Anda di halaman 1dari 23

RAGAM BAHASA & LARAS

Dosen Pembimbing :
Masluroh, SST, M.Kes

Disusun Oleh :
Asmawati
Jalvina Hastia
Lita Ratnasari
Ni Nyoman Suardini
Piska Sarini
Sri Devi Widya Ningrum

Program Studi Diploma III Kebidanan


STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
TAHUN AJARAN 2017/2018
Kata Pengantar

Pertama, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
hanya atas berkat dan rahmatNya maka makalah ini dapat terselesaikan.

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai pelengkap tugas-tugas mata
kuliah Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Dalam makalah ini, penulis sadar benar
akan banyaknya kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran penulis terima demi penyempurnaan
ke depannya.

Tidak lupa penulis menghanturkan banyak terima kasih kepada dosen pengasuh mata
kuliah Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Ibu Masluroh, SST, M.Kes yang telah
membimbing hingga terciptanya makalah ini. Dan tak lupa ucapan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil.

Harapan dari penulis kiranya makalah ini dapat memenuhi tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 1

1.3 TUJUAN ................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 2

2.1 RAGAM BAHASA ................................................................................................ 2

2.2 LARAS ................................................................................................................... 7

2.3 LARAS ILMIAH .................................................................................................... 7

2.4 LARAS IKLAN ..................................................................................................... 10

2.5 LARAS HUKUM .................................................................................................... 11

2.6 LARAS SASTRA.................................................................................................... 13

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 16

3,1 KESIMPULAN ...................................................................................................... 16

3,2 SARAN .................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 17

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah dipakai oleh
masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, namun tidak semua
orang menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan
bahasa Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan Ejaan maupun Kamus Besar Bahasa
Indonesia oleh karena itu pengetahuan tentang ragam bahasa cukup penting untuk mempelajari
bahasa Indonesia secara menyeluruh yang akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan dengan
baik dan benar sehingga identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.

Bahasa Indonesia wajib dipelajari oleh semua lapisan masyrakat. Tidak hanya pelajar dan
mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia. Dalam
bahasan bahasa Indonesia dimana ragam bahasa yaitu variasi bahasa Indonesia yang digunakannya
berbeda-beda. Ada ragam bahasa lisan dan ada ragam bahasa tulisan. Disini yang lebih lebih
ditekankan adalah ragam bahasa lisan , karena lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-
hari. Misalkan ngobrol, puisi, pidato,ceramah,dll.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan ragam bahasa?
2. Apa saja macam-macam ragam bahasa?
3. Apakah yang dimaksud dengan laras?
4. Apa saja macam-macam laras?

1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang ragam bahasa Indonesia dan
laras ditinjau dari berbagai aspek. Dan memenuhi tugas bahasa Indonesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ragam Bahasa


Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap
sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik,
di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di
dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa
resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia,
`12 timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi
remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku.
Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut
menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu (1) ragam
bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech)
dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang
dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam
bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis,
kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam
kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya
huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam
bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem
bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula
kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing
memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain.

4
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa
kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia
baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa
kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang
dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan
otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa
kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun
demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian
ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup
kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan
bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah
kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi
pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
1. Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam lisan.
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan
ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan,
dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam
percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.

b. Ragam tulis.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa
ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam
buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan
ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.

5
Perbedaan ragam lisan dan ragam tulis (1)
A. Ragam Lisan
1 Memerlukan orang kedua/teman bicara;
2 Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
3 Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa
tubuh.
4 Berlangsung cepat;

5. Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;

6. Kesalahan dapat langsung dikoreksi;

7. Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intones
B. Ragam Tulis
1. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
2. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
3. Harus memperhatikan unsur gramatikal
4. Berlangsung lambat;

5. Selalu memakai alat bantu;

6. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;

7. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan
tanda baca.

6
2. Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa :
(1) Ragam bahasa baku tulis dan
(2) Ragam bahasa baku lisan.
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak
ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang
diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis
diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan,
struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam
struktur kalimat.

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar
terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun
demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di
dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam
ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam
memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam
lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-
cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis,
ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-
masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan
kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :

7
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu

b. Ragam bahasa Tulis :


- Nia sedang membaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.

2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.

Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi
standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.

8
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan
tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga
memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan
perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998:
14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi

Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
• Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
• Penggunaan kata tertentu,
• Penggunaan imbuhan,
• Penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
• Penggunaan fungsi yang lengkap.

Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan
ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan
cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita
menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam
ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam
standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan
bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain.
Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri
pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan
dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.

9
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok
Pada contoh:
(1) Merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh
(1a) Yang merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan
kalimat (2) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata
ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk
ragam semi standar.

Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan
nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah
dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu,
predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab
pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita
menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang juga
muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini
hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.

2.2 Laras
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai
dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan
pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature,
laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan
sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat
disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau nonstandar. Laras
bahasa yang akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.

10
2.3 Laras llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar,
semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras
ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil
pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun
kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun
atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981: 1).
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan
merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan
merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa peristiwa yang
diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi
tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat
keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual.
Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat,
dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam
karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai
kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah
bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita
harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula,
kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap
harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut
(Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam
pada situasi spesifik.
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam
pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan
yang jelas.

11
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali,
konseptual, dan prosedural.
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif
yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan
suatu hipotesis.
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung
kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis
karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka.
Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan
argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang
cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu
dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa
pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga
ciri, yaitu :
a. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
b. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar
tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
c. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada
ketentuan struktur atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan
kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization Organization (ISO).
Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan
kesan bahwa publikasi itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997 : 10). Struktur
karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan
dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966
(1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci,

12
pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan
terima kasih, dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).
 Laras Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan
dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil
penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman dan pengamatan biasa
yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa
yang standar, karya ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi standar dan
nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang,
karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah.
Pembedaan terjadi hanya dalam cara penyajiannya.
Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi
karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula persoalan lain, seperti
kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang sedang populer di tengah masyarakat,
jalan keluar bagi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang
ingin disampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah
populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media surat kabar dan
majalah, biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras jurnalistik.
Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat. Tema itu kemudian
dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi, argumentasi, atau deskripsi.
Secara lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk
pengembangan paragraf seperti pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau
pola sudut pandang.

2.4 Laras Iklan


Laras Iklan, adalah bahasa yang digunakan untuk membuat iklan, yang dapat menarik
perhatian pembaca untuk membeli atau memakai barang atau jasa yang ditawarkan.yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut.
 Menarik
 Informatif

13
 Persuatif
 Bahasa yang positif
 Mudah dipahami
 Kalimat aktif
Contoh:
Lowongan Kerja Teknik sipil
Sebuah perusahaan Kontraktor membutuhkan tenaga ahli yang bersedia bekerja di bangka
untuk posisi:
1. Proyek manager pelaksana
2. Construction Management

Dengan kualifikasi:
 Pria, sarjana Teknik Sipil
 Pengalaman Kerja 4-5 tahun dibidang proyek manager/Construction Management.
 Khusus pembangunan dermaga, shiping dock
 Menguasai komputer (Autocad, excel, word)
 Bersedia diletakan di lokasi Bangka

Persyaratan Lain:
 Jujur, ulet, tekun, disiplin, dan inisiatif.
 Memiliki kemampuan memimpin dan mengelola proyek
 Menguasai progaram analisa struktur
 Dapat berkomunikasi dengan baik, bekerja dalam tim, dan menguasai arahan.

Surat lamaran dikirimkan selambat-lambatnya dua hari setelah pnerbitan iklan ini ke alamat
atau email:
 HRD Recrutmen LPTTI
 Wisma subud, cilandak barat, jakarta selatan 12430
 info@Lptii.com

14
2.5 Laras Hukum
Laras Hukum, adalah laras yang yang corak penggunaan bahasanya dengan dunia hukum.
Yang mempunyai ciri-ciri yaitu, mempunyai bahasa yang tersendiri, Objektif dan menekan
prasangka pribadi, dan tidak beremosi dan menjauhi tafsiran bersensasi.
Contoh:
Sanksi pelanggaran pasal 44:
Undang undang 6 tahun 1982 tentang Hak cipta

”Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual


pada suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hasil hak cipta sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (Lima pulu juta rupiah).

Laras ilmiah adalah penggunaan bahasa dalam kegiatan ilmiah, contohnya adalah
penulisan karya tulis ilmiah, namun nyatanya banyak penulisan karya tulis ilmiah terkadang tidak
sesuai dengan kalimat penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Contohnya dalam
penulisan tanda dalam kalimat titik dua seharusnya berada tepat di akhir kalimat, nyatanya kita
ingin memperindah tanda tersebut dalam kalimat jadi tanda titik dua tersebut di awal kalimat.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah hendaknya disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan
(EYD). Mahasiswa yang sedang menjalani program karya tulis ilmiah sebaiknya menyesuaikan
penulisan dengan EYD, untuk menyesuaikan penulisan, harus rajin konsultasi dengan dosen
pembimbing utama dan dosen pembimbing pendamping agar tulisan karya tulis ilmiah mendekati
sempurna.

Hal yang sering menjadi kesalahan dalam penulisan Bahasa Indonesia adalah penggunaan
huruf kapital dan huruf kecil. Huruf kapital digunakan untuk kata sapaan, contohnya “berapa
jumlah anak Bapak sekarang?”, sedangkan huruf kecil digunakan untuk kata yang bukan sapaan,
contohnya “di samping gardu tersebut terlihat seorang bapak berdiri menunggu angkutan kota
datang”

15
Selain itu, imbuhan dalam kalimat sangat perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan ejaan
yang disempurnakan (EYD), contohnya imbuhan dengan awalan mem dan akhiran an dalam kata
mempengaruhi tetapi penulisan yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan adalah
memengaruhi, karena setiap kata yang mendapatkan imbuhan maka huruf awalnya akan hilang.
Contoh lain pada kata fokus yang berimbuhan awalan mem dan akhiran an akan menjadi
memokuskan bukan memfokuskan. Berbeda dengan kata yang huruf awalnya menggunakan huruf
konsonan dan huruf kedua kata tersebut juga menggunakan huruf konsonan, contohnya praktek,
jika medapatkan imbuhan dengan awalan mem dan akhiran an maka kata praktek menjadi
mempraktekan. Kata penghubung juga harus diperhatikan kapan menggunakan kata penghubung
di awal kalimat dan kapan menggunakan kata penghubung di tengah kalimat, sedangkan kata
penghubung oleh karena itu digunakan di awal kalimat.

Dalam penulisan kalimat yang benar juga harus diperhatikan kata konjugasi atau yang bisa
disebut dengan kata penghubung, contohnya kata karena dalam penulisan kalimat kata tersebut
harus berada di tengah dan kata oleh karena itu harus berada di depan kalimat.

Pengetahuan tentang penulisan Bahasa Indonesia yaitu baik dan benar penting dalam
penulisan makalah. Terdapat dua jenis penulisan makalah, yaitu makalah panjang dan makalah
pendek. Makalah panjang adalah makalah yang menggunnakan BAB di dalam pembuatan
makalah tersebut, sedangkan makalah pendek adalah makalah yang dibuat tanpa menggunakan
BAB di dalamnya.

Bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat penting untuk digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, namun kita juga harus bisa memilih waktu yang tepat untuk penggunaan Bahasa
Indonesia karena bahasa yang kita gunakan akan terdengar kaku jika kita menggunakan Bahasa
Indonesia tidak tepat padda waktunya.

2.6 Laras Bahasa Sastra


Memperlihatkan gaya bahasa yang menarik dan kreatif. Bahasanya dapat dalam bentuk
naratif, deskriptif, preskriptif, dramatis dan puitis.
Beberapa ciri bahasa sastra:

16
Kreatif dan imajinatif : mengandung arti Mementingkan penyusunan, pengulangan,
pemilihan kata Puitis dan hidup : monolog, dialog, dan sebagainya. Menggunakan bahas tersirat:
perlambangan, kiasan, perbandingan, peribahasa, metafora, simile, ilusi, ambpersonifikasiiguitas
dan sebagainya. Ada penyimpangan tata bahasa atau manipulasi bahasa.

Bahasa sastra merupakan salah satu fenomena bahasa dalam sosiolinguistik. Bahasa sastra
memiliki karakteristik yang berbeda, ada unsur permainan bahasa, bahasa disiasati, dimanipulasi,
didiberdayagunakan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan dan efek tertentu; efek estetis. Ada
kalanya bahasa bukan sekedar sarana tetapi tujuan untuk mencapai keindahan, atau bahkan
keindahan itu sendiri.

Unsur emotif dalam sastra cenderung lebih dominan. Berbeda dengan laras bahasa ilmiah,
dalam bahasa sastra pemilihan kosakata maupun susunan tatabahasanya disesuaikan dengan
suasana yang akan dibangun atau dengan kata lain mempermainkan bahasa sedemikian rupa agar
muatan emosi yang terkandung dalam karya sastra dapat tersampaikan pada penikmat sastra.

Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm)
yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa
berasal dari bahasa Latin “prosa” yang artinya “terus terang”. Jenis tulisan prosa biasanya
digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk
surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga
dibagi dalam dua bagian, yaitu prosa lama dan prosa baru, prosa lama adalah prosa bahasa
indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas
tanpa aturan apa pun. Prosa biasanya dibagi menjadi empat jenis: prosa naratif, prosa deskriptif,
prosa eksposisi, dan prosa argumentatif.
Contoh :
1. Prosa Lama , seperti Hikayat di bawah ini
Botol Ajaib
Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas
untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga
dipanggil ke istana.

17
Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. “Akhir-
akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin.”
kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
“Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil.” tanya Abu Nawas.
“Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya.” kata Baginda.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan
bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan
bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin. Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada
benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih
bisa dilihat. Sedangkan angin tidak. Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari
tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas
tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan
suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang
sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang
lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas
menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.

Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin
apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda
Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.
(dan seterusnya.. lihat cerita di buku)

2. Puisi ,
TEMAN SEJATI
Seorang teman adalah seseorang
tertawa dan menangis dengan Inspirasi,
Seseorang yang meminjamkan tangan membantu,
meskipun teman-teman mungkin tidak selamanya,
Dan mereka tidak mungkin berakhir bersama-sama,
kenangan persahabatan sejati akan

18
bertahan selamanya.
Seorang teman bukanlah bayangan atau hamba
Tetapi seseorang yang memegang
sepotong seseorang dalam hatinya.
Seseorang yang berbagi senyum,
Seseorang yang mencerahkan hari Anda

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara. Dalam konteks ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan bahasa
baku tulis.

Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan para penulis mampu menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan Ejaan bahasa yang telah Disempurnakan
(EYD), sedangkan untuk ragam bahasa lisan diharapkan para warga negara Indonesia mampu
mengucapkan dan memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan sebagaimana
pedoman yang ada.

3.2 Saran
Sebaiknya kita atau siapa pun penduduk di Indonesia menggunakan ragam bahasa yang baik
dan benar sehingga keberadaan ragam bahasa itu sendiri tidak punah dengan adanya bahasa-bahasa
yang terkadang jauh dari aturan bahasa yang ada di Indonesia bahkan bertentangan.

20
Daftar Pustaka

Keraf, Gorys. 1994. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. NTT: Nusa Indah.

Rahardi, Kunjawa. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Penerbit Erlangga

http://pendidikanmatematika2011.blogspot.com/2012/04/reski-andika-saing.html (Jum’at 21
November, 11.05)

http://merrycmerry.blogspot.com/2011/10/makalah-bahasa-indonesia-ragam-bahasa.html

(Jum’at 21 November, 11.17)

http://irfanisprayudhi.wordpress.com/2013/09/30/arti-fungsi-dan-ragam-bahasa (Jum’at 21

November, 11.17)

21

Anda mungkin juga menyukai