Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat penting karena pendidikan merupakan suatu hal penentu kemajuan
suatu bangsa, dan satu penentu kemampuan sumber daya manusia di suatu
Negara. Dimana pada masa saat ini kemajuan suatu bangsa tidak dilihat dari
kekayaan sumber daya alamnya saja tetapi pada saat ini juga dilihat dari
kemampuan sumber daya manusianya sendiri bagaimana memanfaatkan suatu
sumber daya alam yang ada di negaranya. Namun permasalahannya saat ini ialah
banyak siswa-siswi yang kurang mencintai pendidikan terutama yang paling
disorot ialah pelajaran Matematika.
Kebanyakan Siswa-siswi sekolah jenuh terhadap pelajaran Matematika
disebabkan karena belum ada sesuatu hal yang mampu membangkitkan minat
para siswa-siswi sekolah untuk menyukai mata pelajaran matematika bahkan
untuk sekedar membaca dan membolak-balik buku yang bersangkutan dengan
Matematika.
Belajar matematika sebenarnya tidaklah terlalu susah, karena sebenarnya
setiap pelajaran yang memang kita mau pelajari pasti semuanya akan mudah
diterima dan dimengerti, tetapi kebanyakan dari siswa selalu menganggap
matematika itu ialah sebagai momok yang sangat menakutkan. Terkait dengan
rasa apriori berlebihan terhadap matematika ditemukan beberapa penyebab
siswa-siswi jenuh matematika di antaranya adalah yang mencakup penekanan
belebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan atau berhitung,
pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar
matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Oleh sebab itu,
untuk mengatasi hal ini, peran guru sangat penting. Karena begitu pentingnya
peran guru dalam mengatasi siswa-siswi jenuh matematika, maka pengajaran
matematika pun harus dirubah.
2

Jika sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika


saja, maka saat ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam
bernalar dengan menggunakan logika matematis. Karena itu, materi matematika
bukan lagi sekadar aritmetika tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang
akrab dengan kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
Masalah Penelitian yang akan dibahas dalam karya tulis ilmiah ini ialah:
1. Mengatasi Kejenuhan Mempelajari Mata Pelajaran Matematika ?
2. Faktor-faktor Penyebab Kejenuhan Mempelajari Mata Pelajaran Matematika
?

C. Tujuan Penulisan
Kegiatan Penyusunan Karya Ilmiah ini mempunyai Tujuan yang sangat penting
yaitu :
Membangkitkan minat siswa-siswa dalam menekuni dunia pendidikan
khususnya mata pelajaran matematika, menghilangkan kejenuhan siswa-
siswi dalam mempelajari pelajaran matematika, dan menyadarkan bahwa
matematika bukan hanya sekadar aktivitas penjumlahan, pengurangan,
pembagian, dan perkalian karena bermatematika di zaman sekarang harus
aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup modern.

D. Landasan Teori
Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih dahulu.
Selanjutnya perkenalkan beberapa definisi penting yang harus dipahami agar
siswa memiliki bekal untuk memahami fenomena-fenomena yang mereka
temukan di lapangan.
Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan
mereka melihat apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan ide-ide
kreatif yang boleh jadi diluar dugaan guru. Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk.
3

Siswa akan lebih menikmati proses pembelajaran yang dilakukan. Biarkan siswa
membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.
Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan
kesempatan pada para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka.
Kemudian baru dilakukan proses verifikasi, meluruskan apa yang sudah
dilakukan sehingga muncul formula atau rumus atau model yang dapat dijadikan
rujukan ketika siswa menemukan persoalan serupa.
Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses mengapresiasi.
Seandainya hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata kurang tepat maka guru
hendaknya tetap memberi apresiasi. Dengan seperti itu, maka siswa akan tetap
terpacu motivasinya.
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Mengatasi Kejenuhan dalam Belajar Matematika


Belajar adalah proses perubahan tingkah laku secara sadar sebagai akibat dari
interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik
yang sengaja dirancang. ataupun tidak sengaja dirancang namun dimanfaatkan.
Proses belajar tidak hanya terjadi karena adanya interaksi antara peserta didik
dengan guru, tetapi dapat pula diperoleh lewat interaksi antara peserta didik
dengan sumber-sumber belajar lainnya.
Pembelajaran matematika, salah satu diantara tujuannya adalah membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Untuk mencapai tujuan tersebut memang
tidaklah mudah. Berbagai persepsi awal yang dimiliki siswa terhadap pelajaran
matematika, telah membentuk sikap yang beragam.
Ada yang memiliki minat yang tinggi terhadap matematika, namun tidak
sedikit yang bersikap jenuh terhadap matematika. Hal ini tentu dikarenakan
pengalaman belajar yang pernah mereka rasakan. Salah satu faktor yang paling
berpengaruh terhadap persepsi negatif siswa terhadap matematika adalah karena
kejenuhan yang mereka alami selama belajar matematika.
Sikap jenuh yang mereka rasakan bisa disebabkan karena ketidakmampuan
mereka mengerjakan setiap soal yang diberikan, atau juga karena mereka sukar
untuk memahami materi yang diajarkan. Kejenuhan ini juga sering ditimbulkan
oleh guru pengajarnya. Karena guru kurang memiliki kemampuan dan tidak
menguasai metoda, strategi dan pendekatan belajar yang dapat membuat suasana
belajar menjadi menyenangkan dan membangkitkan minat. Adapun Langkah-
langkah untuk menyiasati kejenuhan belajar Matematika ialah:
1. Pemberian Motivasi Peranan Guru yang Sangat Mendasar
Membangkitkan motivasi dalam diri peserta didiknya agar semakin aktif
belajar. Ada dua jenis motivasi, yakni motivasi intrinsik dan motivasi
5

ekstrinsik. Motivasi intrinsik, ialah motivasi atau dorongan serta gairah yang
timbul dari dalam peserta didik itu sendiri, misalnya ingin mendapat manfaat
praktis dari pelajaran, ingin mendapat penghargaan dari teman terutama dari
guru, ingin mendapat nilai yang baik sebagai bukti “mampu berbuat”. Motivasi ekstrinsik
mengacu kepada faktor-faktor luar yang turut mendorong munculnya gairah
belajar, seperti lingkungan sosial yang membangun dalam kelompok,
lingkungan fisik yang memberi suasana nyaman, tekanan, kompetisi,
termasuk fasilitas belajar yang memadai dan membangkitkan minat. Dalam
pembelajaran matematika, motivasi itu sangat penting. Untuk
membangkitkan motivasi intrinsik, siswa diingatkan akan pentingnya belajar
matematika untuk memecahkan persoalan hidup sehari-hari, seperti
perhitungan, pengukuran dan sebagainya. Apalagi bila siswa berkeinginan
untuk melanjutkan belajar ke jenjang lebih tinggi lagi, maka pelajaran
matematika akan terus diperoleh, sehingga pemahaman dan penguasaan
materi pada tahap-tahap awal akan membantu untuk tahap-tahap selanjutnya.
Motivasi ekstrinsik dapat dikondisi oleh guru, seperti dengan memberi pujian,
hadiah dan sebagainya. Langkah-langkah berikut ini juga merupakan bentuk
motivasi ekstrinsik.

2. Menciptakan Suasana Belajar yang Menyenangkan


Suasana belajar yang menyenangkan dapat diciptakan oleh guru
diantarnya menghindarkan suasana kaku, tegang apalagi menakutkan dalam
belajar, menyisipkan humor-humor yang segar dan mendidik, tidak
memberikan soal-soal yang terlalu sukar, dan lain-lain.

3. Membuat Lingkungan Belajar yang Nyaman


Lingkungan belajar yang menyenangkan dpat mempengaruhi sikap belajar
siswa. Ciptakan suasana kelas yang nyaman, meja belajar dihiasi dengan
sesuatu yang menyegarkan dan memberi semangat kepada siswa, dinding
kelas ditempeli dengan gambar-gambar atau hiasan-hiasan yang mereka
minati.
6

4. Mengadakan Refreshing
Untuk menghilangkan rasa jenuh, bosan dan penat dalam belajar, siswa
diberikan suasana refreshing, caranya bisa dengan menyertakan musik dalam
ruangan belajar, memberikan permainan-permainan simulasi-simulasi
yangterjait dengan materi belajar. Pada saat-saat tertentu, ajak siswa belajar
diluar kelas, seperti di taman, di lapangan dan lain sebagainya.

B. Penyebab Kejenuhan Belajar Matematika


Pembelajaran matematika secara formal umumnya diawali di bangku
sekolah. Sementara itu, matematika di sekolah masih menjadi pelajaran yang
menakutkan bagi para siswa. Di antara berbagai faktor yang memicu hal ini
adalah proses pembelajaran yang kurang asyik dan menarik. Model
pembelajaran yang sering di temui pada pembelajaran matematika adalah proses
pembelajaran bercorak “teacher centered”, yaitu pembelajaran yang berpusat pada
guru. Sehingga guru menjadi pemeran utama dan kehadirannya menjadi sangat
menentukan.
Pembelajaran menjadi tak dapat dilakukan tanpa kehadiran guru. Siswa
cenderung pasif dan tidak berperan selama proses pembelajaran. Sehingga
proses yang muncul adalah “take and give”. Dalam merangkai pembelajaran, guru pada
umumnya terbiasa dengan model standar, yakni pembelajaran yang bermula dari
rumus, menghapalnya, kemudian diterapkan dalam contoh soal. Model
pembelajaran yang demikian tidak memberi ruang bagi siswa untuk melakukan
observasi (mengamati), eksplorasi (menggali), inkuiri (menyelidiki), dan
aktivitas-aktivitas lain yang memungkinkan mereka terlibat dan memahami
permasalahan yang sesungguhnya. Model seperti ini yang mengakibatkan
matematika bak kumpulan rumus yang menyeramkan, sulit dipelajari, dan
nampak abstrak.
7

C. Pembelajaran Metematika
Sebagai contoh dalam pembelajaran mengenai perbandingan trigonometri.
Pembelajaran trigonometri sering kali ditakuti karena yang nampak ke
permukaan adalah simbol-simbol dan rumus-rumus yang abstrak. Adapun
maknanya jarang diangkat dan dipahamkan kepada para siswa. Perbandingan
trigonometri sesungguhnya berawal dari persoalan nyata. Berikut salah satu
alternatif pengajaran yang dapat dilakukan:
1. Guru terlebih dahulu menjelaskan definisi-definisi penting sebagai bekal
bagi mereka untuk melakukan observasi dilapangan.
2. Selanjutnya minta para siswa untuk mengukur tinggi benda-benda seperti
tiang bendera, pohon, bangunan kelas, dan lain-lain. Biarkan mereka
berekslporasi menemukan caranya sendiri. Dari sisni tentu akan ada
beragam cara yang diusulkan siswa agar dapat mengukur tinggi benda-
benda tersebut. Dalam hal ini guru bertugas mengakomodir berbagai
respon yang muncul, membimbing, dan mencoba mengarahkan para
siswa agar tidak terlalu keluar dari wilayah yang dijadikan tujuan.
3. Berikutnya guru dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan
perbandingan trigonometri dalam permasalahan tersebut. Misalnya akan
diukur tinggi pohon P. Minta salah seorang siswa, katakanlah siswa A,
berdiri dalam jarak tertentu terhadap benda yang ingin diukur
ketinggiannya. Misalkan jaraknya x meter. Dengan bantuan klinometer
dapat diketahui besarnya sudut yang dibentuk oleh siswa A dengan pohon
P, katakanlah sudut yang dibentuk adalah ?. Dengan menggunakan aturan
tangent, dengan mudah akan diperoleh tinggi pohon P. yakni: Tinggi
pohon P = x tan ?)
4. Ajak siswa membandingkan efektifitas dan tingkat kemudahan berbagai
macam cara yang diperoleh melalui kegiatan tersebut. Dari sini akan
diperoleh gambaran bahwa matematika khususnya perbandingan
trigonometri dapat mempermudah menyelesaikan permasalahan yang
ada.
8

5. Kegiatan pembelajaran dapat diakhiri dengan meminta siswa menuliskan


rangkaian kegiatan yang dilakukan hingga hasil akhir yang dicapai.
Dengan ini, kemungkinan besar siswa dapat lebih memahami konsep
perbandingan trigonometri.
9

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Matematika adalah ilmu realitas, dalam artian ilmu yang bermula dari
kehidupan nyata. Selayaknya pembelajarannya dimulai dari sesuatu yang nyata,
dari ilustrasi yang dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian
disederhanakan dalam formulasi matematis. Mengajarkan matematika bukan
sekedar menyampaikan aturan-aturan, definisi-definisi, ataupun rumus-rumus
yang sudah jadi. Konsep matematika seharusnya disampaikan bermula pada
kondisi atau permasalahan nyata. Berikut tahapan pengajaran yang dapat
dilakukan:
1. Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih
dahulu. Selanjutnya perkenalkan beberapa definisi penting yang harus
dipahami agar siswa memiliki bekal untuk memahami fenomena-
fenomena yang mereka temukan di lapangan.
2. Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan
mereka melihat apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan
ide-ide kreatif yang boleh jadi diluar dugaan guru. Di sinilah ruang
kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih menikmati proses pembelajaran
yang dilakukan.
3. Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.
Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan
kesempatan pada para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan
mereka. Kemudian baru dilakukan proses verifikasi, meluruskan
apa yang sudah dilakukan sehingga muncul formula atau rumus atau
model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan persoalan
serupa.
4. Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses mengapresiasi.
Seandainya hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata kurang tepat maka
10

guru hendaknya tetap memberi apresiasi. Dengan seperti itu, maka siswa
akan tetap terpacu motivasinya.
B. Saran
Setelah berhasil mengatasi segala suatu tentang kejenuhan mempelajari
matematika, maka siswa-siswi sebaiknya di tuntut untuk selalu memotivasi
dirinya sendiri, mulai menyukai guru yang mengajar matematika maka dengan
begitu diharapkan siswa-siswi juga menyukai pelajarannya, dan mulailah buat
suatu kelompok belajar agar lebih banyak masukan-masukan yang bisa di dapat
dari teman yang lain. Demikian saran dan kritik yang penulis harapkan agar bisa
lebih baik untuk menulis karya ilmiah selanjutnya.
11

DAFTAR PUSTAKA

Nurhadi, Yasin BY, Senduk AG. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan


Penerapan dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang.

PPGM. (1999). Pembelajaran Matematika Yang Aktif dan Efektif. Yogyakarta :


Pusat Pengembangan Penataran Guru

Suryabrata S, (1984). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : Rajawali Pers.

Suryabrata S, (2003). Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Rajawali Pers.

Soesianto F, Dwijono D. (2003). Logika Proposisional. Yogyakarta : Andi.

Tim Penyusun Intan Pariwara, (2004). Matematika Untuk SMA Jilid 1b. Klaten :
Intan Pariwara ( 3 – 32 )

Wirodikusumo, Sartono. (2004). Matematika untuk SMA Kelas X. Jakarta:


Erlangga (123 – 189)

Anda mungkin juga menyukai