Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stunting (tubuh pendek) adalah hasil jangka panjang dari kekurangan
nutrisi dengan tinggi badan menurut umur kurang dari -2 SD (Standar
Deviasi) di bawah median panjang (WHO, 2010). Secara global,
prevalensi stunting pada tahun 2016 adalah 154,8 juta atau sebesar 22,9%
pada balita dibawah usia 5 tahun (UNICEF, 2017). Jika kecenderungan ini
berlanjut, pada tahun 2025 diproyeksikan terdapat 127 juta Balita dibawah
usia 5 tahun akan mengalami stunting (WHO, 2015).
Pada tahun 2016 terdapat 38% balita stunting hidup di Afrika.
Jumlah Balita stunting di Afrika meningkat dari 58,6 juta Balita stunting
pada tahun 2015 menjadi 59 juta balita stunting pada tahun 2016.
Peningkatan prevalensi stunting terjadi di Amerika Bagian Utara dari 2,1%
pada tahun 2015 dan menjadi 2,3% pada tahun 2016, begitu juga di daerah
Ocenia terjadi peningkatan prevalensi stunting dari 38,2% pada tahun
2015 menjadi 38,3% pada tahun 2016 (UNICEF, 2017).
Pada tahun 2017 lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal
dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di
Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal
dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah
(0,9%). Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health
Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan
prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional
(SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017
adalah 36,4% (Infodatin, 2018).
Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di
Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari
tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan
balita pendek sebesar 19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita
sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa

1
2

Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah adalah


Bali (Infodatin, 2018).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan
penurunan prevalensi stunting di tingkat nasional sebesar 6,4% selama
periode 5 tahun, pada tahun 2013 yaitu 37,2% dan pada tahun 2018 yaitu
30,8% . Sedangkan untuk balita berstatus normal terjadi peningkatan dari
pada tahun 2018 yaitu 48,6% sedangkan pada tahun 2018 yaitu 57,8%.
Adapun sisanya mengalami masalah gizi lain. Adapun Provinsi tertinggi
prevalensi stunting yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 42,6%
dan provinsi terendah yaitu provinsi Jakarta sebesar 17,7% sedangkan
provinsi Kalimantan Selatan sebesar 31%.
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai
dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan Balita
seusianya. Balita yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap
penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif.
Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga
mempengaruhi tingkat kecerdasan balita (Infodatin, 2018).
Berdasarkan Laporan Puskesmas Guntung Manggis data balita
pada bulan Januari sampai Juli 2019 balita yang mengalami stunting
berdasarkan TB/U sebanyak 25 balita (Laporan Puskesmas Guntung
Manggis, 2019).
Maka berdasarkan hasil temuan ini, penulis ingin mengambil judul
“Gambaran Upaya Pencegahan Stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Guntung Manggis Tahun 2019 ”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran upaya pencegahan stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Guntung Manggis Tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Guntung Manggis Tahun 2019.
3

b. Mengetahui prioritas penyebab masalah stunting pada balita di wilayah


kerja Puskesmas Guntung Manggis Tahun 2019.
c. Mengetahui alternatif pemecahan masalah stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Guntung Manggis Tahun 2019.
C. Manfaat
1. Bagi Puskesmas Guntung Manggis
a. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan program upaya
pencegahan stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Guntung
Manggis.
b. Sebagai bahan masukan untuk pembuatan kebijakan dan penanganan
yang akan datang demi membantu perbaikan program kesehatan gizi
Balita.
c. Turut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas pendidikan perguruan
tinggi alam penciptaan lulusan berkualitas, terampil dan memiliki
pengalaman kerja.
2. Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan yang berhubungan dengan
ilmu kesehatan masyarakat terutama kesehatan gizi pada balita.
b. Mendapatkan pengalaman menggunakan metode analisis masalah yang
tepat terhadap permasalahan yang ditemukan di tempat magang
c. Memperkaya kajian dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat terutama
sesuai bidang yang digeluti
d. Penemuan baru mengenai analisis permasalahan masalah kesehatan
e. Mendapatkan bahan untuk penulisan skripsi/karya ilmiah.
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Terjalinnya kerjasama lintas sektor antara Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan Puskesmas Guntung
Manggis dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai