Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh
tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien adalah
suatu system dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah
terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan
suatu tindakan yang seharusnya diambil. System tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko
(Depkes, 2008)

Setiap tindakan pelyanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
member dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, Rumah Sakit
harus mempunyai standar tertentu dalam memberikan pelyanan kepada pasien. Standar tersebut
bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelyanan kesehatan yang baik serta
sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu,
beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahasa secraa rinci mengenai hak dan
keselamatan pasien.

Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas
medis yang terlibat dalam memberikan pelyanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan,
peralatan kesehatan, dan lingkungan serta pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan serta
kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan
menenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga
keselamatan dari pasien.

BAB II

PEMBAHASAN

B. Pengertian Patient Safety

Patient Safety adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi
lebih aman. Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000 patient safety adalah tidak adanya
kesalahan atau bebas dari cidera karena kecelakaan. Menurut Supari, tahun 2005, patient safety
adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkn cidera pada pasien akibat perawatan medis
dan kesalahan pengobatan.

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan yang berhubungan dengan resiko
pasien, laporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi
solusi untuk meminimalkan resiko.

Cooper et al (2000) dalam mendifinisikan bahwa “patient safety as the avoidance,


prefention and amelioration of adverse outcomes or injurys stemmink from the processes of health
care. “ Pengertian ini maksudnya bahwa pasien safety merupakan penghindaran, pencegahan dan
perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cidera-cidera dari proses pelayanan
kesehatan.

Pasien safety melibatkan system operasional dan system pelayanan yang meminimalkan
kemungkinan kejadian adverst event/ error dan memaksimalkan langkah-langkah penanganan bila
error telah terjadi. System ini mencegah terjadinya cdera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. (KKP-RS)

C. Tujuan Patient Safety

Tujuan pasien safety adalah :

1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.

2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.

3) Menurunnya KTD ( kejadian tidak diinginkan) di rumah sakit.

4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.

D. Lingkup keamanan dan keselamatan pasien

Dalam pencegahan infeksi, desain lingkungan perawatan pasien harus memenuhi


persyaratan aman perawatan berkualitas tinggi dengan mempertimbangkan hal berikut (the
comision on patient safety and quality assurance of irlandia , 2008) :

1) Memaksimalkan kenyamanan dan martabat pasien.

2) Menjamin kemudahan pelaksanaan perawatan profesional.

3) Membuat ketentuan yang sesuai untuk anggota keluarga dan pengunjung.

4) Meminimalkan resiko infeksi.

5) Meminimalkan resiko efek samping lain sperti jatuh atau kesalahan pengobatan.

6) Mengelola transportasi pasien.

7) Memungkinkan untuk fleksibilitas penggunaan dari waktu ke waktu dan persyaratan


perencanaan pelayanan selanjutnya.
E. Langkah-langkah patient safety

1) Sembilan solusi keselamatan pasien di RS yaitu

a. Perhatikan nama obat , rupa dan ucapan mirip (look – alike, sound alike medication
names). Nama obat rupa dan ucapan mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah
salah satu penyebab paling sering dalam kesalahan obat (medication error). Solusi :

 NORUM ditekankan pada penggunaan protocol untuk pengurangan resiko


Memastikan terbacanya resep , label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih
dulu.
 Pembuatan resep secara elektronik.

b. Pastikan identifikasi pasien. Kegagalan mengidentifikasi pasien kesalahan pengobatan,


tranfusi, pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada bukan
keluarganya, dsb. Rekomendasi :

 Verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini.
 Standarisasi dalam metode identifikasi disemua RS dalam suatu sistem layanan
kesehatan.
 Partisipasikan pasien dalam konfirmasi ini.
 Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang
sama.

c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.

Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima / pengoperan pasien antara unit-
unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan dan terputusnya kesinambungan
pelayanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cidera
terhadap pasien.

Rekomendasi :

 Memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protocol untuk


mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis.
 Memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada serah terima.
 Melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.

d. Pastikan tndakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.

Penyimpangan pada hal ini pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedaan sisi
tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat misskomunikasi dan tidak adanya informasi
atau informasi yang tidak benar. Factor yang paling banyak kontribusinya terhadap
kesalahankesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses prabedah yang
distandarisasi.

Rekomendasi :
 Mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksaan proses verifikasi
pra pembedahan.
 Pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan
prosedur.
 Adanya tim yang terlibat dalam prosedur sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

e. Kendalikan cairan elektrolit pekat. Sementara semua obat-obatan , biologis , vaksin dan media
kontras memiliki profil resiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah
berbahaya. Rekomendasi : Membuat standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah. Pencegahan
atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik. f. Pastikan akurasi
pemberian obat pada pengalihan pelayanan. Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi / pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasi
: Menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang
diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list” , sebagai perbandingan dengan daftar
saat admisi , penyerahan dan / atau perintah pemulangan bila mana menuliskan perintah medikasi.
Komunikasikan daftar tersebut kepada petugas pelayanan yang berikut dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan. g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang. Selang, kateter, dan
spuit (syringe)yang digunakan harrus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan
terjadinya KTD (kejadian tidak diharapkan) yang bisa menyebabkan cidera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan selang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur
yang keliru. Rekomendasi : Menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail / rinci
bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya elarang yang
benar), dan bila mana menyambung alat-alat kepada pasien ( misalnya menggunakan sambungan
dan selang yang benar).

h. Gunakan alat injeksi sekali pakai. Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebarah HIV ,
HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang dari jarum suntik. Rekomendasi : Perlunya
melarang pakai ulang jarum di fasilitas pelayanan kesehatan. Pelatihan periodic para petugas di
lembaga-lembaga pelayanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi ,
edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah. Praktik
jarum sekali pakai yang aman. i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi
nosokomial. Diperkirakan bahwa setiap saat lebih dari 1,4 juta orang diseluruh dunia menderita
infeksi yang diperoleh di RS. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasi : Mendorong implementasi penggunaan cairan
“alcohol based hand robs” tersedia pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua
kran. Pendidikan staf mengenai teknik kebersuhan tangan yang benar mengingatkan penggunaan
tangan bersih di tempat kerja. Pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan / observasi dan teknik-teknik yang lain. 2) Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS
sebagai panduan bagi staff RS (depkes RI ,2006). a. Bangun kesadaran akan nilai eselamatan pasien ,
ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. b. Pimpin dan dukung staf RS , bangunlah
komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di RS. c. Integrasikan aktivitas
pengelolaan resiko, kembangkan sistem dan proses pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi
dan penilaian hal yang potensial bermasalah.

d. Kembangkan sistem pelaporan pastikan staf dapat dengan mudah melaporkan kejadian atau
insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS . e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
, kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. f. Belajar dan berbagi pengalaman
tentang keselamatan pasien , dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. g. Cegah cidera melalui implementasi sistem
keselamatan pasien, gunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan.

F. Perspektif Keperawatan pada Patient Safety Patient Safety pada keperawatan merupakan upaya
pencegahan injury pada pasien disebabkan langsung oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri.
Lebih dari 10 tahun terakhir, patient safety menjadi prioritas utama dalam system pelayanan
kesehatan. Tenaga kesehatan termasuk perawat memiliki tanggung jawab terhadap pengobatan dan
perawatan pasien selama berada di rumah sakit termasuk patient safety. Tenaga kesehatan secara
umum merupakan satu kesatuan tenaga yang terdiri dari tenaga medis, tenaga perawatan, tenaga
para medis non perawatan dan tenaga non medis. Dari semua kategori tenaga kesehatan yang
bekerja di rumah sakit, tenaga perawatan merupakan tenaga terbanyak dan mereka mempunya
waktu kontrak dengan pasien lebih lama dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, sehingga mereka
mempunyai peranan penting dalam menentukan baik buruknya mutu pelayanan kesehatan dirumah
sakit . Namun demikian, harus diakui bahwa peran perawat dalam memberikan pelayanan yang
bermutu masih membutuhkan perhatian dari pihak manajemen. Salah satu indicator tentang
pelayanan kesehatan ini dilihat dari angka kematian pasien baik dari meninggal kurang dari 48 jam
maupun lebih dari 48 jam. Aspek hokum terhadap pasien safety atau kesalamatan pasien sebagai
berikut : UU tentang kesehatan dan UU tentang rumah sakit . 1. Keselamatan pasien sebagai isu
hokum a. Pasal 55 (3) UU no 36/2009

“Pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.” b. Pasal 32n
UU no 44/2009 “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan dirumah sakit.” c. Pasal 58 UU no 36/2009 1) “Setiap orang berhak menuntut G.R
terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimana.” 2) “…..Tidak
berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”

2. Tanggung jawab hokum rumah sakit a. Pasal 29 B UU no 44/2009 “Memberikan pelayanan


kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.” b. Pasal 46 UU no 44/2009 “Rumah sakit
bertanggung jawab secara hokum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan di RS.” c. Pasal 45 (2) UU no 44/2009 “Rumah sakit tidak dapat dituntut
dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”

3. Bukan tanggung jawab rumah sakit Pasal 45 (1) UU no 44/2009 tentang RS “Rumah sakit tidak
bertanggung jawab secara hokum apabila pasien dan atau keluarganya menolak atu menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif.”

4. Hak Pasien a. Pasal 32 D UU no 44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional.” b. Pasal 32E UU
no 49/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.” c. Pasal 32J UU no 44/2009 “Setiap pasien
mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternative tindakan, resiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiran biaya pengobatan.” d. Pasal
32Q UU no 44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan atau menuntut rumah sakit
apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana.”

5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien Pasal 43 UU no 44/2009 1) RS wajib menerapkan


standar keselamatan pasien 2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang
tidak diharapkan. 3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri. 4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat
secara anonym dan ditujukan untuk mengkoreksi system dalam rangka meningkatan keselamatan
pasien. G. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit (DepKes) 1. Hak pasien Standar : Pasien dan
keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkaninformasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinanterjadinya Kejadian Tidak Diharapkan. Kriteria: Harus ada dokter
penanggung jawab pelayanan,dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan ,dokter jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada

pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk
pasien termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan. 2. Mendidik pasien dan
keluarga Standar : RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajibandan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkandengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena
itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat : Memberikan informasi yang benar,jelas lengkap dan jujur ,mengetahui kewajiban
dan tanggung jawab pasien dan keluarga,mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang
tidakang rasa dan memenuhi kewajibab financial yang disepakati. 3. Keselamatan pasien dan
kesinambungan pelayanan Standar : RS menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjaminkoordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan
secara menyeluruh mulai darisaat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan
pelayanan,tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari RS, terdapatkoordinasi
pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dankelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruhtahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat
berjalan baik danlancar, terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatankomunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanankeperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan
rujukan, pelayanankesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi dan 15 transfer
informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan,
aman dan efektif. 4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukanevaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien. Standar : RS harus mendesain proses baru atau
memperbaiki prosesyang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulandata,
menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, danmelakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Kriteria : Setiap RS harus melakukan proses
perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, danfaktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan"Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS", setiap
RS harusmelakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden,
akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan ,keuangan, setiap RS harus melakukan
evaluasi intensif terkaitdengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktifmelakukan
evaluasi satu proses kasus risiko tinggi, setiap RS harus menggunakan semua data dan informasi hasil

analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasi
enterjamin. 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Standar : Pimpinan
mendorong dan menjamin implementasi programkeselamatan pasien secara terintegrasi dalam
organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”, pimpinan
menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasirisiko keselamatan pasien dan
program menekan atau mengurangikejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan
menumbuhkankomunikasi dan oordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien, pimpinanmengalokas ikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan menigkatkan kinerja rumah sait serta meningkatkan keselamatan pasien
dan pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien. Kriteria : Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien, tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis- jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari
“kejadian nyaris cedera (near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (adverse event ),
Tersedia mekanisme kerja untuk menjmin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintregrasi
dan berpatisipasi dalam program keselamatan pasien, tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap
insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. 6. Mencakup keterkaitan
jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas Standar : rumah sakit menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. Kriteria : Setiap rumah sakit
harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing- masing, setiap rumah sakit harus
megintregasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in- service training dan memberi
pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah sakit harus menyelenggarkan
pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Standar : Rumah sakit
merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keelamatan pasien untuk memenuhi
kebutuhan informasi 17 internal dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan
akurat. Kriteria : Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien, tesedia
mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang
ada. Proses monitoring keselamatan pasien, yaitu : a. Pembuatan sistem pelaporan secara formal
b. Pelaporan insiden/ kejadian (KTD/KNC) c. Analisa insiden/ investigasi diduga ada kesalan
prosedur d. Tindakan perbaikan (action)

Anda mungkin juga menyukai