterus
yang sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan
dengan janin besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan
predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
b) Laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
c) Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah :
tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
2. Infeksi peurperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post partum.
Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38º
dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah :
streptococus dan staphylococus aureus dan organisasi lainnya
3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebabkan oleh infeksi
puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki
resiko tinggi terjadinya endometritis.
4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya
puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan,
mastitis umumnya di awali pada bulan pertama post partum
5. Infeksi kandung kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan
resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan
bakteri gram negatif lainnya
6. Thrombopeblitis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan
meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya
terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari
dinding pembuluh darah) dan trombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis
superfisial terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post
partum
7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil
menyebapkan kematian terbanyak di Amerika
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa
minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya.
Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi
cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri
kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex,
kehilanagan semangat.

F. Penatalaksanaan perawatan post nifas


Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-
bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain
itu dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
- Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta
lahir tidak lengkap
- Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan.
Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
- Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke
arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian
lapis luar.
- Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
- Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput
lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur.
Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum
dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
- Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
- Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali
Ventrikel Septal Defek dan Pulmonary Hypertantion pada ibu hamil

A. indikasi pembedahan

Tetralogi ‘klasik’ termasuk defek septum ventrikel, dengan aorta

mengesampingkan VSD, stenosis subpulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan

sekunder:

 Umumnya lesi sianotik, 1:3.600 lahir hidup

 Berbagai variasi morfologi (stenosis pulmonal untuk atresia paru, defek

septum ventrikel kecil ‘menggantikan’ lubang ganda ventrikel kiri)

 Sering dikaitkan dengan defek septum atrium, persisten sisi kiri vena cava

superior, sisi kanan arkus aorta, aortopulmonal sejajar.

Kebanyakan pasien hamil akan dilakukan operasi perbaikan, namun ToF akan

muncul selama kehamilan jika wanita dapat bertahan setelah didiagnosis sampai

dewasa (sekitar 2%). Tanda khas ToF yang muncul selama kehamilan termasuk:

 Aritmia atrium atau ventrikel

 Meningkatkan sianosis akibat resistensi pembuluh darah sistemik (SVR)

 Kegagalan ventrikel –peningkatan volume plasma selama kehamilan dapat

memicu ventrikel gagal dalam mengatur volume plasma yang sudah

masuk dalam ventrikel, terutama jika ada regurgitasi aorta.

 Dilatasi aorta (kurangi risiko pembedahan pada pasien sindroma Marfan)

Pasien yang tidak dioperasi pada kehamilan memiliki risiko tinggi

kematian janin 30% dan kematian ibu antara 4 sampai 15%. Penurunan resistensi

perifer dapat meningkatkan pengalihan aliran darah kiri yang menyebabkan

wanita hamil mengalami sianosis.


Pembedahan dilakukan pada pasien yang sebelumnya mengalami:

 Meringankan pengalihan aliran darah (pada masa dahulu):

o Blalock-Taussig atau pengalihan aliran darah BT (kiri atau kanan)

meningkatkan aliran darah paru dengan menghubungkan arteri

subklavia atau arteri inominata ke arteri pulmonal hingga melewati

ventrikel kanan dan merusaknya.

o Pasien sianotik dengan pengalihan aliran darah BT selanjutnya akan

menimbulkan pengalihan aliran darah sistemik-pulmonal.

o Umumnya tindakan Brock dengan reseksi infundibular ventrikel

kanan dilakukan untuk mengurangi obstruksi saluran keluar ventrikel

kanan, meningkatkan aliran darah paru dan mengurangi pengalihan

aliran darah dari kanan ke kiri.

 Perbaikan secara keseluruhan

o Pilihan tindakan; melibatkan penutupan defek septum ventrikel,

reseksi stenosis infundibular paru dan menambal dengan

transannular patch untuk meningkatkan ukuran anulus paru.

Komplikasi khas

 Tingkat regurgitasi paru bervariasi (jika digunakan penambalan

transannular) - Biasanya bertahan dengan baik pada kehamilan jika fungsi

ventrikel kanan dijaga dengan baik

 Aritmia :

o Atrium atau ventrikel – hal ini dapat terjadi pada kehamilan karena

peningkatan tekanan simpatik atau pengisian volume darah.


 Sisa obstruksi saluran keluar ventrikel kanan.

o Ketidakstabilan dapat meningkatkan curah jantung dan mengatasi

tekanan hemodinamik kehamilan.

o Memicu terjadinya gagal ventrikel kanan

 Menghalangi kerja jantung keseluruhan

o Dapat terjadi keterlambatan perbaikan setelah pembedahan dan

selama kehamilan dibutuhkan perawatan.

 Kematian mendadak :

o Kemungkinan berasal dari aritmogenik, oleh karena itu secara teori

risiko akan meningkat selama kehamilan, meskipun belum didapatkan

data yang akurat

Defek septum ventrikel

Dapat terjadi secara terpisah sendiri atau merupakan bagian dari lesi

kongenital kompleks seperti Tetralogi Fallot:

 Jika defeknya kecil, dapat bertahan dengan baik pada kehamilan

 Jika defeknya besar mengindikasikan penutupan, idealnya sebelum

kehamilan.

Komplikasi umum (tidak spesifik pada kehamilan)

 Kelebihan volume LV dengan pengalihan/shunt aliran darah terus menerus

dari kiri ke kanan pada bagian ventrikel

 Kegagalan pompa LV – jika fungsi sistolik LV rendah maka perlu

diberikan tromboprofilaksis selama kehamilan

 Aritmia
 Ada laporan kasus kejadian gagal jantung pada wanita hamil dengan VSD,

dimana pasien ini membutuhkan perawatan dan follow up kardiologi.

Memperbaiki defek septum ventrikel. Mirip defek septum atrium, dapat

dirawat seperti normal selama kehamilan.

 Pasien yang memiliki defek septum ventrikel namun sudah ditutup dan

memilki tekanan PA yang normal tidak meningkatkan risiko pada

kehamilan, namun wanita dengan hipertensi paru memiliki risiko tinggi

terhadap kehamilan .

Risiko kekambuhan penyakit jantung bawaan pada wanita hamil dengan

defek septum ventrikel sekitar 3%.

Pulmonary Hypertantion

A. Hipertensi paru (HTP)

1) Kehamilan berkontraindikasi pada hipertensi paru.

2) Mengubah cara pengobatan penyakit, yang memungkinkan wanita dengan

diagnosis HTP dapat hidup lebih lama dengan gejala yang berkurang,

sehingga perempuan mulai berusaha untuk dapat hamil.

3) Banyaknya pengalaman yang diperoleh dan beberapa wanita berhasil

melahirkan dengan baik tetapi angka kematian masih sangat tinggi

(>25%), karena itu kehamilan masih tetap tidak dianjurkan pada wanita

dengan HTP.

4) Pada wanita dengan HTP yamg hamil tanpa direncanakan, sebaiknya

direncanakan untuk menghentikan kehamilan kecuali janin dapat

dilahirkan.
5) Wanita yang ingin tetap mempertahankan kehamilannya meskipun melalui

konseling harus ditangani dengan risiko tinggi di rumah sakit yang

memiliki dokter spesialis yang bisa menangani HTP pada kehamilan.

B. Etiologi

Hipertensi paru ditandai dengan hilangnya luminal arteri paru kecil karena

perubahan vaskular. Hal ini dibagi menjadi :

1) Hipertensi arteri paru

2) Hipertensi paru dengan penyakit jantung kiri

3) Hipertensi paru yang berkaitan dengan penyakit paru-paru atau

hipoksemia

4) Hipertensi paru sekunder pada penyakit tromboemboli kronis

5) Beragam, misalnya: sarkoid, skleroderma

Definisi

Pada kateterisasi jantung :

1) Rata-rata tekanan arteri paru >25 mmHg saat istirahat atau 30 mmHg saat

latihan

2) Tekanan baji kapiler paru (PCW) harus 240 dynes/cm²

C. Tanda-tanda fisik

1) Pembesaran ventrikel kanan

2) Bunyi P2 nyaring

3) Murmur pansistolik dari regurgitasi trikuspid

4) Murmur diastolik dari regurgitasi pulmonal

5) Bunyi jantung 3 pada ventrikel kanan


Jika meningkat dan terjadi gagal ventrikel kanan, mungkin disebabkan karena :

1) Ekstremitas dingin

2) Tekanan vena besar

3) Hepatomegali

4) Edema perifer

D. Diagnosis

1) EKG dan foto Rontgen toraks abnormal pada 90% pasien dengan HTP -

EKG – hipertrofi ventrikel kanan dan menegang, dilatasi atrium kanan

2) Ekokardiografi - Berguna untuk tes non-invasif

3) Tes fungsi paru - Untuk mendeteksi penyakit paru-paru

4) CTPA – untuk mendiagnosis atau membedakan dengan penyakit

tromboemboli

5) Kateterisasi jantung untuk mengukur tekanan

E. Melahirkan

1) Dilakukan rujukan jika ditemukan risiko tinggi.

2) Bersiaplah untuk merujuk lebih awal.

3) Mempertimbangkan untuk menggunakan inhalasi oksida nitrat saat

melahirkan.

4) Harus hati-hati dalam menggunakan anastesi jantung pada kehamilan,

yaitu: epidural dan cairan berkurang.

5) Tidak menggunakan manuver valsava secara terus-menerus.

6) Kateterisasi PA biasanya tidak diperlukan


7) Operasi caesar diperlukan karena kombinasi antara prematuritas janin dan

kondisi ibu.

8) Sebaiknya menggunakan profilaksis B Lynch sebelum melakukan jahitan

untuk

9) mencegah perdarahan postpartum. Mengurangi kebutuhan uterotonik

beberapa diantaranya (sintosinon) yang menyebabkan vasodilatasi.

10) Wanita membutuhkan antikoagulasi pada awal kelahiran tapi

menyebabkankehilangan darah yang banyak, maka penggunaanya

tergantung pada risikorelatif trombosis dan perdarahan.

11) Setelah melahirkan dipantau di unit perawatan intensif/unit gawat darurat.

12) Wanita dengan HTP memiliki risiko yang sangat tinggi sampai waktu 72

jam setelah persalinan.


SECTIO CAESAREA

A. Pengertian

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan

pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga

histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan

diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi

&Wiknjosastro, 2006).

B. Etiologi

1) Indikasi Ibu

a) Panggul sempit absolute

b) Placenta previa

c) Ruptura uteri mengancam

d) Partus Lama

e) Partus Tak Maju

f) Pre eklampsia, dan HipertensI

2) Indikasi Janin

a) Kelainan Letak

 Letak lintang

Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah

jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak


lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida

dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun

tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang

dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.

 Letak belakang

Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang

bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.

b) Gawat Janin

c) Janin Besar

d) Kontra Indikasi

e) Janin Mati

f) Syok, anemia berat.

g) Kelainan congenital Berat

C. Tujuan Sectio Caesarea

Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya

perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.

Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya

jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta

previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio

caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.


D. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria

Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih

koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.Manifestasi

klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001),antara lain :

1) Nyeri akibat ada luka pembedahan

2) Adanya luka insisi pada bagian abdomen

3) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

4) Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea

tidak banyak)

5) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-

800ml

6) Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan

ketidakmampuan menghadapi situasi baru

7) Biasanya terpasang kateter urinarius

8) Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar

9) Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah

10) Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler

11) Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham

prosedur

12) Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)

1) Abdomen (SC Abdominalis)

2) Sectio Caesarea Transperitonealis


3) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada

corpus uteri yang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih

cepat,tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan

sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan

dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra

abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk

persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.

4) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan

kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan

reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture

uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat

melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan

yang banyak serta keluhan pada kandung kemih.

5) Sectio caesarea ekstraperitonealis

Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan

dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

6) Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :

1) Sayatan memanjang (longitudinal)

2) Sayatan melintang (tranversal)

3) Sayatan huruf T (T Insisian)

4) Sectio Caesarea Klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih memanjang

2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :

Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada

reperitonial yang baik. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture

uteri spontan. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi

dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik

sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC

profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan. Untuk mengurangi kemungkinan

ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas

hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya

adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka

dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

Sectio Caesarea (Ismika Profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen

bawah rahim kira-kira 10cm

Kelebihan :

1) Penjahitan luka lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik


3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus

ke rongga perineum

4) Perdarahan kurang

5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih

kecil

Kekurangan :

1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat

menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang

banyak.

2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

F. Komplikasi

1) Infeksi Puerpuralis

a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi

atau perut sedikit kembung

c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering

kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi

infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

2) Pendarahan disebabkan karena :

a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

b) Atonia Uteri

c) Pendarahan pada placenta bled


3) Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

reperitonalisasi terlalu tinggi.

4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut

pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi

ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio

caesarea klasik.

G. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta

previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture

uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,

dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu

tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan

pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi

aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan

pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri

sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan

perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain

itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding

abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh

darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri

akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan

menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan

menimbulkan masalah resiko infeksi.

H. Pemeriksaan Penunjang

1) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari

kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada

pembedahan.

2) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

3) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

4) Urinalisis / kultur urine

5) Pemeriksaan elektrolit

I. Penatalaksanaan

1) Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian

cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak

terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan

yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara

bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah

diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

2) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca

operasi, berupa air putih dan air teh.

3) Mobilisasi

a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang

sedini mungkin setelah sadar

d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit

dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah

duduk (semifowler)

f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan

sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

4) Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter

biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan

keadaan penderita.

5) Pemberian obat-obatan

a) Antibiotik
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

a. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam

b. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

c) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

6) Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan

berdarah harus dibuka dan diganti

7) Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan

darah, nadi,dan pernafasan.

8) Perawatan Payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan

tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan

payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa

nyeri (Manuaba, 1999).


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas klien dan penanggung jawab

Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat,

status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang

mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.

b. Keluhan utama

c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara

d. Data Riwayat penyakit

1) Riwayat kesehatan sekarang.

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit

dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit

sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama

(Plasenta previa).

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada

juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.

e. Keadaan klien meliputi :

1) Sirkulasi

Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan

kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL


2) Integritas ego

Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan

dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan

labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau

kecemasan.

3) Makanan dan cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

4) Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.

5) Nyeri / ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,

distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin

ada.

6) Pernapasan

Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.

7) Keamanan

8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.

9) Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,

prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section

caesarea)
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi

c. Gangguan Integritas jaringan b.d tindakan pembedahan

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering

bekas operasi.

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur

pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.

f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan

pembedahan

3. Rencana Kperawatan
Dx Kep Tujuan Intervensi Rasional
Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan pengkajian
asuhan keperawatan secara komprehensif
selama 3 x 24 jam tentang nyeri meliputi
diharapkan nyeri klien lokasi, karakteristik,
berkurang / terkontrol durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas
a. Mengungkapkan nyeri dan faktor
nyeri dan tegang di presipitasi.
perutnya berkurang 2. Observasi respon
b. Skala nyeri 0-1 ( dari nonverbal dari
0 – 10 ) ketidaknyamanan
c. TTV dalam batas (misalnya wajah
normal ; Suhu : 36- meringis) terutama
37 0 C, TD : 120/80 ketidakmampuan
mmHg, RR :18- untuk berkomunikasi
20x/menit, Nadi : secara efektif.
80-100 x/menit 3. Kaji efek pengalaman
d. Wajah tidak tampak nyeri terhadap kualitas
meringis hidup (ex:
e. Klien tampak rileks, beraktivitas, tidur,
dapat berisitirahat, istirahat, rileks,
dan beraktivitas kognisi, perasaan, dan
sesuai kemampuan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan
teknik nonanalgetik
(relaksasi, latihan
napas dalam,,
sentuhan terapeutik,
distraksi.
5. Kontrol faktor - faktor
lingkungan yang yang
dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu,
cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk
penggunaan kontrol
analgetik, jika perlu.
Intoleransi Kllien dapat melakukan 1. Kaji tingkat
Aktivitas aktivitas tanpa adanya kemampuan klien
komplikasi untuk beraktivitas
Kriteria Hasil : klien 2. Kaji pengaruh
mampu melakukan aktivitas terhadap
aktivitasnya secara kondisi luka dan
mandiri kondisi tubuh umum
3. Bantu klien untuk
memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari.
4. Bantu klien untuk
melakukan tindakan
sesuai dengan
kemampuan /kondisi
5. Evaluasi
perkembangan
kemampuan klien
melakukan aktivitas
Kerusakan setelah dilakukan 1. Berikan perhatian dan
integritas tindakan 3 x 24 jam perawatan pada kulit
jaringan diharapkan integritas 2. Lakukan latihan gerak
kulit dan proteksi secara pasif
jaringan membaik 3. Lindungi kulit yang
Kriteria Hasil : sehat dari
Tidak terjadi kerusakan kemungkinan maserasi
integritas kulit 4. Jaga kelembaban kulit

Resiko Setelah diberikan 1. Tinjau ulang kondisi


infeksi asuhan keperawatan dasar / faktor risiko
selama 3 x 24 jam yang ada sebelumnya.
diharapkan klien tidak Catat waktu pecah
mengalami infeksi ketuban.
dengan kriteria hasil : 2. Kaji adanya tanda
a) Tidak terjadi tanda - infeksi (kalor, rubor,
tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, fungsio
rubor, dolor, tumor, laesa)
fungsio laesea) 3. Lakukan perawatan
b)Suhu dan nadi dalam luka dengan teknik
batas normal ( suhu = aseptik
36,5 -37,50 C, 4. Inspeksi balutan
frekuensi nadi = 60 - abdominal terhadap
100x/ menit) eksudat / rembesan.
c) WBC dalam batas Lepaskan balutan
normal (4,10-10,9 10^3 sesuai indikasi
/ uL) 5. Anjurkan klien dan
keluarga untuk
mencuci tangan
sebelum / sesudah
menyentuh luka
6. Pantau peningkatan
suhu, nadi, dan
pemeriksaan
laboratorium jumlah
WBC / sel darah putih
7. Kolaborasi untuk
pemeriksaan Hb dan
Ht. Catat perkiraan
kehilangan darah
selama prosedur
pembedahan
8. Anjurkan intake
nutrisi yang cukup
9. Kolaborasi
penggunaan antibiotik
sesuai indikasi
anxiaetas Setelah diberikan 1. Kaji respon psikologis
asuhan keperawatan terhadap kejadian dan
selama 3 x 6 jam ketersediaan sistem
diharapkan ansietas pendukung
klien berkurang dengan 2. Tetap bersama klien,
kriteria hasil : bersikap tenang dan
a) Klien terlihat lebih menunjukkan rasa
tenang dan tidak empati
gelisah 3. Observasi respon
b) Klien nonverbal klien
mengungkapkan bahwa (misalnya: gelisah)
ansietasnya berkurang berkaitan dengan
ansietas yang
dirasakan
4. Dukung dan arahkan
kembali mekanisme
koping
5. Berikan informasi
yang benar mengenai
prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan
perawatan post
operasi.
6. Diskusikan
pengalaman / harapan
kelahiran anak pada
masa lalu
7. Evaluasi perubahan
ansietas yang dialami
klien secara verbal
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.
Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Gramedi
Manuba, I. B. (2001). Kapita Pelaksanaan Rutin Obsetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC.
Mochtar, R. (2000). Sinopsis Obsetri : Obsetri Fisiologi, Obsetri Patologi.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai