I. Tujuan Percobaan
1. Isolasi senyawa kurkumin dari kunyit dengan metode refluks.
2. Pemurnian/pemisahan hasil isolasi dengan metode kromatografi kolom.
3. Pemurnian hasil isolasi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
perbedaan kepolaran.
2. Kromatografi kolom adalah metode pemisahan senyawa berdasarkan
3.1.1 Kunyit
Kunir atau kunyit, (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.),
adalah termasuk salah satu tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia
Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami penyebaran ke daerah Malaysia,
Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta
bangsa Asia umumnya pernah mengonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai
pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan.
Kunyit mengandung beberapa komponen yang bersifat sebagai antioksidan dan
antibakteri (Aggarwal et al., 2006).
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Spesies : Curcuma longa Linn. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Nama Daerah
Sumatra: Kunyet (Aceh), Hunik (Batak), Undre (Nias)
Jawa: Kunyir, Koneng (Sunda), Kunir (Jawa)
Kalimantan: Kunit, Janar (Banjar), Cahang (Dayak)
Sulawesi: Kuni (Toraja), Kunyi (Makasar)
Irian: Rame, Mingguai
Habitat
Tumbuh diladang dan dihutan, terutama di hutan jati. Banyak juga ditanam di
pekarangan. Dapat tumbuh didataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl.
Khasiat
- Obat tradisional
1. Obat Dalam : panas dalam, diare (disentri), sesak nafas, gusi bengkak,
berak lender, keputihan, haid tidak lancar, mempelancar ASI
2. Obat Luar : gatal–gatal, obat borok (sebagai antiseptik dan antibakteri),
eksim, bengkak, caranya dengan dibakar lalu dihirup atau dapat juga
dikonsumsi dalam bentuk perasan (filtrat)
- Obat Modern
Kurkumin dan minyak atsiri berfungsi untuk pengobatan hepatitis,
antioksidan, antimikroba (broad spectrum), anti kolesterol, anti HIV, anti
tumor (karena mengandung apostosis untuk hormone dependent and
independent dan dose–independent), anti invasi, anti rheumatoid arthritis
(rematik), diabetes mellitus, tifus, usus buntu, amandel. (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991).
3.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat
aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan memiliki
perbedaan begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan
pelarut tertentu untuk mengekstraksinya ( Tobo F, 2001).
2. Ekstraksi cair-cair;
zat yang diekstraksi pada ekstraksi cair-cair yaitu zat terdapat di
dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut
ekstraksi pelarut banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod atau
logam-logam tertentu dalam larutan air (Yazid, 2005).
Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik dalam suatu larutan
(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya
organik), yang pada dasarnya tidak saling bercampur dan menimbulkan
perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu.
Pemisahan itu dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok larutan dalam
sebuah corong pemisah selama beberapa menit (Shevla, 1985).
Refluks
3.3 Kromatografi
Sebagai fasa diam dalam KLT berupa serbuk halus dengan ukuran 5 – 50
mikrometer. Serbuk halus ini dapat berupa adsorben penukar ion. Bahan adsorben
sebagai fasa diam dapat digunakan gel, alumina, dan serbuk selulosa. Partikel
silica gel mengandung gugus hidrosil dipermukaannya yang akan membentuk
ikatan hydrogen dengan molekul – molekul polar (J. Marray, 2004).
Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada
perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur pada
medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara kromatografi
dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang menghasilkan garis-garis
dengan jarak ternentu (J. Marray, 2004).
4. Kromatografi elektroforesis
Kromatografi elektroforesis menyangkut perbedaan migrasi spesies-
spesies bermuatan dalam suatu larutan di bawah pengaruh dari penggunaan
suatu gradient potensial. Kecepatan migrasi setiap spesies tergantung atas
ukuran, bentuk dan muatan spesiesnya. Metoda elektroforesis merupakan
metoda pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan muatan dan massa melekul
relative dari komponen-komponennya. Pemisahan terjadi karena perbedaan
laju migrasi komponen-komponen bermuatan oleh pengaruh medan listrik
(Stacy, 2003).
5. Kromatografi Gas
Campuran gas dapat dipisahkan dengan kromatografi gas. Fasa stationer
dapat berupa padatan (kromatografi gas-padat) atau cairan (kromatografi gas-
cair). (Alimin, 2007)
Umumnya, untuk kromatografi gas-padat, sejumlah kecil padatan inert
misalnya karbon teraktivasi, alumina teraktivasi, silika gel atau saringan
molekular diisikan ke dalam tabung logam gulung yang panjang (2-10 m) dan
tipis. Fasa mobil adalah gas semacam hidrogen, nitrogen atau argon dan disebut
gas pembawa. Pemisahan gas bertitik didih rendah seperti oksigen, karbon
monoksida dan karbon dioksida dimungkinkan dengan teknik ini (Alimin,
2007).
Metoda ini khususnya sangat baik untuk analisis senyawa organik yang
mudah menguap seperti hidrokarbon dan ester. Analisis minyak mentah dan
minyak atsiri dalam buah telah dengan sukses dilakukan dengan teknik ini
(Alimin, 2007).
Efisiensi pemisahan ditentukan dengan besarnya interaksi antara sampel
dan cairannya. Disarankan untuk mencoba fasa cair standar yang diketahui
efektif untuk berbagai senyawa. Berdasarkan hasil ini, cairan yang lebih khusus
kemudian dapat dipilih. Metoda deteksinya, akan mempengaruhi kesensitifan
teknik ini. Metoda yang dipilih akan bergantung apakah tujuannya analisik atau
preparative (Hendayana, 2006).
Proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (Sawitri, 2008).
a. Sifat Adsorbat
Besarnya adsorpsi zat terlarut tergantung pada kelarutannya pada pelarut.
Kenaikan kelarutan menunjukkan ikatan yang kuat antara zat terlarut dengan
pelarut. Apabila adsorbat memiliki kelarutan yang besar, maka ikatan antara
zat terlarut dan pelarut makin kuat sehingga adsorpsi akan semakin kecil
karena sebelum adsorpsi terjadi diperlukan energi yang besar untuk
memecahkan ikatan zat terlarut dengan pelarut.
b. Konsentrasi Adsorbat
Adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat. Adsorpsi
akan konstan jika terjadi kesetimbangan antara konsentarasi adsorbat yang
terserap dengan konsentrasi yang tersisa dalam larutan.
c. Sifat Adsorben
Adsorpsi secara umum terjadi pada semua permukaan, namun besarnya
ditentukan oleh luas permukaan adsorben yang kontak dengan adsorbat. Luas
permukaan adsorben sangat berpengaruh terhadap proses adsorpsi. Adsorpsi
merupakan suatu kejadian permukaan sehingga besarnya adsorpsi sebanding
dengan luas permukaan. Semakin banyak permukaan yang kontak dengan
adsorbat maka akan semakin besar pula adsorpsi yang terjadi.
d. Temperatur
Reaksi yang terjadi pada adsorpsi biasanya eksotermis, oleh karena itu
adsorpsi akan besar jika temperatur rendah.
e. Waktu Kontak dan Pengocokan
Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan
adsorpsi. Jika fasa cair berisi adsorben diam, maka difusi adsorbat melalui
permukaan adsorben akan lambat. Oleh karena itu, diperlukan pengocokan
untuk mempercepat proses adsorpsi.
f. pH (Derajat Keasaman)
Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan
dengan penambahan asam-asam mineral. Hal ini disebabkan karena
kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut,
sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali,
adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
V. Prosedur
Disiapkan alat dan bahan yang besih dan diusahakan dalam keadaan
kering. Rimpang kunyit ditimbang sebanyak 20 gram lalu dimasukkan
kedalam labu bundar alat refluks dan ditambahkan 50 mL Diklorometana
kemudian dinyalakan alat dan dilakukan refluks selama 1 jam. Hasil refluks
disaring sehingga didapatkan destilat larutan kuning. Larutan kuning tersebut
dimasukkan kedalam labu bundar alat rotary evaporator dan ditambahkan
larutan aseton sebanyak 20 mL. Larutan tersebut diuapkan pelarutnya hingga
terbentuk padatan. padatan yang didapatkan lalu dianalisis dengan cara
menotolkan pada plat KLT dan dielusikan menggunakan eluen Diklorometana
dan metanol dengan perbandingan 99:1.
Untuk kromatografi kolom dibuat bubur silika terlebih dahulu dengan cara
±15 gram silika padat dicampurkan dengan larutan eluen dimana eluen yang
digunakan adalah Diklorometana dan metanol dengan perbandingan 9:1
sebanyak 200 mL. silika padat yang telah dicampurkan dengan eluen akan
membentuk massa bubur, lalu dimasukkan kedalam kolom yang terlebih
dahulu telah dimasukkan sedikit kapas berlemak. Bubur silika dimasukkan
setinggi 15-20 cm, lalu hasil ekstrak kasar dimasukkan dengan cara ditetesi
pada bagian atas kolom sampai komponen pertama habis. Hasil fraksi
ditampung sebanyak 10 tabung lalu hasil fraksi diuji menggunakan KLT.
HItung nilai Rf antara kesepuluh tabung.
Untuk kromatografi lapis tipis preparatif disiapkan ekstrak asar yang telah
dilarutkan dalam eluen lalu ditotolkan memanjang membentuk pita pata
sebuah plat KLT preparatif. Eluen yang digunakan diklorometana dan metanol
dengan perbandingan 9:1 lalu dielusikan sampai tanda batas. Setelah itu hasil
yang didapatkan dilihat dibawah lampu UV.
% Rendemen =
Rf1 =
Rf2 =
Rf3 =
Metanol = 99 : 1
Volume Diklorometana :
Volume Metanol :
Bercak 1 =
Nilai Rf tabung 2
Bercak 1 =
Bercak 2 =
Bercak 3 =
Nilai Rf tabung 3
Bercak 1 =
Bercak 2 =
Bercak 3 =
Nilai Rf tabung 4
Bercak 1 =
Bercak 2 =
Bercak 3 =
Nilai Rf tabung 5
Bercak 1 =
Bercak 2 =
Nilai Rf tabung 6
Bercak 1 =
Nilai Rf tabung 7
Bercak 1 =
Nilai Rf tabung 8
Bercak 1 =
Nilai Rf tabung 9
Bercak 1 =
VII. Pembahasan
Sisa dari hasil padatan tersebut ditambahkan larutan eluen CH 2Cl2 dan
MeOH dengan perbandingan 99:1, dan digunakan sebagai larutan uji. Pada
pengujian ini digunakan metode kromatografi kolom dimana prinsipnya sama
seperti prinsip KLT namun arah elusinya mengikuti gaya gravitasi. Metode
kromatografii kolom digunakan untuk memisahkan senyawa agar didapatkan
senyawa yang lebih sederhana atau fraksinasi. Pada proses kromatografi kolom
terlebih dahulu kolom yang digunakan dikeringkan supaya semua air yang
terkandung atau masih menempel pada kolom telah hilang seluruhnya, karna
kandungan air yang sedikit saja dapat mempengaruhi proses elusi dimana air akan
menepat pada bagian atas dari fase diam. Kolom yang telah siap digunakan
ditambahkan kapas berlemak dengan tujuan menyaring dan menahan penyerap
atau fase diam, namun lebih baik digunakan glass wool. Pada pembuatan fase
diam digunakan cara basah dimana silika dicampurkan terlebih dahulu dengan
eluen sampai membentuk massa seperti bubur, lalu bubur silika dimasukkan
kedalam kolom. Cara basah lebih bagus dibandingkan cara kering karena proses
pembasahan silika membutuhkan waktu lama jika menggunakan cara kering.
Kemudian larutan uji dimasukkan kedalam kolom dengan cara ditetesi di bagian
atas dengan menggunakan pipet tetes. Pada percobaan ini dilakukan penampungan
sebanyak 10 tabung hasil fraksinasi, tiap tabung selanjutnya dilakukan uji KLT.
Hasil KLT dari 10 tabung yang memiliki Rf terbesar adalah pada tabung 1 dimana
Rf nya yaitu (0,889), hal ini menunjukan bahwa tabung 1 adalah tabung yang
paling banyak mengandung kurkumin. Hasil KLT yang didapatkan berbeda-beda
sedangkan proses yang digunakan sama, berarti ada beberapa faktor yang
mempengaruhi nilai Rf yaitu jumlah cuplikan yang digunakan, jenis dan mutu dari
fase diam, banyak sampel yang digunakan dan kemungkinan adanya pengotor.
Prosedur terakhir yaitu hasil padatan yang telah dilarutkan dengan eluen
CH2Cl2 dan MeOH dengan perbandingan 99:1 ditotolkan memanjang diatas KLT
preparatif (KLTP) sehingga membentuk pita. Kemudian dilakukan proses elusi
seperti pengerjaan KLT pada umumnya. Setelah mencapai batas elusi selanjutnya
hasil yang didapat dikeringkan dan dilihat dibawah lampu UV. Prosedur kerja
selanjutnya tidak dilakukan karena keterbatasan waktu sehingga hasil yang
dapatkan hanya berupa foto.
VIII. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan, bahwa :
1. Senyawa kurkumin dapat diisolasi dari kunyit dengan cara ekstraksi padat
cair cara panas metode refluks dari 20 gram rimpang kunyit kering
menghasilkan rendemen kotor sebesar 3,8%.
2. Pemurnian senyawa kurkumin dengan metode kromatografi kolom
menghasilkan 9 fraksi yang masing-masing memiliki nilai Rf yang
berbeda-beda.
3. Pemurnian senyawa kurkumin dengan metode kromatografi lapis tipis
menghasilkan tiga komponen yang masing-masing memiliki nilai Rf.
Akhyar. (2010). Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar
dan Buah Bakau (Rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio harveyi.
Makassar: Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin
Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan. (1979). Farmakope Indonesia
Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fessenden R.J dan J.S Fessenden, (2003). Dasar-dasar kimia organik. Erlangga :
Jakarta
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, (2007). Kimia Farmasi Analisis.
Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Hendayana, sumar (2006). Kimia Pemisahan. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.
Stephen D. Bresnick, (1996). High Yield Organic Chemistry, terj. Hadian Kotong,
Intisari Kimia Organik. Hipokrates : Jakarta
Syamsuhidayat, Sri Sugati. Hutapea, Johny Ria. (1991). Inventaris Tanaman Obat
Indonesia (1). Jakarta: Bakti Husada
Supardjan, A.M. dan Muhammad Da’I, (2005), Hubungan Struktur dan Aktivitas
Sitotoksik Turunan Kurkumin terhadap Sel Myeloma, Majalah Farmasi