Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keterampilan membaca memegang peranan penting dalam aktivitas

komunikasi tertulis. Aktivitas membaca menjadi bagian dari kebutuhan aktivitas

keseharian kita. Aktivitas membaca dilakukan untuk berbagai keperluan, mulai

dari sekedar untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan perolehan informasi secara

umum, untuk kepentingan hiburan, atau untuk kepentingan perolehan informasi

secara khusus, hingga untuk kepentingan studi dan pendalaman disiplin ilmu.

Sumber bacaan pun beragam, mulai dari bacaan populer seperti tulisan-tulisan

pada koran, surat kabar, dan majalah hiburan (Mulyati, dkk., 2009: 4.4).

Pembelajaran berbahasa memiliki komponen utama yaitu keterampilan

membaca. Keterampilan membaca yang dimaksud peneliti adalah keterampilan

yang dimiliki seseorang dalam kegiatan membaca. Keterampilan membaca yang

dimaksud adalah keterampilan membaca puisi dengan memperhatikan aspek-

aspek yang terdapat dalam puisi yaitu; pelafalan, intonasi, kontak pandang,

volume suara dan gestur tubuh.

Keterampilan membaca siswa dapat diketahui melalui budaya literasi

membaca sastra. Budaya literasi sebagai bukti hadirnya peradaban. Literasi berarti

melek. Literasi sastra artinya melek sastra melek mengandung konteks paham dan

mampu menjalankan. Melek sastra juga mampu berolah sastra. Literasi mungkin

telah menjadi istilah yang familiar bagi banyak orang. Namun tidak banyak dari

mereka yang memahami makna dan defenisinya secara jelas. Sebab memang

1
literasi merupakan sebuah konsep yang memiliki makna kompleks, dinamis, terus

ditafsirkan dan didefinisikan dengan beragam cara dan sudut pandang.

Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf atau aksara

yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari

itu, makna literasi juga mencakup melek visual yang artinya “kemampuan untuk

mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (adegan, video,

gambar). Budaya literasi sastra adalah kemampuan membaca dan menulis karya

sastra. Membaca dan menulis sastra, tentu diawali dari mendengarkan, menonton,

menyimak, dan membaca tulisan sastra. Sebelum ada sastra tulis, orang sudah

memiliki kebiasaan mendengarkan karya sastra. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.

Menurut UNESCO, pemahaman orang tentang makna literasi sangat


dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai
budaya, dan juga pengalaman. Pemahaman yang paling umum dari literasi adalah
seperangkat keterampilan nyata khusunya keterampilan kognitif membaca dan
menulis yang terlepas dari konteks dimana keterampilan itu diperoleh dan dari
siapa memperolehnya. UNESCO menjelaskan bahwa kemampuan literasi
merupakan hak setiap orang dan merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat.
Kemampuan literasi dapat memberdayakan dan meningkatkan kualitas individu,
keluarga, masyarakat. Karena sifatnya yang “multiple effect” atau dapat
memberikan efek untuk ranah sangat luas, kemampuan literasi membantu
memberantas kemiskinan, mengurangi angka kematian anak, pertumbuhan
penduduk, dan menjamin pembangunan berkelanjutan, dan terwujudnya
perdamaian. Buta huruf, bagaimanapun, adalah hambatan untuk kualitas hidup
yang lebih baik( Endraswara, 2017:3).

Singkatnya, literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan

membaca. Budaya literasi sastra berarti tradisi keberaksaraan pada karya sastra.

Keberaksaraan berarti melek sastra. Budaya literasi sastra itu sebuah kebiasaan

untuk membaca realitas. Literasi sastra yang cerdas, seharusnya mampu membaca

kondisi lingkungan. Lingkungan budaya kita bersifat heterogin, penuh

keberagaman (diversity), sehingga orang yang berolah sastra pun semestinya

2
berkiblat. Literasi sastra adalah sebuah fenomena yang perluh dibudidayakan

untuk membaca dan menulis situasi keberagaman.

Pemerintah melalui permendikbud Nomor 23 tahun 2015 menjelaskan


pentingnya penumbuhan karakter peserta didik melalui kebijakan membaca
selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Namun untuk menyukseskan rencana
besar ini, tidak bisa instan dan bersifat temporar. Yang akan dibangun itu adalah
kebiasaan, maka dibutuhkan suatu pembiasaan yang harus terus menerus
dilakukan sejak usia dini dan untuk itu konsistensi sangat diperluhkan. Semua
elemen bangasa ini harus menyadari bahwa budaya baca tulis bangsa kita saat ini
sangat rendah. Sejak era kecanggihan teknologi saat ini, maka hal yang menjadi
daya tarik bagi anak-anak kita bukanlah lagi buku, namun gawai dan televisi.
Untuk menumbuhkan budaya membaca di masyarakat, kita bisa meniru negara
Vietnam. Negara ini pernah mengalami konflik perang saudara berkepanjangan,
dan saat ini sudah lebih dulu menyadari pentingnya mereformasi dunia
pendidikannya melalui membaca. Melalui metode gerakan masyarakat
mengumpulkan donasi dan buku, serta menyebarkan melalui pendidikan
perpustakaan diseluruh pelosok negara tersebut. Di Indonesia sekarang ada GNL
(Gerakan Nasional Literasi), yang dimotori oleh badan bahasa. Gerakan ini akan
digarap tuntas pada tanggal 21-22 Maret 2017 di Badan Bahasa Dan
Kemendikbud Senayan Jakarta (Endraswara, 2017:10).

Untuk itu, gerakan literasi yang sekarang ini marak, tidak hanya

dibebankan tanggung jawabnya kepada pemerintah semata. Karena untuk

membangun suatu kebiasaan justru dimulai dari unit terkecil di masyarakat yaitu

keluarga. Selain di keluarga, membangun budaya membaca harus dimulai dari

sekolah. Karena sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berperan

sangat penting bagi pengembangan potensi sumber daya manusia. Namun harus

kita akui secara jujur, bahwa secara umum kegiatan intelektual membaca dan

menulis belum menjadi tradisi di sekolah. Bahkan di lingkungan sekolah yang

nota bene merupakan sebuah komunitas akademik, kegiatan membaca dan

menulis dikalangan guru maupun siswa masih rendah. Saat ini tradisi membaca

dan menulis harus terus dikembangkan mengingat bahwa melalui membaca, maka

kemajuan pendidikan akan lebih pesat. Kemudian melalui kegiatan menulis, ide,

gagasan, serta ilmu pengetahuan akan terus berkembang. Melalui tulisan ide dan

3
gagasan, akan lebih dikenang sepanjang masa dibandingkan hanya terucapkan

secara lisan yang mudah hilang selepas gagasan tersebut dilontarkan. Kebiasan

membaca dan menulis harus terus ditumbuhkan di sekolah-sekolah sebagai dunia

akademik, mengingat saat ini pemerintah telah mengeluarkan peraturan bahwa

guru yang akan naik pangkat dituntut harus menghasilkan karya tulis

(Endraswara, 2017: 11-12).

Dari pembahasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa untuk

meningkatkan budaya literasi membaca siswa harus dimulai dari masyarakat

yaitu dari lingkungan keluarga. Keluarga sangat penting dalam hal membimbing

dan membina mental anak, agar minat baca anak dapat meningkat melalui bacaan

sederhana di rumah. Dalam hal ini peneliti berharap bahwa, membaca puisi juga

dapat meningkatkan keterampilan atau literasi membaca siswa. Karena

keterampilan siswa sangat dituntut dalam dunia pendidikan, maka siswa harus

mempunyai keterampilan dan kemampuan dalam proses membaca.

Keterampilan berasal dari kata terampil, yang bermakna cakap atau

mampu dan cekatan. Kata ‘terampil’ mendapat imbuhan ke- -an menjadi

keterampilan yang bermakna kecakapan atau kemampuan atau cekatan.

Keterampilan berbahasa adalah kemampuan dan kecekatan menggunakan bahasa

yang dapat meliputi mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi baik lisan mupun tulis.

Dengan demikian, terampil berbahasa Indonesia artinya terampil menggunakan

bahasa Indonesia dalam komunikasi baik secara lisan maupun tertulis.

Keterampilan bahasa lisan meliputi menyimak dan berbicara, sedangkan

4
keterampilan berbahasa tulis meliputi membaca dan menulis (Mulyati, dkk, 2009:

2.20).

Membaca adalah kegiatan berbahasa dalam rangka memahami pesan. Jika

pada menyimak pesan yang berusaha dipahami, disampaikan secara lisan, maka

pesan yang dipahami oleh pembaca adalah pesan yang disampaikan melalui

tulisan. Artinya, keterampilan membaca tergolong ke dalam keterampilan

berbahasa tulis. Bloom (2001) menerjemahkan pemahaman sebagai suatu proses

dalam rangka mengetahui isi sebuah komunikasi atau gagasan yang

dikomunikasikan baik dalam bentuk lisan maupun tulis (Mulyati, dkk, 2009:

2.22).

Keterampilan membaca memegang peranan penting dalam aktivitas

komunikasi tertulis. Aktivitas membaca menjadi bagian dari kebutuhan aktivitas

keseharian kita. Aktivitas membaca dilakukan untuk berbagai keperluan, mulai

dari sekedar untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan perolehan informasi secara

umum, untuk kepentingan hiburan, atau untuk kepentingan perolehan informasi

secara khusus, hingga untuk kepentingan studi dan pendalaman disiplin ilmu.

Sumber bacanyapun beragam mulai dari bacaan populer seperti tulisan-tulisan

pada koran, surat kabar, dan majalah hiburan kaya-karya fiksi seperti novel dan

cerpen tulisan ilmiah populer seperti pada majalah-majalah khusus dan tulisan-

tulisan keilmuan untuk disiplin ilmu tertentu seperti yang kita dapati pada jurnal-

jurnal ilmiah, buku-buku teks, dan karya publikasi ilmiah lainnya. Untuk berbagai

keperluan tersebut diperlukan keterampilan membaca yang fleksibel. Strategi

membaca dipergunakan untuk masing-masing bahan bacaan dan untuk masing-

masing keperluan akan berbeda-beda. Pembaca fleksibel adalah pembaca yang

5
pandai memilih dan menerapkan strategi yang tepat dalam menghadapi bahan

bacaannya. Membaca merupakan proses pengubahan lambang visual (katon)

menjadi lambang bunyi (auditoris). Pengertian ini menyiratkan makna membaca

yang paling dasar yang terjadi pada kegiatan membaca permulaan. Pada tahap ini

kegiatan membaca lebih ditujukan pada pengenalan lambang-lambang bunyi yang

belum menekankan aspek makna/informasi. Sasarannya adalah melek huruf.

Membaca juga merupakan suatu proses decoding, yakni mengubah kode-kode

atau lambang-lambang verbal yang berupa rangkaian huruf-huruf menjadi bunyi-

bunyi bahasa yang dapat dipahami. Lambang-lambang verbal itu mengusung

sejumlah informasi. Proses pengubahan menjadi bunyi berarti itu disebut proses

decoding (proses pembacaan sandi). Membaca merupakan suatu proses

rekonstruksi makna melalui interaksi yang dinamis antara pengetahuan siap

pembaca, informasi yang tersaji dalam bahasa tulis dan konteks bacaan (Mulyati,

dkk, 2009: 4.4).

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa

keterampilan membaca seseorang dapat digunakan untuk memperoleh atau

meningkatkan keterampilan menulis. Dengan kata lain, untuk menjadi penulis

yang baik seseorang harus memiliki keterampilan membaca yang baik. Dalam

pembahasan ini, hasil penelitian yang diperoleh seorang peneliti adalah

bagaimana keterampilan membaca puisi seorang siswa dengan memperhatikan

aspek-aspek dalam membaca puisi. Keterampilan membaca disini lebih

menekankan pada membaca puisi, membaca puisi bukan pada pembicaraan

nonformal atau percakapan sehari-hari.

6
Puisi pada hakikatnya memiliki beberapa tujuan. Tujuan membaca puisi

ada dua macam yaitu membaca untuk diri sendiri dan membaca untuk orang lain.

Membaca puisi untuk orang lain pada dasarnya sama dengan mengkonkretkan

puisi tersebut baik dalam bentuk audio maupun visual. Pembacaan demikian

disebut juga deklamasi. Deklamasi sebagai suatu proses, melibatkan (1) puisi

yang dibaca, (2) pembaca, dan (3) pendengar. Pada pembelajaran membaca puisi

pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMP terdapat materi membaca

puisi. Dalam proses pembacaan, peran pembaca amat dominan untuk

menghidupkan puisi agar dapat dinikmati oleh pendengar. Artinya, pembacalah

yang paling banyak melakukan kegiatan dalam proses pembacaan puisi. Kegiatan

yang dilakukan pembaca ialah memahami makna puisi dan mengkreasikan puisi

tersebut dalam bentuk suara dan gerak. Oleh karena itu, pembaca harus

memperhatikan (1) pemanfaatan alat ucap yang dimiliki, (2) menguasai faktor

kebahasaan (pelafalan kata atau frasa dan intonasi suara), (3) menguasai faktor-

faktor nonkebahasaan (sikap tenang dan wajar, gerak gerik dan mimik, volume

suara, kelancaran, dan ketepatan.

Puisi merupakan salah satu hasil karya sastra yang masih tumbuh dan

berkembang sampai sekarang. Akan tetapi, tidak semua orang dapat dengan

mudah memahami apa isi yang terkandung dalam sebuah puisi. Bahasa yang

digunakan dalam puisi berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam karangan

prosa. Bahasa dalam puisi menggunakan kata-kata yang bermakna kias dan

simbol-simbol tertentu. Selain bahasa, bentuk struktur puisi juga berbeda dengan

karya sastra lain karena puisi strukuturnya terdiri atas beberapa bait yang tersusun

atas beberapa larik (Anindyarini, dkk, 2008: 84).

7
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang dapat menjadi wahana

curahan perasaan pengarang, ide atau gagasan, serta dapat pula sebagai media

untuk menyuarakan hati nuraninya. Pengungkapan bahasa dalam puisi sering

menggunakan makna-makna simbolis, sehingga tidak jarang terjadi penafsiran

makna yang berbeda-beda dalam memakna sebuah puisi. Puisi dapat

mengekspresikan emosi, suasana hati, rasa pesona, kagum, keresahan,

kegelisahan, dan suasana hati lainnya. Dengan puisi seseorang akan lebih sadar

akan dirinya untuk mengamati, mengagumi, atau memikirkan lingkungan dan

alam disekitarnya. Beberapa manfaat dari puisi antara lain: (1) menggugah

perasaan lebih dalam, (2) membangkitkan imajinasi, (3) mendorong orang lebih

mampu berpikir dan menggerakkan pikiran, (4) menimbulkan kesenangan dan

hiburan. Berbeda dengan karya-karya sastra yang lain (seperti prosa, cerpen,

roman, dan novel), puisi merupakan karya sastra yang sangat menonjolkan

keindahan bahasa, kedalaman makna, dan kepadatan bentuk. Selain itu, hanya

puisi yang dapat dimusikalisasi, sedangkan karya sastra tertulis yang lain tidak

dapat. Musikalisasi yaitu membaca puisi dengan diiringi musik yang sesuai

dengan tema dan suasana yang tergambar dalam puisi tersebut (Anindyarini, dkk,

2008: 22).

Dari pembahasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan membaca

puisi atau berpuisi merupakan salah satu kegiatan untuk melatih siswa tampil di

depan kelas. Membaca puisi pada umumnya dilakukan dengan nyaring atau

berdeklamasi. Deklamasi adalah pembacaan puisi yang disertai oleh gerak dan

mimik yang sesuai. dalam berpuisi, berdeklamasi, pembaca tidak hanya sekedar

membunyikan kata-kata. Lebih dari itu, ia pun bertugas mengekspresikan

8
perasaan dan pesan penyair dalam puisinya. Membacakan puisi merupakan

kegiatan membaca indah. untuk itu pembaca harus memperhatikan empat hal:

lafal, tekanan, intonasi dan jeda. Tujuannya agar isi puisi dapat terekspresikan

dengan jelas sehingga pendengar bisa memahami maksud penyairnya dengan baik

(Kosasih, 2008: 47)

Berdasarkan pembahasan di atas peneliti menyimpulkan bahawa untuk

menjadi pembaca puisi yang baik harus memperhatikan aspek-aspek dalam

membaca puisi. Dalam hal ini yang dimaksud oleh peneliti adalah siswa kelas VII

SMPN 3 Ruteng Watu Benta harus menguasai aspek-aspek yang terdapat dalam

puisi.

Adapun keterampilan membaca puisi yang menjadi fokus dalam penelitian

ini adalah keterampilan membaca puisi yang dilakukan oleh siswa. Hal tersebut

sesuai dengan kompetensi dasar yang harus disesuai dengan kompetensi dasar

yang harus dikuasai siswa kelas VII semester II yaitu KD 3.9 Mengidentifikasi

informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan

bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca dan didengar. Berdasarkan kompetensi

dasar tersebut, siswa kelas VII diharapakan mampu membaca puisi dengan baik

dengan memperhatikan pelafalan, intonasi, volume suara, gestur tubuh atau

mimik. Berdasarkan hala-hal yang telah dijelaskan di atas akan menuntut seorang

pemebaca puisi untuk menguasai hal-hal pokok dalam kegiatan membaca puisi

agar bisa didengar dan dipahami apa yang telah dibacakan demi tercapainya

sebuah puisi yang baik.

9
Untuk mencapai yang diharapkan oleh peneliti siswa dilatih menggunakan

tekhnik yang baik pada saat membaca puisi serta melatih kemampuan siswa

terhadap keterampilan membaca puisi. Keterampilan membaca puisi siswa sangat

diperluhkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, karena dapat meningkatkan

kemampuan membaca siswa sehingga, siswa mampu menjadi pembaca puisi yang

baik. Maka dengan itu dalam penelitian ini peneliti memilih salah satu jenis

membaca puisi di depan umum, karena sangat penting bagi siswa yaitu

keterampilan membaca puisi dengan memperhatikan aspek-aspek dalam membaca

puisi. Hal yang mendasar bagi peneliti memilih keterampilan membaca puisi

karena keterampilan membaca puisi merupakan salah satu kegiatan membaca di

depan umum untuk menyatakan apa yang menjadi isi dari sebuah bacaan.

keterampilan membaca puisi siswa sangat diperluhkan dalam proses kegiatan

membaca puisi, karena untuk menjadi seorang pembaca puisi yang baik harus

memiliki kemampuan membaca yang baik. Sehingga, dalam proses membaca

puisi pun harus sesuai dengan aspek yang terdapat dalam puisi. Namun demikian,

kenyataan yang terjadi di lapangan tentang keterampilan membaca puisi siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta belum mencapai harapan yang diinginkan.

Dikatakan demikian karena berdasarkan observasi dan wawancara yang tidak

terstruktur yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang guru bahasa

Indonesia kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta, peneliti memperoleh informasi

bahwa keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta masih rendah. Hal tersebut dibuktikan bahwa dalam proses kegiatan

membaca dalam kelas ternyata masih ada siswa yang kurang efektif dalam

membaca terutama dalam membaca puisi sangat rendah. Di lihat dari jumlah

10
siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta bahwa hasil nilai keterampilan

membaca puisi siswa mencapai nilai rata-rata 42, 931%. Dari hasil nilai rata-rata

tersebut ternyata masih banyak siswa yang belum mampu membacakan puisi

dengan baik karena tidak memperhatikan aspek-aspek yang terdapat dalam

membaca puisi yaitu pelafalan, intonasi, kontak pandang, volume suara, gestur

tubuh. Berdasarkan masalah yang terjadi pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng

Watu Benta tersebut peneliti berpikir bahwa ternyata adanya perbedaan antara

harapan dan kenyataan, karena keterampilan membaca siswa kelas VII SMPN 3

Ruteng Watu Benta sudah memenuhi standar kompetensi dan kompetensi dasar

dalam membaca puisi.

Berdasarkan kenyataan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji masalah

mengenai keterampilan membaca puisi pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng

Watu Benta. Penelitian difokuskan pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai, dengan pertimbangan

berdasarkan pengalaman peneliti selama mengadakan praktik pengalaman

lapangan banyak siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta yang mengalami

kesulitan dalam membaca terutama dalam membaca puisi. Harapanya melalui

penelitian ini siswa mampu membacakan puisi dengan baik sehingga penulis

mengangkat judul: “KETERAMPILAN MEMBACAKAN PUISI SISWA

KELAS VII SMPN 3 RUTENG WATU BENTA KECAMATAN RAHONG

UTARA KABUPATEN MANGGARAI TAHUN 2017/2018”.

11
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diselidiki dalam penelitian ini adalah

bagaimana keterampilan membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta dilihat dari pelafalan, intonasi, Kontak pandang, volume suara, dan gestur

tubuh ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis

keterampilan membacakan puisi yang baik pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng

Watu Benta dengan memperhatikan aspek yang terdapat dalam membacakan puisi

yaitu pelafalan, intonasi, kontak pandang, volume suara dan gestur tubuh.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfat Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan

kemampuan siswa dalam menerima dan memahami materi pembelajaran

bahasa Indonesia, terutama dalam memahami proses membaca puisi

secara baik dan benar.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Melalui kegiatan penelitian di SMPN 3 Ruteng Watu Benta ini

peneliti memperoleh pengalaman dan menambah wawasan dalam

upaya menemukan solusi untuk memecahkan masalah yang berkaitan

12
dengan rendahnya penggunaan pada materi tentang membaca puisi

berdasarkan pengalaman mata pelajaran bahasa Indonesia.

b. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru untuk meningkatkan

keterampilannya sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

c. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa

dalam mempelajari materi tentang puisi berdasarkan pengalaman.

d. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak sekolah untuk yang

cocok dalam meningkatkan keterampilan membaca puisi berdasarkan

pengalaman.

13
BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Hakikat Keterampilan Membaca Puisi

2.1.1 Pengertian Keterampilan Membaca

Keterampilan berasal dari kata terampil, yang bermakna cakap atau

mampu dan cekatan. Kata ‘terampil’ mendapat imbuhan ke- -an menjadi

keterampilan yang bermakna kecakapan atau kemampuan atau cekatan.

Keterampilan berbahasa adalah kemampuan dan kecekatan menggunakan bahasa

yang dapat meliputi mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi baik lisan mupun tulis.

Dengan demikian, terampil berbahasa Indonesia artinya terampil menggunakan

bahasa Indonesia dalam komunikasi baik secara lisan maupun tertulis.

Keterampilan bahasa lisan meliputi menyimak dan berbicara, sedangkan

keterampilan berbahasa tulis meliputi membaca dan menulis (Mulyati, dkk., 2009:

2.20).

Berdasarkan penjelasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan

berarti kecakapan seseorang dalam melakukan sesuatu. Seorang yang mempunyai

keterampilan tentu memiliki kemampuan yang bisa dipraktekan dalam

kehidupannya setiap hari.

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

melalui media kata-kata/bahasa tulis. Dari segi linguistik, membaca adalah suatu

proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding

14
proses) berlainan dengan berbicara dan menulis justru melibatkan penyandian

(encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan

kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning)

yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna

(Tarigan, 2013: 7).

Keterampilan membaca memegang peranan penting dalam aktivitas

komunikasi tertulis. Aktivitas membaca menjadi bagian dari kebutuhan aktivitas

keseharian kita. Aktivitas membaca dilakukan untuk berbagai keperluan, mulai

dari sekedar untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan perolehan informasi secara

umum, untuk kepentingan hiburan, atau untuk kepentingan perolehan informasi

secara khusus, hingga untuk kepentingan studi dan pendalaman disiplin ilmu.

Sumber bacanya pun beragam mulai dari bacaan populer seperti tulisan-tulisan

pada koran, surat kabar, dan majalah hiburan kaya-karya fiksi seperti novel dan

cerpen tulisan ilmiah populer seperti pada majalah-majalah khusus dan tulisan-

tulisan keilmuan untuk disiplin ilmu tertentu seperti yang kita dapati pada jurnal-

jurnal ilmiah, buku-buku teks, dan karya publikasi ilmiah lainnya. Untuk berbagai

keperluan tersebut diperlukan keterampilan membaca yang fleksibel. Strategi

membaca dipergunakan untuk masing-masing bahan bacaan dan untuk masing-

masing keperluan akan berbeda-beda. Pembaca fleksibel adalah pembaca yang

pandai memilih dan menerapkan strategi yang tepat dalam menghadapi bahan

bacaannya. Membaca merupakan proses pengubahan lambang visual (katon)

menjadi lambang bunyi (auditoris). Pengertian ini menyiratkan makna membaca

yang paling dasar yang terjadi pada kegiatan membaca permulaan. Pada tahap ini

kegiatan membaca lebih ditujukan pada pengenalan lambang-lambang bunyi yang

15
belum menekankan aspek makna/informasi. Sasarannya adalah melek huruf.

Membaca juga merupakan suatu proses decoding, yakni mengubah kode-kode

atau lambang-lambang verbal yang berupa rangkaian huruf-huruf menjadi bunyi-

bunyi bahasa yang dapat dipahami. Lambang-lambang verbal itu mengusung

sejumlah informasi. Proses pengubahan menjadi bunyi berarti itu disebut proses

decoding (proses pembacaan sandi). Membaca merupakan suatu proses

rekonstruksi makna melalui interaksi yang dinamis antara pengetahuan siap

pembaca, informasi yang tersaji dalam bahasa tulis dan konteks bacaan (Mulyati,

dkk, 2009: 4.5).

Dari ulasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan membaca pada

umumnya merupakan proses penangkapan ide atau gagasan yang diperoleh dari

bahan bacaan. Dalam penelitian ini teori membaca sangat berperan penting bagi

siswa untuk memperoleh pemahaman dari bahan bacaan. Kegiatan membaca pada

umumnya merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi, ide atau

gagasan yang ada dalam teks bacaan. Dalam hal ini peneliti memilih suatu teori

dalam membaca yaitu membaca nyaring puisi.

2.1.2 Pengertian Membaca Nyaring

Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan

alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau

pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran dan perasaan

seseorang pengarang. Orang yang membaca nyaring pertama-tama haruslah

mengerti makna serta perasaan yang terkandung dalam bahan bacaan. membaca

nyaring yang baik menuntut agar pembaca memiliki kecepatan mata yang tinggi

serta pandangan mata yang jauh, karena dia haruslah melihat pada bahan bacaan

16
untuk memelihara kontak mata dengan para pendengar. Juga harus mampu

mengelompokkan kata-kata dengan baik dan tepat agar jelas maknanya bagi para

pendengar (Tarigan, 2013: 23).

Berdasarkan penjelasan diatas peneliti memilih kegiatan membaca nyaring

sebagai kegiatan membaca puisi yang baik, dengan memperhatikan aspek yang

terdapat dalam puisi.

2.1.2.1 Membaca Nyaring Puisi

Membaca nyaring adalah membaca puisi secara lengkap. Dikatakan

demikian karena di dalam membaca nyaring, segala kekuatan puisi itu disajikan.

Tema, nada, suasana, pesan, kemerduan bunyi, dan sebagainya hendaknya

diupayakan tersampaikan dalam membaca nyaring. Dalam hal ini siswa perluh

dilatih dalam hal kemampuan membaca nyaringnya. Sebab, dengan terlatih

membaca nyaring, mereka akan terlatih pula dalam memahami puisi. Perluh

diingat bahwa membaca puisi nyaring bukan berarti berbuat aneh-aneh seperti

anggapan keliru sebagian orang sehingga siswa pemalu tidak mungkin membaca

nyaring. Sebenarnya tidaklah demikian, semua siswa akan mampu membaca

nyaring jika ia memahami puisi yang akan dibacakan dan terlatih

menyuarakannya (Restianti, 2010: 14).

2.1.2.2 Teknik dalam Membaca Nyaring

Teknik membaca nyaring dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut.

1. Pembaca Tunggal

Siswa secara bergantian membaca puisi

2. Pembacaan Berdialog

17
Puisi yang mengandung dialog dapat dibaca oleh beberapa siswa, yang

masing-masing membawakan peran tertentu.

3. Pembacaan Berkelompok

Beberapa siswa membacakan puisi bersama-sama. Pembacaan

berkelompok ini dapat divariasikan dengan pembacaan tunggal atau

pembacaan berdialog. Dengan demikian, pembacaan itu tidak

membosankan.

4. Pembacaan dengan Senandung

Pembacaan nyaring juga dapat dilakukan dengan memberi variasi

senandung. Cara ini tepat untuk semua pembaca nyaringyang telah

mengiringi dengan senandung. Kalau puisi yang dipilih adalah puisi

nyanyian, senandungnya dipilih lagu yang tepat untuk mengiringi puisi

yang akan dibacakan.

5. Pembacaan dengan Dramatisasi

Variasi lainnya dalam membaca nyaring adalah disertai dengan

dramatisasi. Untuk keperluan ini, selayaknya dipilih puisi-puisi yang

memiliki irama yang enak untuk disertai gerakan dan atau mengandung

dialog.

6. Pembacaan dengan Musik

Pembacaan puisi dapat diiringi alunan musik. Misalnya, seorang siswa

atau kelompok membacakan puisi, sedangkan siswa yang lainnya

mengiringi dengan alat musik (Restianti, 2010: 14-15).

18
Dari ulasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa membaca nyaring sangat

berperan penting dalam kegiatan membaca puisi. Membaca nyaring dapat

membantu pembaca untuk menjelaskan atau menyampaikan isi atau pesan dari

sebuah puisi yang dibacakan. Membaca nyaring memerluhkan intonasi yang jelas

sehingga para pendengar bisa menangkap bahan bacaan (puisi) dengan baik.

2.1.2.3 Peningkatan Keterampilan dalam Membaca Nyaring

Seorang pembaca nyaring yang baik biasanya berhasrat sekali

menyampaikan sesuatu yang penting kepada para pendengarnya. sesuatu yang

penting tersebut dapat berupa informasi yang baru, sesuatu pengalaman yang

berharga, uraian yang jelas, karakter yang menarik hati, sekelumit humor yang

segar, atau sebait puisi. Tanpa dorongan yang sedemikian rupa, kegiatan

membaca nyaring itu akan menjadi hambar dan tidak hidup. Pembaca hendaklah

mengetahui serta mendalami keinginan serta kebutuhan para pendengarnya, serta

menginterprestasikan bahan bacaan itu secara tepat. Agar dapat membaca nyaring

dengan baik, sang pembaca haruslah menguasai keterampilan-keterampilan

persepsi (penglihatan dan daya tanggap) sehingga mengenal/memahami kata-kata

dengan cepat dan tepat. Yang sama pentingnya dengan hal itu ialah kemampuan

mengelompokkan kata-kata ke dalam kesatuan-kesatuan pikiran serta

membacanya dengan baik dan lancar. Untuk membantu para pendengar

menangkap serta memahami maksud pengarang, pembaca biasanya

mempergunakan berbagai cara antara lain:

1. Menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan penekanan yang jelas

2. Menjelaskan perubahan dari satu ide ke ide lainnya

3. Menerangkan kesatuan-kesatuan kata-kata yang tepat dan baik

19
4. Menghubungkan ide-ide yang bertautan dengan jalan menjaga

suaranya agar tinggi sampai akhir dan tujuan tercapai

5. Menjelaskan klimaks-klimaks dengan gaya dan gaya ekspresi yang

baik dan tepat (Tarigan, 2013: 27).

Dari pembahasan di atas peneliti, menyimpulkan bahwa membaca nyaring

juga merupakan bagian dari kegiatan membaca puisi.

2.1.3 Pengertian Puisi

Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak disukai

orang. Di dalam puisi, seorang penyair mencoba mengekspresikan dan

mencurahkan segala perasaan, pendapat, dan pengalaman mereka kepada

pembacanya. Oleh karena itu, setiap puisi pasti memiliki isi dan makna berbeda-

beda, meskipun ditulis oleh orang atau penyair yang sama. Puisi sebagai sebuah

karya sastra memiliki susunan bahasa yang lebih dapat dan terikat irama, jika

dibandingkan dengan prosa. Dalam memahami isi sebuah puisi (Anindyarini, dkk,

2008: 118).

Menurut KBBI, puisi adalah gubahan dalam bahasa yang bentuknya


dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan
pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama
dan makna khusus. Dalam sejarah kesusastraan indonesia, puisi merupakan
gendre yang paling tua. Genre ini telah ditemukan dalam naskah-naskah melayu,
seperti Adat Raja-raja Melayu dan Hikayat Sri Rama. Sebelumnya puisi juga telah
ditemukan dalam epos Mahabarata dan Ramayana yang dibawa para pedagang
India sekitar Abad ke-10 (Yostinah, Dkk.,2008:2).

Puisi adalah sebagai sebuah karya seni sastra yang dapat dikaji dari

bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya,

mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam

unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula pusi dikaji jenis-jenis atau ragam-

20
ragamnya, mengingat bahwa ada berbagai ragam-ragam puisi. Puisi juga dapat

dikaji dari sudut kesejaraannya, menginga bahwa sepanjang srjarahnya dari waktu

ke waktu puisi selalu ditulis dan selalu dibaca orang. Sepanjang zaman puisi

selalu mengalami perubahan, perkembangan. Hal ini mengingat hakikatnya

sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan

pembaharuan (inovasi), (Teeuw, 1980: 12). Puisi selalu berubah-ubah sesuai

dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya (Riffaterre, 1998: 1).

Meskipun demikian, seorang tidak akan dapat memahami puisi secara

sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang

bermakna, yang mempunyai arti bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna.

2.1.4 Membaca Puisi

Membaca puisi pada hakikatnya hampir sama dengan dengan

berdeklamasi. Akan tetapi, dalam berdeklamasi, pembaca tidak harus membawa

teks puisinya. Ia harus hafal puisi yang akan dibacakannya. Sedangkan, saat

membaca puisi, pembaca diperkenankan melihat teks puisi yang dibacanya.

Berikut ini hal-hal yang perluh diperhatikan dalam menanggapi pembacaan puisi :

1. Penjiwaan

Penjiwaan berkaitan dengan suasana kejiwaan yang tercermin dari

warna suara dan bahasa tubuh pembaca puisi akibat pemaknaanya

terhadap isi puisi.

2. Suara (vokal)

Suara dalam pembacaan puisi salah satunya adalah intonasi. Intonasi

meliputi nada (tinggi rendahnya suara), tempo (panjang pendeknya

21
suara), tekanan (keras lembutnya suara), dan jeda (lama-sebentarnya

penghentian suara).

3. Gerak

Gerak dapat dibagi menjadi beberapa macam: (1) mimik (raut

muka), dan (2) gerak tubuh (gestur). Gerak dalam pembacaan puisi

berarti mengikuti nada dan suasana hati pembaca puisi sesuai dengan

isi puisi yang dibacakan.

4. Kesesuaian puisi yang dibacakan

Membaca puisi merupakan bentuk kegiatan mengungkapkan

kembali isi puisi. Pengungkapan yang dilakukan pembaca harus

sesuai dengan kandungan makna puisi (Sunaryo. dkk, 2007: 91).

Sebuah puisi mewakili suasana batin penyairnya. Suasana batin penyair

dapat ditafsirkan dari suasana yang terkandung dalam puisi. Suasana dalam puisi

dibangun melalui pilihan kata, baik berupa kata yang bermakna denotatif (lugas)

atau konotatif (kias). Selain itu untuk membangun makna yang lebih intensif

(mendalam) penyair juga menggunakan citraan (imaji).

Citraan dalam puisi adalah gambaran pengalaman yang berhubungan

dengan benda, peritiwa, dan keadaan yang dialami penyair citraan dalam puisi

dibedakan menjadi tiga, yakni citraan yang berhubungan dengan penglihatan

(visual), pendengaran (auditif), dan rabaan (taktil). Puisi ditulis berdsarkan

pengalaman setiap penyair berbeda-beda: ada yang bahagia; sedih;k ecewa;

menakutkan; patah hati; dan sebagainya. Dengan demikian, setiap puisi selalu

mengungkapkan sebuah perasaan. Perasaan penyair dalam puisi dapat kita ketahui

jika puisi tersebut telah kita baca. Intonasi dalam pembacaan puisi sangatlah

22
penting. Kejelasan artikulasi memberi kesan kepada pendengar bahwa setiap bait

yang dibaca sesuai dengan apa yang tertulis dalam teks puisinya. Selain itu,

ketidak jelasan artikulasi kata dapat membedakan makna kata itu sendiri. Dalam

puisi tergambar nada atau sikap pengarang terhadap masalah yang

diungkapkannya kepada pembaca sikap pengarang dilatarbelakangi oleh

perasaannya(Nurhady, dkk.,2007: 164-168).

2.1.5 Baca Puisi Sebagai Apresiasi Sastra

Seorang pembaca puisi memiliki apresiasi yang cukup sesuai tingkat

pendidikan dan kemampuannya. Seseorang tidak mungkin dapat melakukan baca

puisi dengan baik tanpa memiliki apresiasi sastra yang memadai. Namun

demikian, dalam praktiknya, tidak semua yang memiliki apresiasi sastra

dipastikan dapat melakukan baca puisi dengan baik. Seorang kritikus, dosen

sastra, bahkan mungkin juga seorang penyair tidak semuanya dapat melakukan

baca puisi yang dapat dinikmati oleh khalayak pada umumnya. Begitupun

sebaliknya, seorang pembaca puisi yang baik belum tentu juga memiliki apresiasi

seni maupun sastra yang memadai. Akan tetapi, sekecil apapun proses pelatihan

dan perwujudan ekspresi baca puisi, mengandung unsur edukasi yang dapat

diarahkan fungsinya menjadi sarana apresiasi sastra.

Baca puisi sebagai sarana apresiasi sastra, berarti juga sebuah cara untuk

menghargai karya sastra berdasarkan pengalaman, pemahaman dan penghayatan

langsung antara pembaca dan karya sastra. Peningkatan apresiasi sastra dapat

ditempuh melalui berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mendekatkan hubungan

antara karya sastra dan pembaca. Pendekatan termasuk bisa dicapai apabila unsur-

unsur nilai dalam karya sastra dapat dihayati oleh pembacanya baik secara

23
langsung atau merlalui prantara. Penghayatan secara langsung mengsaratkan

adanya kegiatan pokok bagi setiap individu untuk membaca karya sastra, sehingga

setiap individu dapat menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra

sesuai wawasan dan tingkat pengetahuannya, tanpa sesuatupun yang membatasi

antara bahan bacaan dengan yang membaca. (Salad, 2014: 18).

Beberapa hal yang harus dipahami ketika akan membaca puisi, yaitu

mengetahui cara membacanya. Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan:

1. Rima dan irama, artinya dalam membaca puisi tidak terlalu cepat ataupun

terlalu lambat. Membaca puisi berbeda dengan membaca sebuah teks biasa

karena puisi terikat oleh rima dan irama sehingga dalam membaca puisi

tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat.

2. Artikulasi atau kejelasan suara, artinya suara kita dalam membaca puisi

harus jelas, misalnya dalam mengucapkan huruf-huruf vokal /a/, /i/, /u/,

/e/, /o/, /ai/, /au/.

3. Ekspresi mimik wajah, artinya ekspresi wajah harus bisa disesuaikan

dengan isi puisi. Ketika puisi yang dibacakan adalah puisi sedih, maka

ekpresi mimik wajah harus bisa menggambarkan isi puisi sedih tersebut.

4. Mengatur pernapsan, artinya pernapasan harus diatur jangan tergesa-gesa.

5. Sehingga tidak akan mengganggu ketika membaca puisi. Penampilan,

artinya kepribadian atau sikap saat di panggung usahakan harus tenang,

tak gelisah, ta gugup, berwibawa, dan meyakinkan (tidak demam

panggung).

6. Selain hal-hal di atas ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan

membacakan puisi yaitu sebagai berikut:

24
a. Vokal

Suara yang dihasilkan harus benar. Salah satu unsur dalam vokal

ialah artikulasi (kejelasan pengucapan). Bunyi vokal seperti /a/, /i/, /u/,

/e/, /o/, /ai/, /au/, dan sebagainya harus jelas terdengar. Demikian pula

dengan bunyi-bunyi konsonan.

b. Ekspresi

Ekspresi adalah pengungkapan atau proses menyatakan yang

memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, dan perasaan.

Ekspresi mimik atau perubahan raut muka harus ada, namun harus

proporsional, sesusai dengan kebutuhan menampilkan gagasan puisi

secara tepat.

c. Intonasi (tekanan dinamik dan tekanan tempo)

Intonasi ialah ketepatan penyajian dalam menentukan keras-

lemahnya pengucapan satu kata. Intonasi terbagi menjadi dua yaitu

tekanan dinamik (tekanan pada kata-kata yang dianggap penting) dan

tekanan tempo (cepat lambat pengucapan suku kata atau kata).

Langkah-langkah dalam mendemonstrasikan puisi dan mendukung

cara pembacaannya, dapat menggunakan tekhnik-tekhnik sebagai

berikut.

1. Membaca dalam hati puisi tersebut berualang-ulang.

2. memberikan ciri pada bagian-bagian tertentu, misalnya tanda

jeda. Jeda pendek dengan tanda (/) dan jeda panjang dengan

tanda (//). Penjedaan panjang diberikan pada frasa, sedangkan

penjedaan panjang diberikan pada akhir klausa atau kalimat.

25
3. Memahami suasa, tema, serta makna puisinya.

4. Menghayati suasana, tema, dan makna puisi untuk

mengekpresikan puisi yang dibaca (Harsiati, dkk, 2016:252).

2.1.6 Pengimajian dalam Puisi

Pengimajian adalah kata atau susunan yang dapat mengungkapkan

pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Terdapat

hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkrit. Diksi yang dipilih

harus menghasilkan pengimajian sehingga menjadi kata konkrit, seperti hayati

melalui penglihatan, pendengaran atau cita rasa. Adapun jenis-jenis imaji dalam

puisi adalah sebagai berikut:

1. Imaji visual (pengimajian dengan menggunakan kata-kata yang

menggambarkan seolah-olah objek yang diceritakan.

2. Imaji auditif (pengimajian dengan menggunakan kata-kata ungkapan

seolah-olah objek yang dicitrakan sungguh-sungguh didengar oleh

pembaca).

3. Imaji taktil (pengimajian dengan menggunakan kata-kata yang mampu

mempengaruhi perasaan pembaca sehingga ikut terpengaru perasaannya

(Harsiati, dkk, 2016: 263).

2.1.7 Rima/Ritme dalam Puisi

Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau

kata-kata dalam larik dan bait. Sementara itu, irama (ritme) adalah pergantian

tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama

disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya

karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang

26
bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang

pendek kata.

Dengan kata lain, rima adalah salah satu unsur pembetuk irama, namun

irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun iram dapat menciptakan

efek musikalisasi dalam puisi, membuat puisi menjadi indah, dan enak didengar

meskipun tanpa dilagukan. Berdasarkan jenis bunyi yang diulang, ada delapan

jenis rima yaitu sebagai berikut:

1. Rima sempurna, yaitu persamaan bunyi pada suku-suku kata terakhir.

2. Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada

sebagian suku kata terakhir.

3. Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau

lebih secara mutlak (suku kata sebunyi).

4. Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir

terbuka atau dengan vokal sama.

5. Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata

tertutup (konsonan).

6. Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal

kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.

7. Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi

vokal tengah kata.

8. Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada huruf-

huruf mati/konsonan (Harsiati, dkk, 2016: 267).

27
2.1.8 Pengertian Baca Puisi

Sebagai kegiatan budaya, seni baca puisi dapat dilaksanakan dengan cara

yang relatif mudah dan bahkan bisa dilaksanakan oleh setiap orang yang pernah

mengenyam bangku sekolah/tidak buta huruf. Namun, sebagai istilah dalam

kesenian, tidak semua orang dapat melakukan. Apalagi melakukannya dengan

cara dan teknik yang baik sesuai konvensi seni bersangkutan. Secara umum,

istilah baca puisi belum memiliki definisi yang bersifat khusus dan spesifik.

Karena itu, istilah baca dan pembacaan puisi, sering kabur maknanya, agak rumit

didekati pengertiannya dalam konteks kesenian. Apakah baca puisi merupakan

kegiatan sastra atau merupakan seni tersendiri yang terlepas dari hakikat sastra.

Karena itu pula, meski seorang pembaca puisi yang hebat pun, atau juara baca

puisi, tidak selalu mengerti, atau mampu menjelaskan apa dan bagaimana definisi

baca puisi. Di sisi lain, khususnya dalam kajian sastra, kata pembacaan puisi

sering digunakan dalam pengertian yang berbeda dengan istilah pembacaan puisi

yang dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini dapat ditemukan

lima pengertian umum tentang aktivitas membaca yang memiliki kaitan langsung

dengan makna pembacaan puisi.

1. Literacy Reading: Membaca Tanpa Suara

Literacy reading atau sillent reading merupakan syarat utama dalam

proses apresiasi puisi. Yakni, membaca puisi dengan cara pasif, diam

tanpa suara. Boleh juga diartikan membaca puisi dalam hati. Dengan

sendirinya, kata membaca, memiliki arti yang sama dengan kegiatan

membaca aksara, membaca buku, atau membaca teks puisi dalam buku

atau media lainnya. Sehingga pembaca tanpa pretensi apa pun selain

28
berusaha memahami atau sekedar menikmati keindahan puisi itu dalam

hati untuk memenuhi kebutuhan, keperluan dan kesenagan pribadi.

2. Creative Reading: Membaca Secara Kreatif

Creative reading merupakan kata lain dari membaca puisi secara kreatif

dengan tujuan tertentu.istilah ini sering dipakai dalam proses kritik sastra,

yang berarti pembacaan, atau mendalami atau menafsirkan teks puisi

dengan sungguh-sungguh, baik dilaksanakan sendiri atau bersama orang

lain. Pembacaan puisi disini sama artinya dengan kegitan mengapresiasi

puisi, yang mensyaratkan adanya sikap intensif, saksama, terlibat

sepenuhnya perasaan dan pikiran dengan puisi yang dibaca. Sehingga pada

akhirnya seorang pembaca dapat mengevaluasi puisi yang dibacanya,

mampu menikmati keindahannya, memahami maknaa dan unsur-unsur

estetiknya.

3. Orality Reading: Membaca dengan Suara

Orality reading berarti membaca teks puisi dengan suara, dengan vokal

yang dapat didengar orang lain atau oleh dirinya sendiri.

4. Aesthetic reading: Membaca Indah

Aesthetic reading berarti membaca indah dengan suara indah.atau

membaca puisi dengan memperhatikan intonasi, artikulasi, dan lain

sebagainya sehingga dapat didengar dan dinikmati oleh audiensnya.

5. Expressive Reading: Membaca dengan Suara dan Gerak

Expressive reading dapat diartikan sebagai proses membaca sebuah teks

dengan berbagai cara yang memungkinkan. Dalam kaitanya dengan baca

puisi, cara ini memiliki pengertian yang lebih luas dari model pembacaan

29
seperti terurai pada point-point diatas. Expressive reading bisa juga

diartikan cara-cara tertentu untuk mengkomunikasikan teks puisi melalui

suara, isyarat, gerak tubuh, atau peralatan lain, serta semua cara yang

dianggap mampu mewakilinya (Salad, 2014: 36).

2.1.9 Sejarah Baca Puisi

Sebagai bagian dari seni pertunjukan, sejarah seni baca puisi dapa dikenali

secara langsung melalui awal mula lahirnya gendre sastra yang disebut puisi

mantra dan puisi lisan. Dengan kata lain, seni baca puisi tidak memiliki sejarah

yang bersifat mandiri. Pertemuan antara tradisi puisi lisan, dan kemudian

diperkuat lagi oleh kematangan ilmu retorika, seni pidato atau orasi, sekiranya

dapat dinyata sebagai tonggang sejarah dari lahirnya seni baca puisi formal yang

disebut deklamasi.

Kelahiran seni deklamasi dapat digambarkan melalui berbagai

kemungkinan tradisi yang saling memengaruhi. Kemungkinan termaksud dapat

dilihat melalui diagram dibawah ini.

PUISI MANTRA SENI ORASI PUISI LISAN

DEKLAMASI

Dalam bentuknya yang purba, tradisi pembacaan puisi mantra memiliki fungsi

dan tujuan utama untuk menaklukan kekuatan-kekuatan alam yang bersifat gaib

dan supranatural. Sedangkan bentuk puisi lisan sering disebut puisi bahari,

memiliki kekutan audial yang memadukan antara unsur kata (verbal), dan

tindakan (nonverbal) dalam perwujudan ekspresinya. Namun demikian, kekuatan

makna puisi lisan tidak diwujudkan, ditulis atau dipublikasikan melalui media

30
kertas, tetapi dengan sengaja dicipta melalui susunan suara, bunyi, gerak tubuh

serta alat pendukung lainnya. Sehingga bentuk ekspresi puisi lisan baru bisa

dinikmati jika disampaikan, dilisankan atau dipertunjukan di depan umum.

Bentuk ekspresi puisi lisan ini telah dikenal sejak zaman Yunani Kuno, dimana

orang yang diberi status sebagai tokoh atau pujangga, diberi kehormatan untuk

membacakan puisi di hadapan umum. Dengan demikian apa yang disebut seni

baca puisi sebagai termaksud, yang telah menjafi tradisi dalam kebudayaan

indonesia, adalah membacakan puisi karya oranglain dengan cara tertentu, dengan

vokal, suara, intonasi tertentu, yang dibantu oleh gerak tubuh (Salad, 2014:41-42).

Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan membaca puisi

bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan dengan begitu saja, tetapi seorang yang

hendak melakukan ris semestinya harus mempunyai kompetensi dan keterampilan

dalam membacakan puisi. Berdasarkan hal ini peneliti menyatakan bahwa siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta harus memiliki kecakapan atau

keterampilan dalam membaca puisi seperti dengan memperhatikan vokal, suara,

intonasi dan gerak tubuh.

2.1.10 Seni Baca Puisi

Sebagaimana yang telah disepakati para pakar sastra, puisi merupakan

bentuk teks seni yang terdiri dari susunan huruf dan kata-kata. Sejumlah baris

kalimat indah yang ditulis di atas kertas, dalam lembaran buku atau sarana lain

yang memilki fungsi serupa. Dengan sendirinya, beragam bentuk dan jenis teks

karya sastra yang disepakati sebagai puisi itu sama sekali tidak memiliki unsur-

unsur keindahan yang dapat ditonton, dilihat didengarkan oleh khalayak pada

waktu bersamaan. Namun demikian, kesepakatan di atas bukan berarti

31
meniadakan perspektif lain yang berkaitan dengannya. Kesepakatan tersebut,

tentu saja hanya diberlakukan dalam konteks teori dan genre sastra. Sedangkan

keberadaan puisi sebagai artefak. Budaya masih dapat dikembangkan unsur-unsur

estetiknya melalui berbagai media alternatif yang sesuai. Seperti juga jenis

kesenian lain, materi puisi memiliki kemungkinan untuk ditransformasi, diolah,

dan disusun elemen-elemen komunikasinya kedalam bentuk ekspresi seni yang

baru. Dengan sendirinya, makna puisi dapat dikembangkan sedemikian rupa

melampaui defenisi, serta unsur-unsur literasi yang tercakup di dalamnya (Salad,

2014: 75-76).

2.1.11 Ragam Pembacaan dan Pemanggungan Puisi

Alih ragam teks puisi dari susunan kata-kata yang tertulis di kertas menuju

ke atas pentas, dari medium kata-kata beralih ke medium gerak tubuh dan suara

manusia, telah melahirkan ragam seni pertunjukan tertentu yang dikenal dengan

Poetry Staging, atau pembacaan dan pemanggungan puisi. Akan tetapi, istilah

“pembacaan dan pemanggungan puisi” itu sendiri dapat menimbulkan pertanyaan

yang rumit jika dikaitkan dengan disiplin ilmu sastra maupun seni pertunjukan.

Ragam bentuk pembacaan puisi. Dari berbagai keterangan di atas, secara

tidak langsung telah dikenal adanya ragam seni baca puisi yang berkembang

dalam khazanah kebudayaan modern Indonesia. Bentuk-bentuk, model dan gaya

baca puisi termaksud sesuai unsur karakteristik yang dikandungnya. Bentuk-

bentuk umum seni baca puisi di Indonesia dapat dikelompokan kedalam istilah:

puisi audial, puitisasi al-Qur’an, deklamasi dan potry reading.

32
Seni Baca Puisi

Puisi Audial Deklamasi Puitisasi Al-Qu’an

Poetry Reading

1. Puisi Audial

Yang dimaksud puisi audial ialah model pembacaan puisi secara

langsung dengan pendengar atau audiensnya. Model ini sangat populer

pada 1970-an, yang disebut dengan puisi radio, atau baca puisi melalui

stasiun radio.

Dalam perkembangannya, penyair rendra juga memproduksi sebuah

rekaman membaca puisi yang kemudian didistribusikan melalui kaset, dan

selanjutnya ada yang memproduksinya melalui CD, program MP3 dan

internet.

2. Puitisasi AlQur’an

Puitisasi AlQur’an lebih dikenal oleh masyarakat awam sebgai

saritilawah. Yakni sebuah model membaca terjemahan ayat-ayat alQur’an

yang dipilih atau yang telah diguba dalam bentuk puisi, yang dilakukan

dengan teknik pelisanan sebagaimana dalam pembacaan puisi.

3. Deklamasi

Deklamasi merupakan bentuk formal dari pembacaan puisi,

sekaligus dapat dikategori menjadi titik awal dari sejarah pertumbuhan

seni baca puisi. Deklamasi berasal dari bahasa latin “ declamare atau

33
declaim”, yang berarti membaca sebuah teks dengan suara dan intonasi

tertentu, dengan maksud dan tujuan tertentu pula.

4. Poetry Reading

Poetry Reading dalam kamus bahasa berarti membaca puisi atau

pembacaan puisi secara literer sebagaimana dirumuskan dalam kajian

sastra. Sebagai istilah umum, Poetry Reading dapat diartikan sebagai cara-

cara untuk mengomunikasikan teks puisi melalui suara dan gerak tubuh

manusia di atas panggung pertunjukan. Istilah Poetry Reading dapat juga

disamakan pengertiannya dengan bentuk bebas dari pembacaan puisi. Atau

bentuk pembacaan puisi dengan suara dan gerak tubuh manusia yang

diwujudkan di atas panggung pertunjukan, mimbar atau area yang telah

disediakan sehingga menimbulkan keindahan tertentu yang dapat

dinikmati, di dengar dan dilihat oleh audiensnya (Salad, 2014:77-83)

2.1.12 Konsep dan Identitas Puisi

Pembahasan mengenai konsep dan identitas puisi dapat dimaknai lebih

lanjut sebagai pengetahuan pokok yang mengenai konsep dan identitas puisi dapat

dimaknai lebih lanjut sebagai pengetahuan pokok yang menjadi konsep dasar dari

seni baca puisi. Hakikat seni baca puisi adalah usaha kreatif untuk menyampaikan

atau mengomunikasikan makna teks puisi kepada audiensnya melalui panggung

pertunjukan baik yang bersifat konvensional maupun elektronikal.

1. Puisi sebagai Dasar Ekspresi

Pengertian teks puisi dalam seni baca puisi memiliki keniscayaan

untuk diketahui unsur-unsur autentisitasnya. Unsur-unsur tersebut dapat

didekati melalui siapa yang menulis teks puisi dan dari mana teks itu

34
direproduksi, diambil atau disalin. Sehingga dengan itu ekspresi seni baca

puisi memerlukan adanya teks puisi dari hasil karya orang lain, dan bukan

merupakan karya si pembaca itu sendiri.

2. Kriteria-Kriteria Pembaca Puisi

Kriteria-kriteria puisi dapat juga di dekati melalui unsur-unsur

estetis, historis dan idealis sebagaimana dimaksud dan dijadikan bahasan

utama dalam kajian ilmu kesusastraan.

a. Unsur estetis karya puisi dapat dilihat melalui kritik sastra. Bahwa

puisi itu disebut karya seni jika telah diuji kulitas keindahannya dan

tau pernah dikaji secara mendalam oleh kritikus, peneliti atau

pengamat sastra, sehingga kajian itu menunjuk objektifitasnya sebagai

karya puisi agung, puisi bagus dan memesona. Dengan sendiri, puisi

termasuk telah dicetak dan dipublikasikan kepada khalayak, baik itu

merupakan karya asli maupun karya terjemahan.

b. Unsur historis memiliki kaitan dengan asal-usul, autentisitas dan

orisinalitas karya puisi. Dalam pengertian ini, kriteria puisi lebih

didasarkan pada popularitas penulisannya. Jadi pertimbangan

pokoknya bukan pada kualitas puisi itu sendiri, sehingga teks puisi

dapat dikategori sebagai karya seni jika itu ditulis oleh penyair

ternama, atau yang dianggap penyair oleh masyarakat pada masanya

maupun pada zaman sesudahnya.

c. Unsur idealis karya puisi menyiratkan adanya keindahan susunan kata

sekaligus juga mengandung pesan yang bermanfaat bagi pembacanya.

Dengan sendirinya karya termaksud telah dicetak akan dipublikasikan

35
kepada khyalayak, serta ditulis oleh penyair populer, mengandung

pesan dan nilai-nilai tertentu sesuai dengan keperluan, perkembangan

dan perubahan sosial budaya disekitar pembacanya.

3. Makna Puisi dalam Seni Baca Puisi

Dalam konteks seni baca puisi, unsur idealis termaksud di atas

dapat dijadikan sebagai dasar ekspresinya, sehingga makna puisi yang

hendak disampaikan memiliki kemungkinan estetik yang lebih beragam

untuk didengar, dirasakan dan dinikmati oleh audiensnya. Sekecil apa pun

makna puisi mesti ditemukan dalam diri seorang pembaca dan kemudian

diwujudkan kembali melalui ekspresi suara, gerak tubuh, emosi dan

perasaannya. Selain itu tersirat juga adanya bantuan bagi seorang pembaca

puisi untuk melakukan proses pelatihan, pendalaman dan pemahaman

yang terkait dengan unsur pokok seni baca puisi (Salad, 2014:147-150).

2.1.13 Unsur Pokok Seni Baca Puisi

Prinsip baca puisi ialah melisankan teks puisi, dan karena itu tidak

mungkin dilakukan oleh seorang tunawicara. Prinsip demikian merupakan bagian

dari ekspresinya untuk menjalin komunikasi dengan audiens. Jika seni baca puisi

mengabaikan hal ini, tentu saja, hakikat puisi akan kembali ke dalam bentuk

tulisan yang bersifat literer, dan pembaca puisi menjadi tak berfungsi

sebagaimana mestinya. Sebagaimana seni pertunjukan, seni baca puisi hanya

dapat dilaksanakan jika memenuhi unsur-unsur pokok sebagai berikut:

1. Adanya teks puisi, atau karya sastra yang dinyatakan oleh

pengarangnya sebagai puisi, dipublikasikan sebagai karya puisi, dan

dianggap pembacanya sebagai puisi. Teks puisi bukan pula merupakan

36
potongan, petikan, bagian dari puisi panjang, atau bagian dari cerita

pendek dan novel.

2. Adanya pembaca puisi, deklamator, aktor atau orang yang memiliki

kemampuan untuk mengucapkan, melisankan menyuarakan teks puisi.

Dengan sendirinya pembaca itu mesti manusia dan dapat dilihat

dengan kasat mata.

3. Adanya panggung pertunjukan, atau area tertentu yang telah

dipersiapkan sebagai tempat berekspresi bagi pembaca puisi. Baik itu

tanpa atau menggunakan alat pendukung seperti mimbar, podium,

meja dan lain sebagainya.

4. Adanya penonton, atau audiens yang dengan sengaja hadir/dihadirkan

untuk menyaksikan. Penonton juga bisa dimaknai sebagai sejumlah

orang yang berbeda disekitar panggung pertunjukan(Salad. 2014:151).

2.1.14 Metode Teknik dan Gaya

Dalam pengertian yang lebih khusus, aspek teoretik seni baca puisi

menuntut adanya disiplin tertentu yang merujuk pada metode, teknik dan gaya.

Metode berkaitan dengan sistem pengetahuan dan apresiasi sastra. Teknik

berkaitan dengan konsep dasar seni pertunjukan, proses pelatihan dan persiapan,

serta cara-cara yang dapat dikembangkan oleh para pelakunya. Sedangkan gaya

menunjuk pada fakta-fakta perwujudan bentuk ekspresi yang dapat di dengar dan

disaksikan oleh audiensnya. Gaya juga berkaitan dengan potensi suara, bentuk

tubuh, imajinasi dan pikiran yang menjadi medium utamanya. Sehingga dengan

memahami aspek-aspek teoretik tersebut seni baca puisi dapat dipelajari dan

diajarkan sebagai wacana budaya yang bersifat estetis sekaligus juga pragmatis.

37
Seni baca puisi bukanlah sekedar cara untuk menyuarakan bunyi kata, tetapi juga

mewujudkan citra, bentuk visual, emosi, pikiran, rasa, keindahan, kenikmatan

kesedihan dan kebahagiaan yang ditafsirkan dari dalam kandungan makna puisi.

1. Metode Interprestasi

Metode berasal dari yang kata methodos, yang berarti cara atau

jalan untuk mencapai tujuan. Dalam konteks, bahasan ini metode diartikan

sebagai jalan untuk mengetahui dan memahami objek yang menjadi

sasaran dalam seni baca puisi. Objek utama dalam seni baca puisi ialah

makna puisi. Sedangkan jalan yang dapat ditempuh untuk itu dalam ilmu

sastra disebut interpretasi. Proses intepretasi dapat dilakukan melalui cara

yang berbeda-beda. Perbedaan itu antara lain disebabkan oleh tidak adanya

kaidah-kaidah pokok yang dapat dijadikan patokan dan disepakati bersama

oleh para ahli sastra. Satu pihak beranggapan bahwa kemampuan untuk

memahami dan menjelaskan makna puisi itu bukan saja ditentukan ole

kaidah-kaidah ilmu sastra, namun juga didasarkan atas penguasaan

terhadap disiplin-disiplin ilmu lain yang mendukungnya. Sebagian lain

berpendapat bahwa interpretasi tidak mungkin dapat dilakukan tanpa

adanya kaidah-kaidah tertentu yang menjadi landasan teoretiknya. Namun

ada juga yang beranggapan bahwa interpretasi merupakan proses untuk

memahami makna, maksud, pesan dan amanat puisi sesuai dengan

kemampuan individu yang bersangkutan.

2. Teknik Vokalisasi

Teknik bersal dari kata techne,yang berarti kemampuan untuk

membuat atau mengerjakan sesuatu yang disertai dengan pengertian dan

38
pemahaman terhadap prinsip-prinsip dasarnya. Dalam seni baca puisi,

teknik berarti kemampuan untuk mengelolah dan menentukan kualitas

suara, gerak tubuh dan isyarat dengan motivasi, alasan atau pertimbangan

tertentu yang dapat dipahami oleh dirinya sendiri maupun orang yang

mendengarnya.

Teknik merupakan sarana, alat, media untuk mengekspresikan

unsur-unsur makna, ide dan gagasan pokok puisi. Semakin baik

penguasaan dan kemampuan teknik yang dimiliki seorang pembaca puisi,

semakin baik pula perwujudan bentuk ekspresinya. Oleh sebab itu, teknik

merupakan sarana mutlak yang diperlukan oleh seorang pembaca puisi.

Dengan kata lain, tanpa mengenal dan menguasai adanya teknik berkaitan,

seorang tidak mungkin dapat melakukan aksi baca puisi dengan baik.

Teknik dalam seni baca puisi disebut juga vokalisasi. Yaitu cara-

cara pengucapan atau pelafalan huruf dan kata-kata melalui kekuatan lisan,

sehingga teks dan makna puisi dapat didengar, dirasakan, dinikmati dan

sekaligus mampu menjalin hubungan komunikasi dengan audiensnya.

Dengan demikian, vokalisasi merupakan bagian penting dari teknik dalam

seni baca puisi. Sedangkan vokalisasi dapat dikenali ekspresinya melalui

susunan suara yang disebut artikulasi, intonasi dan diksi.

a. Artikulasi

Artikulasi merupakan bagian dasar dari susunan suara. Tanpa

adanya artikulasi, susunan suara tidak memiliki arti bagi orang yang

mendengarnya. Artikulasi mengandung pengertian sebagai cara-cara

melafalkan huruf dan suku kata dengan suara yang jelas dan tegas

39
sesuai dengan karakter fonologis bahasa yang digunakan. Kesalahan

atau ketidak jelasan dalam mengucapkan huruf dan suku kata dalam

seni baca puisi, akan mengakibatkan kesalahan lain yang terkait

dengan teks dan makna puisi yang dibacakan.

b. Intonasi

Jika artikulasi merupakan fondasi dari susunan suara, intonasi

adalah bentuk bangunan dari keseluruhan susunan suara. Dengan

intonasi itu teks puisi dapat didengar melalui unsur volume, nada dan

tempo. Volume berkaitan dengan lambat dan cepatnya suara.

Sedangkan tempo berkaitan dengan lambat dan cepatnya suara. Oleh

karena, adanya tiga unsur tersebut, intonasi dapat dimaknai pula

sebagai susunan suara yang mengandung lagu atau irama. Sehingga

melalui intonasi itu ekspresi keindahan suara dalam seni baca puisi

dapat dinikmati oleh audiensnya.

c. Diksi

Selain intonasi, ekspresi keindahan suara dalam seni baca puisi

juga didasarkan pada pengolahan diksi. Intonasi menyusupkan

keindahan suara melalui telinga, sedangkan diksi melahirkan

keindahan suara melalui rasa. Dengan kata lain, intonasi merupakan

sarana untuk menyampaikan teks puisi, sedangkan diksi merupakan

sarana untuk menghadirkan jiwa, ruh atau makna puisi. Pengolahan

diksi dapat dilakukan dengan mencari, merenungkan dan memilih kata,

gabungan kata, kalimat dan baris-baris puisi puisi yang dianggap

penting dan perlu ditekankan dalam pengucapannya. Sehingga makna

40
puisi dapat menyatu dengan keseluruhan ekspresi yang diwujudkan

melalui susunan suara.

3. Gaya Representasi

Di samping interprestasi dan vokalisasi, gaya merupakan unsur lain

yang menjadi bagian pennting dari seni baca puisi. Gaya memiliki arti

yang sama dengan style, atau bentuk perwujudan ekspresi secara

keseluruhan seorang pembaca di atas panggung. Gaya juga merupakan

variasi bentuk ekspresi yang bersifat spontan sebagai respons terhadap

situasi dan peristiwa tertentu yang ditampilkan seseorang dalam

pembacaan puisi. Oleh karena itu, gaya memiliki sifat kreatif yang khas

dan personal sehingga tidak ada kriteria khusus yang dapat ditetapkan.

Namun demikian, dari keterangan tersebut tersirat pula adanya unsur-

unsur definitif yang dapat dipakai untuk mendekatinya, bahwa gaya dalam

seni baca puisi adalah:

a. Variasi ekspresi suara dan gerak tubuh yang ditampilkan oleh

seorang pembaca puisi.

b. Bentuk ekspresi keseluruhan di atas panggung yang dapat dilihat

oleh penonton.

c. Karakter suara, tubuh dan mimik yang bersifat khusus dan hanya

dimilki oleh seorang pembaca puisi.

d. Ekspresi tertentu yang dilakukan secara, dan dijadikan kebiasaan

oleh seorang pembaca puisi.

e. Pemakaian media tertentu untuk mencapai efek tertentu yang telah

disiapkan oleh pembaca puisi.

41
f. Peniruan atau pengembangan terhadap gaya baca puisi tokoh atau

orang tersebut yang menjadi idolanya.

g. Ekspresi seorang pembaca puisi yang bersifat khas dan tidak

dimiliki atau ditiru oleh orang lain. Karena itu, gaya merupakan

aktivitas kreatif yang bersifat individual dan subjektif (Salad, 2014:

153-159).

2.1.15 Ragam Bentuk dan Jenis Puisi

Secara umum, segala bentuk dan jenis puisi memiliki kemungkinan untuk

disuarakan atau dilisankan oleh seorang pembaca puisi. Akan tetapi tidak setiap

puisi mengandung unsur pelisanan yang sesuai dengan potensi tubuh dan suara

sang pembaca. Oleh karena itu, kegiatan memilih dan menentukan ragam dan

jenis puisi yang sesuai dengan orientasinya, merupakan hal utama yang tidak bisa

diabaikan. Proses mencari, memilih dan menentukan puisi mana yang akan

dibaca, sekurangnya dapat didasarkan pada beberapa hal yang berkaitan dengan

ragam bentuk dan jenis puisi. Dalam konteks seni baca puisi, ragam bentuk dan

jenis puisi dapat dipilah menjadi dua, yakni “puisi kamar” dan “puisi auditorium”.

Kedua istilah ini dicetuskan oleh Leon Agusta pada akhir 70-an. Melalui

pembacaan antologi puisi -Hukla -di Teater Arena, Taman Ismail Marzuki, pada

22 November 1977 Leon Agusta memberi penjelasan singkat. Yang disebut puisi

kamar ialah jenis-jenis puisi yang bersifat konteplatif, sunyi, tenang dan stubil,

sehingga hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk diekspresikan atau

dilisankan diruang publik. Sedangkan puisi auditorium merupakan jenis-jenis

puisi yang kaya makna, imaji dan suasana, sehingga jenis puisi ini sangat cocok

untuk ditampilkan melalui panggung pertunjukan atau pembacaan puisi yang

42
bersifat massal, disuatu tempat dan waktu tertentu yang dihadiri oleh khalayak

umum.

1. Puisi Lirik

Puisi lirik merupakan jenis puisi yang mengutamakan gambaran

susana hati, perasaan, pengalaman dan penghayatan, perenungan dan

pemikiran yang bersifat individual dan subjektif dari penyairnya. Sehingga

itu, hampir semua teks puisi yang tergolong dalam jenis ini tidak

menunjuk atau melukiskan sebua peristiwa atau kejadian tertentu yang

diketahui orang banyak. Oleh karenanya, puisi lirik bisa juga

dipersamaakan dengan istilah puisi inpresif.

2. Puisi Simbolik

Semua teks sastra, termasuk puisi, pada dasarnya memang bersifat

simbolik. Akan tetapi, dalam pengertian ini atau kaitannya dalam seni baca

puisi, puisi simbolik lebih dimaksudkan sebagai bentuk puisi yang bersifat

abstrak. Atau jenis-jenis puisi yang banyak mengandung kata, susunan

kata, baris kalimat dan bait, serta susunan huruf-huruf dan tanda baca yang

tidak mudah dipahami arti dan maknanya. Bahkan juga terkesan sulit

untuk diucapkan atau dilisankan tanpa mendalami hal-hal yang

tersembunyi dibalik kata-kata itu sendiri. Oleh karenanya, puisi simbolik

sering dipersamakan dengan istilah puisi surealis atau puisi gelap.

3. Puisi Naratif

Puisi naratif merupakan bentuk puisi bertutur, bercerita atau

berkisah. Puisi demikian biasanya mengandung sebuah alur atau jalan

cerita yang memiliki urutan waktu: pagi, siang, sore atau masa kecil,

43
remaja, dewasa, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, pisi naratif sering

juga disebut juga puisi prosaik, atau bentuk puisi yang berusaha untuk

mengisahkan sebuah peristiwa tertentu yang pernah dialami dan atau

disaksikan oleh penyairnya dalam kehidupan nyata. Bentuk-bentuk teks

puisi ini memiliki kecendrungan menggunakan bahasa sehari-hari, yang

bersifat komunikatif dan sederhana sehingga mudah dipahami atau dicerna

oleh pembaca maupun pendengarnya.

4. Puisi Dramatik

Puisi dramatik sering didekatkan dengan jenis puisi balada, atau

puisi panjang yang di dalamnya tersurat adanya unsur tokoh dan karakter,

dialog, serta konflik dan peristiwa. Bahkan, bisa dinyatakan bahwa puisi

dramatik merupakan bentuk puisi yang sengaja ditulis dengan teknik

tertentu untuk mencapai keindahan yang bersifat audial maupun visual.

Sehingga puisi tersebut memiliki pesona estetis untuk didramakan,

dibacakan atau dilisankan (Salad, 2014: 188-199).

2.1.16 Proses Pelatihan Baca Puisi

Bagian pokok dalam seni baca puisi ialah bagaimana cara terbaik untuk

menyuarakan, mengucapkan, atau melisankan susunan huruf dan kata dari sebuah

teks baca puis. Karena pada akhirnya, kriteria dalam penilaian seni baca puisi

sama sekali tidak didasarkan pada teks puisi itu sendiri. Maka, ketika sebuah puisi

telah dibacakan, tak ada alasan bagi audiens, penonton dan pendengarnya untuk

menilai apakah teks puisi itu baik atau kurang baik. Dengan demikian, apa yang

dimaksud proses pelatihan disini, harus dipahami dan diarahkan tujuannya pada

upaya-upaya untuk memaksimalisasi potensi suara yang dimiliki oleh seorang

44
pembaca puisi. Sehingga dengan pelatihan itu, seorang pembaca puisi diharapkan

mampu menyuarakan, mengucapkan atau melisankan apa pun bentuk dan jenis

teks puisi telah dipilihnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, proses pelatihan dapat

dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang berkaitan dengan olah pernapasan

dan olah vokal. Olah pernapasan berfungsi untuk memberdayakan, mengatur dan

memanfaatkan sumber energi dalam tubuh. Sedangkan olah vokal bertujuan untuk

memberdayakan, mengatur dan memanfaatkan kekuatan pita suara dalam

tenggorokan.

Latihan pernapasan dalam seni baca puisi memiliki kesamaan dengan olah

pernapasan dalam dunia keaktoran, atau proses latihan dasar teater. Dalam seni

baca puisi selalu muncul unsur-unsur yang melebihi puisi itu sendiri, dan

berkaitan secara langsung dengan kepribadian seorang pembaca puisi dalam

mengeluarkan, menunjukan, mengekspresikan makna yang tersirat dari teks puisi.

Dengan kata lain, keberhasilan seni baca puisi sangat ditentukan oleh kemampuan

intelektualitas dan imajinasi, suasana hati dan emosi, persiapan dan kosentrasi

pembaca. Selain itu keberhasilan juga didukung oleh proses kreatif yang ditempuh

melalui latihan pengucapan dan penandaan.

a. Latihan Pengucapan

Latihan Pengucapan memiliki hubungan langsung dengan cara-

cara mengungkapkan jiwa puisi. Jiwa puisi selalu muncul secara tersurat

melalui diksi, atau susunan kata dan frasa yang digunakan oleh penyair

untuk mewakili makna pokok sebuah puisi. Sedangkan diksi dapat dicari

dan ditemukan dengan cara memilih susunan kata-kata yang berkaitan

dengan tema/judul puisi. Pembaca puisi yang baik senantiasa dituntut

45
untuk mencari dan menemukan jiwa puisi, serta berlatih dan berupaya

semaksimal mungkin dapat mengekspresikan jiwa puisi tersebut melalui

karakter vokal yang dimiliki. Maka itu, latihan pengucapan ini sangat

diperlukan agar seorang pembaca puisi memiliki daya kreatif sebagai

berikut.

 Mampu memaksimalkan potensi suaranya lebih dari vokal yang

biasa digunakan dalam percakapan sehar-hari.

 Mampu mengucapkan, melisankan atau melafalkan puisi dengan

artikulasi yang jelas dan dapat didengar oleh audiens.

 Mampu memberi alasan pada pilihan intonasi, irama, dan nada

yang hendak diekspresikan.

 Mampu menanggapi atau memahami suasana puisi sesuai

kemampuan dan potensi kreatif yang dimiliki.

 Mampu menangkap dan mengekspresikan makna pokok yang

diisyaratkan oleh teks puisi.

 Mampu menyimpulkan dan menghayati pesan puisi, serta dapat

mengekspresikannya sesuai karakter vokal dan suara yang dimiliki.

b. Latihan Penandaan

Untuk memperoleh hasil yang lebih sempurna, proses latihan

dalam seni baca puisi dapat juga dilakukan dengan cara memberi “tanda

pembaca” pada teks puisi. Khususnya bagi pemula, latihan penandaan ini

sangat diperlukan. Latihan penandaan dimaksud ialah memberi tanda-

tanda tertentu dalam teks puisi, baik itu diletakkan dalam baris kalimat,

susunan kata maupun diantara suku kata. Penandaan dapat juga diletakkan

46
atau ditentukan oleh seorang pelati, sehingga tanda-tanda itu dapat

dipahami oleh siapa saja yang hendak mengembangkan bakatnya dalam

seni baca puisi (Salad, 2014: 238-242).

Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dalam membaca puisi

atau sebuah teks puisi seorang pembaca atau deklamator harus memahami

langkah-langkah dalam membaca puisi misalnya dengan memperhatikan asepek-

aspek dalam berpuisi, vokal, intonasi dan gerak tubuh.

2.1.17 Cara-Cara Memahami Puisi

Dalam kajian sastra, khususnya dalam ilmu kritik sastra banyak teori yang

dapat digunakan untuk memahami puisi. Ada tiga cara untuk menilai dan

memahami puisi; yaitu secara mimetik, ekspresif, dan objektif. Memahami puisi

secara mimetik dapat ditempuh dengan jalan menghubungkan teks puisi dengan

situasi dan kondisi masyarakat pada masa ketika puisi itu ditulis. Sedangkan

memahami puisi secara ekspresif, memiliki arahan untuk menghubungkan teks

puisi dengan biografi, pemikiran dan aktivitas sosial penyairnya. Memahami puisi

secara mimetik dan ekspresif, seringkali mengalami hambatan yang disebabkan

oleh kurang tersedianya bahan atau pengetahuan yang diperlukan. Oleh karena itu,

disediakan pula jalan memahami puisi secara objektif. Dimana seseorang dapat

menikmati, menilai dan memahami puisi berdasarkan susunan kata dan kalimat

dalam puisi itu sendiri. Di bawah ini terurai cara alternatif yang diharapkan dapat

membantu untuk memahami makna puisi secara terpisah atau berurutan. Artinya,

jika cara pertama belum dapat menghasilkan penafsiran, dapat juga ditempuh cara

berikutnya. Sehingga pembaca puisi, mengerti betul makna tersirat maupun

tersurat dari puisi yang akan dibacakan.

47
1. Membaca Puisi secara Keseluruhan

Untuk mendapatkan gambaran awal yang bersifat umum mengenai

makna puisi, seseorang perluh membaca keseluruhan teks puisi secara

berulang-ulang. Dengan kata lain, jangan sampai teks puisi tersebut hanya

dibaca dan dipahami secara sepotong-potong. Sehingga kandungan isi

yang tersirat dari puisi itu dapat ditangkap, dihayati, dan diresapi makna

pokoknya.

2. Memahami Puisi dari Judulnya

Makna puisi dapat juga diselami melalui apa-apa yang tersirat

maupun tersurat dari judulnya. Pada umumnya, judul menggambarkan

makna dari keseluruhan puisi. Judul juga sering dinyatakan sebagai pintu

utama untuk memasuki makna tersembunyi dari sebuah puisi.

3. Mencari Arti dan Makna Kata

Setiap orang yang berproses dalam pembaca puisi, diperlukan

pengetahuan yang cukup mengenai arti dari sebuah kata, persamaan,

kebalikan, maupun perbedaannya dengan kata lain yang berdekatan.

Sehingga dengan sendirinya, setiap teks puisi memiliki kata atau susunan

kata yang telah dipilih dan dipertimbangkan oleh penciptanya (penyairnya)

sesuai dengan arti dan makna yang diharapkan, maupun yang membias

dan terselubung dari perwujudan ekspresi puisi itu sendiri. Untuk

menemukan maksud tersembunyi dari kata atau susunan kata, seorang

pembaca perlu berupaya mencari arti dan makna kata yang dominan atau

dianggap penting di dalam teks puisi. Sehingga baris dan bait puisi itu

dapat dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh.

48
4. Mengubah Puisi ke dalam Prosa

Memahami puisi dapat juga dilakukan dengan menambahkan

kalimat prosaik di sela susunan kata, baris dan bait puisi. Sehingga teks

puisi yang rumit, seakan berubah menjadi kalimat sehari-hari, seperti

bahasa lisan atau tulisan pada umumnya (Salad, 2014: 227-235).

Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa untuk menjadi

orang deklamator yang baik harus mempunyai pengetahuan dan

keterampilan. Sehingga mampu memahami makna, atau pesan yang

tersirat dalam puisi yang dibacakan. Dalam hal ini siswa kelas VII SMPN

3 Ruteng Watu Benta harus mampu memahami aspek-aspek yang

terkandung dalam membaca puisi. untuk menjadi seorang deklamator yang

baik siswa harus memperhatikan intonasi, vokal,volume suara dan gerak.

2.2 Penelitian Relevan

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan atau menganalisis

keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

Alasan penelitian ini dilakukan adalah karena pada pembelajaran bahasa

Indonesia semester II terdapat materi tentang membaca puisi, maka peneliti telah

melakukan observasi dan wawancara saat melakukan praktek pengalaman

lapangan di SMPN 3 Ruteng Watu Benta, peneliti memperoleh informasi dan data

sehingga peneliti menangkat judul “KETERAMPILAN MEMBACAKAN PUISI

SISWA KELAS VII SMPN 3 RUTENG WATU BENTA”. Adapun penelitian-

penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah:

49
1. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Yeni

Syamsiati 2012 yang berjudul “peningkatan keterampilan membaca puisi

dengan menggunakan metode latihan di kelas V SDN Sungai Raya,

kabupaten Kubu Raya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran

melalui metode ini dapat meningkatkan keterampilan membaca puisi siswa

kelas V SDN Sungai Raya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di atas,

ditemukan adanya persamaan dan perbedaan dianataranya adalah memiliki

persamaan dengan penulis yaitu sama-sama melakukan tentang

keterampilan membaca puisi. Sedangkan perbedaannya yaitu Yeni

Syamsiati meneliti tentang keterampilan membaca puisi dengan

menggunakan metode latihan di depan kelas siswa kelas V SDN Sungai

Raya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran melalui metode

ini mampu meningkatkan keterampilan membaca puisi siswa kelas V SDN

Sungai Raya, sedangkan yang dilakukan oleh peneliti adalah keterampilan

membaca puisi di SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

2. Penelitian Kartikasari F. Yang berjudul Pembelajaran Membaca

Puisi Jendral Ahmad Yani Karya Kartikasari Fadillah Dengan Metode

Pembelajaran Cooperative Script. Penelitian ini bertujuan untuk

memperkenalkan materi pembelajaran membaca puisi dengan

metode cooperative script. Pembelajaran membaca puisi pada kelas X SMA

ada pada Standar Kompetensi (SK) 7. Memahami wacana sastra melalui

membaca puisi dan sastra dan Kompetensi Dasar (KD) 7.1 Membaca puisi

dengan lafal, nada, tekanan dan intonasi. Indikator yang hendak dicapai

50
dari SK dan KD tersebut meliputi membaca puisi dengan memperhatikan

lafal, nada, tekanan dan intonasi yang sesuai dengan isi puisi; membahas

pembacaan puisi berdasarkan lafal, nada, tekanan dan intonasi;

memperbaiki pembacaan puisi yang kurang tepat.

Indikator tersebut dapat dicapai dengan metode pembelajaran cooperative

script. Metode cooperative script diaplikasikan melalui langkah-langkah

pembelajaran pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di atas,

ditemukan adanya persamaan dan perbedaan diantaranya ialah memiliki

persamaan dengan penulis yaitu sama-sama melakukan penelitian tentang

keterampilan membaca puisi pada membaca puisi, tetapi perbedaannya yaitu

Kartikasari F. Meneliti tentang Membaca Puisi Jendral Ahmad Yani Karya

Kartikasari Fadillah Dengan Metode Pembelajaran Cooperative Script. penelitian

ini menyimpulkan bahwa pembelajaran melaui metode ini mampu meningkatkan

Pembelajaran membaca puisi pada kelas X SMA. Sedangkan yang dilakukan oleh

peneliti adalah keterampilan membaca puisi pada satu sekolah yaitu di SMPN 3

Ruteng Watu Benta

2.3 Landasan Berpikir

Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan tentang keterampilan

membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta belum mencapai

harapan yang diinginkan. Dikatakan demikian karena berdasarkan wawancara

yang tidak terstrukur yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang guru

bahasa Indonesia kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta, peneliti memperoleh

informasi bahwa keterampilan membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3

51
Ruteng Watu Benta masih sangat jauh dari apa yang diharapkan. Hal tersebut

dibuktikan bahwa dalam proses kegiatan membaca di dalam kelas ternyata masih

terdapat siswa yang kurang efektif dan kurang mampu membaca dengan baik

terutama dalam membaca puisi sangat rendah karena tidak memperhatikan aspek-

aspek dalam membaca puisi yaitu: pelafalan, intonasi, volume suara dan gerak

tubuh. Oleh karena itu pembelajaran tentang membaca puisi perluh diterapkan

kepada siswa untuk meningkatkan keterampilan daya membaca siswa serta berani

untuk membacakan puisi di depan umum.

Keterampilan membaca puisi merupakan salah satu aspek yang perluh

dikembangkan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa, terutama pada siswa

kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Puisi merupakan salah satu karya sastra

yang dapat menjadi wahana curahan perasaan pengarang, ide atau gagasan, serta

dapat pula sebagai media untuk menyuarakan hati nuraninya. Pengungkapan

bahasa dalam puisi sering menggunakan makna-makna simbolis, sehingga tidak

jarang terjadi penafsiran makna yang berbeda-beda dalam memakna sebuah puisi.

Puisi dapat mengekspresikan emosi, suasana hati, rasa pesona, kagum, keresahan,

kegelisahan, dan suasana hati lainnya. Unsur utama dalam melakukan atau

membacakan puisi di depan umum adalah harus mempunyai keberanian agar tidak

terjadi gugup atau demam panggung. Membacakan puisi merupakan kegiatan

yang sangat mudah jika seseorang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam

membacakan puisi. Namun, seseorang tidak memiliki pengetahuan dan

keterampilan serta pengalaman dalam membaca puisi seseorang dapat

menimbulkan kesulitan bagi diri pembaca.

52
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini

memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada

saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha

mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa

memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Tujuan utama dari

penelitian deskriptif adalah berusaha memberikan gambaran secara sistematis dan

cermat fakta-fakta aktual dan sifat-sifat populasi tertentu. Masalah yang

dideskripsikan dalam penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan

membacakan puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta Kecamatan

Rahong Utara Kabupaten Manggarai pada semester genap tahun 2017/2018.

Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti tentang bagaimana keterampilan

membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

53
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Dan Prosedur Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu

gejala, peristiwa kejadian yang terjadi saat sekarang (Trianto, 2010: 197).

Penelitian deskriptif memutuskan perhatian kepada masalah-masalah aktual

sebagaimana adanya saat penelitian berlangsung. Tujuan utama dari penelitian

deskriptif adalah berusaha memberikan gambaran secara sistematis dan cermat

fakta yang aktual dan sifat-sifat populasi tertentu.

Masalah yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini adalah

keterampilan membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

Kecamatan Rahong Utara Kabupaten Manggarai pada semester genap tahun

2018/2019. Dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti hanya

menganalisi tentang keterampilan membaca puisi siswa kelas VII semester II

SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

3.1.2 Prosedur Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka

akan melaksanakan prosedur penelitian sebagai berikut:

54
3.1.2.1 Tahap Perencanaan Penelitian

1. Sebagai Peneliti hal pertama yang dilakukan oleh peneleti ialah

melakukan pendekatan kepada sekolah yang akan dipilih sebagai tempat

penelitian, yang kedua peneliti akan melakukan pendekatan kepada

kepala sekolah sebagai pemimpin di suatu sekolah di SMPN 3 Ruteng

Watu Benta untuk menyampaikan hal-hal yang akan dilakukan oleh

peneliti pada saat melakukan penelitian. peneliti akan dilaksanakan pada

sekolah tersebut pada semester genap tahun 2018/2019.

2. Peneliti akan memberikan surat pengajuan permohonan izin untuk

melaksanakan penelitian pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta Kecamatan Rahong Utara Kabupaten Manggarai.

3. Peneliti akan menyiapkan teks puisi untuk dibacakan oleh siswa yang

menjadi objek penelitian tersebut dengan memperhatikan aspek

intonasi, pelafalan, kontak pandang, volume suara dan gestur tubuh.

Yang akan digunakan oleh peneliti adalah mengumpulkan data tentang

kemampuan membaca puisi di kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta .

3.1.2.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian Atau Pengumpulan Data

1. Peneliti melakukan observasi secara langsung terhadap proses

pembalajaran membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu

Benta. Dalam proses pembelajaran peneliti akan memperhatikan teknik

membaca puisi yang diterapkan oleh siswa pada saat membaca puisi

dengan memperhatikan aspek dalam membaca puisi seperti: aspek

pelafalan, intonasi, kontak pandang, volume suara, dan gestur tubuh.

55
2. Peneliti akan menyediakan lembar pengamatan untuk menulis hal yang

yang akan diteliti saat siswa membacakan teks puisi, dengan

memperhatikan aspek dalam membaca puisi . Kegiatan pengamatan

ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan

membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Dalam

penelitian ini Siswa diminta untuk membaca sebuah puisi yang telah

disediakan oleh peneliti.

3. Peneliti akan mengumpulkan data berupa lembar pengamatan yang

dipegang oleh peneliti dari hasil siswa saat membaca puisi.

3.1.2.3 Tahap Analisis atau Pengelolaan Data

1. Data tentang keterampilan membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3

Ruteng Watu Benta yang telah dikumpulkan selanjutnya akan

dianalisis. Tahap analisis yaitu peneliti mengelompokkan atau

memilah data sesuai dengan aspek yang dinilai, yaitu aspek kebenaran

saat siswa sedang membacakan puisi dan memperhatikan aspek-aspek

yang telah ditentukan dalam membaca puisi. Artinya sisiwa membaca

teks puisi dengan memperhatikan lima apek pokok dalam membaca

teks puisi yang ditentukan oleh peneliti saat awal membaca sampai

akhir, dan dipilahkan dengan siswa yang tidak memenuhi lima aspek

pokok dalam membaca puisi. Data yang dianalisis berupa lembar hasil

observasi pembelajaran membaca puisiyang dipegang oleh peneliti

saat siswa membaca teks puisi.

2. Data yang diperoleh dari siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

selanjutnya akan dianalisis guna dideskripsikan hasilnya.

56
3.1.2.4 Bagan Metodelogi Tahap Perencanaan Penelitian

METODE
PENELITIAN

JENIS PENELITIAN DAN PROSEDUR


PENELITIAN

JENIS PROSEDUR
PENELITIAN PENELITIAN

KUALITATIF
DESKRIPTIF

TAHAP PERENCANAAN
PENELITIAN

TAHAP PELAKSANAAN
PENELITIAN ATAU
PENGUMPULAN DATA

TAHAP ANALISIS ATAU


PENGELOLAAN DATA

57
3.2 Latar Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019.

Yang menjadi latar dalam penelitian ini adalah siswa SMPN 3 Ruteng Watu Benta

Siswa kelas VII Kecamatan Rahong Utara Kabupaten Manggarai. Penelitian ini

dilaksanakan sesuai jadwal yang diberikan kepala sekolah kepada peneliti.

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

3.3.1 Subjek Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneiliti yang menjadi subjek

utama dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta

yang berjumlah 29 orang siswa. Dari 29 orang siswa tersebut ,terdapat 13 orang

siswa perempuan dan 16 orang siswa laki-laki.

3.3.2 Objek Penelitian

Yang menjadi objek utama dalam penelitian ini adalah keterampilan

membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Dalam hal ini,

peneliti akan mengamati siswa pada saat membaca puisi . Hal yang akan diamati

oleh peneliti dalam penelitian ini berkaitan dengan teknik yang digunakan siswa

pada saat membaca puisi dengan memperhatikan aspek pelafalan, intonasi, kontak

pandang, volume suara, dan gestur tubuh.

58
3.4 Data dan Sumber Data

3.4.1 Data

Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan

masih memerlukan adanya suatu pengolahan. Data bisa berujut suatu keadaan,

gambar, suara, huruf, angka, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya yang bisa kita

gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian ataupun suatu

konsep. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data deskriptif kualitatif

yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Data yang akan dikumpulkan

oleh peneliti adalah informasi tentang keterampilan membaca puisi siswa kelas

VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta Kecamatan Rahong Utara Kabupaten

Manggarai. Informasi yang akan dikumpulkan berupa lembar pengamatan yang di

dalamnya memuat aspek-aspek telah ditentukan dalam membaca puisi.

3.4.2 Sumber Data

Kegiatan awal dalam proses penelitian adalah menentukan sumber data.

Data dalam sebuah penelitian, merupakan bahan pokok yang dapat diolah dan

dianalisi untuk menjawab masalah penelitian. Agar data yang akan diambil sesuai

dengan kebutuhan penelitian maka, terlebih dahulu harus dipilih dan ditentukan

sumber datanya (Trianto, 2010:253).

Yang menjadi sumber data utama yang akan dianalisis oleh peneliti

bersumber dari siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta Kecamatan Rahong

Utara Kabupaten Manggarai. Data yang dikumpulkan oleh peniliti yaitu yang

pertama, data menta . Data mentah adalah data yang diperoleh dari siswa berupa

lembar pengamatan yang dipegang oleh peneliti melalui membaca teks puisi siswa

59
kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Yang kedua adalah menganalisi data jadi.

Data jadi adalah data yang diolah dari lembar hasil pengamatan untuk dianalisis

lebih lanjut guna untuk mendapatkan hasil keterampilan membaca puisi siswa

kelas VII SMP.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data hakikatnya adalah cara-cara yang dapat

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, Suharsimi Arikunto ( Trianto,

2010: 262). Metode yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini

adalah metode observasi. Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai

pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indra untuk

mendapatkan data.Teknik pelaksanaan observasi yaitu peneliti membagikan teks

puisi kepada setiap siswa. Dimana pada saat siswa membaca teks puisi peneliti

mengamati secara langsung.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari peneliti adalah mendapatkan data tanpa

mengetahu teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2015: 308).

Dalam hal ini cara yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data.

Adapun teknik pengumpulan data dilkukan dengan menggunakan observasi.

Teknik observasi yang digunakan peneliti guna untuk memperoleh data tentang

meningkatkan keterampilan membaca puisi, sedangkan tes yang digunakan dalam

60
penelitian ini adalah tes penampilan siswa. Tes yang dimaksudkan adalah

bagaimana cara siswa menyampaikan puisi dengan baik dan benar.

3.6 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus

“divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang

selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen

meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan

wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek

penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Penelitian kulaitatif sebagai

human instrumen, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis

data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atau semuanya (Sugiyono 2010:

22).

Masalah yang akan diobservasi dalam penelitian ini adalah keterampilan

membaca puisi siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes penampilan (Trianto, 2010:

264). Tes dapat berupa serentetan pertanyaan, lembar kerja atau sejenisnya yang

dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat dan

kemampuan dari subjek peneliti. Lembar instrumen yang berisi serangkaian aspek

yang digunakan oleh peneliti untuk menilai keterampilan membaca puisi siswa.

Tes yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah memberikan teks puisi

kepada siswa dengan catatan peneliti mengamati saat siswa sedang membaca puisi

61
untuk memperhatikan lima aspek dalam membaca puisi yaitu aspek pelafalan,

intonasi, kontak pandang, volume suara, dan gestur tubuh.

Contoh lembar pengamatan atau lembar observasi yang digunakan oleh peneliti.

Aspek Yang Dinilai

No Nama Sikap Sk Presen


Siswa or tasi
Pelafalan Intonasi
Kontak Volume Gestur
Pandang Suara Tubuh
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1

...

29

Keterangan Penskoran.

 Pelafalan

4 : Sangat jelas : artikulasi sangat jelas, berbunyi nyaring, sesuai denga

bunyi fonem.

3 : Jelas : artikulasi jelas, berbunyi nyaring, sesuai dengan bunyi

fonem.

2 : Kurang jelas : artikulasi jelas, sesuai dengan bunyi fonem, kurang

nyaring.

1 : Tidak jelas : artikulasi kurang jelas, tidak sesuai dengan bunyi

fonem, berbunyi tidak nyaring.

62
 Intonasi

4 : Sangat tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, memperhatikan

tekanan suara saat membaca.

3 : Tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, mempehatikan

tekanan suara (keras lembutnya) saat membaca.

2 : Kurang tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, tidak memperhatikan

tekanan suara (keras lembut) saat membaca.

1 : Tidak tepat : tidak memperhatikan tanda baca, tidak memperhatikan

tekanan suara (keras lembut) saat membaca.

 Kontak Pandang

4 : Sangat sering melakukan kontak pandang.

3 : Sering melakukan kontak pandang : kontak pandang yang wajar.

2 : Kurang melakukan kontak pandang : hanya sekali melihat audiens.

1 : Tidak melakukan kontak pandang : tidak pernah melihat audiens.

 Volume Suara

4 : Volume suara yang jelas sehingga audiens bisa mendengar dengan baik.

3 : Volume suara keras dan jelas sehingga terdengar oleh audiens.

2 : Volume suara kurang jelas hingga sebagian orang yang terdengar.

1 : Volume suara tidak jelas hingga tidak terdengar oleh audiens.

 Gestur Tubuh

4 : Tidak kaku saat membacakan puisi.

3 : Tidak kaku saat membacakan puisi.

2 : Sedikit kaku saat membacakan puisi.

1 : Sangat kaku saat membacakan puisi.

63
Nilai diperoleh dari:

Jumlah Skor
Nilai = × 100
Total Skor

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif teknik analisis data diperoleh dari berbagai

sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data (triangulasi), dan

dilakukan secara terus menerus sampai datanya jelas. Dengan pengamatan yang

terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali (Sugyono, 2010:

243). Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti setelah data

terkumpul. Data yang terkumpul dianalisis berdasarkan teknik analisis yang

dipilih. Dalam penelitian ini data analisis dengan menggunakan analisis dokumen

yang berupa lembar pengamatan tentang membaca puisi yang dipegang oleh

peneliti saat siswa membaca puisi. Dokumen yang dianalisis adalah hasil

meningkatkan keterampilan membaca puisi pada siswa kelas VII SMPN 3 Ruteng

Watu Benta dengan memperhatikan aspek pelafalan, intonasi, kontak pandang,

volume suara, dan gestur tubuh yang telah dilakukan oleh peneliti. Data dianalisis

berdasarkan aspek-aspek yang dinilai dari meningkatkan keterampilan membaca

puisi yang ditentukan oleh peneliti. Adapun kriteria penilaian yang akan

menentukan keterampilan siswa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Total nilai secara klasik


Rata − rata =
Jumlah siswa

64
Adapun kriteria penentuan meningkatkan keterampilan membaca puisi

adalah sebagai berikut:

Nilai = (Jumlah skor : jumlah skor maksimal) x 100

Jika T = Tuntas > 60

Jika BT = Belum Tuntas < 60

Keterangan :

81-100 = baik sekali (A)

71-80 = baik (B)

61-70 = cukup (C)

≤ 60 = kurang (D)

65
DAFTAR PUSTAKA

Anindyarini A, dkk. 2008. Bahasa Indonesia Untuk SMP/MTS KELAS 1X.


Jakarta: PT Jepe press Media Utama.
Anindyarini A, Sri Ningsih. 2008. Bahasa Indonesia Untuk SMP/MTS KELAS
VII. Jakarta: PT Jepe Press Media Utama.
Endraswara, Suwardi. 2017. Literasi Sastra Teori, Model, dan Terapan.
Yogyakarta.
Harsiati, dkk. 2016. Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kosasih E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: PT Perca.
Mulyati, Yeti. 2009. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurhadi, dkk.2007. Bahasa Indonesia Jilid 1 untuk SMP Kelas VII. Jakarta:
Erlangga. PT Gelora Aksara Pratama.
Pradopo Djoko Rachmat.1995. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Restianti H, 2010. Peningkatan Mutu Pendidikan Dalam Mengajarkan Puisi.
Bandung: CV Citra Praya.
Salad Hamdy. 2014. Panduan Wacana dan Apresiasi Seni Baca Puisi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif Dan
Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta CV.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta CV.
Sunaryo, dkk. 2007. Seribu pena Bahasa indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII.
Jakarta: Erlangga. PT Gelora Aksara Pratama.
Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi
Pendidikan Tenaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Membaca Sebagai Keterampilan Berbahasa.
Bandung: CV Angkasa.
Yustinah, dkk. 2008. Bahasa Indonesia Tataran Unggul untuk SMK dan MAK
Kelas XII. Jakarta:Esis.PT Gelora Aksara.

66
LAMPIRAN 1

PAHLAWAN TAK DIKENAL


Karya: Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring


Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang.

Dia tidak ingat bila mana dia datang


Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang.

Wajah sunyi setengah tengadah


Menangkap sepih pandang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat mudah

Hari itu sepuluh november, hujan pun mulai turun


Orang- orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring


Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku masih sangat mudah.

67
LAMPIRAN 2

Lembar pengamatan atau lembar observasi yang digunakan oleh peneliti


Keterampilan Membaca Puisi kelas VII SMPN 3 Ruteng Watu Benta.

PETUNJUK:

1. Pada saat siswa membaca teks puisi, peneliti mengamati aspek-aspek

yang ada pada kolom berikut.

2. Peneliti memberi tanda centang (√ ) pada kolom sesuai dengan kriteria.

Aspek Yang Dinilai

No Nama Sikap Sk Presen


Siswa or tasi
Pelafalan Intonasi
Kontak Volume Gestur
Pandang Suara Tubuh
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1

....

29

68
Keterangan Penskoran.

 Pelafalan

4 : Sangat jelas : artikulasi sangat jelas, berbunyi nyaring, sesuai denga

bunyi fonem.

3 : Jelas : artikulasi jelas, berbunyi nyaring, sesuai dengan bunyi

fonem.

2 : Kurang jelas : artikulasi jelas, sesuai dengan bunyi fonem, kurang

nyaring.

1 : Tidak jelas : artikulasi kurang jelas, tidak sesuai dengan bunyi

fonem, berbunyi tidak nyaring.

 Intonasi

4 : Sangat tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, memperhatikan

tekanan suara saat membaca.

3 : Tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, mempehatikan

tekanan suara (keras lembutnya) saat membaca.

2 : Kurang tepat : penggunaan tanda baca yang tepat, tidak memperhatikan

tekanan suara (keras lembut) saat membaca.

1 : Tidak tepat : tidak memperhatikan tanda baca, tidak memperhatikan

tekanan suara (keras lembut) saat membaca.

 Kontak Pandang

4 : Sangat sering melakukan kontak pandang.

3 : Sering melakukan kontak pandang : kontak pandang yang wajar.

2 : Kurang melakukan kontak pandang : hanya sekali melihat audiens.

1 : Tidak melakukan kontak pandang : tidak pernah melihat audiens.

69
 Volume Suara

4 : Volume suara yang jelas sehingga audiens bisa mendengar dengan baik.

3 : Volume suara keras dan jelas sehingga terdengar oleh audiens.

2 : Volume suara kurang jelas hingga sebagian orang yang terdengar.

1 : Volume suara tidak jelas hingga tidak terdengar oleh audiens.

 Gestur Tubuh

4 : Tidak kaku saat membacakan puisi.

3 : Tidak kaku saat membacakan puisi.

2 : Sedikit kaku saat membacakan puisi.

1 : Sangat kaku saat membacakan puisi.

Nilai diperoleh dari:

Jumlah Skor
Nilai = × 100
Total Skor

70
Lampiran 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SANTU PAULUS RUTENG
2017/2018
DAFTAR HADIR SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI

Moderator Seminar : Klaudius N. Juwandi

Npm : 14.31.6023

Nama Mahasiswa : Yuliana Susanti

Npm : 14.31.6072

Judul Proposal : Keterampilan Membacakan Puisi Siswa Kelas VII

SMPN 3 Ruteng Watu Benta Kecamatan Rahong

Utara Kabupaten Manggarai Tahun Ajran 2017/2018.

No Nama lengkap mahasiswa Npm Paraf


peserta seminar proposal
skripsi Mahasiswa Dosen
1 Maria A. Nurmayati 14.31.6144 √
2 Yoviana Yuta 14.31.6247 √
3 Ermelinda Abur 14.31.6172 √
4 Teresia Jedia 14.31.6002 √
5 Maria M. Gimun 14.31.6024 √
6 Yustina L. Silher 14.31.6111 √
7 Emiliana E. Randung 14.31.6082 √
8 Filomena Y. Temung 14.31.6095 √
9 Yovita Irmala 14.31.6080 √
10 Rini S.O. Erci 14.31.6068 √
11 Florentina R. Gato 14.31.6067 √
12 Feliks N.P Dusmal 14.31.6256 √
13 Apolonia E. Naot 14.31.6163 √
14 Yuliana O. Aman 14.31.6019 √
15 Ernesia Raya 14.31.6076 √
16 Felisia Tira 14.31.6044 √
17 Rikardus Suhardi 14.31.6091 √
18 Felixianus U. Lagur 14.31.6187 √
19 Imelda P.S. Da 14.31.6106 √

71
20 Maria S. Susanti 14.31.6191 √
21 Ermelinda Abur 14.31.6172 √
22 Agustina Jelita 14.31.6236 √
23 Luiana N. Paur 14.31.6045 √

Mengetahui, Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II

Angela Klaudia Danu, M.Pd Drs. Yoakim Jekson Kebol, M.Hum


NIDN: 08-0707-9001 NIDN: 0017035906

72
Lampiran 4
Dokumentasi Seminar Proposal Skripsi

73
74
75
76
77

Anda mungkin juga menyukai