Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang , atas Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah tentang “HIV/AIDS”

Makalah ini telah selesai kami susun dengan maksimal atas bantuan dari
berbagai pihak dan berbagai sumber sehingga bisa memperlancar pembuatan
tugas ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang sudah ikut berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa,
maupun isi materinya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca untuk melakukan perbaikan agar makalah ini
menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “HIV/AIDS” ini bisa memberi
manfaat ataupun inspirasi pada pembaca.

Gorontalo, 07 Februari 2019

Kelompok 1

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang................................................................................................... 3


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 6

BAB III PENUTUP...............................................................................................25

2.1 Kesimpulan......................................................................................................25
2.2 Saran................................................................................................................25

Daftar Pustaka......................................................................................................26

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik yang sering dikaitkan dengan
kesehatan reproduksi terutama kelompok perempuan. Kerentanan perempuan dan
remaja putri untuk tertular umumnya karena kurangnya pengetahuan dan
informasi tentang HIV dan AIDS ataupun kurangnya akses untuk mendapatkan
layanan pencegahan HIV (Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI,
2008).
Pada tahun 2013 World Health Organization (WHO) mengumumkan 34 juta
orang di dunia mengidap virus HIV penyebab AIDS dan sebagian besar dari
mereka hidup dalam kemiskinan dan di negara berkembang. Data WHO terbaru
juga menunjukkan peningkatan jumlah pengidap HIV yang mendapatkan
pengobatan. Tahun 2012 tercatat 9,7 juta orang, angka ini meningkat 300.000
orang lebih banyak dibandingkan satu dekade sebelumnya (WHO, 2013).
Jumlah penderita tertinggi kasus HIV dan AIDS berdasarkan jenis kelamin
adalah laki-laki, sedangkan pada faktor risiko adalah kelompok Heteroseksual,
dan kelompok Ibu Rumah Tangga (IRT) juga beresiko tinggi tertular oleh suami
yang menderita HIV dan AIDS. Hal ini terjadi karena rendahnya tingkat
pendidikan dan kurangnya informasi mengenai pencegahan HIV dan AIDS (KPA
Surakarta, 2014). Berdasarkan hasil pemetaan data populasi kunci dan cakupan
hasil KPA Surakarta, kasus HIV dan AIDS sampai bulan Agustus tahun 2015
pada ibu rumah tangga ditemukan sebanyak 417 kasus, tertinggi ke-dua setelah
Laki-laki Beresiko Tinggi (LBT) (KPA Surakarta, 2015).
Perilaku pencegahan HIV dan AIDS pada IRT sangat tergantung dengan
tingkat pengetahuannya. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan. Pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan
kualitas manusia, dengan pendidikan manusia akan memperoleh pengetahuan dan

3
informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin
berkualitas hidupnya (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Upaya untuk menurunkan angka HIV dan AIDS salah satunya dengan
memberikan pendidikan dan informasi yang jelas tentang HIV dan AIDS,
sehingga masyarakat waspada dan merubah perilakunya untuk melakukan upaya
pencegahan. Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa, metode diskusi
kelompok lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah untuk
meningkatkan pengetahuan tentang menopause pada IRT di RW V Desa
Bumiharjo (Astuti, 2012). Pada hasil penelitian Handayani dkk (2009),
menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode diskusi kelompok
dengan fasilitator merupakan metode yang lebih efektif.
Meningkatnya pemahaman, sikap, dan akhirnya akan berpengaruh pada
kecenderungan perilaku yang lebih baik dalam mencegah PMS, HIV dan AIDS
dikalangan orang-orang berpotensi mempunyai risiko tinggi tertularnya HIV dan
AIDS (Widodo dan Muhammad, 2008). Meningkatnya kasus HIV dan AIDS pada
IRT disebabkan karena kurangnya pemahaman “konsep gender” dalam keluarga
membuat posisi tawar perempuan sangat rendah dalam pengambilan berbagai
keputusan termasuk dalam aspek kesehatan dan kesehatan repoduksinya (Dewi,
2008).

2.1 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS meliputi pengertian, penyebab,
gejala, dan perjalanan penyakit ?
2. Apa yang dimaksud dengan sel CD4 (sel T) dan apa kaitannya dengan
HIV ?
3. Bagaimanakah data perkembangan HIV/AIDS di Dunia, di Indonesia, di
provinsi Gorontalo, dan di daerah sekitar provinsi Gorontalo yang
meliputi angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS
disemua tingkat umur ?
4. Bagaimanakah cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS pada semua
kelompok beresiko ?

4
5. Bagaimanakah penelitian dan pengembangan terbaru mengenai
HIV/AIDS ?
6. Bagaimanakah terapi HIV/AIDS ?
7. Apa yang dimaksud dengan PMS (Penyakit Menular Seksual) ?

3.1 Tujuan

1. Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS meliputi


pengertian, penyebab, gejala, dan perjalanan penyakit.
2. Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan sel CD4 (sel T) dan apa
kaitannya dengan HIV
3. Mendeskripsikan data perkembangan HIV/AIDS di Dunia, di Indonesia,
di provinsi Gorontalo, dan di daerah sekitar provinsi Gorontalo yang
meliputi angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS
disemua tingkat umur
4. Mendeskripsikan cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS pada semua
kelompok beresiko
5. Mendeskripsikan penelitian dan pengembangan terbaru mengenai
HIV/AIDS
6. Mendeskripsikan terapi HIV/AIDS
7. Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan PMS (Penyakit Menular
Seksual)

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. HIV/AIDS
1. Definisi
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV)
merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4 positif T-sel dan makrofag– komponen-komponen utama sistem
kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang
akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap
defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi
infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien
(Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang
sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi
kekebalan. (Djoerban,2015)
2. Etiologi
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV) . HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan
dalam famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV
termasuk virus Ribonucleic Acid (RNA) dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases).
Strukturnya terdiri dari lapisan luar atau envelop yang terdiri atas glikoprotein
gp120 yang melekat pada glikoprotein gp4. Dibagian dalamnya terdapat lapisan
kedua yang terdiri dari protein p17. Setelah itu terdapat inti HIV yang dibentuk
oleh protein p24. Didalam inti terdapat komponen penting berupa dua buah rantai
RNA dan enzim reverse transcriptase. Bagian envelope yang terdiri atas
glikoprotein, ternyata mempunyai peran yang penting pada terjadinya infeksi oleh
karena mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor spesifik CD4 dari sel
Host. Molekul RNA dikelilingi oleh kapsid berlapis dua dan suatu membran
selubung yang mengandung protein (Djoerban,2015).

6
Jenis virus RNA dalam proses replikasinya harus membuat sebuah
salinan Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) dari RNA yang ada di dalam virus. Gen
DNA tersebut yang memungkinkan virus untuk bereplikasi. Seperti halnya
virus yang lain, HIV hanya dapat bereplikasi di dalam sel induk. Di dalam inti
virus juga terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat salinan RNA,
yang diperlukan untuk replikasi HIV yakni antara lain: reverse transcriptase,
integrase, dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri atas
sekitar 2000 kopi p24 protein virus. Dikenal dua tipe HIV yaitu HIV -1 yang
ditemukan pada tahun 1983dan HIV-2 yang ditemukan pada tahun 1986 pada
pasien AIDS di Afrika Barat. Epidemi HIV secara global terutama disebabkan
oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 tidak terlalu luas penyebarannya, hanya terdapat
di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang mempunyai hubungan erat
dengan Afrika Barat (Djoerban,2015).

HIV-1 dan HIV-2 mempunyai struktur yang hampir sama tetapi


mempunyai perbedaan struktur genom. HIV-1 punya gen vpu tapi tidak punya
vpx , sedangkan HIV-2 sebaliknya. Perbedaan struktur genom ini walaupun
sedikit, diperkirakan mempunyai peranan dalam menentukan patogenitas dan
perbedaan perjalanan penyakit diantara kedua tipe HIV. Karena HIV-1 yang
lebih sering ditemukan, maka penelitian – penelitian klinis dan laboratoris lebih
sering sering dilakukan terhadap HIV-1. (Djoerban,2015).

Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresifitas penyakit


infeksi HIV ke AIDS. Sel T yang terinfeksi tidak akan berfungsi lagi dan
akhirnya mati. Infeksi HIV ditandai dengan adanya penurunan drastis sel T dari
darah tepi (Djoerban,2015).

3. Manifestasi klinis
Menurut Djoerban,2015. Adapun tanda dan gejala yang tampak pada
penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini:
a. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas
sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya

7
(Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS
diduga sebagai TBC.
b. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan
gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami
penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea
yang kronik.
c. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting
syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal
karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang
dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan
makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi
letih dan lemah kurang bertenaga.
d. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak
kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung
(Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan
kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan
Impoten.
e. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus
cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam
penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah
mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering
berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
f. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali
mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus
HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan
Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar.
Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan
rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease (PID)'
dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
4. Patofisiologi

8
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus
(HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan
bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi
dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV)
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian
sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi (Djoerban,2015).
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai
sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang
membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen.
Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4
helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari
sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin,
dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius
(Djoerban,2015).
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah
secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar
200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi (Djoerban,2015).
Ketika sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya

9
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh
dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS (Djoerban,2015).

B. Definisi sel CD4 (sel T) dan kaitannya dengan HIV


Acquired Immune Deficiency Syndrome(AIDS) adalah sindroma penyakit
defisiensi imunitas seluler yang didapat, disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan tubuh yaitu CD4
(Lymphocyte T-Helper). Sejak awal HIV/AIDS menjadi epidemik di seluruh
dunia, para klinisi telah melakukan pemeriksaan jumlah sel CD4 pasien sebagai
indikator penurunan sistem imun untuk memantau progresivitas infeksi HIV.
Korelasi antara pengukuran virologi dan jumlah CD4 sangat penting karena salah
satunya untuk mengetahui prognosis penyakit. Sejumlah studi terbaru telah
meneliti kepentingan relatif dari jumlah sel CD4 dan virologi dalam memprediksi
tingkat progresi klinis dan kelangsungan hidup.Stadium klinis pada pasien HIV /
AIDS dibagi menjadi 4 yaitu stadium I, stadium II, stadium III, dan stadium IV (
Ellizabeth Fajar P.P 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Ellizabeth Fajar P.P (2013) Pada pasien
diRSUP Dr. Kariadi Semarang. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna/kuat
antara viral load dengan jumlah CD4. Bahwa Stadium klinis dengan jumlah CD4
pada pasien HIV / AIDS pada penelitian ini ditemukan bahwa pasien yang
mempunyai stadium klinis berkategori ringan : 2 (16,7%) pasien dengan jumlah
CD4 ≤200 dan 10 (83,3%) pasien dengan jumlah CD4 > 200, sedangkan pasien
yang mempunyai stadium klinis berkategori berat : 44 (59,5%) pasien dengan
jumlah CD4 ≤ 200 dan 30 (40,5%) pasien dengan jumlah CD4 > 200. Hasil dari
penelitian ini didapatkan bahwa hubungan bermakna/kuat antara stadium klinis
dengan jumlah CD4 artinya apabila stadium klinis tersebut terdapat pada stadium
klinis 1 dan stadium klinis 2 maka jumlah CD4 tinggi tetapi apabila stadium klinis
terdapat pada stadium klinis 3 dan stadium klinis 4 maka jumlah CD4 turun. Hal
ini sesuai dengan teori yang ada bahwa sel yang menjadi target utama HIV adalah

10
CD4, jika jumlah CD4 ≤ 200 sel disebut kondisi HIV stadium III/IV, selain itu
apabila jumlah CD4 <350 sel/mm3 sudah menandakan bahwa seseorang tersebut
terinfeksi HIV. Jumlah CD4 yang ≤ 350 sel/mm3 merupakan indikasi juga untuk
memulai terapi ARV.Serta pemeriksaan jumlah CD4 merupakan pemeriksaan
yang paling praktis ( Ellizabeth Fajar P.P 2013).
Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna/kuat
antara viral load dengan jumlah CD4 pada pasien HIV/AIDS, dan terdapat
hubungan yang bermakna/kuat antara stadium klinis dengan jumlah CD4 pada
pasien HIV/AIDS ( Ellizabeth Fajar P.P, 2013).

C. Data perkembangan HIV/AIDS di Dunia, di Indonesia, di provinsi


Gorontalo, dan di daerah sekitar provinsi Gorontalo yang meliputi
angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS
disemua tingkat umur
1. Data perkembangan HIV/AIDS di Dunia
Berdasarkan data dari UNAIDS, terdapat 36,9 juta masyarakat berbagai
negara hidup bersama HIV dan AIDS pada tahun 2017.
Dari total penderita yang ada, 1,8 juta diantaranya adalah anak-anak berusia
dibawah 15 tahun. Selebihnya adalah orang dewasa, sejumlah 35,1 juta penderita.
Masih bersumber dari data tersebut, penderita HIV/AIDS lebih banyak diderita
oleh kaum wanita, yakni sebanyak 18,2 juta penderita. Sementara laki-laki
sebanyak 16,9 juta penderita. Berdasarkan data tersebut, 25% diantaranya, sekitar
9,9 juta penderita tidak mengetahui bahwa mereka terserang HIV atau bahkan
mengidap AIDS.
Pada tahun 2017 tercatat jumlah kematian yang disebabkan oleh AIDS
sebanyak 940.000 kasus di seluruh dunia. Angka itu terdiri dari kematian usia
dewasa sebanyak 830.000 dan sisanya pada usia anak sebanyak 110.000.
Penderita HIV/AIDS terbanyak terdapat di kawasan Afrika Timur dan
Selatan dengan angka mencapai 19,6 juta penderita. Selanjutnya diposisi kedua
adalah kawasan Afrika Barat dan Tengah dengan angka 6,1 juta pengidap.
2. Data perkembangan HIV/AIDS di Indonesia

11
Indonesia menjadi salah satu negara yang termasuk dalam kawasan Asia
Pasifik. Kawasan ini menduduki peringkat ketiga sebagai wilayah dengan
pengidap HIV/AIDS terbanyak di seluruh dunia dengan total penderita sebanyak
5,2 juta jiwa.
Indonesia menyumbang angka 620.000 dari total 5,2 juta jiwa di Asia
Pasifik yang terjangkit HIV/AIDS.
Jika dikelompokkan berdasarkan latarbelakangnya, penderita HIV/AIDS
datang dari kalangan pekerja seks komersial (5,3%), homoseksual (25,8%),
pengguna narkoba suntik (28,76%), transgender (24,8%), dan mereka yang ada di
tahanan (2,6%).
3. Data perkembangan HIV/AIDS di Gorontalo
Ketua Asistensi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Gorontalo
Idah Sayhidah menyebut jika kasus HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo hingga
Maret 2018 mencapai angka 363 orang. Rinciannya 161 orang pengidap HIV dan
202 pengidap AIDS.
Jika dilihat dari sebaran penderita berdasarkan profesi, KPA mencatat ada
86 orang yang tidak diketahui profesinya dan 85 orang lain pengidap berstatus
wiraswasta. Mahasiswa menempati urutan ketiga terbanyak yakni 32 orang
dibawah IRT 30 orang dan PNS sebanyak 26 orang.
4. Data perkembangan HIV/AIDS di daerah sekitar Gorontalo
a) Sulawesi Tengah
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah mencatat sejak tahun 2002
hingga Desember 2017, kasus HIV/AIDS di daerah tersebut mencapai 1.785
kasus. Rinciannya 644 kasus AIDS dan 1.141 kasus HIV.
Gubernur Sulawesi Tengah menjelaskan penularan HIV/AIDS lebih dari
90% melalui hubungan seks beresiko, dimana jumlah kasus yang terungkap baru
mencapai 32% dari estimasi kasus HIV di Sulteng ebesar 3.555 kasus.
Dari data kasus tersebut, penderita cukup banyak ditemukan pada usia
produktif yaitu 20-24 tahun dan 25-49 tahun. Sehingga penduduk usia 15-24
tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah dan mahasiswa, perlu
mendapat informasi yang benar dan jelas tentang informasi dasar HIV.

12
b) Sulawesi utara
Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan,
meski berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan secara terus-menerus
dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya
pusat-pusat perekonomian dan meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman
serta meningkatnya penyalahgunaan NAPSA terutama melalui suntikan sehingga
memperbesar tingkat resiko penyebaran HIV/AIDS.
Kasus penyakit AIDS terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun
2013 sebesar 575 dan tahun 2014 sebesar 678 kasus. Untuk tahun 2015 jumlah
kasus bertambah menjadi 735 kasus, tahun 2016 sebesar 213 kasus HIV dan
AIDS. Sedangkan tahun 2017 sebesar 101 HIV dan 2 AIDS. Tidak ada jumlah
kasus kematia akibat HIV/AIDS. Setiap kasus yang ditemukan langsung ditangani
dan terget untuk HIV/AIDS sebesar 100% dan untuk capaian tahun 2017 adalah
100%.

D. Cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS pada semua kelompok


beresiko
1. Cara penularan HIV/AIDS
Virus HIV/AIDS menular melalui enam cara penularan (Nursalam dan
Kurniawati, 2007), yaitu:
a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV
tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung,
air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis,
dubur atau mulut sehingga HIV yang terdapat cairan tersebut masuk ke aliran
darah (Persekutuan Pelayanan Kristen Untuk Kesehatan Di Indonesia , 1995).
Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur dan
mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan
seksual.
b. Ibu pada bayinya

13
Penularan HIV dari ibu dapat terjadi pada saat kehamilan (in
utero).Berdasarkan laporan CDC Amerika, pervalensi penularan HIV pada ibu ke
bayi adalah 0.01% sampai 0.7%. bila ibu terinfeksi HIV dan belum ada gejala
AIDS kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau
gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan tertularnya mencapai 50%
(Persekutuan Pelayanan Kristen Untuk Kesehatan Di Indonesia , 1995). Penularan
juga terjadi selama proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak
antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan. Tranmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI. Resiko
bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%.
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS sangat cepat
menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar
ke seluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksa kandungan seperti spekulum, tenakulum dan alat-alat lain
yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan
langsung digunakan oleh orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV
(Persekutuan Pelayanan Kristen Untuk Kesehatan Di Indonesia , 1995).
e. Alat-alat untuk menoreh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang,
membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat
tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan orang lain juga
memiliki resiko tinggi tertularnya HIV. Karena dalam jarum suntik bekas orang
lain terdapat sisa darah yang kemungkinan membawa virus masih menempel di
sela-sela jarum. Jika itu digunakan lagi oleh orang lain, jarum sudah tidak steril
lagi dan juga ada sisa darah orang bisa masuk ke tubuh.
g. Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang
digunakan oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat

14
berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada pemakai IDU secara
bersama-sama juga menggunakan tempat menyampur, pengaduk, dan gelas
pengoplos obat sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV (Persekutuan
Pelayanan Kristen Untuk Kesehatan Di Indonesia , 1995).
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan,
toilet yang dipakai secara bersama-sama, berciuman di pipi, berjabat tangan,
hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk dan hubungan sosial
yang lain.

2. Upaya Pencegahan

Upaya pencegahan suatu penyakit dan virus, termasuk pencegahan dan


penanggulangan HIV/AIDS selama ini sudah banyak dilakukan oleh organisasi
pemerintah maupun non pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dalam
bentuk seminar, workshop, penyuluhan, pelatihan, penerbitan buku, bahkan
pamlet atau stiker tentang bahaya HIV/AIDS dan cara-cara pencegahannya.
Berbagai upaya pencegahan bertujuan untuk :

a. Menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru


b. Menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh AIDS
c. Menurunkan stigma diskriminasi terhadap ODHA
d. Meningkatkan kualitas hidup ODHA, dan mengurangi dampak sosial
ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS pada individu, keluarga, dan
masyarakat (Nanang Ruhyana, Penanggulangan HIV dan AIDS, diakses,
pada tanggal 7 September).
Berkaitan dengan pencapaian tujuan tersebut Pemerintah melalui
Kementrian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Kesehatan
(PERMENKES) No.21 Tahun 2013 tentang penanggulangan HIV/AIDS. Di
mana secara rinci tertuang pada bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1, No.1 yang
menjelaskan bahwasanya Penanggulangan adalah segala upaya yang meliputi
beberapa pelayanan yaitu:
1) Promotif (fungsi pemahaman): yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang

15
membantu konseli atau klien agar memiliki pemahaman terhadap dirinya
(potensinya), dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
Berdasarkan pemahaman ini, klien diharapkan mampu mengembangkan potensi
dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara
dinamis dan konstruktif.
2) Preventif (fungsi pencegahan): yaitu membantu individu menjaga atau
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
3) Kuratif: yaitu membantu individu memecahkan masalah yang sedang
dihadapi atau dialami.
4) Rehabilitatif: layanan ini ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan,
angka kematian, mengatasi penularan serta penyebaran penyakit agar wabah
tidak meluas ke daerah lain serta mengurangi dampak negative yang
ditimbulkannya.
Mengacu pada PERMENKES NO. 21 tahun 2013 mengenai
penanggulangan HIV/AIDS di atas, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini
juga tengah berupaya untuk menanggulangi kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H, mengatakan bahwa, usaha yang
dilakukan untuk mencegah penularan akan dimulai dari pengendalian populasi
kunci, yaitu kelompok yang berisiko atau rentan terkena infeksi, lalu baru
melangkah pada populasi jembatan, yaitu orang-orang yang berhubungan
seksual dengan banyak pasangan, serta mencegah penularan pada masyarakat
umum dan bayi (Ina, Kemenkes Upayakan Pengendalian HIV, diakses pada
tanggal 9 November 2013).
Selain itu untuk upaya mencegah penularan HIV/AIDS, Kementrian
Kesehatan juga menerapkan beberapa strategi di antaranya:
a) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan
AIDS melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek legal,
organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia.
b) Memprioritaskan komitmen nasional dan internasional.
c) Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas.
d) Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata,

16
terjangkau, bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan
mengutamakan pada upaya preventif dan promotif.
e) Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko
tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah
kesehatan.
f) Meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS.
g) Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS.
h) Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan
penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu
sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan
AIDS.
i) Meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang
akuntabel, transparan, berdaya guna dan berhasil guna (Imam, Strategi dan
Program, diakses pada tanggal 7 November 2013).
Dengan demikian upaya pencegahan dan penularan HIV/AIDS adalah
usaha yang dilakukan untuk mencegah yang dimulai dari pengendalian populasi
kunci, kelompok yang berisiko atau rentan terkena infeksi, lalu melangkah pada
orang-orang yang berhubungan seksual dengan banyak pasangan, dan mencegah
penularan pada masyarakat umum dan bayi, serta memberdayakan sumber daya
manusia yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS.

E. Penelitian dan pengembangan terbaru mengenai HIV/AIDS

17
Dalam jurnal yang berjudul “ Hubungan Stigma dan Terapi ARV dengan
Komplikasi Gangguan Psikiatri pada Pasien HIV/AIDS” dilakukan penelitian
dengan tujuan mengetahui pengaruh gangguan psikiatri pada penderita infeksi
HIV/AIDS dengan terapi ARV. Penelitian ini dilakukan dengan Sampel pasien
HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV di poli VCT-CST RSUP dr. Kariadi dan
RSUD RAA Soewondo Pati yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Pemilihan
sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Instrumen penelitian
yang digunakan adalah Structured Clinical Interview for DSM-IV Axis I Disorders
(SCID-I) dan kuesioner skala persepsi orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Analisis dilakukan menggunakan
program SPSS dengan uji chi-squre. Hasilnya adalah dari total 102 subjek yang
diikutsertakan pada penelitian, mayoritas berjenis kelamin laki-laki (51%) dan
memiliki rerata usia 35,88 (SB 8,24) tahun. Jenis ARV paling banyak diminum
adalah lamivudin+zidovudin)+nevirapin yaitu sebanyak 52,9%. Skala stigma
ODHA terbanyak adalah stigma positif, yaitu sebanyak 95,1%. Sebanyak 89,2%
subjek ditemukan mengalami gangguan psikiatri yang sebagian besar berupa
depresi (30,4%) dan 6,9% gangguan psikotik. Hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara jenis terapi ARV dengan terjadinya komplikasi
gangguan psikiatri. Namun demikian, tidak didapatkan hubungan secara statistik
antara lama terapi dan stigma pasien dengan gangguan psikiatri .
Pemberian obat ARV walaupun telah terbukti memberi manfaat pada
ODHA, namun seiring perkembangannya juga diidentifikasi menimbulkan efek
samping yang merugikan.11 Toksisitas efavirenz melibatkan sistem saraf pusat
berupa efek samping neuropsikiatri. Meskipun sebagian besar melaporkan ringan
dan sementara, tetapi beberapa orang juga mengalami gangguan jiwa signifikan
seperti manik, depresi, pikiran bunuh diri, dan psikosis. Efek samping sebagian
besar timbul pada bulan pertama dari pengobatan, dan cenderung akan meningkat
terkait tingginya kadar efavirenz dalam plasma.

18
F. Terapi HIV/AIDS
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien
rentan terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa diberikan
pada pasien untuk menghentikan aktivitas virus, memulihkan sistem imun dan
mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup dan
menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV namun bisa
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup penderita
HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas beberapa golongan seperti nukleosida reserve
tranciptase inhibitor, non-nucleoside reserve transcriptase inhibitor,dan inhibitor
protease.
ARV merupakan obat yang digunakan pasien dengan tes HIV positif. Terapi
Antiretroviral (ARV) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat.
Karena HIV adalah retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat Antiretroviral
(ARV). ARV tidak membunuh virus itu. Namun, ART dapat melambatkan
pertumbuan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan , begitu juga penyakit
HIV.
Tujuan Pengobatan ARV :
1. Mengurangi mordibitas dan mortalitas terkait HIV/AIDS
2. Memperbaiki mutu hidup
3. Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan
4. Mencegah penularan HIV dari ibu ke anak
5. Menurunkan biaya perawatan dan menurunkan kemiskinan
6. Menghentikan replikasi HIV
7. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik
8. Memperbaiki kualitas hidup
9. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV
Manfaat ARV :
1. Menekan replikasi virus sedini mungkin dalam waktu lama
2. Memperbaiki fungsi imun
3. Hidup bebas dari penyakit untuk waktu lama

19
4. Resiko resistensi obat rendah dengan penekan virus sempurna
5. Menurunnya kemungkinan resiko transmisi virus
Jenis-jenis Obat-obatan ARV :
Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside reverse
transciptase inhibitors, non – nucleoside reverse transciptase inhibitors, protease
inhibitor dan fussion inhibitor.
1. Nucleosie atau nucleotide reverse transciptase inhibitors (NRTI)
Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses
perubahan RNA virus menjadi DNA (proses ini dilakukan oleh virus HIV agar
bisa bereplikasi)
Contoh dari ARV yang termasuk dalam golongan ini :
Nama Generik : Zidovudine
Nama Dagang : Retrovir
Nama Lain : AZT, ZCV
2. Nucleosie reserve transciptase inhibitors (NtRTI)
Yang termasuk golongan ini adalah Tenofovir (TDF)
3. Nonnucleosie reserve transciptase inhibitors (NNRTI)
Golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA
menjadi DNA dengan cara mengikuti reserve trnsciptase sehingga tidak berfungsi.
Yang termasuk golongan NNRTI adalah :
Nama Generik : nevirapin
Nama Dagang : viramune
Nama Lain : NVP BI-RG-587
4. Protase inhibitor (PI)
Menghalangi kerja enzim protase yang berfungsi memotong DNA yang
dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk memproduksi virus baru.
Contoh obat golongan ini adalah indinavir (IDV), ritonavir (RTV) dan amprenavir
(APV)
5. Fusion inhibitor
Yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-20).

20
G. PMS (Penyakit Menular Seksual)
Penyakit kelamin (VD) sudah lama dikenal. Dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan, seiring dengan peradaban masyarakat banyak ditemukan penyakit-
penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi
Sexual Transmitted Diseases (STD).
Penyakit IMS adalah kelompok penyakit infeksi yang ditularkan secara
langsung melalui hubungan seksual, dengan ciri khas adanya penyebab dan
kelainan yang terjadi di daerah genitalia. Kegagalan dalam mendiagnosis dan
memberikan pengobatan pada stadium dini dapat memberikan komplikasi serius
atau berat dan berbagai gejala sisa lainnya, antara lain kemandulan (infertilitas),
akibat buruk pada bayi, kecacatan, kehamilan di luar rahim (ectopic pregnancy),
kematian dini, kanker di daerah anogenital, serta infeksi baik neonatus (setelah
melahirkan) maupun pada bayi. Disamping itu keberadaan IMS akan
mengakibatkan biaya pengobatan yang sangat besar.
Berikut ini macam-macam penyakit menular seksual :
a. Gonore
Gonore merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteria
Neisseria gonorrhoeae. N.gonorrhoeae sering menginvasi saluran reproduksi
bagian atas Penularan gonore umumnya melalui hubungan kelamin yaitu secara
genitogenital, orogenital dan anogenital, tetapi dapat juga terjadi secara manual
melalui alat-alat, pakaian, handuk, termometer dan sebagainya. Oleh karena itu,
secara garis besar diklasifikasikan sebagai gonore genital dan gonore ekstra
genital.
Berikut ini gejala dan tanda gonore :
1. Dapat tanpa gejala
2. Terjadi pada cervicitas, yang disertai cairan seperti nanah berwarna
kuning kehijauan dari kemaluan.
3. Rasa nyeri saat buang air kecil
4. Menyerang leher rahim atau cervix
Komplikasi gonore :
1. Kehamilan ektopik

21
2. Kemungkinan mandul
3. Infertilitas
Namun sekitar 80% wanita yang tergolong gonore, tidak menunjukkan
gejala pada tahap awal penyakit. Oleh karena itu, mereka mencari pertolongan
sewaktu gejala yang lebih berat telah timbul. Padahal jika gonore didiagnosa
dengan cepat, penyakit ini hampir selamanya dapat segera disembuhkan. Langkah
pertama adalah dengan memeriksakan diri atau penapisan (skrining).
b. Sifilis (Raja Singa)
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum. Penyakit ini mempunyai beberapa sifat yaitu : perjalanan penyakitnya
sangat kronis, dalam perjalanannya dapat menyerang semua organ tubuh dapat
menyerupai macam-macam penyakit, mempunyai masa laten. Dapat kambuh
kembali (rekuren), dan dapat ditularkan dan ibu ke janinnya sehingga
menimbulkan kelainan kongenital. Selain melalui ibu ke janinnya dan melalui
hubungan seksual, sifilis bisa juga ditularkan melalui luka, transfusi dari jarum
suntik.
Gejala-gejala muncul antara 2-6 minggu (kadang-kadang 3 bulan) setelah
terjadi hubungan seksual.
Munculnya gejala dibagi menjadi 3 tahap :
1. Primer: tampak luka tunggal, menonjol dan tidak nyeri.
2. Sekunder : bintil atau bercak merah di tubuh yang hilang sendiri tanpa
gejala.
3. Tersier : kelainan jantung, kulit, pembuluh darah dan gangguan syaraf.
Komplikasi yang mungkin terjadi :
1. Kerusakan pada otot dan jantung
2. Selama kehamilan dapat ditularkan kepada janin dan dapat menimbulkan
keguguran atau lahir cacat
3. Memudahkan penularan infeksi HIV
c. Ulkus Mole

22
Ulkus mole (ulcus molle) merupakan penyakit ulseratif akut, biasanya
terjadi di genitalia. Penyakit ini sering dihubungkan dengan adenitis inguinal atau
bubo,yang disebabkan oleh infeksi Haemophilus ducreyi.
Gejala-gejala yang muncul :
1. Luka lebih dari satu dengan diameter lebih kurang 2 cm, cekung,
pinggirnya tidak teratur, keluar nanah dan nyeri.
2. Biasanya hanya pada satu sisi alat kelamin, sering (50%) disertai
pembengkakan kelenjar getah bening dilipat paha berwarna kemerahan
(bubo) yang bila pecah bernanah dan nyeri.
Komplikasi yang mungkin terjadi :
1. Luka bisa terinfeksi dan menyebabkan nekrosa jaringan
2. Kematian janin pada ibu hamil yang tertular
d. Herper Genital
Infeksi herpes simpleks genitalis adalah suatu penyakit infeksi pada genital
yang disebabkan oleh Herpes simplex virus(HSV) Infeksi ini dapat berupa
kelainan pada daerah orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan
sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas adanya vesikel berkelompok
di atas dasar yang eritema. Di antara keduanya herpes genitalis merupakan salah
satu penyakit infeksi menular seksual yang sering menjadi masalah karena sukar
disembuhkan.
Gejala-gejala yang muncul :
1. Episode klinis pertama, terdapat bintil-bintil berair pada alat kelamin,
berkelompok seperti anggur kecil-kecil dan sangat nyeri, setelah pecah
meninggalkan luka kering dan akan hilang sendiri.
2. Infeksi herpes kambuhan, gejala bisa kambuh lagi seperti diatas tetapi
tidak senyeri episode klinis pertama disebabkan adanya faktor pencetus
seperti stress, haid, alkohol dan hubungan seksual berlebihan.
e. Kandiloma Akuminata
Disebabkan oleh Human papilloma virus (HPV). Cara penularan biasanya
melalui hubungan seks dengan masa inkubasi antara 1-9 bulan, tetapi pada

23
umumnya sekitar 2 bulan. Menyerang terutama wanitawanita dengan tingkat
kebersihan yang kurang, kegemukan dan wanita hamil.
Ciri-cirinya ialah :
1. Di labio mayora dan minora, dinding vagina dan serviks warts atau kutil
di telapak kaki dan terdiri atas benjolan gatal dari berbagai bentuk dan
ukuran berwarna kuning keabuan.
2. Di daerah basah seperti vagina, berbentuk seperti bunga kol, berwarna
merah muda dan terasa lembek, sakit serta adanya bau tidak enak.
3. Kutil ini dapat juga terlihat.
Komplikasi :
1. Kutil dapat membesar atau tumbuh menggabung menjadi satu.
2. Beberapa jenis Human papilloma virus mungkin berhubungan dengan
timbulnya kanker mulut rahim.
f. Trichomoniasis
Disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis. dengan masa inkubasi
beberapa hari sampai 4 minggu yang menyerang seluruh lapisan masyarakat baik
anak-anak maupun orang dewasa. Tetapi prevalensi yang tinggi dijumpai pada
mereka yang berada pada masa hubungan kelamin (16-35 tahun), terutama pada
mereka yang kurang menjaga kebersihan.
Gejala-gejala yang muncul :
1. Sekitar kemaluan bengkak, kemerahan, gatal dan terasa tidak nyaman.
2. Lekore atau keputihan, yaitu cairan yang keluar dari alat kelamin wanita
yang tidak berupa darah, warna kuning kehijauan, sangat berbusa dan
berbau busuk (offensivemalodorous), pada vagina terdapat bintik-bintik
kemerahan (strawberry), yang disertai luka dan iritasi pada vulva.
Komplikasi :
1. Lecet sekitar kemaluan
2. Pada wanita hamil dapat menyebabkan bayi lahir
3. premature dan bayi berat badan lahir rendah.

24
BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan
HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik yang sering dikaitkan dengan
kesehatan reproduksi terutama kelompok perempuan. HIV merupakan singkatan
dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang
menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positif T-sel
dan makrofag– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan
menghancurkan atau mengganggu fungsinya.
2.2 Saran
Demikian materi mengenai HIV/AIDS yang dapat kami paparkan, besar
harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, kami menyadari makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karen itu, saran dan kritikan dari pembaca ( Dosen, dan
rekan-rekan) yang bersifat membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat
disusun menjadi lebih baik lagi diwaktu yang akan datang.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Luthfia. 2018. Dalam HIV/AIDS dalam Angka : 36,9 Juta Penderita, 25%
Tak Menyadarinya. Diakses : Kamis, 07 Februari 2019. Pukul 11:52 WITA.

Isam, 2018. Dalam Hingga Maret 2018, Pengidap HIV/AIDS Gorontalo Capai
363 Orang. Diakses : Kamis, 07 Februari 2019. Pukul 12:14 WITA.

Fauzi, 2018. Dalam 1.785 kasus HIV/AIDS di sulteng – ANTARA News Palu,
Sulawesi Tengah. Diakses : Jum’at, 08 Februari 2019. Pukul 21:21 WITA.

Depkes, 2017. Dalam Profil Kesehatan Kota Manado Tahun 2017. Diakses :
Jum’at, 08 Februari 2019. Pukul 21:36 WITA.

Nursalam & Kurniawati, 2017. Dalam Cara Penularan HIV-AIDS Pada


Kelompok Yang Beresiko. Diakses : Jum’at, 08 Februari 2019. Pukul 16:24
WITA.

Ruhyana, Nanang. 2015. Dalam Penanggulangan HIV dan AIDS. Diakses :


Jum’at , 08 Februari 2019. Pukul 17:04 WITA.

Ellizabeth Fajar P.P. 2013. Dalam HUBUNGAN ANTARA STADIUM KLINIS,


VIRAL LOAD DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HUMAN
IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY
SYNDROME (AIDS) DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG. Diakses : Jum’at 08
Februari 2019. Pukul 17:15 WITA.

IM Puspita 2017. Dalam Infeksi Menular Seksual. Diakses : Jum’at, 08 Februari


2019. Pukul 16:25 WITA.

Ismail, Amrizarois. 2016. Dalam ANALISIS TINGKAT KETERJANGKITAN


INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS)
DI RESOSIALISASI ARGOREJO SEMARANG. Diakses : Jum’at, 08 Februari
2019. Pukul 19:46 WITA.

Arifin, Muklis. 2012. Dalam Peran-Peran dalam Pemberian ARV. Diakses :


Jum’at, 08 Februari 2019. Pukul 23:58 WITA.

26
Djoerban Z, Djauzi S. 2015. Dalam HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi V. Editor: SUdoyo AW, SetyohadiB, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S. Jakarta: Puat Penerbitan IPD FAKUI.

Yarmaji, Adi. Dalam jurnal Hubungan Stigma dan Terapi ARV dengan

Komplikasi Gangguan Psikiatri Pada Pasien HIV/AIDS.Vol. 5,No. 1.Maret 2018 .

Diakses : Sabtu, 09 Februari 2019. Pukul 23:00 WITA.

Rini, Sasanti. Dalam jurnal Gambaran Peran Apoteker sebagai Konselor


dalam Pengobatan HIV AIDS pada Ibu dan Anak.Vol. 28,No 4.Desember
2018. Diakses : Sabtu, 09 Februari 2019. Pukul 23:03 WITA.

27
28

Anda mungkin juga menyukai