Anda di halaman 1dari 28

A.

KONSEP DASAR DIABETES


MELITUS
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompk kelaianan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah /hiperglikemi (Suzzane C. Smeltzer, 1996 : 1220)
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, neurologis dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 1999 : 580)
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A Price
and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus (DM)
merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen
akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.

2. Anatomi dan Fisiologi Pankreas


7
Pankreas (Gambar 1.1) adalah suatu organ yang terbentang secara horizontal dari
duodenum sampai limpa, pada Vertebra I dan II di belakang lambung, strukturnya sangat
mirip dengan kelenjar ludah dan terletak retroperitoneal dalam abdomen bagian atas dengan
panjang sekitar 10 - 20 cm dan lebar 2,5 - 5 cm, dengan berat rata-rata 60 – 90 gram. Pankreas
terdiri dari 3 bagian, yaitu:
a. Kepala Pankreas, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lengkungan
duodenum yang melingkarinya
b. Badan Pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini yang terletak di belakang lambung dan
di depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing terletak disebelah kiri dan menyentuh limpa.
Gambar 1.1
Anatomi kelenjar pankreas
Sumber: www.yahoo.com

Pankreas terdiri atas 2 jenis jaringan utama (Gambar 1.2), yaitu :


a. Asini, yang mensekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
b. Pulau langerhans, yang tidak mengeluarkan getahnya namun mensekresi insulin dan glukagon
langsung ke dalam darah.
Pulau langerhans tersebar di seluruh pankreas dan mempunyai berat 1 – 3 % dari total berat
pankreas. Pada orang dewasa pulau-pulau langerhans berjumlah 1 – 2 juta buah yang terdiri
dari :
- Sel-sel alfa (20-40 %) yang mensekresi glukagon
- Sel-sel beta (60-80 %) yang mensekresi insulin
- Sel-sel delta (5-15 %) yang mensekresi somatostatin
- Sel-sel F (1 %) yang mensekresi peptida pancreas

Gambar 1.2

Anatomi sel-sel Pulau Langerhans


Sumber: Guyton, (1995:270)

Pankreas memiliki 2 fungsi penting yaitu :


a. Fungsi eksokrin
Pankreas berfungsi untuk mensekresi enzim-enzim pencernaan ketiga jenis makanan utama
yaitu karbohidrat, lemak dan protein melalui saluran ke duodenum
b. Fungsi Endokrin
Pankreas berfungsi untuk mengatur sistem endokrin melalui mekanisme pengaturan gula darah.
Pankreas menghasilkan 3 hormon (Insulin, Glukagon dan Somatostatin) dan satu enzim
polipeptida pankreas. Insulin dan glukagon mempunyai fungsi penting dalan regulasi
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin bersifat metabolik yang dapat meningkatkan
penyimpanan glukosa, asam amino dan asam lemak. Glukagon bersifat katabolik yang dapat
memobilisasi glukosa, asam lemak dan asam amino dari simpanannya kedalam aliran
darah. Kelebihan insulin dapat menyebabkan hipoglikemi yang dapat menyebabkan kejang dan
koma. Defisiensi insulin menyebabkan Diabetes Melitus (DM), defisiensi glukagon menyebabkan
Diabetes Melitus memburuk.
Glukagon
Glukagon adalah suatu polipeptida rantai tunggal yang terdiri dari 29 asam amino dengan berat
molekul 3485. Fungsi glukagon dirangsang oleh penurunan kadar glukosa darah dan
peningkatan kadar asam amino darah. Karena kedekatan letaknya dengan pankreas maka hati
merupakan organ sasaran utama dari glukagon. Glukagon bersifat glukogenilitik,
glukoneogenetik, lipolitik dan ketogenik.(Guyton, 1996:1020)
Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 yang dihasilkan oleh sel betha.
Insulin mengandung dua rantai peptida (asam amino) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida
dan terdiri dari 51 asam amino.
a. Prinsip kerja insulin
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berkaitan dengan protein reseptor didalam membran
sel. Insulin mempunyai riwayat mekanisme kerja tunggal yang mendasari segala macam efeknya
pada metabolisme.
b. Efek Metabolik Insulin
Fungsi utama dari insulin adalah memudahkan penyimpanan zat-zat gizi. Berikut akan dibahas
efek-efek insulin pada tiga jaringan utama yang mengkhususkan diri untuk penyimpanan zat-zat
gizi, yaitu: hati, otot, dan lemak.
1) Hati
Hati adalah organ pertama yang dicapai insulin melalui aliran darah. Insulin bekerja pada hati
melalui dua jalur utama antara lain :
a) Insulin membantu anabolisme
Pada fungsi ini insulin membantu sintesis dan penyimpanan glikogen dan pada saat bersamaan
mencegah pemecahannya, insulin meningkatkan sintesis protein, trigliserida dan VLDL di hati,
insulin juga menghambat glukoneogenesis, dan membantu glikolisis.
b) Insulin membantu katabolisme
Insulin bekerja untuk menekan peristiwa katabolik pada fase post absorptive dengan
menghambat glikogenolisis, ketogenesis, dan glukoneogenesis di hati.
2) Otot
Insulin membantu sintesis protein di otot dengan meningkatkan transpor asam amino dan
merangsang sintesis protein ribosomal. Disamping itu, insulin juga membantu sintesis glikogen
untuk menggantikan cadangan glikogen yang telah dihabiskan oleh aktivitas otot, meningkatkan
transpor glukosa ke dalam sel otot, menurunkan katabolisme protein, menurunkan pelepasan
asam amino glukoneogenik, meningkatkan ambilan keton, dan meningkatkan ambilan kalium.
3) Lemak
Insulin bekerja membantu penyimpanan trigliserida dalam adiposity melalui sejumlah mekanisme
yaitu: meningkatkan masuknya glukosa, meningkatkan sintesis asam lemak, meningkatkan
sintesis gliserol fosfat, mengaktifkan lipoprotein lipase, menghambat lipase peka-hormon, dan
meningkatkan ambilan kalium.
c. Pengaturan kerja insulin
Sekresi insulin diatur oleh :
1) AMP siklik intrasel
Rangsangan yang meningkatkan AMP siklik dalam sel B meningkatkan sekresi insulin dengan
meningkatkan kalsium intrasel. Pada pelepasan epineprin, terjadi penurunan insulin disebabkan
oleh karena epineprin menghambat AMP siklik intrasel.
2) Syaraf otonom
Cabang nervus vagus dextra mempersarafi pulau Langerhans dan nervus vagus menyebabkan
peningkatan sekresi insulin. Rangsangan saraf simpatis ke pankras menghambat sekresi insulin
melalui pelepasan norepineprin.
3) Mekanisme umpan balik kadar glukosa darah
Kenaikan kadar glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan selanjutnya insulin
menyebabkan transpor glukosa kedalam sel sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah
kembali ke nilai normal
d. Aktivitas insulin pada target sel
Insulin yang telah disekresi oleh pankreas akan menuju target sel. Pada target sel, insulin
berikatan dengan reseptor protein spesifik pada membran sel. Reseptor protein merupakan
senyawa glikoprotein. Jumlah atau afinitas reseptor protein dipengaruhi oleh insulin dan hormon
lain. Pemaparan ke peningkatan jumlah insulin menurunkan konsentrasi reseptor dan
pemaparan ke penurunan insulin meningkatkan afinitas reseptor. Afinitas reseptor ditingkatkan
dalam insufisiensi adrenalin dan diturunkan oleh kelebihan glukokortikoid

Somatostatin
Hormon somatostatin disekresi oleh sel-sel delta Pulau Langerhans, dan merupakan senyawa
polipeptida yang hanya terdiri dari 14 asam amino yang mempunyai paruh waktu yang sangat
singkat (hanya 2 menit lamanya). Hampir semua faktor yang berhubungan dengan pencernaan
makanan akan merangsang timbulnya sekresi Somatostatin. Faktor-faktor ini adalah :
a. Naiknya kadar glukosa darah
b. Naiknya kadar asam amino
c. Naiknya kadar asam lemak
d. Naiknya konsentrasi beberapa hormon pencernaan yang dilepaskan oleh bagian atas saluran
cerna sebagai respon terhadap asupan makanan. Sebaliknya, somatostatin mempunyai efek
penghambat multipel berikut ini :
- Somatostatin bekerja secara lokal didalam pulau Langerhans sendiri guna menekan sekresi
insulin dan glukagon
- Somatostatin memperlambat gerakan lambung, duodenum dan kandung empedu
- Somatostatin mengurangi sekresi dan absorbsi dalam saluran cerna

3. Etiologi,
Berdasarkan kasus yang penulis bina yaitu DM type II, dimana penyakit tersebut pada umumnya
disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta yang tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
untuk merangsang pengambilan/transport glukosa pada jaringan perifer sehingga menghambat
produksi glukosa oleh jaringan hati. Ketidakmampuan ini terlihat dari kurangnya sekresi insulin
terhadap rangsangan glukosa, yang berarti sel Betha pankreas mengalami desentiasi terhadap
glukosa.
Adapun salah satu etiologi diabetes melitus (DM) dikarenakan oleh faktor nutrisi yang berlebihan
pada seseorang yaitu obesitas. Kasus yang penulis bina merupakan contoh salah satu penderita
DM yang disebabkan oleh kegemukan (obesitas) dimana faktor nutrisi yang berlebihan
dianggap dapat mengurangi jumlah reseptor di target sel, menyebabkan resistensi terhadap
insulin karena perubahan-perubahan pada post reseptor sehingga transport glukosa berkurang
dan menghalangi metabolisme glukosa intraseluler. Obesitas menimbulkan faktor-faktor yang
bertanggungjawab terhadap defek seluler berupa bertambahnya penimbunan lemak, komposisi
diet dan inaktifitas fisik..
Selain itu factor stress neurologis juga dapat dimasukan sebagai factor presipitasi naiknya kadar
gula darah seseorang. Hal ini disebabkan bila seeorang mengalami stress maka akan terjadi
peningkatan sekresi ACTH dengan segera dan bermakna oleh kelenjar hipofisis anterior, disertai
dengan peningkatan sekresi kortisol dari korteks adrenal (Guyton, 1997 : 1211)
Kortisol merupakan salah satu hormon yang secara langsung dapat meningkatkan sekresi
insulin atau dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin. Efek perangsangan
dari hormon-hormon ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormon ini
dalam jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan sel-sel Betha Pulau Langerhans
menjadi kelelahan dan akibatnya timbul Diabetes (Guyton, 1997 : 1230)

4. Patofisiologi
Diabetes Melitus Tipe II adalah suatu kondisi dimana sel-sel Betha pankreas relatif tidak mampu
mempertahankan sekresi dan produksi insulin sehingga menyebabkan kekurangan insulin.
Menurut Dona C Ignativius dalam bukunya Medical Surgical menyatakan bahwa “Diabetes
Melitus (DM) diakibatkan oleh 2 faktor utama, yaitu obesitas dan usia lanjut.” Obesitas atau
kegemukan merupakan suatu keadaan dimana intake kalori berlebihan dengan sebagian besar
berbentuk lemak-lemak sehingga terjadi defisiensi hidrat arang. Hal ini menimbulkan
penumpukan lemak pada membran sel sehingga mengganggu transport glukosa dan
menimbulkan kerusakan atau defek selular yang kemudian menghambat metabolisme glukosa
intrasel. Gangguan-gangguan tersebut terjadi pula pada post reseptor tempat insulin bekerja, jika
gangguan ini terjadi pada sel-sel pankreas maka akan terjadi hambatan atau penurunan
kemampuan menghasilkan insulin. Hal ini diperberat oleh bertambahnya usia yang
mempengaruhi berkurangnya jumlah insulin dari sel-sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan
atau penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin. Penurunan produksi insulin dan menurunnya
sensitifitas insulin menyebabkan terjadinya NIDDM.
Pada Diabetes Melitus (DM) type II atau NIDDM, terdapat kekurang pekaan dari sel beta dalam
mekanisme perangsangan glukosa sedangkan pada pasien yang obesitas dengan NIDDM
terdapat penurunan jumlah reseptor insulin pada membran sel otot dan lemak. Pasien yang
obesitas mensekresi jumlah insulin yang berlebihan tetapi tidak efektif karena penurunan jumlah
reseptor. Jika terdapat defisit insulin, terjadi 4 perubahan metabolik yang menyebabkan
timbulnya hipergikemik,yaitu :
a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang
b. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
c. Glikolisis meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke
dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke dalam darah
dari hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200 mg/dl hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh ketidakmampuan glukosa berdifusi
melalui membran sel, hal ini akan merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan
volume ekstrasel sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang
hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral (Polidipsi).
Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume reseptor di hypothalamus menekan
sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang akan mempercepat pengisian vesika
urinaria dan akan merangsang keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa
kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga
mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel (glukosa
sel) akan merangsang pusat makan di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan
rasa lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi atherosklerosis pada
arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh tubuh, dan perubahan degeneratif pada
saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada komplikasi lain seperti thrombosis koroner, stroke,
gangren pada kaki, kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.

5. Manifestasi klinis
Pada klien dengan DM sering ditemukan gejala-gejala :
a. Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh
b. Kelainan ginekologis : gatal-gatal sampai dengan keputihan
c. Kesemutan dan baal-baal
d. Lemah tubuh atau cepat lelah
e. Trias gejala hyperglikemi (poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah penurunan BB
Sedangkan pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/ NIDDM mungkin sama
sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan
pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa. Sedangkan pada tahap lanjut klien akan
mengalami gejala yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I/ IDDM

6. Komplikasi
Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a. Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat,
penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis,
peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan
mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa
darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan
sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari
biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat
dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan
epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti
tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan
koma.
b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang
1) Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), syaraf-syaraf perifer (neuropaty
diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran
sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan
parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin
dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi
ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—
sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan
katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-
syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2) Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab
berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a) Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika
mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang
disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria
koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk
menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.
7. Pentalaksanaan
Tujuan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan atau gejala sedangkan tujuan jangka
panjang adalah mencegah komplikasi, tujuan tersebut dilakukan dengan cara menormalkan
kadar glukosa lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan
mandiri. Kegiatan utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu :
a. Diet
Penderita DM ditujukan untuk mengatur santapan dengan komposisi seimbang berupa
karbohidrat (60-70 %) protein (10-15 %), dan lemak (20-25 %) yang dimakan setiap hari. Jumlah
kalori yang dianjurkan tergantung sekali terhadap pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari,
jumlah kandungan serat 25 gram perhari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi
apabila terjadi hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
b. Pengaturan Aktifitas Fisik
Latihan fisik atau bekerja mempengaruhi pengaturan kadar glukosa darah penderita DM. Latihan
fisik membantu mempermudah transport glukosa ke dalam sel. Agar penderita dalam melakukan
pengaturan kadar glukosa yang lebih baik, maka diperlukan pengaturan waktu yang tepat dalam
melakukan latihan fisik. Contohnya jika klien melakukan latihan fisik pada saat kadar glukosa
darahnya tinggi, mereka dapat menurunkan kadar glukosa tersebut dengan latihan fisik itu
sendiri, sebaliknya jika klien merasa perlu melakukan latihan fisik pada saat glukosa darahnya
rendah maka ia memerlukan tambahan karbohidrat untuk mencegah hipoglikemi.
c. Agen Hipoglikemi
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan melakukan latihan jasmani yang teratur
tetapi kadar glukosa darahnya masih belum turun, dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat
hipoglikemi (oral/suntikan).

Obat Hiperglikemi oral (Sulfonilurea, Biguanid, inhibitor alfa glukosidase,


insulin sensitizing agent)

Pasien-pasien dengan sisa sel-sel pulau langerhans yang masih berfungsi yaitu mereka
dengan NIDDM merupakan sarana yang tepat untuk agen hipoglikemi oral seperti Sulfenil urea.
Obat-obat ini juga ternyata memperbaiki kerja perifer dari insulin, sehigga berguna dalam
penatalaksanaan pasien dengan NIDDM. Namun pada pasien IDDM yang telah kehilangan
fungsi sel-sel pulau Langerhansnya agen hipoglikemi oral tidak efektif bagi mereka.
Indikasi penggunaan Insulin pada DM type II adalah :
- DM dengan BB menurun cepat/kurus
- Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat dll)
- DM dengan kehamilan/DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
8. Dampak Diabetes Mellitus Terhadap Perubahan Sistem Tubuh Berkaitan Dengan
Kebutuhan Dasar Manusia
Defisiensi insulin mempengaruhi metabolisme tubuh yang berdampak pada sistem tubuh yaitu :
a. Sistem pernapasan
Defisiensi insulin menimbulkan peningkatan glikolisis di jaringan lemak serta ketogenesisi di hati.
Glikolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan
akibat bertambahnya pasokan asam lemak di hati. Dalam mitokondria hati, enzim kartinil
asiltranferase I terangsang untuk mengubah asam lemak bebas menjadi benda keton. Proses
ketosis ini menghasilkan asam betahidroksi butirat dan asam asetoasetat yang mengakibatkan
asidosis.
Efek kedua yang biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis dari peningkatan
langsung asam-asam keton adalah penurunan konsentrasi natrium yang disebabkan oleh efek-
efek berikut : asam-asam keton mempunyai ambang ekskresi ginjal yang rendah yaitu 100-200
gram. Asam-asam keton dapat dieksresikan berkaitan dengan natrium yang berasal dari CES,
sebagai akibatnya konsentrasi Na dalam CES biasanya berkurang dan Na diganti oleh
peningkatan jumlah ion H sehingga meningkatkan asidosis. Hal ini dapat dilihat dari pola
pernapasan klien yang cepat dan dalam (kussmaul).

b. Sistem pencernaan
Defisiensi insulin dapat menyebabkan kegagalan dalam pemasukan glukosa ke jaringan
sehingga sel-sel kekurangan glukosa intrasel dan menimbulkan dampak :
1) Peningkatan penggunaan protein dan glukogen oleh jaringan sehingga menyebabkan
penurunan berat badan akibat dari penurunan metabolisme sel.
2) Pembakaran lemak dan cadangan protein untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sementara
hati tidak mampu menetralisir lemak sehingga proses ini menghasilkan benda-benda keton.
Penumpukan asam lemak akan mengiritasi membran mukosa lambung dan diperberat oleh
peningkatan sekresi asam lambung sehingga menimbulkan perasaan mual dan muntah. Selain
itu iritasi lambung dapat merangsang zat-zat proteolitik untuk mengsekresi serotinin, bradikinin
dan histamin sehingga menimbulkan nyeri lambung.
3) Penurunan transfer glukosa ke dalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses
metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas
glukosa dalam sel akan merangsang pusat makan di bagian lateral hipothalamus sehingga
timbul peningkatan rasa lapar (poliphagi).
4) Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan penumpukan sorbitol yang dapat merusak
sistem saraf. Bila kerusakan ini mengenai syaraf otonom akan menimbulkan diare/konstipasi dan
gangguan dalam persepsi terhadap lapar.
c. Sistem kardiovaskuler
Defisiensi insulin menyebabkan metabolisme lemak diantaranya pembentukan lipoprotein (HDL
dan LDL). Hal ini menyebabkan peningkatan pembentukan kolesterol tubuh yang berpengaruh
pada proses terjadinya arterosklerosis dan mempercepat timbulnya infark pada jantung karena
berkurangnya suplay oksigen ke jantung dan akhirnya pembuluh besar menjadi kollaps
(komplikasi makrovaskuler) sehingga menjadi pencetus munculnya penyakit jantung koroner
seperti AMI (Akut Miokard Infark) dan angina pektoris. Bila gangguan jantung dirasakan oleh
penderita DM dengan neuropati maka akan mengancam timbulnya kematian karena penderita
tidak merasakan gejala gangguan jantung secara dini.
Bila arterisklerosis timbul pada daerah perifer maka akan timbul kelainan pada pembuluh darah
kaki berupa ulkus atau gangren diabetik dan pada perabaan arteri teraba denyut yang berkurang
sampai menghilang. Selain itu komplikasi mikrovaskuler pun dapat terjadi yaitu akibat defisiensi
insulin maka glukosa tidak mampu masuk ke jaringan sehingga glukosa lebih banyak
terakumulasi di ekstra sel bersama glukosa yang telah diubah dalam bentuk lain dengan bantuan
enzim aldose reduktase (sorbitol dan fruktosa). Hal ini menyebabkan meningkatnya kekentalan
membran sel diantara jaringan dan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan
penurunan sirkulasi tubuh ke perifer lainnya dan jaringan perifer kekurangan suplay oksigen dan
nurtrisi. Hal ini cenderung untuk mempertahankan produksi racun akibat metabolisme yang lama
yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan terjadi peningkatan kadar oksigen pada
pembuluh darah diluar jaringan maka jaringan akan menjadi hipoksia akibatnya ditandai dengan
neuropati, nefropati dan retinopati.
d. Sistem perkemihan
Kekurangan pemasukan glukosa dalam sel menyebabkan peningkatan volume ekstrasel
sehingga terjadi peningkatan osmolaritas sel yang akan merangsang hipothalamus untuk
mensekresikan ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral. Pada fase ini klien akan
mengalami Polidipsi dan penurunan produksi urin. Peningkatan rasa haus akan menyebabkan
peningkatan masukan cairan dan peningkatan sekresi ADH akan menahan pengeluaran urin
sehingga volume cairan ekstrasel bertambah. Bila ini terjadi maka volume cairan intra seluler
menurun dan merangsang reseptor di hipothalamus untuk menekan sekresi ADH sehingga
terjadi diuresis osmosis akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi ambang ginjal.
Diuresis osmosis akan mempercepat pengisian vesika urinaria, sehingga merangsang keinginan
untuk berkemih (Poliuri) dan kondisi ini bertambah pada malam hari karena terjadi vasokontriksi
akibat penurunan suhu sehingga timbul nokturi. Selain itu gangguan sistem perkemihan dapat
pula terjadi akibat kerusakan ginjal (nefropati), karena adanya penurunan perfusi ke daerah
ginjal.
e. Sistem reproduksi
Defisiensi insulin dapat menyebabkan terjadinya impotensi pada pria dan penurunan libido pada
wanita. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan penurunan ekstradiol pada gugus protein
akibat kegagalan metabolisme protein. Pada wanita sering pula terdapat keluhan keputihan
f. Sistem muskuloskeletal
Defisiensi insulin menghambat transfer glukosa ke sel-sel dalam jaringan tubuh yang
menyebabkan sel kelaparan dan terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan
hambatan dalam perfusi ke jaringan, yang akan mengakibatkan jaringan kurang mendapatkan
suplay oksigen dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk metabolisme
sehingga energi yang dihasilkan berkurang yang berdampak timbulnya kelemahan dan bila
dibiarkan akan mengakibatkan atropi otot. Defisiensi insulin juga menyebabkan penurunan
jumlah sintesa glikogen dalam otot serta peningkatan katabolisme protein yang berguna untuk
pertumbuhan sel-sel tubuh.
g. Sistem Integumen
Defisiensi insulin dapat berdampak pada integritas kulit yang bisa disebabkan oleh neuropati
diabetes dan angiopati diabetes. Neuropati akan menyebabkan penurunan sensasi sehingga
pengontrolan terhadap trauma mekanis, thermis dan kimia menurun yang akan memudahkan
terkena luka yang mengancam keutuhan kulit. Teori lain yang mendasari kerusakan kulit adalah
penumpukan endapan lipoprotein sehingga menyebabkan kebocoran protein dan butir-butir
darah. Hal ini dapat menimbulkan :
1) Pertahanan jaringan setempat menurun cepat pada kulit menyebabkan kulit mudah terinfeksi
akibat keluarnya leukosit.
2) Bila kelainan ini terjadi di kapiler tungkai bawah dapat menimbulkan edema yang hilang timbul
pada tungkai kerena kebocoran albumin jaringan sehingga mudah terinfeksi, luka sukar sembuh,
mudah selilitis dan gangren.
h. Sistem persyarafan
Defisiensi insulin menimbulkan hambatan glukosa ke dalam sel termasuk sel-sel saraf sehingga
mengganggu proses metabolisme saraf. Akibatnya sel akan menggunakan cadangan protein
sehingga sel-sel kekurangan protein yang akan mempengaruhi hambatan impuls pada akson,
sehingga akson tidak dapat mengantarkan impuls dengan sempurna. Dampak lainnya adalah
hambatan dalam konduksi saraf dan polarisasi membran akibat pambentukan ATP. Perubahan
diatas menyebabkan gangguan terhadap fungsi dan konduksi saraf (neuropati). Bila menyerang
saraf otonom dapat menimbulkan konstipasi atau diare, retinopati dan dapat mengakibatkan
neuropati perifer yang pertama kali ditandai oleh hilangnya sensasi pada ujung-ujung
ekstremitas bawah dan adanya rasa nyeri.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Proses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang logis dan
sistematis, dinamis dan teratur yang memerlukan pendekatan, perencanaan dan pelaksanaan
asuhan keperawatan yang metodis dan teratur dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang
bersifat bio-psiko-sosio-spiritual maupun masalah kesehatannya. (Depkes RI, 1995:10)
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien harus melalui proses
keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara terpadu
dalam tahapan yang terorganisir meliputi pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan
keperawatn dan evaluasi tindakan yang telah dilakukan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
lingkungan.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan
kesehatan pasien. Sumber data diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medik, dan perawat.
Adapun cara pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi dan
pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes Mellitus
meliputi:
1) Data Biografi
a) Identitas Klien
Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes Mellitus Tipe II berusia diatas 40 tahun, jenis
kelamin, agama, pendidikan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien yang akan
berpengaruh terhadap tingkat pemahaman klien akan suatu informasi, pekerjaan perlu dikaji
untuk mengetahui apakah pekerjaannya merupakan faktor predisposisi atau bahkan faktor
presipitasi terjadinya penyakit DM, suku/bangsa, status marital, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, diagnosa medis dan alamat.
b) Identitas Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan
dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1) Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Pada umumnya klien dengan Diabetes Mellitus akan mengeluh adanya gejala-gejala spesifik
seperti poliuria, polidipsi dan poliphagia, mengeluh kelemahan dan penurunan berat badan.
Pada klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular, kelelahan, gangguan
penglihatan, peka rangsang, dan kram otot yang menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya
komplikasi aterosklerosis. Dapat juga adanya keluhan luka yang tidak sembuh-sembuh atau
bahkan membusuk menjadi latar belakang penderita datang ke rumah sakit.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST dari mulai keluhan dirasakan sampai
klien datang ke rumah sakit.
(2) Keluhan Utama Saat Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian yang dikembangkan dengan metode
PQRST.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi, riwayat penyakit pankreatitis
kronis, dan riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,
penyakit), atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiazid, kontrasepsi oral). Perlu juga dikaji
apakah klien pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
(1) Riwayat Penyakit Menular
Pada umumnya penderita DM mudah terkena penyakit peradangan atau infeksi seperti TBC
Paru, sehingga perlu dikaji apakah pada keluarga ada yang mempunyai penyakit menular seperti
TBC Paru, Hepatitis, dll.

(2) Riwayat Penyakit Keturunan


Kaji apakah dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien yaitu DM
karena DM merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, juga perlu ditanyakan apakah ada
anggota keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti asma, hipertensi, atau penyakit
endokrin lainnya.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah, dan pola aktivitas klien kini di rumah sakit,
meliputi pola nutrisi (makan dan minum), eliminasi (BAB/BAK), istirahat tidur, personal hygiene,
dan aktivitas gerak. Dikaji kebiasaan/pola makan klien apakah teratur atau tidak dan berapa
banyak porsi sekali makan, apakah klien sering makan makanan tambahan/cemilan terutama
yang manis-manis, apakah ada keluhan selalu merasa lapar walaupun sudah banyak makan
atau ada keluhan penurunan/hilang nafsu makan karena mual/muntah, apakah klien melanggar
program diet yang telah ditetapkan dengan cara memakan makanan yang dipantang, apakah
ada penurunan berat badan dalam periode beberapa hari/minggu, kaji apakah ada keluhan
banyak minum dan selalu merasa haus. Perlu juga dikaji apakah klien mengeluh sering BAK
terutama malam hari, serta kaji pula kebiasaan klien berolah raga atau beraktivitas sehari-hari.

4) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan sedikit meningkat pada
klien diabetes yang sudah lansia karena menurunnya otot-otot pernafasan sehingga kemampuan
pengembangan paru juga menurun.
Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika penderita mengalami ketoasidosis dan didapat pula
nafas yang berbau aseton, dan bau halitosis atau bau manis. Bisa juga didapatkan keluhan
batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat pula
terjadi paraestesia atau paralysis pada otot-otot pernafasan (jika kadar Kalium menurun cukup
tajam).
b) Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah terutama pada tibia posterior,
dan dorsalis pedis, terjadinya aterosklerosis yang dapat terbentuk baik pada pembuluh darah
besar (makrovaskuler) atau pembuluh darah kecil (mikrovaskuler). Kaji pula adanya hipertensi,
edema jaringan umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, pucat, dan takikardia serta palpitasi
menunjukkan terjadinya hipoglikemik. Apabila telah terjadi neuropati pada kelainan jantung maka
akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.

c) Sistem Pencernaan
Kaji adanya polidipsi, poliphagi, mual, muntah, konstipasi, diare, perasaan penuh pada perut,
obesitas ataupun penurunan berat badan yang berlebihan pada periode beberapa hari/minggu
dan adanya distensi abdomen.
d) Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing, sakit kepala, kesemutan,
kelemahan pada otot, bahkan sampai paraestesia, gangguan penglihatan, didapat juga
gangguan orientasi dengan data klien tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan
sampai koma bila klien telah mengalami komplikasi ketoasidosis, hipoglikemia dan adanya
aktivitas kejang.
e) Sistem Endokrin
Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria, Polidipsi dan Poliphagia.
Kondisi klien akan lebih berat jika penderita mempunyai penyakit penyerta lain terutama
gangguan pada hormon lain. Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat ditimbulkan oleh
kerja hormon-hormon tersebut seperti adanya pembesaran kelenjar tiroid paratiroid, moonface,
adanya tremor, dll. Jika tidak ada gangguan pada hormon lain maka pengkajian difokuskan pada
hal-hal yang berhubungan dengan DM seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor
hipoglikemik.

f) Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria) dan terkadang nokturia, rasa
nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan berkemih karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi
saluran kemih. Urine akan tampak lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urine bisa tercium bau busuk jika infeksi.
Klien sering merasa haus sehingga intake cairan bertambah. Perlu dikaji juga adanya masalah
impotensi pada laki-laki dan masalah orgasme pada wanita serta infeksi pada vagina.
g) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot, sehingga klien sulit
bergerak/berjalan (beraktivitas), juga adanya keluhan kram pada otot.
h) Sistem Integumen
Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka klien sering mengeluh luka sulit
sembuh dan malah membusuk. Akral teraba dingin, dan integritas kulit menurun (rusak). Kulit
bisa kering, gatal, bahkan terjadi ulkus. Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien mengalami
infeksi.
5) Data Psikologis
Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya komunikasi. Kemungkinan klien
menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan depresi terhadap penyakitnya. Hal ini
diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur
tindakan yang dilakukan. Perlu dikaji pandangan hidup klien terhadap segala tindakan
keperawatan yang dijalani. Kaji ungkapan klien tentang ketidakmampuan koping/penggunaan
koping yang maladaptif dalam menghadapi penyakitnya, perasaan negatif tentang tubuhnya,
klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan kebebasan, dan kehilangan kesempatan
untuk menjalani kehidupannya.
6) Data Sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya,
hubungan klien dengan perawat, dokter, tim kesehatan lain serta klien lain dan bagaimana
penerimaan orang-orang sekitar klien terutama keluarga akan kondisinya saat ini serta dukungan
yang diberikan orang-orang terdekat klien baik dari segi moril ataupun materil.
Biasanya hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu, klien tetap ikut serta dalam
aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik
seperti ulkus, gangren, dan gangguan penglihatan.
7) Data Spiritual
Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap penyakit dan kesembuhannya
dihubungkan dengan agama yang klien anut. Bagaimana aktifitas spiritual klien selama klien
menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi
untuk kesembuhannya.
8) Data Penunjang
Dari pemeriksaan diagnostik ditemukan:
- Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).
- Gula darah puasa normal (70-115 mg/dL) atau diatas normal (> 115 mg/dL)
- Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.
- Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal (normal: 5-6%)
- Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas urin mungkin
meningkat.
- Kolesterol dan trigliserida serum dapat meningkat.
- Elektrolit: mungkin normal, meningkat atau bahkan menurun.
 Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
 Kalium : mungkin normal atau terjadi peningkatan semu akibat perpindahan seluler, selanjutnya
akan menurun
 Fosfor : lebih sering menurun
- Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai
tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya.
- Hb Glikolisat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal, yang mencerminkan kontrol DM
yang kurang selama 4 bulan terakhir.
- Trombosit darah/Ht : mungkin meningkat/dehidrasi atau normal, leukositosis hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi
9) Program dan Rencana Pengobatan
Pada umumnya ada lima hal yang utama dalam pengobatan DM antara lain:
a) Menjaga penderita DM tetap sehat dengan menghilangkan gejala dan keluhan akibat penyakit.
b) Memberi kemampuan bagi penderita DM untuk menjalankan hidup senormal mungkin.
c) Mengusahakan dan memelihara kontrol metabolik sebaik mungkin dengan mematuhi program
diet, olah raga teratur, obat anti diabetik, pendidikan dan motivasi penderita DM.
d) Melakukan upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari komplikasi akut maupun kronis.
e) Menyadarkan penderita bahwa cara hidup penderita DM ditentukan oleh penyakitnya.

b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan
konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan pasien.
Data yang ada kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai masalahnya untuk kemudian
dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang pada
akhirnya menjadi diagnosa keperawatan.

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah aktual dan potensial, yang
dimaksud masalah aktual adalah masalah yang ditemukan pada saat dilakukan pengkajian,
sedangkan masalah potensial adalah kemungkinan akan timbul kemudian.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan Diabetes Mellitus menurut
Carpenitto, Doengoes, Sorensen dan Brunner and Suddart antara lain:
1) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat
defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah.
2) Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria,
berkurangnya intake cairan.
3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
ketidakseimbangan intake makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan
kurangnya pengetahuan.
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi,
penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
5) Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan
produksi energi.
6) Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan sensasi sensori (visual), kelemahan dan
hipoglikemia.
7) Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (pengelolaan
diabetes), kemampuan mengingat yang kurang, diagnosis atau cara pengobatan yang baru,
keterbatasan kognitif.
8) Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, sistem pendukung
yang kurang adekuat.

2. Perencanaan
Perencanaan atau rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan
secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap pasien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan pasien secara optimal agar dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses
pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Dari diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana asuhan keperawatan sebagai berikut:
1) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat
defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan optimal.
Kriteria evaluasi:
- Nafsu makan meningkat ditandai dengan porsi makan klien habis.
- Pemasukan kalori atau nutrisi adekuat sesuai program.
- Berat badan mengarah ke normal sesuai dengan tinggi badan.
- Kadar glukosa darah dalam batas normal dan tidak terjadi fluktuasi.
Rencana:
Intervensi Rasional
 Timbang berat badan setiap hari  Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
atau sesuai indikasi.
 Auskultasi bising usus, catat  Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan
adanya nyeri abdomen, cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas
kembung, mual, dan muntah. atau fungsi lambung yang akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
 Identifikasi makanan yang  Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan
disukai atau dikehendaki. dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
 Libatkan keluarga klien pada  Meningkatkan rasa keterlibatan dan memberikan
perencanaan makan sesuai informasi kepada keluarga untuk memahami
dengan indikasi kebutuhan nutrisi klien
 Observasi tanda-tanda  Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi
hipoglikemia seperti perubahan (gula darah akan berkurang) dan sementara
tingkat kesadaran, kulit insulin tetap diberikan maka hipoglikemia dapat
lembab/dingin, denyut nadi terjadi.
cepat, lapar, peka rangsang,
cemas, sakit kepala, pusing dan
sempoyongan.
 Pantau pemeriksaan
laboratorium seperti glukosa  Gula darah akan menurun perlahan dengan
dara, aseton, pH, dan HCO3 penggantian cairan dan therapi insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori. Ketika hal ini
terjdi kadar aseton dapat menurun dan asidosis
 Berikan pengobatan insulin dapat dikoreksi.
secara teratur.  Insulin reguler memiliki awitan cepat dan
karenanya dengan cepat pula dapat membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel.
 Lakukan konsultasi dengan ahli  Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian
diet. diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

2) Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria,
berkurangnya intake cairan.
Tujuan:
Hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi:
- Tanda-tanda vital stabil : TD 120/80 mmHg, Respirasi 16-24 x/menit, Nadi 70-80 x/menit, Suhu
36,5-37.50C
- Nadi perifer dapat diraba.
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik.
- Intake dan output seimbang.
- Kadar elektrolit dalam batas normal
Rencana:
Intervensi Rasional
 Pantau tanda-tanda vital, catat  Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh
adanya perubahan tekanan hipotensi dan takikardia.
darah ortostatik.
 Kaji pola nafas seperti adanya  Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
pernafasan kussmaul atau melalui pernafasan yang menghasilkan
berbau keton. kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang berbau
aseton berhubungan dengan pemecahan asam
aseto asetat dan harus berkurang bila ketosis
telah terkoreksi.
 Pantau frekuensi dan kualitas  Peningkatan kerja pernafasan, pernafasan
pernafasan, penggunaan otot cepat dan dangkal serta munculnya sianosis
bantu nafas dan periode apneu mungkin indikasi dari kelelahan pernafasan
serta muncul sianosis. atau mungkin klien kehilangan
kemampuannya untuk mengkompensasi
asidosis.
 Kaji nadi perifer, pengisian  Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi
kapiler, torgor kulit dan atau volume sirkulasi yang adekuat.
membran mukosa.
 Pantau intake dan output  Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari
therapi yang diberikan.
 Pertahankan untuk memberikan  Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi
cairan paling sedikit 2500 dengan adekuat.
ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung jika
pemasukan cairan sudah dapat
diberikan.
 Tingkatkan lingkungan yang  Menghindari pemanasan yang berlebihan
dapat memberikan rasa terhadap klien yang lebih lanjut dapat
nyaman. Selimuti klien dengan menimbulkan kehilangan cairan
selimut tipis.
 Kaji adanya perubahan mental  Perubahan mental dapat berhubungan dengan
atau sensori. hipoglikemi atau hiperglikemi, elektrolit yang
abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan berkembangnya hipoksia.
 Tipe dan jumlah cairan tergantung dari derajat
 Berikan terapi cairan sesuai kekurangan cairan dan respon klien secara
dengan indikasi. individual.
 Memberikan pengukuran yang tepat dan akurat
 Pasang dan pertahankan kateter terhadap urin output.
urin.  Mengkaji tingkat hidrasi.
 Pantau pemeriksaan
laboratorium seperti Ht,
BUN/kreatinin, osmolalitas
darah, natrium dan kalium.

3) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,


ketidakseimbangan intake makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan
kurangnya pengetahuan.

Tujuan:
Intake nutrisi adekuat
Kriteria evaluasi:
- Kadar glukosa darah dalam tingkat yang optimal.
- Berat badan ideal dapat dicapai dan dipertahankan.
- Klien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.
- Klien dapat memilih makanan berdasarkan pada panduan penurunan kalori
Rencana:
Intervensi Rasional
 Diskusikan dengan pasien dan  Pengertian dapat memotivasi untuk
keluarga tentang faktor menghindari faktor penyebab.
penyebab.
 Kaji psikososial pasien yang  Psikologis dapat mempengaruhi perilaku
berhubungan dengan makan makan yang berlebih.
berlebih
 Jelaskan hubungan obesitas  Obesitas dapat menyebabkan DM tipe II
dengan diabetes.
 Konsultasikan dengan ahli gizi  Untuk menetapkan dan menghitung diet sesuai
untuk program diet. dengan kebutuhan klien.
 Motivasi klien untuk  Dapat membantu dalam penurunan berat
mengkonsumsi cukup makanan badan.
yang mengandung kompleks
karbohidrat yang tinggi.
 Bantu memilih menu harian
berdasarkan rencana rendah  Menghindari kebosanan akan menu pada diet
kalori dan rendah lemak. yang telah ditentukan.
 Timbang berat badan setiap
hari.  Menunjukkan intake nutrisi yang adekuat.
 Diskusikan kebutuhan diet dan
tingkatkan latihan sesuai  Latihan memudahkan ambilan glukosa
program diet. sehingga menurunkan kadar gula darah,
memudahkan penurunan berat badan, dan
 Libatkan keluarga dalam menurunkan resiko aterosklerosis.
perencanaan makan sesuai  Memberikan rasa keterlibatan, memberikan
program diet dan indikasi. informasi kepada keluarga tentang kebutuhan
 Kolaborasi pemeriksaan gula nutrisi klien.
darah, pH, HCO3  Gula darah akan menurun secara perlahan-
lahan pada insulin yang terkontrol. Pemberian
insulin dosis optimal menyebabkan glukosa
masuk kedalam sel yang digunakan untuk
energi.

4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi,
penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
Tujuan:
Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria evaluasi:
- Keadaan kulit tetap utuh pada daerah yang mengalami gangguan seperti yang ditunjukkan oleh
hal-hal berikut:
 Kulit yang mengalami lesi kelihatan bersih dan memperlihatkan tanda-tanda penyembuhan.
 Klien atau orang terdekat memperlihatkan perawatan kulit yang tepat.
- Dapat mempertahankan kesehatan jaringan kulit seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
 Tidak mengalami kerusakan kulit
 Tidak terdapat daerah kemerahan
 Mempertahankan sirkulasi adekuat.

Rencana:
Intervensi Rasional
 Inspeksi kulit terhadap perubahan  Menandakan area sirkulasi buruk yang dapat
warna, turgor, vascular. menimbulkan dekubitus/infeksi.
 Jaga kulit tetap bersih dan kering.
 Kulit kotor dan basah merupakan media yang baik
 Berikan perawatan kulit dengan salep untuk tumbuhnya mikroorganisme.
atau krim.  Salep dan krim berfungsi untuk melembabkan kulit
sehingga mencegah terjadinya robekan kulit
 Pertahankan linen kering.  Menurunkan iritasi pada kulit dan resiko kerusakan
kulit.
 Lakukan perawatan luka dengan  Membersihkan luka sehingga mempercepat
larutan NaCl dan debridement sesuai tumbuhnya jaringan baru.
order.
 Berikan obat-obatan luka.  Membunuh mikroorganisme dan mempercepat
penyembuhan luka.
 Awasi dengan ketat terhadap tanda  Deteksi dini sebagai upaya preventif dan
dan gejala infeksi. menentukan intervensi yang tepat.
 Berikan tindakan untuk  Sirkulasi adekuat penting untuk aktivitas sel.
memaksimalkan sirkulasi darah.
 Awasi hasil pemeriksaan  Sebagai indikator pertukaran nutrisi.
laboratorium seperti albumin

5) Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan


produksi energi.
Tujuan:
Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi
Kriteria evaluasi:
- Kelemahan klien berkurang
- Mengungkapkan peningkatan energi.
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan.
Rencana:
Intervensi Rasional
 Diskusikan dengan klien kebutuhan  Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
akan aktivitas, buat jadwal meningkatkan tingkat aktifitas meskipun mungkin
perencanaan dengan klien dan klien sangat lemah.
identifikasi aktifitas yang
menimbulkan kelelahan.
 Berikan aktifitas alternatif dengan  Mencegah kelelahan yang berlebihan.
periode istirahat yang cukup.
 Pantau tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah beraktifitas.  Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat
 Tingkatkan partisipasi klien dalam ditolerir secara fisiologis.
melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.  Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang
 Libatkan keluarga dalam pelaksanaan positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat ditolelir
aktivitas klien. klien

 Meningkatkan peran aktif keluarga dalam perawatan


klien.

6) Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan sensasi sensori (visual), kelemahan dan
hipoglikemia.
Tujuan:
Injuri tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
- Mengungkapkan peningkatan energi
- Mencapai atau mempertahankan tingkat/status mental
- Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensorik.
- Pasien mengenali lingkungan yang berbahaya dan menghindarinya.
- Pasien mengerti resiko injuri dengan perubahan sensori yang diungkapkan secara verbal.

Rencana:
Intervensi Rasional
 Pantau tanda-tanda vital dan status  Sebagai dasar untuk membandingkan temua
mental. abnormal.
 Minimalkan faktor lingkungan yang  Mencegah kecelakaan akibat lingkungan yang
berbahaya. berbahaya.
 Libatkan keluarga dalam mencegah  Membantu mengurangi resiko injuri pada klien.
terjadinya injuri pada klien.
 Pelihara aktivitas rutin klien  Membantu memelihara klien tetap berhubungan
sekonsisten mungkin dan motivasi dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada
klien untuk melakukan kegiatan lingkungannya.
sehari-hari sesuai dengan
kemampuannya.  Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak
 Kaji adanya keluhan parastesia, nyeri nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan
atau kehilangan sensori pada mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit
paha/kaki, adanya ulkus, daerah dan gangguan keseimbangan.
kemerahan, tempat-tempat tertekan
dan denyut nadi perifer.  Penjelasan dapat memotivasi klien untuk
 Jelaskan hal-hal yang dapat menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan
menyebabkan cedera pada klien cedera.
seperti penggunaan alat-
alat/melakukan aktivitas yang salah
 Bantu klien dalam ambulasi atau  Meningkatkan keamanan klien terutama rasa
perubahan posisi serta dalam keseimbangan.
melakukan aktivitas.

7) Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (pengelolaan


diabetes), kemampuan mengingat yang kurang, diagnosis atau cara pengobatan yang baru,
keterbatasan kognitif.
Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah
Kriteria evaluasi:
- Klien mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
- Klien dapat menghubungkan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan faktor penyebab.
- Klien dapat melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan
- Klien melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana:
Intervensi Rasional
 Ciptakan lingkungan saling percaya  Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan
dengan mendengarkan penuh sebelum pasien bersedia ambil bagian dalam proses
perhatian dan selalu ada untuk pasien belajar.
 Bekerja dengan pasien dalam menata
tujuan belajar yang diharapkan.  Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan
antusias dan kerjasama pasien dengan prinsip-
 Pilih berbagai strategi belajar prinsip yang dipelajari.
 Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses
informasi meningkatkan penerapan pada individu
 Diskusikan topik utama yang belajar.
 Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
8) Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, sistem pendukung
yang kurang adekuat.
Tujuan:
Penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berjalan efektif

Kriteria evaluasi:
- Pasien mengerti tentang pemeliharaan di rumah
- Melaksanakan keterampilan pemeliharaan secara benar
- Mengungkapkan kepuasan tentang rencana pemeliharaan di rumah
Rencana:
Intervensi Rasional
 Ajarkan klien tentang diabetes  Lebih banyak pengetahuan klien tentang
mellitus, pengobatan, dan perawatan keadaannya, semakin mungkin mereka mematuhi
sesuai dengan panduan penyuluhan pengobatan dan perawatannya.
klien.
 Rujuk klien pada perawatan diri  Karena diabetes mellitus adalah gangguan kronis
diabetes bila diberikan fasilitas, sepanjang hidup, dukungan kontinyu penting dalam
agensi, organisasi komunitas. membantu seseorang untuk beradaptasi pada
perubahan gaya hidup yang disebabkan oleh rencana
terapeutik untuk pemeliharaan diri.
 Ahli diet khusus adalah spesialisasi nutrisi yang
 Rujuk klien pada ahli diet untuk dapat membantu klien dalam merencanakan makan
instruksi pada perencanaan makan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai program.
terutama diet yang dianjurkan.  Untuk mempertahankan integritas kulit
 Ajarkan klien cara perawatan kaki
yang tepat.  Memudahkan ambilan seluler dari glukosa sehingga
 Bantu dalam perencanaan program menurunkan kadar glukosa darah, menurunkan berat
latihan reguler yang dapat dengan badan dn menurunkan resiko arterosklerosis.
mudah dikerjakan dalam rutinitas
harian. Jelaskan keuntungan dari
latihan.

Anda mungkin juga menyukai

  • SAP Leaflet DM
    SAP Leaflet DM
    Dokumen8 halaman
    SAP Leaflet DM
    Rida Anita Yunikawati
    Belum ada peringkat
  • Woc Gea
    Woc Gea
    Dokumen1 halaman
    Woc Gea
    aditiya
    Belum ada peringkat
  • Askep Chest Pain
    Askep Chest Pain
    Dokumen11 halaman
    Askep Chest Pain
    Nuriel Fitri
    Belum ada peringkat
  • Adat 1
    Adat 1
    Dokumen1 halaman
    Adat 1
    Nuriel Fitri
    Belum ada peringkat
  • Uang Bawang
    Uang Bawang
    Dokumen1 halaman
    Uang Bawang
    Nuriel Fitri
    Belum ada peringkat
  • HT
    HT
    Dokumen7 halaman
    HT
    Nuriel Fitri
    Belum ada peringkat
  • Tuberkulosis Resistan Obat PDF
    Tuberkulosis Resistan Obat PDF
    Dokumen9 halaman
    Tuberkulosis Resistan Obat PDF
    Darmawati
    Belum ada peringkat
  • WOC Hipertensi
    WOC Hipertensi
    Dokumen1 halaman
    WOC Hipertensi
    Nuriel Fitri
    Belum ada peringkat
  • LP Hipertensi
    LP Hipertensi
    Dokumen16 halaman
    LP Hipertensi
    Arinda Rizky Febyantari
    Belum ada peringkat
  • Deskripsi Produk
    Deskripsi Produk
    Dokumen6 halaman
    Deskripsi Produk
    Nuriel Fitri
    Belum ada peringkat
  • LP Gea Fix
    LP Gea Fix
    Dokumen17 halaman
    LP Gea Fix
    Nuriel Fitri
    Belum ada peringkat
  • LP Gea
    LP Gea
    Dokumen15 halaman
    LP Gea
    Herry Yuan
    Belum ada peringkat
  • Gastroentritis
    Gastroentritis
    Dokumen3 halaman
    Gastroentritis
    Bella
    Belum ada peringkat
  • Askep GEA
    Askep GEA
    Dokumen11 halaman
    Askep GEA
    wezi
    Belum ada peringkat
  • LP Gea
    LP Gea
    Dokumen6 halaman
    LP Gea
    Anggara Van Nhantha
    100% (1)
  • Laporan Pendahuluan Gea
    Laporan Pendahuluan Gea
    Dokumen19 halaman
    Laporan Pendahuluan Gea
    Nuriel Fitri
    Belum ada peringkat
  • CV
    CV
    Dokumen2 halaman
    CV
    Nuriel Fitri
    Belum ada peringkat