Anda di halaman 1dari 98

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keterampilan membaca memegang peranan penting dalam aktivitas

komunikasi tertulis. Aktivitas membaca menjadi bagian dari kebutuhan aktivitas

keseharian kita. Aktivitas membaca dilakukan untuk berbagai keperluan, mulai

dari sekedar untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan perolehan informasi secara

umum, untuk kepentingan hiburan, atau untuk kepentingan perolehan informasi

secara khusus, hingga untuk kepentingan studi dan pendalaman disiplin ilmu.

Sumber bacaan pun beragam, mulai dari bacaan populer seperti tulisan-tulisan

pada koran, surat kabar, dan majalah hiburan (Mulyati, dkk., 2009: 4.4).

Pembelajaran berbahasa memiliki komponen utama yaitu keterampilan

membaca. Keterampilan membaca yang dimaksud peneliti adalah keterampilan

yang dimiliki seseorang dalam kegiatan membaca. Keterampilan membaca yang

dimaksud adalah keterampilan membaca puisi dengan memperhatikan aspek-

aspek yang terdapat dalam puisi yaitu; pelafalan, intonasi, kontak pandang,

volume suara dan gestur tubuh.

Keterampilan membaca siswa dapat diketahui melalui budaya literasi

membaca sastra. Budaya literasi sebagai bukti hadirnya peradaban. Literasi berarti

melek. Literasi sastra artinya melek sastra melek mengandung konteks paham dan

mampu menjalankan. Melek sastra juga mampu berolah sastra. Literasi mungkin

telah menjadi istilah yang familiar bagi banyak orang. Namun, tidak banyak dari

mereka yang memahami makna dan defenisinya secara jelas. Sebab memang

1
literasi merupakan sebuah konsep yang memiliki makna kompleks, dinamis, terus

ditafsirkan dan didefinisikan dengan beragam cara dan sudut pandang.

Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf atau aksara

yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari

itu, makna literasi juga mencakup melek visual yang artinya “kemampuan untuk

mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (adegan, video,

gambar). Budaya literasi sastra adalah kemampuan membaca dan menulis karya

sastra. Membaca dan menulis sastra, tentu diawali dari mendengarkan, menonton,

menyimak, dan membaca tulisan sastra. Sebelum ada sastra tulis, orang sudah

memiliki kebiasaan mendengarkan karya sastra. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.

Menurut UNESCO, pemahaman orang tentang makna literasi sangat


dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai
budaya, dan juga pengalaman. Pemahaman yang paling umum dari literasi adalah
seperangkat keterampilan nyata khusunya keterampilan kognitif membaca dan
menulis yang terlepas dari konteks dimana keterampilan itu diperoleh dan dari
siapa memperolehnya. UNESCO menjelaskan bahwa kemampuan literasi
merupakan hak setiap orang dan merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat.
Kemampuan literasi dapat memberdayakan dan meningkatkan kualitas individu,
keluarga, masyarakat. Karena sifatnya yang “multiple effect” atau dapat
memberikan efek untuk ranah sangat luas, kemampuan literasi membantu
memberantas kemiskinan, mengurangi angka kematian anak, pertumbuhan
penduduk, dan menjamin pembangunan berkelanjutan, dan terwujudnya
perdamaian. Buta huruf, bagaimanapun, adalah hambatan untuk kualitas hidup
yang lebih baik (Endraswara, 2017:3).

Singkatnya, literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan

membaca. Budaya literasi sastra berarti tradisi keberaksaraan pada karya sastra.

Keberaksaraan berarti melek sastra. Budaya literasi sastra itu sebuah kebiasaan

untuk membaca realitas. Literasi sastra yang cerdas, seharusnya mampu membaca

kondisi lingkungan. Lingkungan budaya kita bersifat heterogin, penuh

keberagaman (diversity), sehingga orang yang berolah sastra pun semestinya

2
berkiblat. Literasi sastra adalah sebuah fenomena yang perluh dibudidayakan

untuk membaca dan menulis situasi keberagaman.

Pemerintah melalui permendikbud Nomor 23 tahun 2015 menjelaskan


pentingnya penumbuhan karakter peserta didik melalui kebijakan membaca
selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Namun untuk menyukseskan rencana
besar ini, tidak bisa instan dan bersifat temporar. Yang akan dibangun itu adalah
kebiasaan, maka dibutuhkan suatu pembiasaan yang harus terus menerus
dilakukan sejak usia dini dan untuk itu konsistensi sangat diperluhkan. Semua
elemen bangasa ini harus menyadari bahwa budaya baca tulis bangsa kita saat ini
sangat rendah. Sejak era kecanggihan teknologi saat ini, maka hal yang menjadi
daya tarik bagi anak-anak kita bukanlah lagi buku, namun gawai dan televisi.
Untuk menumbuhkan budaya membaca di masyarakat, kita bisa meniru negara
Vietnam. Negara ini pernah mengalami konflik perang saudara berkepanjangan,
dan saat ini sudah lebih dulu menyadari pentingnya mereformasi dunia
pendidikannya melalui membaca. Melalui metode gerakan masyarakat
mengumpulkan donasi dan buku, serta menyebarkan melalui pendidikan
perpustakaan diseluruh pelosok negara tersebut. Di Indonesia sekarang ada GNL
(Gerakan Nasional Literasi), yang dimotori oleh badan bahasa. Gerakan ini akan
digarap tuntas pada tanggal 21-22 Maret 2017 di Badan Bahasa Dan
Kemendikbud Senayan Jakarta (Endraswara, 2017:10).

Untuk itu, gerakan literasi yang sekarang ini marak, tidak hanya

dibebankan tanggung jawabnya kepada pemerintah semata. Karena untuk

membangun suatu kebiasaan justru dimulai dari unit terkecil di masyarakat yaitu

keluarga. Selain di keluarga, membangun budaya membaca harus dimulai dari

sekolah. Karena sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berperan

sangat penting bagi pengembangan potensi sumber daya manusia. Namun harus

kita akui secara jujur, bahwa secara umum kegiatan intelektual membaca dan

menulis belum menjadi tradisi di sekolah. Bahkan di lingkungan sekolah yang

khusus merupakan sebuah komunitas akademik, kegiatan membaca dan menulis

dikalangan guru maupun siswa masih rendah. Saat ini tradisi membaca dan

menulis harus terus dikembangkan mengingat bahwa melalui membaca, maka

kemajuan pendidikan akan lebih pesat. Kemudian melalui kegiatan menulis, ide,

gagasan, serta ilmu pengetahuan akan terus berkembang. Melalui tulisan ide dan

3
gagasan, akan lebih dikenang sepanjang masa dibandingkan hanya terucapkan

secara lisan yang mudah hilang selepas gagasan tersebut diucapkan. Kebiasan

membaca dan menulis harus terus ditumbuhkan di sekolah-sekolah sebagai dunia

akademik, mengingat saat ini pemerintah telah mengeluarkan peraturan bahwa

guru yang akan naik pangkat dituntut harus menghasilkan karya tulis

(Endraswara, 2017: 11).

Dari pembahasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa untuk

meningkatkan budaya literasi membaca siswa harus dimulai dari masyarakat

yaitu dari lingkungan keluarga. Keluarga sangat penting dalam hal membimbing

dan membina mental anak, agar minat baca anak dapat meningkat melalui bacaan

sederhana di rumah. Dalam hal ini peneliti berharap bahwa, membaca puisi juga

dapat meningkatkan keterampilan atau literasi membaca siswa. Karena

keterampilan siswa sangat dituntut dalam dunia pendidikan, maka siswa harus

mempunyai keterampilan dan kemampuan dalam proses membaca.

Keterampilan berasal dari kata terampil, yang bermakna cakap atau

mampu dan cekatan. Kata ‘terampil’ mendapat imbuhan ke- -an menjadi

keterampilan yang bermakna kecakapan atau kemampuan atau cekatan.

Keterampilan berbahasa adalah kemampuan dan kecekatan menggunakan bahasa

yang dapat meliputi mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi baik lisan mupun tulis.

Dengan demikian, terampil berbahasa Indonesia artinya terampil menggunakan

bahasa Indonesia dalam komunikasi baik secara lisan maupun tertulis.

Keterampilan bahasa lisan meliputi menyimak dan berbicara, sedangkan

4
keterampilan berbahasa tulis meliputi membaca dan menulis (Mulyati, dkk, 2009:

2.20).

Membaca adalah kegiatan berbahasa dalam rangka memahami pesan. Jika

pada menyimak pesan yang berusaha dipahami, disampaikan secara lisan, maka

pesan yang dipahami oleh pembaca adalah pesan yang disampaikan melalui

tulisan. Artinya, keterampilan membaca tergolong ke dalam keterampilan

berbahasa tulis. Bloom (2001) menerjemahkan pemahaman sebagai suatu proses

dalam rangka mengetahui isi sebuah komunikasi atau gagasan yang

dikomunikasikan baik dalam bentuk lisan maupun tulis (Mulyati, dkk, 2009:

2.22).

Keterampilan membaca memegang peranan penting dalam aktivitas

komunikasi tertulis. Aktivitas membaca menjadi bagian dari kebutuhan aktivitas

keseharian kita. Aktivitas membaca dilakukan untuk berbagai keperluan, mulai

dari sekedar untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan perolehan informasi secara

umum, untuk kepentingan hiburan, atau untuk kepentingan perolehan informasi

secara khusus, hingga untuk kepentingan studi dan pendalaman disiplin ilmu.

Sumber bacanyapun beragam mulai dari bacaan populer seperti tulisan-tulisan

pada koran, surat kabar, dan majalah hiburan kaya-karya fiksi seperti novel dan

cerpen tulisan ilmiah populer seperti pada majalah-majalah khusus dan tulisan-

tulisan keilmuan untuk disiplin ilmu tertentu seperti yang kita dapati pada jurnal-

jurnal ilmiah, buku-buku teks, dan karya publikasi ilmiah lainnya. Untuk berbagai

keperluan tersebut diperlukan keterampilan membaca yang fleksibel. Strategi

membaca dipergunakan untuk masing-masing bahan bacaan dan untuk masing-

masing keperluan akan berbeda-beda. Pembaca fleksibel adalah pembaca yang

5
pandai memilih dan menerapkan strategi yang tepat dalam menghadapi bahan

bacaannya. Membaca merupakan proses pengubahan lambang visual (katon)

menjadi lambang bunyi (auditoris). Pengertian ini menyiratkan makna membaca

yang paling dasar yang terjadi pada kegiatan membaca permulaan. Pada tahap ini

kegiatan membaca lebih ditujukan pada pengenalan lambang-lambang bunyi yang

belum menekankan aspek makna/informasi. Sasarannya adalah melek huruf.

Membaca juga merupakan suatu proses decoding, yakni mengubah kode-kode

atau lambang-lambang verbal yang berupa rangkaian huruf-huruf menjadi bunyi-

bunyi bahasa yang dapat dipahami. Lambang-lambang verbal itu mengusung

sejumlah informasi. Proses pengubahan menjadi bunyi berarti itu disebut proses

decoding (proses pembacaan sandi). Membaca merupakan suatu proses

rekonstruksi makna melalui interaksi yang dinamis antara pengetahuan siap

pembaca, informasi yang tersaji dalam bahasa tulis dan konteks bacaan (Mulyati,

dkk, 2009: 4.4).

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

keterampilan membaca seseorang dapat digunakan untuk memperoleh atau

meningkatkan keterampilan menulis. Dengan kata lain, untuk menjadi penulis

yang baik seseorang harus memiliki keterampilan membaca yang baik. Dalam

pembahasan ini, hasil penelitian yang diperoleh seorang peneliti adalah

bagaimana keterampilan membaca puisi seorang siswa dengan memperhatikan

aspek-aspek dalam membaca puisi. Keterampilan membaca disini lebih

menekankan pada membaca puisi, membaca puisi bukan pada pembicaraan

nonformal atau percakapan sehari-hari.

6
Puisi pada hakikatnya memiliki beberapa tujuan. Tujuan membaca puisi

ada dua macam yaitu membaca untuk diri sendiri dan membaca untuk orang lain.

Membaca puisi untuk orang lain pada dasarnya sama dengan mengkonkretkan

puisi tersebut baik dalam bentuk audio maupun visual. Pembacaan demikian

disebut juga deklamasi. Deklamasi sebagai suatu proses, melibatkan (1) puisi

yang dibaca, (2) pembaca, dan (3) pendengar. Pada pembelajaran membaca puisi

pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMP terdapat materi membaca

puisi. Dalam proses pembacaan, peran pembaca amat dominan untuk

menghidupkan puisi agar dapat dinikmati oleh pendengar. Artinya, pembacalah

yang paling banyak melakukan kegiatan dalam proses pembacaan puisi. Kegiatan

yang dilakukan pembaca ialah memahami makna puisi dan mengkreasikan puisi

tersebut dalam bentuk suara dan gerak. Oleh karena itu, pembaca harus

memperhatikan (1) pemanfaatan alat ucap yang dimiliki, (2) menguasai faktor

kebahasaan (pelafalan kata atau frasa dan intonasi suara), (3) menguasai faktor-

faktor nonkebahasaan (sikap tenang dan wajar, gerak gerik dan mimik, volume

suara, kelancaran, dan ketepatan.

Puisi merupakan salah satu hasil karya sastra yang masih tumbuh dan

berkembang sampai sekarang. Akan tetapi, tidak semua orang dapat dengan

mudah memahami apa isi yang terkandung dalam sebuah puisi. Bahasa yang

digunakan dalam puisi berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam karangan

prosa. Bahasa dalam puisi menggunakan kata-kata yang bermakna kias dan

simbol-simbol tertentu. Selain bahasa, bentuk struktur puisi juga berbeda dengan

karya sastra lain karena puisi terdiri atas beberapa bait yang tersusun atas

beberapa larik (Anindyarini, dkk, 2008: 84).

7
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang dapat menjadi wahana

curahan perasaan pengarang, ide atau gagasan, serta dapat pula sebagai media

untuk menyuarakan hati nuraninya. Pengungkapan bahasa dalam puisi sering

menggunakan makna-makna simbolis, sehingga tidak jarang terjadi penafsiran

makna yang berbeda-beda dalam memakna sebuah puisi. Puisi dapat

mengekspresikan emosi, suasana hati, rasa pesona, kagum, keresahan,

kegelisahan, dan suasana hati lainnya. Dengan puisi seseorang akan lebih sadar

akan dirinya untuk mengamati, mengagumi, atau memikirkan lingkungan dan

alam disekitarnya. Beberapa manfaat dari puisi antara lain: (1) menggugah

perasaan lebih dalam, (2) membangkitkan imajinasi, (3) mendorong orang lebih

mampu berpikir dan menggerakkan pikiran, (4) menimbulkan kesenangan dan

hiburan. Berbeda dengan karya-karya sastra yang lain (seperti prosa, cerpen,

roman, dan novel), puisi merupakan karya sastra yang sangat menonjolkan

keindahan bahasa, kedalaman makna, dan kepadatan bentuk. Selain itu, hanya

puisi yang dapat dimusikalisasi, sedangkan karya sastra tertulis yang lain tidak

dapat. Musikalisasi yaitu membaca puisi dengan diiringi musik yang sesuai

dengan tema dan suasana yang tergambar dalam puisi tersebut (Anindyarini, dkk,

2008: 22).

Dari pembahasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan

membaca puisi atau berpuisi merupakan salah satu kegiatan untuk melatih siswa

tampil di depan kelas. Membaca puisi pada umumnya dilakukan dengan nyaring

atau berdeklamasi. Deklamasi adalah pembacaan puisi yang disertai oleh gerak

dan mimik yang sesuai. dalam berpuisi, berdeklamasi, pembaca tidak hanya

sekedar membunyikan kata-kata. Lebih dari itu, ia pun bertugas mengekspresikan

8
perasaan dan pesan penyair dalam puisinya. Membacakan puisi merupakan

kegiatan membaca indah. untuk itu pembaca harus memperhatikan empat hal:

lafal, tekanan, intonasi dan jeda. Tujuannya agar isi puisi dapat terekspresikan

dengan jelas sehingga pendengar bisa memahami maksud penyairnya dengan baik

(Kosasih, 2008: 47).

Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menyimpulkan bahawa untuk

menjadi pembaca puisi yang baik harus memperhatikan aspek-aspek dalam

membaca puisi. Dalam hal ini yang dimaksud oleh peneliti adalah siswa kelas VII

SMPN 3 Ruteng Watu Benta harus menguasai aspek-aspek yang terdapat dalam

puisi.

Adapun keterampilan membaca puisi yang menjadi fokus dalam penelitian

ini adalah keterampilan membaca puisi yang dilakukan oleh siswa. Hal tersebut

sesuai dengan kompetensi dasar yang harus disesuai dengan kompetensi dasar

yang harus dikuasai siswa kelas VII semester II yaitu KD 3.9 Mengidentifikasi

informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan

bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca dan didengar. Berdasarkan kompetensi

dasar tersebut, siswa kelas VII diharapkan mampu membaca puisi dengan baik

dengan memperhatikan pelafalan, intonasi, volume suara, gestur tubuh atau

mimik. Berdasarkan hala-hal yang telah dijelaskan di atas akan menuntut seorang

pembaca puisi untuk menguasai hal-hal pokok dalam kegiatan membaca puisi

agar bisa didengar dan dipahami apa yang telah dibacakan demi tercapainya

sebuah puisi yang baik.

9
Untuk mencapai yang diharapkan oleh peneliti siswa dilatih menggunakan

teknik yang baik pada saat membaca puisi serta melatih kemampuan siswa

terhadap keterampilan membaca puisi. Keterampilan membaca puisi siswa sangat

diperluhkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, karena dapat meningkatkan

kemampuan membaca siswa sehingga, siswa mampu menjadi pembaca puisi yang

baik. Maka, dengan itu dalam penelitian ini peneliti memilih salah satu jenis

membaca puisi di depan umum, karena sangat penting bagi siswa yaitu

keterampilan membaca puisi dengan memperhatikan aspek-aspek dalam membaca

puisi.

Hal yang mendasar bagi peneliti memilih keterampilan membaca puisi

karena keterampilan membaca puisi merupakan salah satu kegiatan membaca di

depan umum untuk menyatakan apa yang menjadi isi dari sebuah bacaan.

keterampilan membaca puisi siswa sangat diperluhkan dalam proses kegiatan

membaca puisi, karena untuk menjadi seorang pembaca puisi yang baik harus

memiliki kemampuan membaca yang baik. Sehingga, dalam proses membaca

puisi pun harus sesuai dengan aspek yang terdapat dalam puisi. Namun demikian,

kenyataan yang terjadi di lapangan tentang keterampilan membaca puisi siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta belum mencapai harapan yang diinginkan.

Dikatakan demikian karena berdasarkan observasi dan wawancara yang tidak

terstruktur yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang guru bahasa

Indonesia kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta, peneliti memperoleh informasi

bahwa keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta masih rendah. Hal tersebut dibuktikan bahwa dalam proses kegiatan

membaca dalam kelas ternyata masih ada siswa yang kurang efektif dalam

10
membaca terutama dalam membaca puisi sangat rendah. Di lihat dari jumlah

siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta bahwa hasil nilai keterampilan

membaca puisi siswa mencapai nilai rata-rata 42, 931%.

Dari hasil nilai rata-rata tersebut ternyata masih banyak siswa yang belum

mampu membacakan puisi dengan baik karena tidak memperhatikan aspek-aspek

yang terdapat dalam membaca puisi yaitu pelafalan, intonasi, kontak pandang,

volume suara, gestur tubuh. Berdasarkan masalah yang terjadi pada siswa kelas

VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta tersebut peneliti berpikir bahwa ternyata adanya

perbedaan antara harapan dan kenyataan, karena keterampilan membaca siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta sudah memenuhi standar kompetensi dan

kompetensi dasar dalam membaca puisi.

Berdasarkan kenyataan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji masalah

mengenai keterampilan membacakan puisi pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng

Watu Benta. Penelitian difokuskan pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai, dengan pertimbangan

berdasarkan pengalaman peneliti selama mengadakan praktik pengalaman

lapangan banyak siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta yang mengalami

kesulitan dalam membaca terutama dalam membaca puisi. Harapanya dari peneliti

melalui penelitian ini siswa mampu membacakan puisi dengan baik sehingga

penulis mengangkat judul: “KETERAMPILAN MEMBACAKAN PUISI SISWA

KELAS VII SMPN 3 RUTENG WATU BENTA KECAMATAN RAHONG

UTARA KABUPATEN MANGGARAI TAHUN 2017/2018”.

11
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diselidiki dalam penelitian ini adalah

bagaimana keterampilan membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta dilihat dari pelafalan, intonasi, kontak pandang, volume suara, dan gestur

tubuh ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis

keterampilan membacakan puisi yang baik pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng

Watu Benta dengan memperhatikan aspek yang terdapat dalam membacakan

puisi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfat Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan

kemampuan siswa dalam menerima dan memahami materi pembelajaran

bahasa Indonesia, terutama dalam memahami proses membaca puisi

secara baik dan benar.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Melalui kegiatan penelitian di SMPN 3 Ruteng Watu Benta ini

peneliti memperoleh pengalaman dan menambah wawasan dalam

upaya menemukan solusi untuk memecahkan masalah yang berkaitan

dengan rendahnya penggunaan pada materi tentang membaca puisi

berdasarkan pengalaman mata pelajaran bahasa Indonesia.

12
b. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru untuk

meningkatkan keterampilannya sehingga dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran.

c. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar

siswa dalam mempelajari materi tentang puisi berdasarkan

pengalaman.

d. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak sekolah

untuk yang cocok dalam meningkatkan keterampilan membaca puisi

berdasarkan pengalaman.

13
BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Hakikat Keterampilan Membacakan Puisi

2.1.1 Pengertian Keterampilan Membaca

Keterampilan berasal dari kata terampil, yang bermakna cakap atau

mampu dan cekatan. Kata ‘terampil’ mendapat imbuhan ke.,an menjadi

keterampilan yang bermakna kecakapan atau kemampuan atau cekatan.

Keterampilan berbahasa adalah kemampuan dan kecekatan menggunakan bahasa

yang dapat meliputi mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi baik lisan mupun tulis.

Dengan demikian, terampil berbahasa Indonesia artinya terampil menggunakan

bahasa Indonesia dalam komunikasi baik secara lisan maupun tertulis.

Keterampilan bahasa lisan meliputi menyimak dan berbicara, sedangkan

keterampilan berbahasa tulis meliputi membaca dan menulis (Mulyati, dkk., 2009:

2.20).

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

keterampilan berarti kecakapan seseorang dalam melakukan sesuatu. Seorang

yang mempunyai keterampilan tentu memiliki kemampuan yang bisa dipraktekan

dalam kehidupannya setiap hari.

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

melalui media kata-kata/bahasa tulis. Dari segi linguistik, membaca adalah suatu

proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding

14
proses) berlainan dengan berbicara dan menulis justru melibatkan penyandian

(encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan

kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language

meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang

bermakna (Tarigan, 2013: 7).

Keterampilan membaca memegang peranan penting dalam aktivitas

komunikasi tertulis. Aktivitas membaca menjadi bagian dari kebutuhan aktivitas

keseharian kita. Aktivitas membaca dilakukan untuk berbagai keperluan, mulai

dari sekedar untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan perolehan informasi secara

umum, untuk kepentingan hiburan, atau untuk kepentingan perolehan informasi

secara khusus, hingga untuk kepentingan studi dan pendalaman disiplin ilmu.

Sumber bacanya pun beragam mulai dari bacaan populer seperti tulisan-tulisan

pada koran, surat kabar, dan majalah hiburan kaya-karya fiksi seperti novel dan

cerpen tulisan ilmiah populer seperti pada majalah-majalah khusus dan tulisan-

tulisan keilmuan untuk disiplin ilmu tertentu seperti yang kita dapati pada jurnal-

jurnal ilmiah, buku-buku teks, dan karya publikasi ilmiah lainnya. Untuk berbagai

keperluan tersebut diperlukan keterampilan membaca yang fleksibel. Strategi

membaca dipergunakan untuk masing-masing bahan bacaan dan untuk masing-

masing keperluan akan berbeda-beda. Pembaca fleksibel adalah pembaca yang

pandai memilih dan menerapkan strategi yang tepat dalam menghadapi bahan

bacaannya. Membaca merupakan proses pengubahan lambang visual (katon)

menjadi lambang bunyi (auditoris). Pengertian ini menyiratkan makna membaca

yang paling dasar yang terjadi pada kegiatan membaca permulaan. Pada tahap ini

kegiatan membaca lebih ditujukan pada pengenalan lambang-lambang bunyi yang

15
belum menekankan aspek makna/informasi. Sasarannya adalah melek huruf.

Membaca juga merupakan suatu proses decoding, yakni mengubah kode-kode

atau lambang-lambang verbal yang berupa rangkaian huruf-huruf menjadi bunyi-

bunyi bahasa yang dapat dipahami. Lambang-lambang verbal itu mengusung

sejumlah informasi. Proses pengubahan menjadi bunyi berarti itu disebut proses

decoding (proses pembacaan sandi). Membaca merupakan suatu proses

rekonstruksi makna melalui interaksi yang dinamis antara pengetahuan siap

pembaca, informasi yang tersaji dalam bahasa tulis dan konteks bacaan (Mulyati,

dkk, 2009: 4.5).

Dari ulasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan membaca pada

umumnya merupakan proses penangkapan ide atau gagasan yang diperoleh dari

bahan bacaan. Dalam penelitian ini teori membaca sangat berperan penting bagi

siswa untuk memperoleh pemahaman dari bahan bacaan. Kegiatan membaca pada

umumnya merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi, ide atau

gagasan yang ada dalam teks bacaan. Dalam hal ini peneliti memilih suatu teori

dalam membaca yaitu membaca nyaring puisi.

2.1.2 Pengertian Membaca Nyaring

Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan

alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau

pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran dan perasaan

seseorang pengarang. Orang yang membaca nyaring pertama-tama haruslah

mengerti makna serta perasaan yang terkandung dalam bahan bacaan. membaca

nyaring yang baik menuntut agar pembaca memiliki kecepatan mata yang tinggi

serta pandangan mata yang jauh, karena dia haruslah melihat pada bahan bacaan

16
untuk memelihara kontak mata dengan para pendengar. Juga harus mampu

mengelompokkan kata-kata dengan baik dan tepat agar jelas maknanya bagi para

pendengar (Tarigan, 2013: 23).

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memilih kegiatan membaca

nyaring sebagai kegiatan membaca puisi yang baik, dengan memperhatikan aspek

yang terdapat dalam puisi.

2.1.2.1 Membaca Nyaring Puisi

Membaca nyaring adalah membaca puisi secara lengkap. Dikatakan

demikian karena di dalam membaca nyaring, segala kekuatan puisi itu disajikan.

Tema, nada, suasana, pesan, kemerduan bunyi, dan sebagainya hendaknya

diupayakan tersampaikan dalam membaca nyaring. Dalam hal ini siswa perluh

dilatih dalam hal kemampuan membaca nyaringnya. Sebab, dengan terlatih

membaca nyaring, mereka akan terlatih pula dalam memahami puisi. Perluh

diingat bahwa membaca puisi nyaring bukan berarti berbuat aneh-aneh seperti

anggapan keliru sebagian orang sehingga siswa pemalu tidak mungkin membaca

nyaring. Sebenarnya tidaklah demikian, semua siswa akan mampu membaca

nyaring jika ia memahami puisi yang akan dibacakan dan terlatih

menyuarakannya (Restianti, 2010: 14).

2.1.2.2 Teknik dalam Membaca Nyaring

Teknik membaca nyaring dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut.

1. Pembaca Tunggal

Siswa secara bergantian membaca puisi

2. Pembacaan Berdialog

17
Puisi yang mengandung dialog dapat dibaca oleh beberapa siswa, yang

masing-masing membawakan peran tertentu.

3. Pembacaan Berkelompok

Beberapa siswa membacakan puisi bersama-sama. Pembacaan

berkelompok ini dapat divariasikan dengan pembacaan tunggal atau

pembacaan berdialog. Dengan demikian, pembacaan itu tidak

membosankan.

4. Pembacaan dengan Senandung

Pembacaan nyaring juga dapat dilakukan dengan memberi variasi

senandung. Cara ini tepat untuk semua pembaca nyaring yang telah

mengiringi dengan senandung. Kalau puisi yang dipilih adalah puisi

nyanyian, senandungnya dipilih lagu yang tepat untuk mengiringi puisi

yang akan dibacakan.

5. Pembacaan dengan Dramatisasi

Variasi lainnya dalam membaca nyaring adalah disertai dengan

dramatisasi. Untuk keperluan ini, selayaknya dipilih puisi-puisi yang

memiliki irama yang enak untuk disertai gerakan dan atau mengandung

dialog.

6. Pembacaan dengan Musik

Pembacaan puisi dapat diiringi alunan musik. Misalnya, seorang siswa

atau kelompok membacakan puisi, sedangkan siswa yang lainnya

mengiringi dengan alat musik (Restianti, 2010: 14-15).

18
Dari ulasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa membaca nyaring

sangat berperan penting dalam kegiatan membaca puisi. Membaca nyaring dapat

membantu pembaca untuk menjelaskan atau menyampaikan isi atau pesan dari

sebuah puisi yang dibacakan. Membaca nyaring memerluhkan intonasi yang jelas

sehingga para pendengar bisa menangkap bahan bacaan (puisi) dengan baik.

2.1.2.3 Peningkatan Keterampilan dalam Membaca Nyaring

Seorang pembaca nyaring yang baik biasanya berhasrat sekali

menyampaikan sesuatu yang penting kepada para pendengarnya. sesuatu yang

penting tersebut dapat berupa informasi yang baru, sesuatu pengalaman yang

berharga, uraian yang jelas, karakter yang menarik hati, sekelumit humor yang

segar, atau sebait puisi. Tanpa dorongan yang sedemikian rupa, kegiatan

membaca nyaring itu akan menjadi hambar dan tidak hidup. Pembaca hendaklah

mengetahui serta mendalami keinginan serta kebutuhan para pendengarnya, serta

menginterprestasikan bahan bacaan itu secara tepat. Agar dapat membaca nyaring

dengan baik, sang pembaca haruslah menguasai keterampilan-keterampilan

persepsi (penglihatan dan daya tanggap) sehingga mengenal/memahami kata-kata

dengan cepat dan tepat. Yang sama pentingnya dengan hal itu ialah kemampuan

mengelompokkan kata-kata ke dalam kesatuan-kesatuan pikiran serta

membacanya dengan baik dan lancar. Untuk membantu para pendengar

menangkap serta memahami maksud pengarang, pembaca biasanya

mempergunakan berbagai cara antara lain:

1. Menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan penekanan yang jelas,

2. Menjelaskan perubahan dari satu ide ke ide lainnya,

3. Menerangkan kesatuan-kesatuan kata-kata yang tepat dan baik,

19
4. Menghubungkan ide-ide yang bertautan dengan jalan menjaga suaranya

agar tinggi sampai akhir dan tujuan tercapai,

5. Menjelaskan klimaks-klimaks dengan gaya dan gaya ekspresi yang baik

dan tepat (Tarigan, 2013: 27).

Dari pembahasan di atas, peneliti, menyimpulkan bahwa membaca nyaring

juga merupakan bagian dari kegiatan membaca puisi.

2.1.3 Pengertian Puisi

Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak disukai

orang. Di dalam puisi, seorang penyair mencoba mengekspresikan dan

mencurahkan segala perasaan, pendapat, dan pengalaman mereka kepada

pembacanya. Oleh karena itu, setiap puisi pasti memiliki isi dan makna berbeda-

beda, meskipun ditulis oleh orang atau penyair yang sama. Puisi sebagai sebuah

karya sastra memiliki susunan bahasa yang lebih dapat dan terikat irama, jika

dibandingkan dengan prosa. Dalam memahami isi sebuah puisi (Anindyarini, dkk,

2008: 118).

Menurut KBBI, puisi adalah gubahan dalam bahasa yang bentuknya


dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan
pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama
dan makna khusus. Dalam sejarah kesusastraan indonesia, puisi merupakan
gendre yang paling tua. Genre ini telah ditemukan dalam naskah-naskah melayu,
seperti Adat Raja-raja Melayu dan Hikayat Sri Rama. Sebelumnya puisi juga telah
ditemukan dalam epos Mahabarata dan Ramayana yang dibawa para pedagang
India sekitar Abad ke-10 (Yostinah, Dkk., 2008: 2).

Puisi adalah sebagai sebuah karya seni sastra yang dapat dikaji dari

bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya,

mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam

unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula pusi dikaji jenis-jenis atau ragam-

ragamnya, mengingat bahwa ada berbagai ragam-ragam puisi. Puisi juga dapat

20
dikaji dari sudut kesejaraannya, menginga bahwa sepanjang sejarahnya dari

waktu ke waktu puisi selalu ditulis dan selalu dibaca orang. Sepanjang zaman

puisi selalu mengalami perubahan, perkembangan. Hal ini, mengingat hakikatnya

sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan

pembaharuan (inovasi), (Teeuw, 1980: 12). Puisi selalu berubah-ubah sesuai

dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya (Riffaterre, 1998: 1).

Meskipun demikian, seorang tidak akan dapat memahami puisi secara

sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang

bermakna, yang mempunyai arti bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna.

2.1.4 Membaca Puisi

Membaca puisi pada hakikatnya hampir sama dengan dengan

berdeklamasi. Akan tetapi, dalam berdeklamasi, pembaca tidak harus membawa

teks puisinya. Ia harus hafal puisi yang akan dibacakannya. Sedangkan, saat

membaca puisi, pembaca diperkenankan melihat teks puisi yang dibacanya.

Berikut ini hal-hal yang perluh diperhatikan dalam menanggapi pembacaan puisi :

1. Penjiwaan

Penjiwaan berkaitan dengan suasana kejiwaan yang tercermin dari warna

suara dan bahasa tubuh pembaca puisi akibat pemaknaanya terhadap isi

puisi.

2. Suara (vokal)

Suara dalam pembacaan puisi salah satunya adalah intonasi. Intonasi

meliputi nada (tinggi rendahnya suara), tempo (panjang pendeknya suara),

tekanan (keras lembutnya suara), dan jeda (lama-sebentarnya penghentian

suara).

21
3. Gerak

Gerak dapat dibagi menjadi beberapa macam: (1) mimik (raut muka), dan

(2) gerak tubuh (gestur). Gerak dalam pembacaan puisi berarti mengikuti

nada dan suasana hati pembaca puisi sesuai dengan isi puisi yang

dibacakan.

4. Kesesuaian puisi yang dibacakan

Membaca puisi merupakan bentuk kegiatan mengungkapkan kembali isi

puisi. Pengungkapan yang dilakukan pembaca harus sesuai dengan

kandungan makna puisi (Sunaryo, dkk, 2007: 91).

Sebuah puisi mewakili suasana batin penyairnya. Suasana batin penyair

dapat ditafsirkan dari suasana yang terkandung dalam puisi. Suasana dalam puisi

dibangun melalui pilihan kata, baik berupa kata yang bermakna denotatif (lugas)

atau konotatif (kias). Selain itu, untuk membangun makna yang lebih intensif

(mendalam) penyair juga menggunakan citraan (imaji).

Citraan dalam puisi adalah gambaran pengalaman yang berhubungan

dengan benda, peritiwa, dan keadaan yang dialami penyair citraan dalam puisi

dibedakan menjadi tiga, yakni citraan yang berhubungan dengan penglihatan

(visual), pendengaran (auditif), dan rabaan (taktil). Puisi ditulis berdasarkan

pengalaman setiap penyair berbeda-beda: ada yang bahagia, sedih, kecewa,

menakutkan, patah hati, dan sebagainya. Dengan demikian, setiap puisi selalu

mengungkapkan sebuah perasaan. Perasaan penyair dalam puisi dapat kita ketahui

jika puisi tersebut telah kita baca. Intonasi dalam pembacaan puisi sangatlah

penting. Kejelasan artikulasi memberi kesan kepada pendengar bahwa setiap bait

yang dibaca sesuai dengan apa yang tertulis dalam teks puisinya. Selain itu,

22
ketidak jelasan artikulasi kata dapat membedakan makna kata itu sendiri. Dalam

puisi tergambar nada atau sikap pengarang terhadap masalah yang

diungkapkannya kepada pembaca sikap pengarang dilatarbelakangi oleh

perasaannya (Nurhady, dkk., 2007: 164-168).

2.1.5 Baca Puisi Sebagai Apresiasi Sastra

Seorang pembaca puisi memiliki apresiasi yang cukup sesuai tingkat

pendidikan dan kemampuannya. Seseorang tidak mungkin dapat melakukan baca

puisi dengan baik tanpa memiliki apresiasi sastra yang memadai. Namun

demikian, dalam praktiknya, tidak semua yang memiliki apresiasi sastra

dipastikan dapat melakukan baca puisi dengan baik. Seorang kritikus, dosen

sastra, bahkan mungkin juga seorang penyair tidak semuanya dapat melakukan

baca puisi yang dapat dinikmati oleh khalayak pada umumnya. Begitupun

sebaliknya, seorang pembaca puisi yang baik belum tentu juga memiliki apresiasi

seni maupun sastra yang memadai. Akan tetapi, sekecil apapun proses pelatihan

dan perwujudan ekspresi baca puisi, mengandung unsur edukasi yang dapat

diarahkan fungsinya menjadi sarana apresiasi sastra.

Baca puisi sebagai sarana apresiasi sastra, berarti juga sebuah cara untuk

menghargai karya sastra berdasarkan pengalaman, pemahaman dan penghayatan

langsung antara pembaca dan karya sastra. Peningkatan apresiasi sastra dapat

ditempuh melalui berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mendekatkan hubungan

antara karya sastra dan pembaca. Pendekatan termasuk bisa dicapai apabila unsur-

unsur nilai dalam karya sastra dapat dihayati oleh pembacanya baik secara

langsung atau melalui prantara. Penghayatan secara langsung mengisaratkan

adanya kegiatan pokok bagi setiap individu untuk membaca karya sastra, sehingga

23
setiap individu dapat menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra

sesuai wawasan dan tingkat pengetahuannya, tanpa sesuatupun yang membatasi

antara bahan bacaan dengan yang membaca (Salad, 2014: 18).

Beberapa hal yang harus dipahami ketika akan membaca puisi, yaitu

mengetahui cara membacanya. Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan:

1. Rima dan irama, artinya dalam membaca puisi tidak terlalu cepat ataupun

terlalu lambat. Membaca puisi berbeda dengan membaca sebuah teks biasa

karena puisi terikat oleh rima dan irama sehingga dalam membaca puisi

tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat.

2. Artikulasi atau kejelasan suara, artinya suara kita dalam membaca puisi

harus jelas, misalnya dalam mengucapkan huruf-huruf vokal /a/, /i/, /u/,

/e/, /o/, /ai/, /au/.

3. Ekspresi mimik wajah, artinya ekspresi wajah harus bisa disesuaikan

dengan isi puisi. Ketika puisi yang dibacakan adalah puisi sedih, maka

ekpresi mimik wajah harus bisa menggambarkan isi puisi sedih tersebut.

4. Mengatur pernapasan, artinya pernapasan harus diatur jangan tergesa-gesa.

5. Sehingga tidak akan mengganggu ketika membaca puisi. Penampilan,

artinya kepribadian atau sikap saat di panggung usahakan harus tenang,

tak gelisah, tak gugup, berwibawa, dan meyakinkan (tidak demam

panggung).

6. Selain hal-hal di atas ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan

membacakan puisi yaitu sebagai berikut:

24
a. Vokal

Suara yang dihasilkan harus benar. Salah satu unsur dalam vokal

ialah artikulasi (kejelasan pengucapan). Bunyi vokal seperti /a/, /i/, /u/,

/e/, /o/, /ai/, /au/, dan sebagainya harus jelas terdengar. Demikian pula

dengan bunyi-bunyi konsonan.

b. Ekspresi

Ekspresi adalah pengungkapan atau proses menyatakan yang

memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, dan perasaan.

Ekspresi mimik atau perubahan raut muka harus ada, namun harus

proporsional, sesusai dengan kebutuhan menampilkan gagasan puisi

secara tepat.

c. Intonasi (tekanan dinamik dan tekanan tempo)

Intonasi ialah ketepatan penyajian dalam menentukan keras-

lemahnya pengucapan satu kata. Intonasi terbagi menjadi dua yaitu

tekanan dinamik (tekanan pada kata-kata yang dianggap penting) dan

tekanan tempo (cepat lambat pengucapan suku kata atau kata).

Langkah-langkah dalam mendemonstrasikan puisi dan mendukung

cara pembacaannya, dapat menggunakan tekhnik-tekhnik sebagai

berikut.

1. Membaca dalam hati puisi tersebut berualang-ulang.

2. memberikan ciri pada bagian-bagian tertentu, misalnya tanda

jeda. Jeda pendek dengan tanda (/) dan jeda panjang dengan

tanda (//). Penjedaan panjang diberikan pada frasa, sedangkan

penjedaan panjang diberikan pada akhir klausa atau kalimat.

25
3. Memahami suasa, tema, serta makna puisinya.

4. Menghayati suasana, tema, dan makna puisi untuk

mengekpresikan puisi yang dibaca (Harsiati, dkk, 2016: 252).

2.1.6 Pengimajian dalam Puisi

Pengimajian adalah kata atau susunan yang dapat mengungkapkan

pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Terdapat

hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Diksi yang dipilih

harus menghasilkan pengimajian sehingga menjadi kata konkret, seperti hayati

melalui penglihatan, pendengaran atau cita rasa. Adapun jenis-jenis imaji dalam

puisi adalah sebagai berikut:

1. Imaji visual (pengimajian dengan menggunakan kata-kata yang

menggambarkan seolah-olah objek yang diceritakan).

2. Imaji auditif (pengimajian dengan menggunakan kata-kata ungkapan

seolah-olah objek yang dicitrakan sungguh-sungguh didengar oleh

pembaca).

3. Imaji taktil (pengimajian dengan menggunakan kata-kata yang mampu

mempengaruhi perasaan pembaca sehingga ikut terpengaruh perasaannya

(Harsiati, dkk, 2016: 263).

2.1.7 Rima/Ritme dalam Puisi

Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau

kata-kata dalam larik dan bait. Sementara itu, irama (ritme) adalah pergantian

tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama

disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya

karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang

26
bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang

pendek kata. Hal yang erat berhubungan dengan pembicaraan bunyi adalah irama.

Irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut

ucapan bunyi bahasa dengan teratur (Pradopo djoko,1995:40).

Dengan kata lain, rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun

irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama dapat

menciptakan efek musikalisasi dalam puisi, membuat puisi menjadi indah, dan

enak didengar meskipun tanpa dilagukan. Berdasarkan jenis bunyi yang diulang,

ada delapan jenis rima yaitu sebagai berikut:

1. Rima sempurna, yaitu persamaan bunyi pada suku-suku kata terakhir.

2. Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian

suku kata terakhir.

3. Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih

secara mutlak (suku kata sebunyi).

4. Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir

terbuka atau dengan vokal sama.

5. Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup

(konsonan).

6. Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata

pada baris yang sama atau baris yang berlainan.

7. Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal

tengah kata.

8. Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada huruf- huruf

mati/konsonan (Harsiati, dkk, 2016: 267)

27
2.1.8 Pengertian Baca Puisi

Sebagai kegiatan budaya, seni baca puisi dapat dilaksanakan dengan cara

yang relatif mudah dan bahkan bisa dilaksanakan oleh setiap orang yang pernah

mengenyam bangku sekolah/tidak buta huruf. Namun, sebagai istilah dalam

kesenian, tidak semua orang dapat melakukan. Apalagi melakukannya dengan

cara dan teknik yang baik sesuai konvensi seni bersangkutan. Secara umum,

istilah baca puisi belum memiliki definisi yang bersifat khusus dan spesifik.

Karena itu, istilah baca dan pembacaan puisi, sering kabur maknanya, agak rumit

didekati pengertiannya dalam konteks kesenian. Apakah baca puisi merupakan

kegiatan sastra atau merupakan seni tersendiri yang terlepas dari hakikat sastra.

Karena itu pula, meski seorang pembaca puisi yang hebat pun, atau juara baca

puisi, tidak selalu mengerti, atau mampu menjelaskan apa dan bagaimana definisi

baca puisi. Di sisi lain, khususnya dalam kajian sastra, kata pembacaan puisi

sering digunakan dalam pengertian yang berbeda dengan istilah pembacaan puisi

yang dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini, dapat ditemukan

lima pengertian umum tentang aktivitas membaca yang memiliki kaitan langsung

dengan makna pembacaan puisi.

1. (Literacy Reading): Membaca Tanpa Suara

Literacy reading atau sillent reading merupakan syarat utama dalam

proses apresiasi puisi. Yakni, membaca puisi dengan cara pasif, diam

tanpa suara. Boleh juga diartikan membaca puisi dalam hati. Dengan

sendirinya, kata membaca, memiliki arti yang sama dengan kegiatan

membaca aksara, membaca buku, atau membaca teks puisi dalam buku

atau media lainnya. Sehingga pembaca tanpa pretensi apa pun selain

28
berusaha memahami atau sekedar menikmati keindahan puisi itu dalam

hati untuk memenuhi kebutuhan, keperluan dan kesenagan pribadi.

2. (Creative Reading): Membaca Secara Kreatif

Creative reading merupakan kata lain dari membaca puisi secara kreatif

dengan tujuan tertentu.istilah ini sering dipakai dalam proses kritik sastra,

yang berarti pembacaan, atau mendalami atau menafsirkan teks puisi

dengan sungguh-sungguh, baik dilaksanakan sendiri atau bersama orang

lain. Pembacaan puisi disini sama artinya dengan kegitan mengapresiasi

puisi, yang mensyaratkan adanya sikap intensif, saksama, terlibat

sepenuhnya perasaan dan pikiran dengan puisi yang dibaca. Sehingga pada

akhirnya seorang pembaca dapat mengevaluasi puisi yang dibacanya,

mampu menikmati keindahannya, memahami maknaa dan unsur-unsur

estetiknya.

3. (Orality Reading): Membaca dengan Suara

Orality reading berarti membaca teks puisi dengan suara, dengan vokal

yang dapat didengar orang lain atau oleh dirinya sendiri.

4. (Aesthetic reading): Membaca Indah

Aesthetic reading berarti membaca indah dengan suara indah.atau

membaca puisi dengan memperhatikan intonasi, artikulasi, dan lain

sebagainya sehingga dapat didengar dan dinikmati oleh audiensnya.

5. (Expressive Reading): Membaca dengan Suara dan Gerak

Expressive reading dapat diartikan sebagai proses membaca sebuah teks

dengan berbagai cara yang memungkinkan. Dalam kaitanya dengan baca

puisi, cara ini memiliki pengertian yang lebih luas dari model pembacaan

29
seperti terurai pada point-point diatas. Expressive reading bisa juga

diartikan cara-cara tertentu untuk mengkomunikasikan teks puisi melalui

suara, isyarat, gerak tubuh, atau peralatan lain, serta semua cara yang

dianggap mampu mewakilinya (Salad, 2014: 36).

2.1.9 Seni Baca Puisi

Sebagaimana yang telah disepakati para pakar sastra, puisi merupakan

bentuk teks seni yang terdiri dari susunan huruf dan kata-kata. Sejumlah baris

kalimat indah yang ditulis di atas kertas, dalam lembaran buku atau sarana lain

yang memilki fungsi serupa. Dengan sendirinya, beragam bentuk dan jenis teks

karya sastra yang disepakati sebagai puisi itu sama sekali tidak memiliki unsur-

unsur keindahan yang dapat ditonton, dilihat didengarkan oleh khalayak pada

waktu bersamaan. Namun demikian, kesepakatan di atas bukan berarti

meniadakan perspektif lain yang berkaitan dengannya. Kesepakatan tersebut,

tentu saja hanya diberlakukan dalam konteks teori dan genre sastra. Sedangkan

keberadaan puisi sebagai artefak. Budaya masih dapat dikembangkan unsur-unsur

estetiknya melalui berbagai media alternatif yang sesuai. Seperti juga jenis

kesenian lain, materi puisi memiliki kemungkinan untuk ditransformasi, diolah,

dan disusun elemen-elemen komunikasinya kedalam bentuk ekspresi seni yang

baru. Dengan sendirinya, makna puisi dapat dikembangkan sedemikian rupa

melampaui defenisi, serta unsur-unsur literasi yang tercakup di dalamnya (Salad,

2014: 75-76).

2.1.10 Ragam Pembacaan dan Pemanggungan Puisi

Alih ragam teks puisi dari susunan kata-kata yang tertulis di kertas menuju

ke atas pentas, dari medium kata-kata beralih ke medium gerak tubuh dan suara

30
manusia, telah melahirkan ragam seni pertunjukan tertentu yang dikenal dengan

Poetry Staging, atau pembacaan dan pemanggungan puisi. Akan tetapi, istilah

“pembacaan dan pemanggungan puisi” itu sendiri dapat menimbulkan pertanyaan

yang rumit jika dikaitkan dengan disiplin ilmu sastra maupun seni pertunjukan.

Ragam bentuk pembacaan puisi. Dari berbagai keterangan di atas, secara

tidak langsung telah dikenal adanya ragam seni baca puisi yang berkembang

dalam khazanah kebudayaan modern Indonesia. Bentuk-bentuk, model dan gaya

baca puisi termaksud sesuai unsur karakteristik yang dikandungnya.

Bentuk-bentuk umum seni baca puisi di Indonesia dapat dikelompokkan kedalam

istilah: puisi audial, puitisasi al-Qur’an, deklamasi dan poetry reading.

1. Puisi Audial

Yang dimaksud puisi audial ialah model pembacaan puisi secara

langsung dengan pendengar atau audiensnya. Model ini sangat populer

pada 1970-an, yang disebut dengan puisi radio, atau baca puisi melalui

stasiun radio.

Dalam perkembangannya, penyair rendra juga memproduksi sebuah

rekaman membaca puisi yang kemudian didistribusikan melalui kaset, dan

selanjutnya ada yang memproduksinya melalui CD, program MP3 dan

internet.

2. Puitisasi AlQur’an

Puitisasi AlQur’an lebih dikenal oleh masyarakat awam sebgai

saritilawah. Yakni sebuah model membaca terjemahan ayat-ayat alQur’an

yang dipilih atau yang telah diguba dalam bentuk puisi, yang dilakukan

dengan teknik pelisanan sebagaimana dalam pembacaan puisi.

31
3. Deklamasi

Deklamasi merupakan bentuk formal dari pembacaan puisi,

sekaligus dapat dikategori menjadi titik awal dari sejarah pertumbuhan

seni baca puisi. Deklamasi berasal dari bahasa latin “ declamare atau

declaim”, yang berarti membaca sebuah teks dengan suara dan intonasi

tertentu, dengan maksud dan tujuan tertentu pula.

4. Poetry Reading

Poetry Reading dalam kamus bahasa berarti membaca puisi atau

pembacaan puisi secara literer sebagaimana dirumuskan dalam kajian

sastra. Sebagai istilah umum, Poetry Reading dapat diartikan sebagai cara-

cara untuk mengomunikasikan teks puisi melalui suara dan gerak tubuh

manusia di atas panggung pertunjukan. Istilah Poetry Reading dapat juga

disamakan pengertiannya dengan bentuk bebas dari pembacaan puisi. Atau

bentuk pembacaan puisi dengan suara dan gerak tubuh manusia yang

diwujudkan di atas panggung pertunjukan, mimbar atau area yang telah

disediakan sehingga menimbulkan keindahan tertentu yang dapat

dinikmati, di dengar dan dilihat oleh audiensnya (Salad, 2014: 77-83).

2.1.11 Konsep dan Identitas Puisi

Pembahasan mengenai konsep dan identitas puisi dapat dimaknai lebih

lanjut sebagai pengetahuan pokok yang mengenai konsep dan identitas puisi dapat

dimaknai lebih lanjut sebagai pengetahuan pokok yang menjadi konsep dasar dari

seni baca puisi. Hakikat seni baca puisi adalah usaha kreatif untuk menyampaikan

atau mengomunikasikan makna teks puisi kepada audiens melalui panggung

pertunjukan baik yang bersifat konvensional maupun elektronikal.

32
1. Puisi sebagai Dasar Ekspresi

Pengertian teks puisi dalam seni baca puisi memiliki keniscayaan

untuk diketahui unsur-unsur autentisitasnya. Unsur-unsur tersebut dapat

didekati melalui siapa yang menulis teks puisi dan dari mana teks itu

direproduksi, diambil atau disalin. Sehingga dengan itu ekspresi seni baca

puisi memerlukan adanya teks puisi dari hasil karya orang lain, dan bukan

merupakan karya si pembaca itu sendiri.

2. Kriteria-Kriteria Pembaca Puisi

Kriteria-kriteria puisi dapat juga di dekati melalui unsur-unsur

estetis, historis dan idealis sebagaimana dimaksud dan dijadikan bahasan

utama dalam kajian ilmu kesusastraan.

a. Unsur estetis karya puisi dapat dilihat melalui kritik sastra. Bahwa

puisi itu disebut karya seni jika telah diuji kulitas keindahannya dan

tau pernah dikaji secara mendalam oleh kritikus, peneliti atau

pengamat sastra, sehingga kajian itu menunjuk objektifitasnya sebagai

karya puisi agung, puisi bagus dan memesona. Dengan sendiri, puisi

termasuk telah dicetak dan dipublikasikan kepada khalayak, baik itu

merupakan karya asli maupun karya terjemahan.

b. Unsur historis memiliki kaitan dengan asal-usul, autentisitas dan

orisinalitas karya puisi. Dalam pengertian ini, kriteria puisi lebih

didasarkan pada popularitas penulisannya. Jadi pertimbangan

pokoknya bukan pada kualitas puisi itu sendiri, sehingga teks puisi

dapat dikategori sebagai karya seni jika itu ditulis oleh penyair

33
ternama, atau yang dianggap penyair oleh masyarakat pada masanya

maupun pada zaman sesudahnya.

c. Unsur idealis karya puisi menyiratkan adanya keindahan susunan kata

sekaligus juga mengandung pesan yang bermanfaat bagi pembacanya.

Dengan sendirinya karya termaksud telah dicetak akan dipublikasikan

kepada khyalayak, serta ditulis oleh penyair populer, mengandung

pesan dan nilai-nilai tertentu sesuai dengan keperluan, perkembangan

dan perubahan sosial budaya disekitar pembacanya.

3. Makna Puisi dalam Seni Baca Puisi

Dalam konteks seni baca puisi, unsur idealis termaksud di atas

dapat dijadikan sebagai dasar ekspresinya, sehingga makna puisi yang

hendak disampaikan memiliki kemungkinan estetik yang lebih beragam

untuk didengar, dirasakan dan dinikmati oleh audiensnya. Sekecil apa pun

makna puisi mesti ditemukan dalam diri seorang pembaca dan kemudian

diwujudkan kembali melalui ekspresi suara, gerak tubuh, emosi dan

perasaannya. Selain itu, tersirat juga adanya bantuan bagi seorang

pembaca puisi untuk melakukan proses pelatihan, pendalaman dan

pemahaman yang terkait dengan unsur pokok seni baca puisi (Salad, 2014:

147-150).

2.1.12 Unsur Pokok Seni Baca Puisi

Prinsip baca puisi ialah melisankan teks puisi, dan karena itu tidak

mungkin dilakukan oleh seorang tunawicara. Prinsip demikian merupakan bagian

dari ekspresinya untuk menjalin komunikasi dengan audiens. Jika seni baca puisi

mengabaikan hal ini, tentu saja, hakikat puisi akan kembali ke dalam bentuk

34
tulisan yang bersifat literer, dan pembaca puisi menjadi tak berfungsi

sebagaimana mestinya. Sebagaimana seni pertunjukan, seni baca puisi hanya

dapat dilaksanakan jika memenuhi unsur-unsur pokok sebagai berikut:

1. Adanya teks puisi, atau karya sastra yang dinyatakan oleh pengarangnya

sebagai puisi, dipublikasikan sebagai karya puisi, dan dianggap

pembacanya sebagai puisi. Teks puisi bukan pula merupakan potongan,

petikan, bagian dari puisi panjang, atau bagian dari cerita pendek dan

novel.

2. Adanya pembaca puisi, deklamator, aktor atau orang yang memiliki

kemampuan untuk mengucapkan, melisankan menyuarakan teks puisi.

Dengan sendirinya pembaca itu mesti manusia dan dapat dilihat dengan

kasat mata.

3. Adanya panggung pertunjukan, atau area tertentu yang telah dipersiapkan

sebagai tempat berekspresi bagi pembaca puisi. Baik itu tanpa atau

menggunakan alat pendukung seperti mimbar, podium, meja dan lain

sebagainya. Adanya penonton, atau audiens yang dengan sengaja

hadir/dihadirkan untuk menyaksikan. Penonton juga bisa dimaknai

sebagai sejumlah orang yang berbeda disekitar panggung pertunjukan

(Salad, 2014:151).

2.1.13 Metode Teknik dan Gaya

Dalam pengertian yang lebih khusus, aspek teoretik seni baca puisi

menuntut adanya disiplin tertentu yang merujuk pada metode, teknik dan gaya.

Metode berkaitan dengan sistem pengetahuan dan apresiasi sastra. Teknik

berkaitan dengan konsep dasar seni pertunjukan, proses pelatihan dan persiapan,

35
serta cara-cara yang dapat dikembangkan oleh para pelakunya. Sedangkan gaya

menunjuk pada fakta-fakta perwujudan bentuk ekspresi yang dapat di dengar dan

disaksikan oleh audiensnya. Gaya juga berkaitan dengan potensi suara, bentuk

tubuh, imajinasi dan pikiran yang menjadi medium utamanya. Sehingga dengan

memahami aspek-aspek teoretik tersebut seni baca puisi dapat dipelajari dan

diajarkan sebagai wacana budaya yang bersifat estetis sekaligus juga pragmatis.

Seni baca puisi bukanlah sekedar cara untuk menyuarakan bunyi kata, tetapi juga

mewujudkan citra, bentuk visual, emosi, pikiran, rasa, keindahan, kenikmatan

kesedihan dan kebahagiaan yang ditafsirkan dari dalam kandungan makna puisi.

1. Metode Interprestasi

Metode berasal dari yang kata methodos, yang berarti cara atau

jalan untuk mencapai tujuan. Dalam konteks, bahasan ini metode diartikan

sebagai jalan untuk mengetahui dan memahami objek yang menjadi

sasaran dalam seni baca puisi. Objek utama dalam seni baca puisi ialah

makna puisi. Sedangkan jalan yang dapat ditempuh untuk itu dalam ilmu

sastra disebut interpretasi. Proses intepretasi dapat dilakukan melalui cara

yang berbeda-beda. Perbedaan itu antara lain disebabkan oleh tidak adanya

kaidah-kaidah pokok yang dapat dijadikan patokan dan disepakati bersama

oleh para ahli sastra. Satu pihak beranggapan bahwa kemampuan untuk

memahami dan menjelaskan makna puisi itu bukan saja ditentukan ole

kaidah-kaidah ilmu sastra, namun juga didasarkan atas penguasaan

terhadap disiplin-disiplin ilmu lain yang mendukungnya. Sebagian lain

berpendapat bahwa interpretasi tidak mungkin dapat dilakukan tanpa

adanya kaidah-kaidah tertentu yang menjadi landasan teoretiknya. Namun,

36
ada juga yang beranggapan bahwa interpretasi merupakan proses untuk

memahami makna, maksud, pesan dan amanat puisi sesuai dengan

kemampuan individu yang bersangkutan.

2. Teknik Vokalisasi

Teknik bersal dari kata techne,yang berarti kemampuan untuk

membuat atau mengerjakan sesuatu yang disertai dengan pengertian dan

pemahaman terhadap prinsip-prinsip dasarnya. Dalam seni baca puisi,

teknik berarti kemampuan untuk mengelolah dan menentukan kualitas

suara, gerak tubuh dan isyarat dengan motivasi, alasan atau pertimbangan

tertentu yang dapat dipahami oleh dirinya sendiri maupun orang yang

mendengarnya.

Teknik merupakan sarana, alat, media untuk mengekspresikan

unsur-unsur makna, ide dan gagasan pokok puisi. Semakin baik

penguasaan dan kemampuan teknik yang dimiliki seorang pembaca puisi,

semakin baik pula perwujudan bentuk ekspresinya. Oleh sebab itu, teknik

merupakan sarana mutlak yang diperlukan oleh seorang pembaca puisi.

Dengan kata lain, tanpa mengenal dan menguasai adanya teknik berkaitan,

seorang tidak mungkin dapat melakukan aksi baca puisi dengan baik.

Teknik dalam seni baca puisi disebut juga vokalisasi. Yaitu cara-

cara pengucapan atau pelafalan huruf dan kata-kata melalui kekuatan lisan,

sehingga teks dan makna puisi dapat didengar, dirasakan, dinikmati dan

sekaligus mampu menjalin hubungan komunikasi dengan audiensnya.

Dengan demikian, vokalisasi merupakan bagian penting dari teknik dalam

37
seni baca puisi. Sedangkan vokalisasi dapat dikenali ekspresinya melalui

susunan suara yang disebut artikulasi, intonasi dan diksi.

a. Artikulasi

Artikulasi merupakan bagian dasar dari susunan suara. Tanpa

adanya artikulasi, susunan suara tidak memiliki arti bagi orang yang

mendengarnya. Artikulasi mengandung pengertian sebagai cara-cara

melafalkan huruf dan suku kata dengan suara yang jelas dan tegas

sesuai dengan karakter fonologis bahasa yang digunakan. Kesalahan

atau ketidak jelasan dalam mengucapkan huruf dan suku kata dalam

seni baca puisi, akan mengakibatkan kesalahan lain yang terkait

dengan teks dan makna puisi yang dibacakan.

b. Intonasi

Jika artikulasi merupakan fondasi dari susunan suara, intonasi

adalah bentuk bangunan dari keseluruhan susunan suara. Dengan

intonasi itu teks puisi dapat didengar melalui unsur volume, nada dan

tempo. Volume berkaitan dengan lambat dan cepatnya suara.

Sedangkan tempo berkaitan dengan lambat dan cepatnya suara. Oleh

karena, adanya tiga unsur tersebut, intonasi dapat dimaknai pula

sebagai susunan suara yang mengandung lagu atau irama. Sehingga

melalui intonasi itu ekspresi keindahan suara dalam seni baca puisi

dapat dinikmati oleh audiensnya.

c. Diksi

Selain intonasi, ekspresi keindahan suara dalam seni baca puisi

juga didasarkan pada pengolahan diksi. Intonasi menyusupkan

38
keindahan suara melalui telinga, sedangkan diksi melahirkan

keindahan suara melalui rasa. Dengan kata lain, intonasi merupakan

sarana untuk menyampaikan teks puisi, sedangkan diksi merupakan

sarana untuk menghadirkan jiwa, ruh atau makna puisi. Pengolahan

diksi dapat dilakukan dengan mencari, merenungkan dan memilih kata,

gabungan kata, kalimat dan baris-baris puisi puisi yang dianggap

penting dan perlu ditekankan dalam pengucapannya. Sehingga makna

puisi dapat menyatu dengan keseluruhan ekspresi yang diwujudkan

melalui susunan suara.

3. Gaya Representasi

Di samping interprestasi dan vokalisasi, gaya merupakan unsur lain

yang menjadi bagian pennting dari seni baca puisi. Gaya memiliki arti

yang sama dengan style, atau bentuk perwujudan ekspresi secara

keseluruhan seorang pembaca di atas panggung. Gaya juga merupakan

variasi bentuk ekspresi yang bersifat spontan sebagai respons terhadap

situasi dan peristiwa tertentu yang ditampilkan seseorang dalam

pembacaan puisi. Oleh karena itu, gaya memiliki sifat kreatif yang khas

dan personal sehingga tidak ada kriteria khusus yang dapat ditetapkan.

Namun demikian, dari keterangan tersebut tersirat pula adanya unsur-

unsur definitif yang dapat dipakai untuk mendekatinya, bahwa gaya dalam

seni baca puisi adalah:

a. Variasi ekspresi suara dan gerak tubuh yang ditampilkan oleh

seorang pembaca puisi.

39
b. Bentuk ekspresi keseluruhan di atas panggung yang dapat dilihat

oleh penonton.

c. Karakter suara, tubuh dan mimik yang bersifat khusus dan hanya

dimilki oleh seorang pembaca puisi.

d. Ekspresi tertentu yang dilakukan secara, dan dijadikan kebiasaan

oleh seorang pembaca puisi.

e. Pemakaian media tertentu untuk mencapai efek tertentu yang telah

disiapkan oleh pembaca puisi.

f. Peniruan atau pengembangan terhadap gaya baca puisi tokoh atau

orang tersebut yang menjadi idolanya.

g. Ekspresi seorang pembaca puisi yang bersifat khas dan tidak

dimiliki atau ditiru oleh orang lain. Karena itu, gaya merupakan

aktivitas kreatif yang bersifat individual dan subjektif (Salad, 2014:

153-159).

2.1.14 Ragam Bentuk dan Jenis Puisi

Secara umum, segala bentuk dan jenis puisi memiliki kemungkinan untuk

disuarakan atau dilisankan oleh seorang pembaca puisi. Akan tetapi tidak setiap

puisi mengandung unsur pelisanan yang sesuai dengan potensi tubuh dan suara

sang pembaca. Oleh karena itu, kegiatan memilih dan menentukan ragam dan

jenis puisi yang sesuai dengan orientasinya, merupakan hal utama yang tidak bisa

diabaikan. Proses mencari, memilih dan menentukan puisi mana yang akan

dibaca, sekurangnya dapat didasarkan pada beberapa hal yang berkaitan dengan

ragam bentuk dan jenis puisi. Dalam konteks seni baca puisi, ragam bentuk dan

jenis puisi dapat dipilah menjadi dua, yakni “puisi kamar” dan “puisi auditorium”.

40
Kedua istilah ini dicetuskan oleh Leon Agusta pada akhir 70-an. Melalui

pembacaan antologi puisi -Hukla -di Teater Arena, Taman Ismail Marzuki, pada

22 November 1977 Leon Agusta memberi penjelasan singkat. Puisi kamar ialah

jenis-jenis puisi yang bersifat konteplatif, sunyi, tenang dan stabil, sehingga hanya

memiliki sedikit kemungkinan untuk diekspresikan atau dilisankan diruang

publik. Sedangkan puisi auditorium merupakan jenis-jenis puisi yang kaya makna,

imaji dan suasana, sehingga jenis puisi ini sangat cocok untuk ditampilkan melalui

panggung pertunjukan atau pembacaan puisi yang bersifat massal, disuatu tempat

dan waktu tertentu yang dihadiri oleh khalayak umum.

1. Puisi Lirik

Puisi lirik merupakan jenis puisi yang mengutamakan gambaran

susana hati, perasaan, pengalaman dan penghayatan, perenungan dan

pemikiran yang bersifat individual dan subjektif dari penyairnya. Sehingga

itu, hampir semua teks puisi yang tergolong dalam jenis ini tidak

menunjuk atau melukiskan sebua peristiwa atau kejadian tertentu yang

diketahui orang banyak. Oleh karenanya, puisi lirik bisa juga

dipersamaakan dengan istilah puisi inpresif.

2. Puisi Simbolik

Semua teks sastra, termasuk puisi, pada dasarnya memang bersifat

simbolik. Akan tetapi, dalam pengertian ini atau kaitannya dalam seni baca

puisi, puisi simbolik lebih dimaksudkan sebagai bentuk puisi yang bersifat

abstrak. Atau jenis-jenis puisi yang banyak mengandung kata, susunan

kata, baris kalimat dan bait, serta susunan huruf-huruf dan tanda baca yang

tidak mudah dipahami arti dan maknanya. Bahkan juga terkesan sulit

41
untuk diucapkan atau dilisankan tanpa mendalami hal-hal yang

tersembunyi dibalik kata-kata itu sendiri. Oleh karenanya, puisi simbolik

sering dipersamakan dengan istilah puisi surealis atau puisi gelap.

3. Puisi Naratif

Puisi naratif merupakan bentuk puisi bertutur, bercerita atau

berkisah. Puisi demikian biasanya mengandung sebuah alur atau jalan

cerita yang memiliki urutan waktu: pagi, siang, sore atau masa kecil,

remaja, dewasa, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, pisi naratif sering

juga disebut juga puisi prosaik, atau bentuk puisi yang berusaha untuk

mengisahkan sebuah peristiwa tertentu yang pernah dialami dan atau

disaksikan oleh penyairnya dalam kehidupan nyata. Bentuk-bentuk teks

puisi ini memiliki kecendrungan menggunakan bahasa sehari-hari, yang

bersifat komunikatif dan sederhana sehingga mudah dipahami atau dicerna

oleh pembaca maupun pendengarnya.

4. Puisi Dramatik

Puisi dramatik sering didekatkan dengan jenis puisi balada, atau

puisi panjang yang di dalamnya tersurat adanya unsur tokoh dan karakter,

dialog, serta konflik dan peristiwa. Bahkan, bisa dinyatakan bahwa puisi

dramatik merupakan bentuk puisi yang sengaja ditulis dengan teknik

tertentu untuk mencapai keindahan yang bersifat audial maupun visual.

Sehingga puisi tersebut memiliki pesona estetis untuk didramakan,

dibacakan atau dilisankan (Salad, 2014: 188-199).

42
2.1.15 Proses Pelatihan Baca Puisi

Bagian pokok dalam seni baca puisi ialah bagaimana cara terbaik untuk

menyuarakan, mengucapkan, atau melisankan susunan huruf dan kata dari sebuah

teks baca puis. Karena pada akhirnya, kriteria dalam penilaian seni baca puisi

sama sekali tidak didasarkan pada teks puisi itu sendiri. Maka, ketika sebuah puisi

telah dibacakan, tak ada alasan bagi audiens, penonton dan pendengarnya untuk

menilai apakah teks puisi itu baik atau kurang baik. Dengan demikian, apa yang

dimaksud proses pelatihan disini, harus dipahami dan diarahkan tujuannya pada

upaya-upaya untuk memaksimalisasi potensi suara yang dimiliki oleh seorang

pembaca puisi. Sehingga dengan pelatihan itu, seorang pembaca puisi diharapkan

mampu menyuarakan, mengucapkan atau melisankan apa pun bentuk dan jenis

teks puisi telah dipilihnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, proses pelatihan dapat

dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang berkaitan dengan olah pernapasan

dan olah vokal. Olah pernapasan berfungsi untuk memberdayakan, mengatur dan

memanfaatkan sumber energi dalam tubuh. Sedangkan olah vokal bertujuan untuk

memberdayakan, mengatur dan memanfaatkan kekuatan pita suara dalam

tenggorokan.

Latihan pernapasan dalam seni baca puisi memiliki kesamaan dengan olah

pernapasan dalam dunia keaktoran, atau proses latihan dasar teater. Dalam seni

baca puisi selalu muncul unsur-unsur yang melebihi puisi itu sendiri, dan

berkaitan secara langsung dengan kepribadian seorang pembaca puisi dalam

mengeluarkan, menunjukan, mengekspresikan makna yang tersirat dari teks puisi.

Dengan kata lain, keberhasilan seni baca puisi sangat ditentukan oleh kemampuan

intelektualitas dan imajinasi, suasana hati dan emosi, persiapan dan kosentrasi

43
pembaca. Selain itu keberhasilan juga didukung oleh proses kreatif yang ditempuh

melalui latihan pengucapan dan penandaan.

a. Latihan Pengucapan

Latihan Pengucapan memiliki hubungan langsung dengan cara-

cara mengungkapkan jiwa puisi. Jiwa puisi selalu muncul secara tersurat

melalui diksi, atau susunan kata dan frasa yang digunakan oleh penyair

untuk mewakili makna pokok sebuah puisi. Sedangkan diksi dapat dicari

dan ditemukan dengan cara memilih susunan kata-kata yang berkaitan

dengan tema/judul puisi. Pembaca puisi yang baik senantiasa dituntut

untuk mencari dan menemukan jiwa puisi, serta berlatih dan berupaya

semaksimal mungkin dapat mengekspresikan jiwa puisi tersebut melalui

karakter vokal yang dimiliki. Maka itu, latihan pengucapan ini sangat

diperlukan agar seorang pembaca puisi memiliki daya kreatif sebagai

berikut.

1. Mampu memaksimalkan potensi suaranya lebih dari vokal yang biasa

digunakan dalam percakapan sehar-hari.

2. Mampu mengucapkan, melisankan atau melafalkan puisi dengan

artikulasi yang jelas dan dapat didengar oleh audiens.

3. Mampu memberi alasan pada pilihan intonasi, irama, dan nada yang

hendak diekspresikan.

4. Mampu menanggapi atau memahami suasana puisi sesuai kemampuan

dan potensi kreatif yang dimiliki.

5. Mampu menangkap dan mengekspresikan makna pokok yang

diisyaratkan oleh teks puisi.

44
6. Mampu menyimpulkan dan menghayati pesan puisi, serta dapat

mengekspresikannya sesuai karakter vokal dan suara yang dimiliki.

b. Latihan Penandaan

Untuk memperoleh hasil yang lebih sempurna, proses latihan

dalam seni baca puisi dapat juga dilakukan dengan cara memberi “tanda

pembaca” pada teks puisi. Khususnya bagi pemula, latihan penandaan ini

sangat diperlukan. Latihan penandaan dimaksud ialah memberi tanda-

tanda tertentu dalam teks puisi, baik itu diletakkan dalam baris kalimat,

susunan kata maupun diantara suku kata. Penandaan dapat juga diletakkan

atau ditentukan oleh seorang pelati, sehingga tanda-tanda itu dapat

dipahami oleh siapa saja yang hendak mengembangkan bakatnya dalam

seni baca puisi (Salad, 2014: 238-242).

Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dalam membaca puisi

atau sebuah teks puisi seorang pembaca atau deklamator harus memahami

langkah-langkah dalam membaca puisi misalnya dengan memperhatikan asepek-

aspek dalam berpuisi, vokal, intonasi dan gerak tubuh.

2.1.16 Cara-Cara Memahami Puisi

Dalam kajian sastra, khususnya dalam ilmu kritik sastra banyak teori yang

dapat digunakan untuk memahami puisi. Ada tiga cara untuk menilai dan

memahami puisi; yaitu secara mimetik, ekspresif, dan objektif. Memahami puisi

secara mimetik dapat ditempuh dengan jalan menghubungkan teks puisi dengan

situasi dan kondisi masyarakat pada masa ketika puisi itu ditulis. Sedangkan

memahami puisi secara ekspresif, memiliki arahan untuk menghubungkan teks

puisi dengan biografi, pemikiran dan aktivitas sosial penyairnya. Memahami puisi

45
secara mimetik dan ekspresif, seringkali mengalami hambatan yang disebabkan

oleh kurang tersedianya bahan atau pengetahuan yang diperlukan. Oleh karena itu,

disediakan pula jalan memahami puisi secara objektif. Dimana seseorang dapat

menikmati, menilai dan memahami puisi berdasarkan susunan kata dan kalimat

dalam puisi itu sendiri. Di bawah ini terurai cara alternatif yang diharapkan dapat

membantu untuk memahami makna puisi secara terpisah atau berurutan. Artinya,

jika cara pertama belum dapat menghasilkan penafsiran, dapat juga ditempuh cara

berikutnya. Sehingga pembaca puisi, mengerti betul makna tersirat maupun

tersurat dari puisi yang akan dibacakan.

1. Membaca Puisi secara Keseluruhan

Untuk mendapatkan gambaran awal yang bersifat umum mengenai

makna puisi, seseorang perluh membaca keseluruhan teks puisi secara

berulang-ulang. Dengan kata lain, jangan sampai teks puisi tersebut hanya

dibaca dan dipahami secara sepotong-potong. Sehingga kandungan isi

yang tersirat dari puisi itu dapat ditangkap, dihayati, dan diresapi makna

pokoknya.

2. Memahami Puisi dari Judulnya

Makna puisi dapat juga diselami melalui apa-apa yang tersirat

maupun tersurat dari judulnya. Pada umumnya, judul menggambarkan

makna dari keseluruhan puisi. Judul juga sering dinyatakan sebagai pintu

utama untuk memasuki makna tersembunyi dari sebuah puisi.

3. Mencari Arti dan Makna Kata

Setiap orang yang berproses dalam pembaca puisi, diperlukan

pengetahuan yang cukup mengenai arti dari sebuah kata, persamaan,

46
kebalikan, maupun perbedaannya dengan kata lain yang berdekatan.

Sehingga dengan sendirinya, setiap teks puisi memiliki kata atau susunan

kata yang telah dipilih dan dipertimbangkan oleh penciptanya (penyairnya)

sesuai dengan arti dan makna yang diharapkan, maupun yang membias

dan terselubung dari perwujudan ekspresi puisi itu sendiri. Untuk

menemukan maksud tersembunyi dari kata atau susunan kata, seorang

pembaca perlu berupaya mencari arti dan makna kata yang dominan atau

dianggap penting di dalam teks puisi. Sehingga baris dan bait puisi itu

dapat dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh.

4. Mengubah Puisi ke dalam Prosa

Memahami puisi dapat juga dilakukan dengan menambahkan

kalimat prosaik di sela susunan kata, baris dan bait puisi. Sehingga teks

puisi yang rumit, seakan berubah menjadi kalimat sehari-hari, seperti

bahasa lisan atau tulisan pada umumnya (Salad, 2014: 227-235).

Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa untuk menjadi orang

deklamator yang baik harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan. Sehingga

mampu memahami makna, atau pesan yang tersirat dalam puisi yang dibacakan.

Dalam hal ini siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta harus mampu

memahami aspek-aspek yang terkandung dalam membaca puisi. untuk menjadi

seorang deklamator yang baik siswa harus memperhatikan intonasi, vokal, volume

suara dan gerak.

47
2.2 Penelitian Relevan

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan atau menganalisis

keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

Alasan penelitian ini dilakukan adalah karena pada pembelajaran bahasa

Indonesia semester II terdapat materi tentang membaca puisi, maka peneliti telah

melakukan observasi dan wawancara saat melakukan praktek pengalaman

lapangan di SMPN 3 Ruteng Watu Benta, peneliti memperoleh informasi dan data

sehingga peneliti menangkat judul “KETERAMPILAN MEMBACAKAN PUISI

SISWA KELAS VII SMPN 3 RUTENG WATU BENTA”. Adapun penelitian-

penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah:

1. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Yeni

Syamsiati 2012 yang berjudul “peningkatan keterampilan membaca puisi

dengan menggunakan metode latihan di kelas V SDN Sungai Raya,

kabupaten Kubu Raya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran

melalui metode ini dapat meningkatkan keterampilan membaca puisi siswa

kelas V SDN Sungai Raya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di atas,

ditemukan adanya persamaan dan perbedaan dianataranya adalah memiliki

persamaan dengan penulis yaitu sama-sama melakukan tentang

keterampilan membaca puisi. Sedangkan perbedaannya yaitu Yeni

Syamsiati meneliti tentang keterampilan membaca puisi dengan

menggunakan metode latihan di depan kelas siswa kelas V SDN Sungai

Raya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran melalui metode

ini mampu meningkatkan keterampilan membaca puisi siswa kelas V SDN

48
Sungai Raya, sedangkan yang dilakukan oleh peneliti adalah keterampilan

membaca puisi di SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

2. Penelitian Kartikasari F. Yang berjudul Pembelajaran Membaca

Puisi Jendral Ahmad Yani Karya Kartikasari Fadillah Dengan Metode

Pembelajaran Cooperative Script. Penelitian ini bertujuan untuk

memperkenalkan materi pembelajaran membaca puisi dengan

metode cooperative script. Pembelajaran membaca puisi pada kelas X SMA

ada pada Standar Kompetensi (SK) 7. Memahami wacana sastra melalui

membaca puisi dan sastra dan Kompetensi Dasar (KD) 7.1 Membaca puisi

dengan lafal, nada, tekanan dan intonasi. Indikator yang hendak dicapai

dari SK dan KD tersebut meliputi membaca puisi dengan memperhatikan

lafal, nada, tekanan dan intonasi yang sesuai dengan isi puisi; membahas

pembacaan puisi berdasarkan lafal, nada, tekanan dan intonasi;

memperbaiki pembacaan puisi yang kurang tepat.

Indikator tersebut dapat dicapai dengan metode pembelajaran cooperative

script. Metode cooperative script diaplikasikan melalui langkah-langkah

pembelajaran pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di atas,

ditemukan adanya persamaan dan perbedaan diantaranya ialah memiliki

persamaan dengan penulis yaitu sama-sama melakukan penelitian tentang

keterampilan membaca puisi pada membaca puisi, tetapi perbedaannya yaitu

Kartikasari F. Meneliti tentang Membaca Puisi Jendral Ahmad Yani Karya

Kartikasari Fadillah dengan Metode Pembelajaran Cooperative Script. penelitian

ini menyimpulkan bahwa pembelajaran melaui metode ini mampu meningkatkan

49
Pembelajaran membaca puisi pada kelas X SMA. Sedangkan yang dilakukan oleh

peneliti adalah keterampilan membaca puisi pada satu sekolah yaitu di SMPN 3

Ruteng Watu Benta.

2.3 Landasan Berpikir

Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan tentang keterampilan

membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta belum mencapai

harapan yang diinginkan. Dikatakan demikian karena berdasarkan wawancara

yang tidak terstrukur yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang guru

bahasa Indonesia kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta, peneliti memperoleh

informasi bahwa keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3

Ruteng Watu Benta masih sangat jauh dari apa yang diharapkan. Hal tersebut

dibuktikan bahwa dalam proses kegiatan membaca di dalam kelas ternyata masih

terdapat siswa yang kurang efektif dan kurang mampu membaca dengan baik

terutama dalam membaca puisi sangat rendah karena tidak memperhatikan aspek-

aspek dalam membaca puisi yaitu: pelafalan, intonasi, volume suara dan gerak

tubuh. Oleh karena itu pembelajaran tentang membaca puisi perluh diterapkan

kepada siswa untuk meningkatkan keterampilan daya membaca siswa serta berani

untuk membacakan puisi di depan umum.

Keterampilan membaca puisi merupakan salah satu aspek yang perluh

dikembangkan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa, terutama pada siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Puisi merupakan salah satu karya sastra

yang dapat menjadi wahana curahan perasaan pengarang, ide atau gagasan, serta

dapat pula sebagai media untuk menyuarakan hati nuraninya. Pengungkapan

bahasa dalam puisi sering menggunakan makna-makna simbolis, sehingga tidak

50
jarang terjadi penafsiran makna yang berbeda-beda dalam memakna sebuah puisi.

Puisi dapat mengekspresikan emosi, suasana hati, rasa pesona, kagum, keresahan,

kegelisahan, dan suasana hati lainnya. Unsur utama dalam melakukan atau

membacakan puisi di depan umum adalah harus mempunyai keberanian agar tidak

terjadi gugup atau demam panggung. Membacakan puisi merupakan kegiatan

yang sangat mudah jika seseorang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam

membacakan puisi. Namun, seseorang tidak memiliki pengetahuan dan

keterampilan serta pengalaman dalam membaca puisi seseorang dapat

menimbulkan kesulitan bagi diri pembaca.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini

memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada

saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha

mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa

memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Tujuan utama dari

penelitian deskriptif adalah berusaha memberikan gambaran secara sistematis dan

cermat fakta-fakta aktual dan sifat-sifat populasi tertentu. Masalah yang

dideskripsikan dalam penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan

membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta Kecamatan

Rahong Utara Kabupaten Manggarai pada semester genap tahun 2017/2018.

Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti tentang bagaimana keterampilan

membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

51
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Dan Prosedur Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu

gejala, peristiwa kejadian yang terjadi saat sekarang (Trianto, 2010: 197).

Penelitian deskriptif memutuskan perhatian kepada masalah-masalah aktual

sebagaimana adanya saat penelitian berlangsung. Tujuan utama dari penelitian

deskriptif adalah berusaha memberikan gambaran secara sistematis dan cermat

fakta yang aktual dan sifat-sifat populasi tertentu.

Masalah yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini adalah

keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

Kecamatan Rahong Utara Kabupaten Manggarai pada semester genap tahun

2017/2018. Dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti hanya

menganalisi tentang keterampilan membaca puisi siswa kelas VII semester II

SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

3.1.2 Prosedur Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka akan

melaksanakan prosedur penelitian sebagai berikut:

3.1.2.1 Tahap Perencanaan Penelitian

1. Sebagai Peneliti hal pertama yang dilakukan oleh peneleti ialah

melakukan pendekatan kepada sekolah yang akan dipilih sebagai tempat

52
penelitian, yang kedua peneliti akan melakukan pendekatan kepada

kepala sekolah sebagai pemimpin di suatu sekolah di SMPN 3 Ruteng

Watu Benta untuk menyampaikan hal-hal yang akan dilakukan oleh

peneliti pada saat melakukan penelitian. peneliti akan dilaksanakan pada

sekolah tersebut pada semester genap tahun 2017/2018.

2. Peneliti akan memberikan surat pengajuan permohonan izin untuk

melaksanakan penelitian pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta Kecamatan Rahong Utara Kabupaten Manggarai.

3. Peneliti akan menyiapkan teks puisi untuk dibacakan oleh siswa yang

menjadi objek penelitian tersebut dengan memperhatikan aspek

intonasi, pelafalan, kontak pandang, volume suara dan gestur tubuh.

Yang akan digunakan oleh peneliti adalah mengumpulkan data tentang

kemampuan membaca puisi di kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta .

3.1.2.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian Atau Pengumpulan Data

1. Peneliti melakukan observasi secara langsung terhadap proses

pembalajaran membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta. Dalam proses pembelajaran peneliti akan memperhatikan teknik

membaca puisi yang diterapkan oleh siswa pada saat membaca puisi

dengan memperhatikan aspek dalam membaca puisi seperti: aspek

pelafalan, intonasi, kontak pandang, volume suara, dan gestur tubuh.

2. Peneliti akan menyediakan lembar pengamatan untuk menulis hal yang

yang akan diteliti saat siswa membacakan teks puisi, dengan

memperhatikan aspek dalam membaca puisi. Kegiatan pengamatan ini

bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keterampilan membacakan

53
puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Dalam penelitian ini

siswa diminta untuk membaca sebuah puisi yang telah disediakan oleh

peneliti.

3. Peneliti akan mengumpulkan data berupa lembar pengamatan yang

dipegang oleh peneliti dari hasil siswa saat membaca puisi.

3.1.2.3 Tahap Analisis atau Pengelolaan Data

1. Data tentang keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3

Ruteng Watu Benta yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis.

Tahap analisis yaitu peneliti mengelompokkan atau memilah data sesuai

dengan aspek yang dinilai, yaitu aspek kebenaran saat siswa sedang

membacakan puisi dan memperhatikan aspek-aspek yang telah

ditentukan dalam membaca puisi. Artinya sisiwa membaca teks puisi

dengan memperhatikan lima apek pokok dalam membaca teks puisi yang

ditentukan oleh peneliti saat awal membaca sampai akhir, dan dipilahkan

dengan siswa yang tidak memenuhi lima aspek pokok dalam membaca

puisi. Data yang dianalisis berupa lembar hasil observasi pembelajaran

membaca puisiyang dipegang oleh peneliti saat siswa membaca teks

puisi.

2. Data yang diperoleh dari siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

selanjutnya akan dianalisis guna dideskripsikan hasilnya.

54
3.1.2.4 Bagan Metodelogi Tahap Perencanaan Penelitian

METODE
PENELITIAN

JENIS PENELITIAN DAN PROSEDUR


PENELITIAN

JENIS PROSEDUR
PENELITIAN PENELITIAN

KUALITATIF
DESKRIPTIF

TAHAP PERENCANAAN
PENELITIAN

TAHAP PELAKSANAAN
PENELITIAN ATAU
PENGUMPULAN DATA

TAHAP ANALISIS ATAU


PENGELOLAAN DATA

HASIL PENELITIAN

55
3.2 Latar Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2017/2018.

Yang menjadi latar dalam penelitian ini adalah siswa SMPN 3 Ruteng Watu Benta

siswa kelas VII Kecamatan Rahong Utara Kabupaten Manggarai. Penelitian ini

dilaksanakan sesuai jadwal yang diberikan kepala sekolah kepada peneliti.

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

3.3.1 Subjek Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneiliti yang menjadi subjek utama

dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta yang

berjumlah 29 orang siswa. Dari 29 orang siswa tersebut, terdapat 13 orang siswa

perempuan dan 16 orang siswa laki-laki.

3.3.2 Objek Penelitian

Yang menjadi objek utama dalam penelitian ini adalah keterampilan

membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Dalam hal ini,

peneliti akan mengamati siswa pada saat membaca puisi. Hal yang akan diamati

oleh peneliti dalam penelitian ini berkaitan dengan teknik yang digunakan siswa

pada saat membaca puisi dengan memperhatikan aspek pelafalan, intonasi, kontak

pandang, volume suara, dan gestur tubuh.

3.4 Data dan Sumber Data

3.4.1 Data

Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan

masih memerlukan adanya suatu pengolahan. Data bisa berujut suatu keadaan,

gambar, suara, huruf, angka, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya yang bisa kita

gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, objek, kejadian ataupun suatu

56
konsep. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data deskriptif kualitatif

yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Data yang akan dikumpulkan

oleh peneliti adalah informasi tentang keterampilan membacakan puisi siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta Kecamatan Rahong Utara Kabupaten

Manggarai. Informasi yang akan dikumpulkan berupa lembar pengamatan yang di

dalamnya memuat aspek-aspek telah ditentukan dalam membaca puisi.

3.4.2 Sumber Data

Kegiatan awal dalam proses penelitian adalah menentukan sumber data.

Data dalam sebuah penelitian, merupakan bahan pokok yang dapat diolah dan

dianalisi untuk menjawab masalah penelitian. Agar data yang akan diambil sesuai

dengan kebutuhan penelitian maka, terlebih dahulu harus dipilih dan ditentukan

sumber datanya (Trianto, 2010: 253).

Yang menjadi sumber data utama yang akan dianalisis oleh peneliti

bersumber dari siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta Kecamatan Rahong

Utara Kabupaten Manggarai. Data yang dikumpulkan oleh peniliti yaitu yang

pertama, data menta. Data mentah adalah data yang diperoleh dari siswa berupa

lembar pengamatan yang dipegang oleh peneliti melalui membaca teks puisi siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Yang kedua adalah menganalisi data jadi.

Data jadi adalah data yang diolah dari lembar hasil pengamatan untuk dianalisis

lebih lanjut guna untuk mendapatkan hasil keterampilan membaca puisi siswa

kelas VII SMP.

57
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data hakikatnya adalah cara-cara yang dapat

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, Suharsimi Arikunto (Trianto,

2010: 262). Metode yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini

adalah metode observasi. Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai

pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indra untuk

mendapatkan data. Teknik pelaksanaan observasi yaitu peneliti membagikan teks

puisi kepada setiap siswa. Dimana pada saat siswa membaca teks puisi peneliti

mengamati secara langsung.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari peneliti adalah mendapatkan data tanpa

mengetahu teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2015: 308).

Dalam hal ini cara yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data.

Adapun teknik pengumpulan data dilkukan dengan menggunakan observasi.

Teknik observasi yang digunakan peneliti guna untuk memperoleh data tentang

keterampilan membacakan puisi, sedangkan tes yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tes penampilan siswa. Tes yang dimaksudkan adalah bagaimana cara

siswa menyampaikan puisi dengan baik dan benar.

3.6 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus

58
“divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang

selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen

meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan

wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek

penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Penelitian kulaitatif sebagai

human instrumen, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,

analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atau semuanya

(Sugiyono 2010: 22).

Masalah yang akan diobservasi dalam penelitian ini adalah keterampilan

membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes penampilan (Trianto, 2010:

264). Tes dapat berupa serentetan pertanyaan, lembar kerja atau sejenisnya yang

dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat dan

kemampuan dari subjek peneliti. Lembar instrumen yang berisi serangkaian aspek

yang digunakan oleh peneliti untuk menilai keterampilan membaca puisi siswa.

Tes yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah memberikan teks puisi

kepada siswa dengan catatan peneliti mengamati saat siswa sedang membaca puisi

untuk memperhatikan lima aspek dalam membaca puisi yaitu aspek pelafalan,

intonasi, kontak pandang, volume suara, dan gestur tubuh.

59
Contoh lembar pengamatan atau lembar observasi yang digunakan oleh

peneliti.

Aspek Yang Dinilai


No Nama Sikap Sk Nilai
Siswa Pelafalan Intonasi Kontak Volume Gestur or
Pandang Suara Tubuh
3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1
1
2
3
4
5
6
...
29

Keterangan Penskoran:

 Pelafalan

3 : Jelas : artikulasi jelas, berbunyi nyaring, sesuai dengan

bunyi fonem.

2 : Kurang jelas : artikulasi jelas, sesuai dengan bunyi fonem, kurang

nyaring.

1 : Tidak jelas : artikulasi kurang jelas, tidak sesuai dengan bunyi

fonem, berbunyi tidak nyaring.

 Intonasi

3 : Tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, mempehatikan

tekanan suara (keras lembutnya) saat membaca.

2 : Kurang tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, tidak

memperhatikan tekanan suara (keras lembut) saat

membaca.

60
1 : Tidak tepat : tidak memperhatikan tanda baca, tidak

memperhatikan tekanan suara (keras lembut) saat

membaca.

 Kontak Pandang

3 : Sering melakukan kontak pandang : kontak pandang yang wajar.

2 : Kurang melakukan kontak pandang : hanya sekali melihat audiens.

1 : Tidak melakukan kontak pandang : tidak pernah melihat audiens.

 Volume Suara

3 : Volume suara keras dan jelas sehingga terdengar oleh audiens.

2 : Volume suara kurang jelas hingga sebagian orang yang terdengar.

1 : Volume suara tidak jelas hingga tidak terdengar oleh audiens.

 Gestur Tubuh

3 : Tidak kaku saat membacakan puisi.

2 : Sedikit kaku saat membacakan puisi.

1 : Sangat kaku saat membacakan puisi.

Nilai diperoleh dari:

Jumlah Skor
Nilai = × 100
Total Skor

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif teknik analisis data diperoleh dari berbagai

sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data (triangulasi), dan

dilakukan secara terus menerus sampai datanya jelas. Dengan pengamatan yang

terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali (Sugyono, 2010:

243). Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti setelah data

terkumpul. Data yang terkumpul dianalisis berdasarkan teknik analisis yang

61
dipilih. Dalam penelitian ini data analisis dengan menggunakan analisis dokumen

yang berupa lembar pengamatan tentang membaca puisi yang dipegang oleh

peneliti saat siswa membaca puisi. Dokumen yang dianalisis adalah hasil

meningkatkan keterampilan membaca puisi pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng

Watu Benta dengan memperhatikan aspek pelafalan, intonasi, kontak pandang,

volume suara, dan gestur tubuh yang telah dilakukan oleh peneliti. Data dianalisis

berdasarkan aspek-aspek yang dinilai dari meningkatkan keterampilan membaca

puisi yang ditentukan oleh peneliti. Adapun kriteria penilaian yang akan

menentukan keterampilan siswa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Total nilai
Rata − rata =
Jumlah siswa

Adapun kriteria penentuan keterampilan membaca puisi adalah sebagai

berikut:

Nilai = (Jumlah skor : jumlah skor maksimal) x 100

Keterangan :

81-100 = baik sekali (A)

71-80 = baik (B)

61-70 = cukup (C)

≤ 60 = kurang (D)

62
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian Keterampilan Membacakan Puisi Siswa Kelas VII

SMPN 3 Ruteng Watu Benta

4.1.1 Hasil Tes Keterampilan Membacakan Puisi

Hasil tes keterampilan membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng

Watu Benta dalam penelitian ini adalah menggunakan tes membacakan puisi

yang akan dinilai dari kelima aspek dalam membacakan puisi yaitu aspek

pelafalan, intonasi, kontak pandang, volume suara, gestur tubuh. Hasil tes

keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

akan dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 4.1
Tabel Hasil Tes Keterampilan Membacakan Puisi Siswa Kelas VII SMPN 3
Ruteng Watu Benta

Aspek Yang Dinilai


No Nama Sikap Sk Nilai
Siswa Pelafalan Intonasi Kontak Volume Gestur or
Pandang Suara Tubuh
3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1
1 F.W 2 2 2 2 2 10 66,66
2 K.J 2 2 3 2 2 11 73,33
3 M.B 3 3 3 3 2 14 93,33
4 M.E.S 2 2 3 2 2 11 73,33
5 M.F.D 3 3 3 3 3 15 100
6 M.G.A 3 3 3 3 3 15 100
7 M.F.J 2 2 3 3 3 13 86,66
8 M.Y 3 3 3 3 3 15 100
9 M.J 2 2 2 3 2 11 73,33
10 M.R 3 3 3 3 3 15 100
11 M.D.D 3 3 3 3 2 14 93,33
12 M.L.G 3 3 3 3 2 14 93,33
13 M.H.D 3 3 3 3 3 15 100
14 N.A 3 3 3 3 3 15 100

63
15 O.J 3 2 3 3 14 93,33
16 O.M 3 2 2 3 2 13 86,66
17 O.M 3 2 2 3 3 12 80
18 P.R.C 3 2 2 3 3 13 86,66
19 P.J 2 2 2 3 2 11 73,33
20 P.F.N 3 3 2 3 2 13 86,66
21 P.H 2 2 3 2 11 73,33
22 P.J 2 2 2 3 2 11 73,33
23 P.D.A 3 2 2 3 2 12 80
24 R.Y.T 3 3 3 3 3 15 100
25 R.M 3 3 3 3 3 15 100
26 R.A.A 2 2 3 2 2 11 73,33
27 S.P 2 2 3 2 2 11 73,33
28 T.N.J 3 2 3 2 2 12 80
29 V.S.P 2 2 3 2 2 11 73,33
373 2486,59
Jumlah 3 2 0 3 2 0 3 2 0 3 2 0 3 2 0
Persentase B C K B C K B C K B C K B C K
Nilai rata-rata= 2486,59/29 = 85,744828

Keterangan Penskoran:

 Pelafalan

3 : Jelas : artikulasi jelas, berbunyi nyaring, sesuai dengan

bunyi fonem.

2 : Cukup jelas : artikulasi jelas, sesuai dengan bunyi fonem, kurang

nyaring.

1 : Kurang jelas : artikulasi kurang jelas, tidak sesuai dengan bunyi

fonem, berbunyi tidak nyaring.

 Intonasi

3 : Tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, mempehatikan

tekanan suara (keras lembutnya) saat membaca.

2 : Cukup tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, tidak

memperhatikan tekanan suara (keras lembut) saat

membaca.

64
1 : Tidak tepat : tidak memperhatikan tanda baca, tidak memperhatikan

tekanan suara (keras lembut) saat membaca.

 Kontak Pandang

3 : Sering melakukan kontak pandang : kontak pandang yang wajar.

2 : Kurang melakukan kontak pandang : hanya sekali melihat audiens.

1 : Tidak melakukan kontak pandang : tidak pernah melihat audiens.

 Volume Suara

3 : Volume suara keras dan jelas sehingga terdengar oleh audiens.

2 : Volume suara kurang jelas hingga sebagian orang yang terdengar.

1 : Volume suara tidak jelas hingga tidak terdengar oleh audiens.

 Gestur Tubuh

3 : Tidak kaku saat membacakan puisi.

2 : Sedikit kaku saat membacakan puisi.

1 : Sangat kaku saat membacakan puisi.


Nilai diperoleh dari:

Jumlah Skor
Nilai = × 100
Total Skor

Total nilai
Untuk mengetahui nilai Rata − rata =
Jumlah siswa

Adapun kriteria penentuan keterampilan membaca puisi adalah sebagai

berikut:

Nilai = (Jumlah skor : jumlah skor maksimal) x 100

Jika T = baik> 60

Jika BT = kurang < 60

65
Keterangan :

81-100 = baik sekali (A)

71-80 = baik (B)

61-70 = cukup (C)

≤ 60 = kurang (D)

Berdasarkan tabel hasil penelitian 4.1 di atas, menunjukkan bahwa

keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

hasilnya sudah sangat baik sekali dan dapat dilihat dari jumlah nilai secara

keseluruhan yaitu 85,744 dalam keterampilan membacakan puisi. Berikut akan

dijelaskan berdasarkan masing-masing aspek hasil penelitian.

4.1.2 Pelafalan

Pelafalan merupakan kata imbuhan dari kata dasar lafal. Kata lafal ini

dapat diartikan sebagai suatu cara seseorang atau kelompok orang dalam

mengucapkan bunyi suatu kata. Pelafalan adalah tata cara mengucapkan kata.

Hasil penelitian keterampilan membacakan puisi berdasarkan aspek pelafalan,

pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta bahwa siswa akan melafalkan

kata atau kalimat yang ada pada bait puisi.

Pada aspek pelafalan siswa akan memperhatikan bunyi kata atau fonem

pada bait puisi yang akan dibacakan siswa. Berdasarkan penjelasan di atas untuk

mengetahui ketercapaian aspek pelafalan dalam membacakan puisi pada siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta dapat dilihat pada tabel berikut.

66
Tabel 4.2
Aspek Pelafalan
No Variabel Frekuensi Persentase
1 Jelas 18 62,06 %
2 Cukup Jelas 11 37,93 %
3 Kurang Jelas 0 0%
Jumlah 29 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, menunjukkan bahwa dari 29 orang siswa

yang diteliti dalam keterampilan membacakan puisi dilihat dari ketercapaian

aspek pelafalan, sebanyak 18o rang siswa yang pelafalan jelas pada saat

membacakan puisi atau dengan persentase 62,07 %. Sedangkan 11 orang siswa

yang pelafalannya cukup jelas pada saat membacakan puisi atau persentase 37,93

% sedangkan kurang jelas pada saat membacakan puisi sebanyak 0 siswa. Dalam

aspek pelafalan siswa terampil dalam membacakan puisi terutama dalam

mengucapkan bunyi kata yang terdapat pada puisi.

Berdasarkan data di atas, disimpulkan bahwa siswa kelas VII SMPN 3

Ruteng Watu Benta sudah terampil dalam membacakan puisi dilihat dari aspek

pelafalan.

4.1.3 Intonasi

Intonasi merupakan tinggi rendahnya nada pada kalimat yang memberikan

penekanan pada kata-kata tertentu di dalam kalimat. Intonasi memiliki tiga macam

yaitu: (1) Tekanan dinamik (keras lemah) ucapkan kalimat dengan melakukan

penekanan pada setiap kata yang memerluhkan penekanan. Misalnya pada larik

puisi berikut “sepuluh tahun yang lalu dia terbaring tetapi bukan tidur, sayang.

Sebuah lubang peluru bundar di dadanya senyum bekunya mau berkata: kita

67
sedang perang” pada larik puisi ini perhatikan bahwa setiap tekanan kata harus

berbeda. (2) Tekanan Nada (tinggi) berusaha untuk mengucapkan kalimat dengan

memakai nada, artinya tidak mengucapkan nada seperti biasanya dengan

mengucapkan kalimat dengan suara yang naik turun dan berubah-ubah. Jadi, yang

dimaksud dengan tekanan nada adalah tentang tinggi rendahnya suatu kata yang

diucap. (3) Tekanan Tempo adalah memeperlambat atau mempercepat

pengucapan. Tekanan ini sering digunakan untuk lebih mempertegas apa yang di

maksudkan. Untuk lebih jelas cobalah untuk membacakan puisi dengan tempo

yang berbeda agar menghasilkan nada atau intonasi yang baik dalam membacakan

puisi.

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa keterampilan membacakan puisi

siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta dilihat dari aspek intonasi dapat

dilihat berdasarkan tabel hasil penelitian berikut.

Tabel 4.3
Aspek Intonasi
No Variabel Frekuensi Persentase
1 Tepat 12 41,37 %
2 Cukup tepat 17 58,62 %
3 Kurang Tepat 0 0%
Jumlah 29 100%

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, menunjukkan bahwa dari 29 orang siswa

yang diteliti dalam keterampilan membacakan puisi dilihat dari ketercapaian

aspek intonasi sebanyak 12 orang siswa yang intonasinya sangat tepat pada saat

membacakan puisi atau dengan persentase 41,37%, sebanyak 17 orang yang

intonasinya cukup tepat dengan persentasinya 58,62%, sedangkan siswa yang

68
intonasinya kurang tepat sebanyak 0 siswa atau 0%. Berdasarkan data di atas

disimpulkan bahwa siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta sudah terampil

membacakan puisi dilihat dari aspek intonasi.

4.1.4 Kontak Pandang

Kontak pandang atau ekspresi wajah memiliki peran penting dalam

menyampaikan puisi artinya pandangan mata jangan selalu tertuju pada teks dan

pegang teks setinggi dada sehingga pandangan mata tertuju pada audiens. Melalui

kontak pandang seorang juga melihat bahwa apakah lawan atau para pendengar

memperhatikannya.

Kontak pandang tidak boleh ditujukan kepada sekelompok audiens namun

harus tertuju ke semua audiens secara proporsional. Oleh karena itu, aspek kontak

pandang merupakan salah satu aspek penting dalam membacakan puisi. Adapun

ketercapaian aspek kontak pandang pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta. Yang telah diteliti dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4
Aspek Kontak Pandang
No Variabel Frekuensi Persentase

1 Sering 19 65,51 %
2 Cukup Sering 10 34,48 %
3 Kurang sering 0 0%
Jumlah 29 100 %

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, menunjukkan bahwa dari 29 orang siswa

yang diteliti dalam keterampilan membacakan puisi dilihat dari ketercapaian

aspek kontak pandang menunjukan 19 orang siswa yang sering melakukan

kontak pandang atau persentase 65,51%, 10 orang siswa cukup sering melakukan

69
kontak pandang atau persentase 34,48%, dan 0 siswa yang kurang sering

melakukan kontak pandang atau presentase 0%. Pemerolehan skor siswa pada

aspek kontak pandang sangat bervariasi. Dari frekuensi ketercapaian aspek kontak

pandang seperti pada data di atas menunjukan bahwa sebagaian besar siswa kelas

VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta sudah mampu melakukan kontak pandang pada

saat membacakan puisi.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, siswa yang terkategori sangat

sering dan sering melakukan kontak pandang adalah siswa yang membacakan

puisi dengan diimbangi kecepatan mata sehingga selalu berkesempatan untuk

mengarahkan pandangan kepada pendengar. Berdasarkan hasil ketercapaian dari

16 siswa tersebut merupakan hasil yang menunjukan tingginya keterampilan atau

kemampuan teknis dan pemahaman siswa dalam membacakan puisi. Sedangkan

siswa terkategori kurang dan tidak melakukan kontak pandang adalah yang tidak

pernah mengarahkan pandangannya kepada pendengar. Kondisi siswa tersebut

tampak pada kecendrungan siswa karena terpaku pada teks.

Dari data frekuensi ketercapaian membacakan puisi pada kelima aspek,

maka peneliti menyimpulkan bahwa siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

sudah terampil dalam membacakan puisi dengan baik. Berdasarkan KD 3.9

Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat

(pantun, syair, dan bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca dan didengar.

Berdasarkan ketercapaian aspek kontak pandang nilai rata-rata dari 29 0rang

siswa adalah 100 % dan sudah terkategori sangat baik (lulus semua).

70
4.1.5 Volume Suara

Volume suara seorang yang membacakan puisi harus terpelihara. Artinya,

harus bisa menyesuaikan suara dengan keadaan ruangan dan jumlah pendengar.

Kecepatan membacakan puisi dapat diubah sesuai dengan penting atau tidaknya

isi puisi. Disela-sela pergantian bait puisi, pembaca puisi bisa melakukan jeda

pergantian bait puisi. Pergantian bait puisi dilakukan untuk mengesankan para

pendengar. Berdasarkan hal itu aspek volume suara merupakan salah satu aspek

penting dalam membacakan puisi. Adapun ketercapaian aspek volume suara saat

siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta yang telah diteliti dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.5
Aspek Volume Suara
No Variabel Frekuensi Persentase
1 Jelas 22 75,86%
2 Cukup Jelas 7 24,13%
3 Kurang Jelas 0 0%
Jumlah 29 100 %

Berdasarkan hasil data aspek volume suara menunjukan bahwa, dari 29

orang siswa yang diteliti terdapat 22 orang siswa yang volume suaranya jelas atau

dengan persentase 75,86%, sedangkan 7 orang siswa lainnya cukup jelas dalam

membacakan puisi atau dengan persentase 24.13% dan jumlah siswa yang kurang

jelas volume suara berjumlah 0 siswa atau persentase 0%. Dilihat dari

ketercapaian aspek volume suara siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

peneliti menyimpulkan bahwa siswa kelas VII sudah bisa membacakan puisi

dengan menggunakan volume suara yang sangat jelas.

71
4.1.6 Gestur Tubuh

Gestur tubuh adalah suatu bentuk komunikasi non-verbal dengan aksi

tubuh yang terlihat mengkomunikasikan pesan-pesan, baik sebagai pengganti

bicara atau bersamaan dengan parallel dengan kata-kata. Misalnya gerak-gerik

tubuh, wajah, tangan, ataupun badannya sesuai dengan makna puisi yang

dibacakan. Pada aspek ini siswa diharuskan untuk membacakan sebuah puisi

dengan baik, maka perluh diperhatikan gerak-gerik tubuhnya pada saat

membacakan puisi. Berikut akan dijelaskan hasil ketercapaian aspek gestur tubuh

siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta pada saat siswa membacakan teks

puisi.

Tabel 4.6
Aspek Gestur Tubuh
No Variabel Frekuensi Persentase
1 Tidak Kaku 12 42.37%
2 Sedikit Kaku 17 58.62%
3 Sangat Kaku 0 0%
Jumlah 29 100 %

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dijelaskan bahwa, dari 29 orang siswa yang

diteliti dalam keterampilan membacakan puisi bahwa hasil ketercapaian aspek

gestur tubuh sebanyak 12 orang siswa yang tidak kaku atau dengan persentase

42,37%, sedikit kaku sebanyak 17 orang siswa dengan persentase 58.62%

sedangkan yang sangat kaku 0 siswa dengan persentase 0%. Dari hasil

ketercapaian aspek gestur tubuh peneliti menyimpulkan bahwa siswa kelas VII

SMPN 3 Ruteng Watu Benta sudah bisa membacakan puisi dengan baik.

72
4.2 Pembahasan

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti diketahui

bahwa, keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta baik, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa secara

keseluruhan yaitu 85,74. Dari nilai rata-rata tersebut siswa kelas VII sudah

menguasai aspek-aspek yang perlu dikuasai dalam membacakan puisi yang baik

dan benar, seperti pelafalan, intonasi, kontak pandang, volume suara, dan gestur

tubuh. Keterampilan yang dimiliki siswa dalam menguasai aspek-aspek di atas

sangat menentukan ketercapaian dalam membacakan puisi.

Keterampilan membaca puisi merupakan salah satu aspek yang perlu

dikembangkan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa, terutama pada siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Puisi merupakan salah satu karya sastra

yang dapat menjadi wahana curahan perasaan pengarang, ide atau gagasan, serta

dapat pula sebagai media untuk menyuarakan hati nuraninya. Pengungkapan

bahasa dalam puisi sering menggunakan makna-makna simbolis, sehingga tidak

jarang terjadi penafsiran makna yang berbeda-beda dalam memakna sebuah puisi.

Puisi dapat mengekspresikan emosi, suasana hati, rasa pesona, kagum, keresahan,

kegelisahan, dan suasana hati lainnya. Unsur utama dalam melakukan atau

membacakan puisi di depan umum adalah harus mempunyai keberanian agar

tidak terjadi gugup atau demam panggung. Membacakan puisi merupakan

kegiatan yang sangat mudah jika seseorang memiliki pengetahuan dan

keterampilan dalam membacakan puisi. Namun, seseorang tidak memiliki

pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman dalam membaca puisi seseorang

dapat menimbulkan kesulitan bagi diri pembaca.

73
Dengan demikian keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN

3 Ruteng Watu Benta tergolong baik, dilihat dari ketercapaian aspek pelafalan,

intonasi, kontak pandang, volume suara, dan gestur tubuh. Sebagaimana yang

telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa keterampilan membacakan puisi

siawa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta sangat baik, meskipun ada sebagian

siswa yang kurang teliti ataupun kurang fokus saat membacakan puisi yang dibuat

oleh peneliti. Harapan peneliti dalam penelitian ini yaitu, dengan adanya

penelitian tentang keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3

Ruteng Watu Benta dapat bermanfaat dan meningkatkan keterampilan

membacakan puisi yang baik bagi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

Berikut adalah puisi yang dipakai oleh peneliti untuk dibacakan oleh siswa kelas

VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

PAHLAWAN TAK DIKENAL


Karya: Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring


Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang.

Dia tidak ingat bila mana dia datang


Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang.

Wajah sunyi setengah tengadah


Menangkap sepih pandang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat mudah

Hari itu sepuluh november, hujan pun mulai turun


Orang- orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

74
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku masih sangat mudah.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti pada bulan mei

ditemukan bahwa siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta sudah tergolong

baik dalam membacakan puisi. Hal ini, dilihat dari nilai rata-rata yang diperoeh

siswa yaitu 85,74 dengan kriteria baik. Berikut ini akan dibahas berdasarkan

masing-masing ketercapaian aspek dalam membacakan puisi siswa kelas VII

SMPN 3 Ruteng Watu Benta tersebut.

4.2.1 Aspek Pelafalan

Berdasarkan data hasil penelitian keterampilan membacakan puisi siswa,

diketahui bahwa ketercapaian dalam menguasai aspek pelafalan siswa kelas VII

SMPN 3 Ruteng Watu Benta sangat baik. Dari 29 orang siswa yang diteliti

presentasi siswa yang terampil dalam membaca puisi berdasarkan aspek pelafalan

yaitu 100%.

Berikut adalah bait puisi yang benar pada ketercapaian aspek pelafalan

yang dibacakan oleh siswa saat membacakan puisi. [Sepuluh tahun ] yang lalu dia

[terbaring] tetapi bukan, tidur sayang. Pada baris puisi di atas, siswa harus

membacakannya dengan bunyi artikulasi yang jelas, berbunyi nyaring sesuai

dengan bunyi fonem dan jeda dan tempo harus diperhatikan.

[Sebuah ] lubang peluru bundar di dadanya],


Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang.

Pada baris puisi di atas juga siswa harus mengucapkan kata [sebuah]

dengan artikulasi jelas, serta berbunyi nyaring, perhatikan pula jeda dan tempo

sesuai dengan tanda baca.

75
[Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring]
Tetapi bukan tidur, sayang
[Sebuah lubang peluru bundar di dadanya]
Senyum bekunya mau berkata: aku masih sangat mudah.
Pada bait puisi di atas jelas, bahwa pengucapan kalimatnya sangat jelas

sesuai dengan aspek pelafalan yang terdapat dalam keterampilan membacakan

puisi. Pada saat membacakan puisi sebuah teks puisi perluh diperhatikan aspek

pelafalan kepada pendengar sehingga artikulasi pembaca harus jelas. Selain

artikulasi, harus diperhatikan pula jeda dan tempo sesuai dengan tanda baca yang

terdapat pada bait puisi.

Jeda merupakan pemenggalan kalimat sesuai isi bacaan. Sedangkan tempo

merupakan cepat dan lambatnya pengucapan yang akan disampaikan. Variasi

tempo dan jeda disesuaikan dengan makna kalimat dan melihat kondisi audiens

sehingga disampaikan secara menarik dan tetap mendapat perhatian dari para

pendengar.

4.2.2 Aspek Intonasi

Berdasarkan data hasil penelitian keterampilan membaca puisi siswa kelas

VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta bahwa jumlah siswa yang terampil dari 29

orang siswa yang diteliti berdasarkan aspek intonasi yaitu 100%. Berdasarkan

rata-rata presentase ini siswa sudah sangat terampil dalam membacakan puisi

siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta sudah terampil membacakan puisi

dilihat dari aspek intonasi. Berikut adalah penggunaan intonasi yang tepat pada

saat siswa membacakan puisi.

/Hari itu sepulu november/, hujan pun/ mulai turun/


Orang- orang ingin/ kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi /yang nampak/, wajah-wajahnya/ sendiri, yang tak dikenalnya!

76
Pada bait puisi di atas, siswa harus memperhatikan penggunaan tanda baca

yang tepat, juga harus memperhatikan tekanan suara (keras/lembutnya) kata yang

diucapkan pada saat membacakan puisi.

Intonasi adalah tekanan nada dalam setiap kalimat. Intonasi disesuaikan

dengan tanda baca yang ada seperti tanda koma, titik, tanya, seru, dan lainnya.

Pada bait puisi di atas jelas sekali bahwa intonasinya harus disesuaikan dengan

penempatan tanda baca agar kesan dari para pendengar semakin menarik.

4.2.3 Aspek Kontak Pandang

Dari 29 orang siswa yang diteliti dalam keterampilan membacakan puisi

dilihat dari ketercapaian aspek kontak pandang jumlah siswa yang terampil dalam

menguasai aspek kontak pandang mencapai rata-rata 100% Pemerolehan skor

siswa pada aspek kontak pandang sangat bervariasi. Dari frekuensi ketercapaian

aspek kontak pandang seperti pada data di atas menunjukan bahwa sebagian besar

siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta sudah mampu melakukan kontak

pandang pada saat membacakan puisi. Dari hasil pengamatan peneliti, siswa yang

terkategori sangat sering dan sering melakukan kontak pandang adalah siswa yang

membacakan puisi dengan diimbangi kecepatan mata sehingga selalu

berkesempatan untuk mengarahkan pandangan kepada pendengar.

Berdasarkan hasil ketercapaian dari 19 siswa tersebut merupakan hasil

yang menunjukan tingginya keterampilan atau kemampuan teknis dan

pemahaman siswa dalam membacakan puisi. Sedangkan siswa terkategori kurang

dan tidak melakukan kontak pandang adalah yang tidak pernah mengarahkan

pandangannya kepada pendengar. Kondisi siswa tersebut tampak pada

77
kecendrungan siswa karena terpaku pada teks. Berikut adalah bait puisi yang

perluh diperhatikan dalam aspek kontak pandang saat siswa membacakan puisi.

“ Wajah sunyi setengah tengadah


Menangkap sepih pandang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat mudah”

Pada bait puisi ini seseorang pembaca puisi harus perhatikan mimik atau

ekspresi yang menunjukkan makna dari bait pusi misalnya pada baris puisi

“Wajah sunyi setengah tengadah”. Pembaca harus setengah tengadah memandang

audiens atau pendengar. Mata adalah bagian dari indera penglihatan yang

digunakan untuk memandang audiens. Kontak pandang atau ekspresi wajah

memiliki peran penting dalam membacakan puisi artinya pandangan mata harus

tertuju pada pendengar.

4.2.4 Aspek Volume Suara

Berdasarkan hasil data aspek volume suara, keterampilan seorang

bilamana pada saat membacakan puisi suaranya harus seimbang, tidak terlalu

keras, tidak juga terlalu pelan supaya pendengar atau audiens bisa mendengar

dengan baik puisi yang dibacakan oleh pembaca. Dengan menggunakan volume

suara yang sangat jelas pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta tersebut

menunjukan bahwa, ada 29 orang siswa yang sudah terampil membacakan puisi

dilihat dari aspek volume suara atau dengan persentase 100%, dari jumlah siswa

yang mampu menggunakan volume suara dengan seimbang pada saat

membacakan puisi. Keterampilan seorang bilamana pada saat membacakan puisi

suaranya harus seimbang, tidak terlalu keras, tidak juga terlalu pelan supaya

pendengar atau audiens bisa mendengar dengan baik puisi yang dibacakan oleh

pembaca. Dengan menggunakan volume suara yang sangat jelas pada siswa kelas

78
VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta tersebut. Berikut adalah bait puisi yang jelas saat

siswa membacakan puisi dengan menggunakan aspek intonasi.

“Hari itu sepuluh november, hujan pun mulai turun


Orang- orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku masih sangat mudah”
Pada bait puisi di atas, pembaca harus membacakan puisi dengan

menggunakan volume suara yang keras dan jelas saat membacakan puisi agar para

audiens dapat menikmati dan merasakan keindahan bunyi puisi berupa nada dan

intonasi yang digunakan oleh pembaca puisi itu sendiri.

4.2.5 Ketercapaian Aspek Gestur Tubuh

Dari 29 orang siswa yang diteliti dalam keterampilan membacakan puisi

bahwa hasil ketercapaian aspek gestur tubuh sebanyak 29 orang siswa yang sudah

terampil dalam membacakan puisi dengan memperhatikan aspek gestur tubuh atau

dengan presentase 100%. Dari hasil ketercapaian aspek gestur tubuh peneliti

menyimpulkan bahwa siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta sudah

terampil membacakan puisi dengan baik. Berikut adalah bait puisi yang perluh

diperhatikan dalam aspek gestur tubuh pada saat siswa membacakan puisi.

“Dia tidak ingat bila mana dia datang


Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepih pandang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat mudah”

79
Pada bait puisi di atas, pembaca puisi harus menggunakan aspek gestur

tubuh yang meliputi gerakan tangan, dan ekspresi wajah yang ditunjukan kepada

pendengar, sehingga pendengar dapat bisa menikmati keindahan puisi yang

dibaca. Dari berbagai data yang diperoleh serta hasil analisis atas data tersebut,

maka kondisi yang ditemukan pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

adalah sebagian siswa kelas VII sudah bisa membacakan puisi dengan baik, meski

masih terdapat siswa yang kurang mampu dalam membacakan puisi dengan

memperhatikan aspek yang dinilai. Dengan kata lain, keterampilan membacakan

puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta pada tahun ajaran 2017/2018

terkategori baik.

4.3. Keterampilan Membacakan Puisi Siswa Kelas VII SMPN 3 Ruteng

Watu Benta

Hasil pengumpulan data tentang keterampilan membacakan puisi siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta ditemukan dua hal penting yang perlu

dibahas lebih lanjut. Pertama ada siswa yang terampil membacakan puisi dengan

baik, kedua ada siswa yang cukup terampil membacakan puisi. Pengkategorian

siswa ke dalam dua sisi tersebut karena dipertimbangkan dengan data yang

diperoleh serta standar ketercapaian dan kriteria keterampilan membacakan puisi.

Oleh karena itu, berikut akan dijelaskan serta dibahas terkait data tentang siswa

yang mampu membacakan puisi dengan baik dan siswa yang tidak mampu

membacakan puisi dengan baik berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

siswa.

80
4.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Membacakan Puisi

Siswa Kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

Keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari hasil wawancara dan hasil penelitian

yang diperoleh peneliti dengan guru SMPN 3 Ruteng Watu Benta, adapun faktor-

faktor yang mempengaruhi keterampilan membacakan puisi siswa yaitu faktor

internal dan eksternal:

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang asalnya dari dalam diri seseorang atau

individu itu sendiri. Faktor ini biasanya berupa sikap juga sifat yang melekat

pada diri seseorang. Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis dan faktor

psikologis.

a. Faktor fisik. Faktor fisik yang dimaksud adalah keadaan yang mendukung

siswa sehingga mampu membacakan puisi dengan baik. Misalnya; pada

aspek pelafalan, kondisi lidah yang baik akan mempengaruhi artikulasi dan

lafal yang baik pula. Hal ini, berarti faktor siswa mendukung. Kondisi

mata yang kurang baik, siswa susah memperhatikan kata, tanda baca, atau

kalimat. Keadaan ini banyak ditemukan dari siswa oleh peneliti saat

membacakan puisi.

b. Faktor Psikologis (mental) Siswa. Siswa yang memiliki sikap percaya diri

akan tampil dengan penuh rasa percaya diri (tidak malu), begitu pula

dengan siswa yang tidak memiliki sikap percaya diri atau malu akan

mempengaruhi keterampilannya dalam membacakan puisi.

81
Dari kedua faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa antara faktor

fisiologis dan psikologis siswa sangat berperan penting dalam keterampilan

membacakan puisi siswa.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu. Faktor

eksternal dapat mempengaruhi proses belajar siswa dalam keterampilan

membacakan puisi. Faktor-faktor eksternal antara lain:

a. Lingkungan sosial

Kondisi lingkungan sosial yang ada disekitar individu. Misalnya

pola asuh didalam keluarga. Pola asuh yang mendukung adanya proses

belajar, tentu saja akan memberikan efek yang lebih efektif dibandingkan

lingkungan dengan pola asuh yang tidak memberikan kesempatan

seseorang untuk mengikuti proses belajar. Dalam lingkungan tempat

tinggal seseorang keadaan lingkungan yang baik sangat mempengaruhi

proses belajar siswa.

b. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang

pertama, karena dalam lingkungan inilah anak pertama-tama mendapatkan

bimbingan belajar. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan adalah

membimbing dan mengarahkan anak untuk belajar. Jelaslah bahwa orang

yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap proses belajar anak

adalah orang tua. Dalam hal ini peran orang tua di rumah sangat penting

untuk proses keberhasilan belajar anak. Dorongan orang tua berperan

penting untuk memberi motivasi belajar pada anak.

82
c. Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah adalah kesatuan ruang dalam lembaga

pendidikan formal yang memberikan pengaruh pembentukkan sikap dan

pengembangan potensi siswa tugas utama lingkungan sekolah adalah

memberi pengalaman belajar agar peserta didik mempunyai kecakapan

hidup secara pengetahuan dan keterampilan. Faktor faktor keberhasilan

dalam lingkungan sekolah mencakupi:

1. Guru; guru mampu memberi atau membangkitkan motivasi belajar

siswa agar menyukai hal yang akan disampaikan oleh guru.

Contohnya: Mengajak siswa berdiskusi tentang materi membaca puisi

dan cara membacakannya. Siswa dapat melihat guru sebagai model

langsung dalam praktek membacakan puisi.

2. Materi Pembelajaran; materi pembelajaran adalah seperangkat alat

pembelajaran untuk membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar

yang disusun secara sistematis dalam rangka memenuhi standar

kompetensi yang ditetapkan. Tugas guru sebagai pendidik harus

dijalani dengan penuh rasa tanggungjawab sehingga para peserta

didik atau siswa mampu menerima materi dengan baik dengan penuh

rasa tanggungjawab pula.

3. Metode mengajar. Metode mengajar adalah suatu cara atau jalanyang

harus dilalui dalam mengajar. Metode mengajar dapat mempengaruhi

belajar siswa. Dengan menggunakan metode yang tepat siswa mampu

menerima dengan baik materi yang dijelaskan oleh guru.

83
Dilihat dari hasil keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3

Ruteng Watu Benta, diketahui bahwa keterampilan mereka dalam membacakan

puisi baik, dan didukung oleh faktor fisik maupun nonfisik yang baik. Setiap

aspek keterampilan membacakan puisi sebagian siswa terkategori baik dan

sebagian siswa terkategori cukup baik. Melihat kondisi tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa kondisi fisik atau faktor fisiologis sangat berpengaruh dalam

mendukung keterampilan membacakan puisi siswa begitu pula faktor eksternal

sangat berperan penting dalam keberhasilan membacakan puisi yang baik dari

siswa. Selain itu, berdasarkan hasil yang diamati oleh peneliti, ternyata ada siswa

yang gugup ketika diberikan kesempatan membacakan puisi. Siswa menjadi

gugup karena berapa hal, yaitu tidak percaya diri serta malu dengan teman-teman

sekelas. Kedaan seperti ini dilihat oleh peneliti sebagai hambatan bagi siswa

karena faktor psikologis yang mencakup motivasi, kematangan sosial dan

kemampuan siswa terutama mental siswa itu sendiri. Keterangan dan pengamatan

peneliti serta pemerolehan skor keterampilan membacakan puisi siswa menujukan

bahwa sebagaian siswa mempunyai minat, motivasi, serta kondisi mental yang

baik sehingga keterampilan membacakan puisi juga baik. Sebaliknya sebagian

siswa yang tidak mempunyai minat ataupun motivasi dan kondisi mental yang

tidak baik akan berpengaruh terhadap keterampilan membacakan puisinya kurang

baik.

84
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka

dapat disimpulkan bahwa, keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN

3 Ruteng Watu Benta Kecamatan Rahong Utara Kabupaten Manggarai tahun

ajaran 2017/2018 menunjukkan bahwa keterampilan membacakan puisi siswa

sudah terkategori baik dengan nilai 85,744.

Berdasarkan jumlah nilai rata-rata tersebut masing-masing aspek

keterampilan membaca puisi siswa sudah mencapai hasil yang sangat baik.

Berikut adalah hasil keterampilan membaca puisi siswa berdasarkan aspek yang

dinilai:

1. Aspek pelafalan, pada aspek pelafalan siswa sudah terampil dalam

membacakan puisi dengan baik. Dari 29 orang siswa sebanyak 18 orang

siswa yang pelafalan jelas pada saat membacakan puisi atau dengan

persentase (62,06%), sebanyak 11 orang siswa yang pelafalannya cukup

jelas pada saat membacakan puisi atau persentase (37,93 %), sedangkan

kurang jelas pada saat membacakan puisi sebanyak 0 siswa.

2. Aspek intonasi, pada aspek intonasi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta sudah terampil dalam membacakan puisi. Dari 29 orang siswa yang

diteliti dalam keterampilan membacakan puisi dilihat dari ketercapaian

aspek intonasi sebanyak 12 orang siswa yang intonasinya tepat pada saat

membacakan puisi atau dengan persentase (41,37%), sebanyak 17 orang

85
yang intonasinya cukup tepat dengan persentasi (58,62%), sedangkan

siswa yang intonasinya kurang tepat sebanyak 0 siswa atau (0%).

3. Aspek kontak pandang, Pada aspek kontak pandang siswa kelas VII

SMPN 3 Ruteng Watu Benta sudah terampil dalam membacakanpuisi

dengan baik. Dari 29 orang siswa yang diteliti dalam keterampilan

membacakan puisi dilihat dari ketercapaian aspek kontak pandang

menunjukan 19 orang siswa yang sering melakukan kontak pandang atau

persentase (65,51%), 10 orang siswa cukup sering melakukan kontak

pandang atau persentase (34,48%), dan 0 siswa yang tidak pernah

melakukan kontak pandang atau persentase (0%).

4. Aspek volume suara, pada aspek volume suara siswa kelas VII SMPN

3 Ruteng Watu Benta sudah terampil dalam membacakan puisi dengan

baik. Dari 29 orang siswa yang diteliti ketercapaian aspek volume suara

jumlah persentase (75,86%), dari jumlah siswa yang mampu menggunakan

volume suara dengan seimbang pada saat membacakan puisi, Hal tersebut

menunjukan bahwa ada 7 orang siswa juga yang menggunakan volume

suara dengan cukup jelas atau persentase (24,13%), sedangkan jumlah

siswa yang kurang menggunakan volume suara berjumlah 0 siswa atau

presentase (0%).

5. Aspek gestur tubuh, pada aspek gestur tubuh siswa kelas VII SMPN 3

Ruteng Watu Benta sudah terampil dalam membacakan puisis yang baik.

Dari 29 orang siswa yang diteliti dalam keterampilan membacakan puisi

bahwa hasil ketercapaian aspek gestur tubuh sebanyak 12 orang siswa

yang tidak kaku atau dengan persentase (42,37%), sedikit kaku sebanyak

86
17 orang siswa dengan persentase (58.62%) sedangkan yang sangat kaku

terdapat 0 siswa yang kaku atau dengan persentase 0%.

Berdasarkan uraian masing-masing aspek di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa Keterampilan Membacakan Puisi Siswa Kelas VII SMPN 3

Ruteng Watu Benta Kecamatan Rahong Utara Kabupaten Manggarai tahun ajaran

2017/2018 terkategori baik dilihat dari jumlah masin-masing nilai keterampilan

siswa dalam menguasai aspek dalam membacakan puisi.

5.2 Saran

Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian, maka beberapa saran yang

akan disampaikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam mendukung hasil

penelitian ini yaitu kepada sekolah, para guru, siswa, dan peneliti atau pembaca

umumnya.

a. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak sekolah

untuk mengetahui bagaimana hasil keterampilan siswa khusus kelas VII

dalam membacaka puisi. Pihak sekolah juga dapat dengan mudah

mengetahui siswa yang belum bisa membacakan puisi dengan baik.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru untuk

mengetahui keterampilan atau kemampuan siswanya dalam membaca

puisi. Juga dapat melatih dan mengembangkan minat dan bakat siswa

sesuai dengan kemampuan siswa.

87
c. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan motivasi

belajar siswa dalam proses belajar. Baik yang dipeoleh melalui

pengalaman maupun pada saat proses pembelajaran.

d. Bagi Peneliti Lain

Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi dasar atau acuan bagi peneliti

untuk melakukan dan melaksanakan penelitian di tempat lain.

e. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat membantu para pembaca untuk

mengetahui bagaimana upaya dari seseorang guru untuk meningkatkan

kualitas pembelajarannya.

88
DAFTAR PUSTAKA

Anindyarini A, dkk. 2008. Bahasa Indonesia Untuk SMP/MTS KELAS 1X.


Jakarta: PT Jepe press Media Utama.
Anindyarini A, Sri Ningsih. 2008. Bahasa Indonesia Untuk SMP/MTS KELAS
VII. Jakarta: PT Jepe Press Media Utama.
Endraswara, Suwardi. 2017. Literasi Sastra Teori, Model, dan Terapan.
Yogyakarta.
Harsiati, dkk. 2016. Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kosasih E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: PT Perca.
Mulyati, Yeti. 2009. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurhadi, dkk.2007. Bahasa Indonesia Jilid 1 untuk SMP Kelas VII. Jakarta:
Erlangga. PT Gelora Aksara Pratama.
Pradopo Djoko Rachmat.1995. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Restianti H, 2010. Peningkatan Mutu Pendidikan Dalam Mengajarkan Puisi.
Bandung: CV Citra Praya.
Salad Hamdy. 2014. Panduan Wacana dan Apresiasi Seni Baca Puisi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif Dan
Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta CV.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta CV.
Sunaryo, dkk. 2007. Seribu pena Bahasa indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII.
Jakarta: Erlangga. PT Gelora Aksara Pratama.
Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi
Pendidikan Tenaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Membaca Sebagai Keterampilan Berbahasa.
Bandung: CV Angkasa.
Yostinah, dkk. 2008. Bahasa Indonesia Tataran Unggul untuk SMK dan MAK
Kelas XII. Jakarta:Esis.PT Gelora Aksara.
www. http// Penelitian relevan. Diunduh pada tanggal 6 Maret 2018.

89
LAMPIRAN 1

PAHLAWAN TAK DIKENAL


Karya: Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring


Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang.
Dia tidak ingat bila mana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang.
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepih pandang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat mudah
Hari itu sepuluh november, hujan pun mulai turun
Orang- orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku masih sangat mudah.

90
LAMPIRAN 2
Lembar Pengamatan Peneliti Terhadap Keterampilan Membacakan Puisi
Siswa Kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta
Petunjuk.
1. Pada saat siswa membaca teks puisi, peneliti mengamati aspek-aspek yang
ada pada kolom berikut.
2. Peneliti memberi nilai sesuai dengan aspek.
Aspek Yang Dinilai
No Nama Sikap Sko Nilai
Siswa Pelafalan Intonasi Kontak Volume Gestur r
Pandang Suara Tubuh
3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1
1 F.W 2 2 2 2 2 10 66,66
2 K.J 2 2 3 2 2 11 73,33
3 M.B 3 3 3 3 2 14 93,33
4 M.E.S 2 2 3 2 2 11 73,33
5 M.F.D 3 3 3 3 3 15 100
6 M.G.A 3 3 3 3 3 15 100
7 M.F.J 2 2 3 3 3 13 86,66
8 M.Y 3 3 3 3 3 15 100
9 M.J 2 2 2 3 2 11 73,33
10 M.R 3 3 3 3 3 15 100
11 M.D.D 3 3 3 3 2 14 93,33
12 M.L.G 3 3 3 3 2 14 93,33
13 M.H.D 3 3 3 3 3 15 100
14 N.A 3 3 3 3 3 15 100
15 O.J 3 2 3 3 14 93,33
16 O.M 3 2 2 3 2 13 86,66
17 O.M 3 2 2 3 3 12 80
18 P.R.C 3 2 2 3 3 13 86,66
19 P.J 2 2 2 3 2 11 73,33
20 P.F.N 3 3 2 3 2 13 86,66
21 P.H 2 2 3 2 11 73,33
22 P.J 2 2 2 3 2 11 73,33
23 P.D.A 3 2 2 3 2 12 80
24 R.Y.T 3 3 3 3 3 15 100
25 R.M 3 3 3 3 3 15 100
26 R.A.A 2 2 3 2 2 11 73,33
27 S.P 2 2 3 2 2 11 73,33
28 T.N.J 3 2 3 2 2 12 80
29 V.S.P 2 2 3 2 2 11 73,33
373 2486,59
Jumlah 3 2 0 3 2 0 3 2 0 3 2 0 3 2 0
Persentase B C K B C K B C K B C K B C K
Nilai rata-rata= 2486,59/29 = 85,744828

91
Keterangan Penskoran:

 Pelafalan

3 : Jelas : artikulasi jelas, berbunyi nyaring, sesuai dengan

bunyi fonem.

2 : Cukup jelas : artikulasi jelas, sesuai dengan bunyi fonem, kurang

nyaring.

1 : Kurang jelas : artikulasi kurang jelas, tidak sesuai dengan bunyi

fonem, berbunyi tidak nyaring.

 Intonasi

3 : Tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, mempehatikan

tekanan suara (keras lembutnya) saat membaca.

2 : Cukup tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, tidak

memperhatikan tekanan suara (keras lembut) saat

membaca.

1 : Tidak tepat : tidak memperhatikan tanda baca, tidak memperhatikan

tekanan suara (keras lembut) saat membaca.

 Kontak Pandang

3 : Sering melakukan kontak pandang : kontak pandang yang wajar.

2 : Kurang melakukan kontak pandang : hanya sekali melihat audiens.

1 : Tidak melakukan kontak pandang : tidak pernah melihat audiens.

 Volume Suara

3 : Volume suara keras dan jelas sehingga terdengar oleh audiens.

2 : Volume suara kurang jelas hingga sebagian orang yang terdengar.

1 : Volume suara tidak jelas hingga tidak terdengar oleh audiens.

92
 Gestur Tubuh

3 : Tidak kaku saat membacakan puisi.

2 : Sedikit kaku saat membacakan puisi.

1 : Sangat kaku saat membacakan puisi.

Nilai diperoleh dari:

Jumlah Skor
Nilai = × 100
Total Skor

Total nilai
Untuk mengetahui nilai Rata − rata =
Jumlah siswa

93
LAMPIRAN 3

LAMPIRAN FOTO PENELITIAN PADA SAAT MEMBACAKAN PUISI

Peneliti Menejelaskan Materi Tentang Puisi

Peneliti Saat Membagikan Teks Puisi

94
Peneliti Saat Praktek Membacakan Puisi Yang Baik

Peneliti Bersama Guru Bahasa Indonesia Dan Siswa

95
Siswa Sedang Membacakan Puisi

96
97
Saat Guru Bahasa Indonesia Memberi Motivasi

98

Anda mungkin juga menyukai