Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN

SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN

Oleh:
KELOMPOK A-6
Lavenia 6103018017
Graciella 6103018023
Hansen Wibowo 6103018026
Sylvia Novencia S. W. 6103018033
Caroline Claudia C. 6103018071
Michael Liman 6103018121

Tanggal Praktikum: 31 Oktober 2019


Asisten: Laurensia Maria Yulian, S.Pt., M. Biotech.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan


1.1.1. Tujuan Instruksional Umum
Memahami sifat-sifat fisik dan kimiawi berbagai jenis serealia dan kacang-
kacangan.
1.1.2. Sasaran Belajar:
1. Menentukan ukuran dan bentuk berbagai jenis serealia dan kacang-
kacangan, kemudian mengklasifikasikannya kedalam bentuk acuan.
2. Mengukur sifat spesifik (karakteristik) bahan serealia dan kacang-
kacangan; warna, berat, spesifik gravitasi, densitas kamba, daya serap
air, karakter gluten dan rasio pengembangan.

1.2. Dasar Teori


1.2.1. Serealia
Serealia merupakan biji-bijian dari famili rumput-rumputan (Gramineae).
Umumnya serealia kaya akan zat karbohidrat dan serat, cukup protein, dan sangat
rendah kandungan lemaknya sehingga dapat digunakan sebagai makanan pokok
manusia, atau pakan ternak, serta dimanfaatkan sebagai bahan baku produk
industri yang menggunakan karbohidrat Serealia juga mengandung vitamin
(vitamin E dan B kompleks) serta mineral seperti besi dan magnesium. Biji-bijian
yang tergolong serealia antara lain padi, jagung, gandum, cantel, oat, barley, dan
rye (Nugraheni, 2010).
1.2.1.1. Beras hitam
Beras hitam merupakan beras varietas Indonesia yang mengandung
pigmen yang paling baik dibandingkan beras putih atau beras warna yang lain.
Beras hitam merupakan salah satu jenis beras yang mulai populer di masyarakat
dan dikonsumsi sebagai pangan fungsional karena bermanfaat bagi kesehatan. Hal
ini disebabkan karena beras hitam mengandung fitokimia aktif seperti tokoferol,
tokotrienol, oryzanols, vitamin B kompleks, dan senyawa fenolik. Sehingga beras
hitam dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, memperbaiki kerusakan sel hati, mencegah
gangguan fungsi ginjal, mencegah kanker atau tumor, memperlambat penuaan,
sebagai antioksidan, membersihkan kolestrol dalam darah, dan mencegah anemia
(Mangiri dkk., 2016).
1.2.1.2. Beras Merah
Padi beras merah tergolong dalam family Gramineae, sub family
Oryzaidae, genus dan spesies Oryza sativa. Beras merah merupakan beras tumbuk
atau pecah kulit yang kulit arinya tidak banyak hilang. Beras merah sangat
berpotensi sebagai sumber utama karbohidrat, serta mengandung protein, beta
karoten, antioksidan, dan zat besi. Beras merah juga mengandung sejumLah
komponen bioaktif seperti pigmen dan senyawa flavonoid yang dapat berperan
sebagai antioksidan. Warna beras merah disebabkan oleh aleuronnya yang
memproduksi antosianin yang merupakan sumber warna merah atau ungu
(Fibriyanti, 2012). Kandungan gizi beras merah dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Kandungan gizi beras merah per 100 gram
Komponen JumLah
Protein 7,5 g
Lemak 0,9 g
Karbohidrat 77,6 g
Kalsium 16 mg
Fosfor 163 mg
Zat Besi 0,3 g
Vitamin B1 0,21 mg
Sumber: Rajguru et al., 2002
1.2.1.3. Jagung
Jagung (Zea mays L.) tergolong dalam famili rumput-rumputan
(Gramineae). Karbohidrat merupakan komponen yang paling banyak terdapat
dalam biji jagung. Sebagian besar jenis jagung mempunyai kandungan
amilopektin 78% dan amilosa 22%. Protein yang terdapat dalam biji jagung yaitu
prolamin (zein) 47.2%, glutein 35.1%, albumin 3.2% dan globulin 1.5%
(Nugraheni, 2010). Jagung merupakan tumbuhan tropical yang tidak dapat
tumbuh pada cuaca dingin. Jagung dapat tumbuh dengan sempurna pada rentang
waktu kurang lebih 120 hari dengan sinar matahari yang cukup (Warman, 2003).
1.2.2. Kacang-kacangan
Kacang-kacangan atau polong-polongan termasuk dalam famili
Leguminosa. Kacang-kacangan biasanya digunakan sebagai sumber protein
nabati, meskipun beberapa diantaranya digunakan sebagai sumber minyak seperti
kacang kedelai dan kacang tanah. Berbagai jenis kacang-kacangan dapat
dibedakan dengan berdasarkan varietas, warna, bentuk, dan karakter
fisiknya.Yang termasuk dalam kelompok kacang-kacangan adalah kacang kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kacang gude dan sebagainya
(Nugraheni, 2010).
1.2.2.1. Kacang Merah
Kacang merah (Phaseolus vulgaris L) merupakan jenis tanaman kacang-
kacangan yang biasanya dikonsumsi sebagai sayur, campuran salad ataupun kue.
Kacang merah adalah sumber protein nabati yang cukup potensial sekaligus
sumber energi yang cukup tinggi. Kacang merah tidak hanya digunakan sebagai
sumber protein nabati tetapi juga sumber energi, karbohidrat, serat, serta mineral
yang cukup tinggi. Dibandingkan dengan kacang lainnya, kacang merah memiliki
kadar karbohidrat yang tinggi, kadar lemak yang rendah serta kadar serat yang
lebih tinggi dibanding kacang kedelai dan kacang tanah. Bila dibandingkan
dengan tepung terigu yang hanya memiliki kandungan protein 10 g/100 g dan
kalsium 22 mg/100 g, kacang merah memiliki kandungan protein yang lebih
tinggi yaitu 22,3 g/100 g dan kalsium 502 mg/100 g. Kacang merah memiliki
kandungan protein yang baik, salah satu indikatornya adalah memiliki kandungan
leusin sebesar 76,16 mg (Astawan, 2009)
1.2.2.2.Kacang Kedelai
Kedelai mengandung protein rata-rata 35%, bahkan dalam varietas unggul
kandungan proteinnya dapat mencapai 40 - 44%. Protein kedelai sebagian besar
(85
– 95%) terdiri dari globulin dan dibandingkan dengan kacang-kacangan lain,
susunan asam amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang. Kedelai
mengandung sekitar 18–20% lemak dan 25% dari jumlah tersebut terdiri dari
asam- asam lemak tak jenuh yang bebas kolesterol. Selain itu, didalam lemak
kedelai juga terkandung beberapa fosfolipida penting yaitu lesitin dan sepalin.
Kedelai mengandung karbohidrat sekitar 35 persen yang terdiri atas golongan
oligosakarida
dan golongan polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa,
dan raffinosa yang larut dalam air. Sedangkan golongan polisakarida terdiri dari
erabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak larut dalam air dan alkohol
(Nugraheni, 2010).
1.2.2.3.Kacang Hijau
Kacang hijau (Vigna radiata) merupakan salah satu tanaman pangan
sumber protein nabati, vitamin (A, B1, C, dan E) serta beberapa zat lain yang
bermanfaat seperti amiluum, zat besi, belerang, kalsium, magnesium, dan niasin.
Kandungan protein kacang hijau sebesar 22% menempati urutan ketiga setelah
kedelai dan kacang tanah. Kacang hijau berumur sekitar 55-65 hari, tahan
kekeringan, variasi jenis penyakit relatif sedikit, dapat ditanam pada lahan kurang
subur dan harga jual relatif tinggi serta stabil (Purwono dan Hartono, 2005).

1.2.3. Tepung
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan
atau penepungan. Pada proses penggilingan, ukuran bahan diperkecil dengan
diremuk yaitu ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggiling (Rahman, 2018).
Tepung memiliki kadar air rendah yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan tepung, perlakuan yang telah
dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan jenis
pengemasan (Nurani dan Yuwono, 2014).
1.2.3.1. Tepung Beras
Tepung beras dibuat melalui biji beras yang ditumbuk halus atau digiling.
Tepung beras merupakan salah satu alternatif bahan dasar dari tepung komposit
dan terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Tepung beras
adalah produk setengah jadi untuk bahan baku industri lebih lanjut. Untuk
membuat tepung beras membutuhkan waktu selama 12 jam dengan cara beras
direndam dalam air bersih, ditiriskan, dijemur, dihaluskan dan diayak
menggunakan ayakan 80 mesh. Tepung beras dapat digunakan sebagai bahan
pangan fungsional karena tidak memiliki kandungan gluten sehingga dapat
menggantikan tepung terigu (Andie dan Hadi, 2015).
1.2.3.2. Tepung Maizena
Tepung maizena atau tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke
dalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahkan kulit, endosperm,
lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling
menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki
kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm
karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan
bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus
dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat
tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol
jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat
membuat tepung menjadi kasar (Pratama, 2008).
1.2.3.3. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum
(T. sativum) yang tersusun oleh 67-70 % karbohidrat, 10-14 % protein, dan 1-3 %
lemak. Protein dari tepung terigu dapat membentuk suatu jaringan yang saling
berikatan (continous) pada adonan dan bertanggung jawab sebagai komponen
yang membentuk viskoelastik. Gluten merupakan protein utama dalam tepung
terigu yang terdiri dari gliadin (20-25 %) dan glutenin (35-40%). Banyak
sedikitnya gluten yang didapat bergantung pada berapa banyak jumlah protein
dalam tepung itu sendiri. Makin tinggi proteinnya maka makin banyak jumlah
gluten yang didapat, begitu juga sebaliknya. Banyaknya kandungan gluten akan
berdampak pada keelastisan dan daya tahan terhadap penarikan dalam proses
produksi pangan (Fitasari, 2009). Komposisi tepung terigu yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Kandungan tepung terigu per 100 gr bahan
Komposisi JumLah
Energi 340 kal
Air 14 g
Protein 13 g
Besi (Fe) 5 mg
Zinc (Zn) 3 mg
Asam Folik 0,2 mg
Kalsium 13 mg
Karbohidrat 70 mg
Lemak 0,9 mg
Vitamin B1 0,25 mg
Vitamin B2 0,4 mg
Sumber: Fitasari, 2009
BAB II
METODE

2.1. Alat dan Bahan


2.1.1. Alat
1. Neraca 8. Kain lap
2. Tintometer 9. Vibrator Tyller
3. Tabel acuan bentuk 10. Neraca pegas
4. Color reader 11. Stopwatch
5. Termometer 12. Cawan porselen
6. Blender 13. Jangka sorong
7. Penangas air 14. Oven

2.2.2. Bahan
1. Serealia
a. Beras merah
b. Beras hitam
c. Jagung
2. Kacang-kacangan:
a. Kacang merah
b. Kacang kedelai
c. Kacang hijau
3. Tepung:
a. Tepung terigu(Cakra
dan Kunci)
b. Tepung beras
c. Tepung maizena
4. NaCl
5. Minyak
2.2. Skema Kerja
2.2.1. Pengamatan Warna dan Bentuk

Sampel Serealia dan Kacang

Pengamatan warna dengan


Color reader

Pengamatan bentuk (sesuai


dengan gambar acuan)

Pengukuran panjang, lebar,


tebal dengan mikrometer

Gambar 2.1. Diagram Alir Pengamatan


Warna dan Bentuk

2.2.2. Pengukuran Kadar Air


Pengolahan sampel kacang-kacangan
dengan di blender

Pengukuran kadar air dengan IR


Moisture Test

Gambar 2.2. Diagram Alir Pengukuran Kadar Air

2.2.3.Pengukuran Specific Gravity (SG)

50 gram sampel

Penimbangan di udara dan air

Perhitungan nilai SG sampel

Gambar 2.3. Diagram Alir Pengukuran Specific Gravity


2.2.4. Densitas Kamba (gr/mL)
Memasukkan sampel ke gelas
ukur 100 mL

Menggetarkan pada Vibrator Taylor

Menambah sampel hingga 100


mL

Menimbang sampel
(gram/mL)

Menimbang 100 butir bahan


(gram/100 butir)

Menimbang butir sampel dalam


100 mL (butir/100 mL)

Gambar 2.4. Diagram Alir Pengukuran Densitas Kamba

2.2.5 Pengamatan Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan

10 gram sampel

Memasukkan dalam gelas beker


berisi 50 mL air

Pemanasan di penangas air


(80℃)

A
A

Penimbangan

Perhitungan daya serap air dan


rasio pengembangan

Gambar 2.5. Diagram Alir Pengukuran Daya Serap Air


dan Rasio Pengembangan

2.2.6. Pengujian Gluten Tepung


10 gram tepung + 5 mL NaCl
1%

Pencampuran

Pembentukan adonan menjadi bola

Mendiamkan 5 menit

Perendaman (1 menit)

Pencucian dengan air mengalir

Penimbangan (gluten basah)

Pengovenan sisa gluten (100℃,


20-30 menit)

Penimbangan (gluten kering)

Gambar 2.6. Diagram Alir Pengujian Gluten Tepung


2.2.7. Sedimentasi

Pengambilan 5 biji sampel yang


diamati

Penjatuhan 1 per 1 biji ke dalam


tabung yang berisi minyak dan air

Perhitungan waktu untuk


mencapai dasar dengan stopwatch

Perhitungan kecepatan terminal biji

Gambar 2.7. Diagram Alir Pengukuran Sedimentasi

2.2.8. Densitas Curah

1000 gram sampel

Pemasukan sampel dalam corong


kaca yang tertutup

Penarikan penutup corong

Perhitungan waktu hingga semua


sampel keluar dari corong dengan
stopwatch

Gambar 2.8. Diagram Alir Pengukuran Densitas Curah


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Serealia
3.1.1 Beras Hitam
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Berbagai Parameter Pada Beras Hitam
Parameter JumLah
L 28,4
a* 2,93
Warna b* -1,3
c 1,5
h 298,73
a 0,698
Ukuran (mm) b 0,2813
c 0,2286
Sphericity 0,5091
Densitas Kamba (g/mL) 0,84
Kadar Air (%) 8,15
Daya Serap Air (%) 120
Rasio Pengembangan 2,2000
Specific Gravity 1,6048
Berat (gr/100 butir) 1,97
Berat(gr/100 mL) 84,0
JumLah butir/100 mL 4264
Densitas Curah(gr/s) 265,4844
Minyak 2,3956
Laju sedimentasi Air 7,8177
(cm/s)
Minyak 7,2001
V terminal (m/s) Air 6,8083

Gambar 3.1. Beras Hitam


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
3.1.1.1 Warna
Pengamatan warna pada bahan pangan dilakukan dengan menggunakan
color reader. Prinsip kerja dari color reader adalah pengukuran perbedaan warna
melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel (Diniyah dkk., 2016).
Berdasarkan hasil bacaan color reader dengan skala 1 sampai 100, Nilai lightness
(L) berkisar antara 0% untuk warna paling gelap (hitam) dan 100% untuk warna
paling terang (putih) (Octavianus dan Hanggita, 2014) Sedangkan nilai a*
menunjukkan redness, lalu nilai b* menunjukkan yellowness. Notasi a*
menunjukkan warna campuran dari warna merah dan hijau dengan nilai a*(+) dari
0 sampai + 80 untuk warna merah sedangkan nilai a* (-) dari 0 sampai -80 untuk
warna hijau. Lalu nilai c menunjukan nilai Chroma yang menunjukkan tingkatan
warna berdasarkan ketajamannya yang berfungsi untuk mendefinisikan warna
suatu produk cenderung mengkilap atau kusam. Chroma mengikuti persentasi
yang berkisar dari 0% sampai 100%. Semakin tinggi nilai chroma, maka produk
tersebut cenderung semakin kusam dan sebaliknya semakin rendah maka produk
tersebut akan semakin mengkilap (Reliantari dkk., 2017).
Pada bahan pangan yakni beras hitam ketika diuji color reader
menghasilkan nilai L yakni 28,4 yang artinya menunjukan warna bahan cenderung
htam. Hal ini sesuai dengan pengamatan visual oleh mata. Nilai a* yakni 2,93
yang mendekati nilai 0 sehingga menunjukkan bahan memiliki warna sedikit
kemerahan. Nilai b* yakni -1,3 yang artinya bahan cenderung memiliki warna
biru. Nilai c yakni 1,5 niilai chroma yang sangat kecil ini menunjukkan bahan
cenderung mengkilap. Nilai oH yakni 298,73 menunjukkan bahan termasuk
kriteria warna blue purple karena termasuk kisaran 270o-306o (Octavianus dkk.,
2014). Warna kemerahan, ungu dan biru pada beras hitam dipengaruhi oleh
antosianin yang ada pada beras merah. Antosianin merupakan pigmen alami
yang termasuk golongan flavonoid yang bertanggung jawab terhadap warna
merah, ungu, dan biru pada bahan makanan. Antosianin utama dalam beras hitam
adalah cyanidin-3- glucoside (C3G) yang merupakan sumber antosianin yang
penting di asia.
3.1.1.2 Sphericity
Contoh perhitungan Sphericity :
1⁄
(𝑎𝑥𝑏𝑥𝑐) 3 1⁄
𝑆𝑝ℎ𝑒𝑟𝑖𝑐𝑖𝑡𝑦 = (0,698 𝑥 0,2813 𝑥 0,2286) 3
𝑎 = = 0,5091
0,698
Berdasarkan pengukuran a, b dan c diperoleh nilai sphericity yakni 0,5091.
Menurut Figura dan Teixeira (2007), sphericity memiliki skala dari 0 sampai 1.
Jika sphericity menunjukkan angka 1 maka bahan tersebut memiliki bentuk yang
bulat sedangkan jika sphericity menunjukkan angka 0 maka bahan tersebut
memiliki bentuk yang tegak dan tidak memiliki lekukan. Sehingga dapat
disimpulkan beras hitam memLiliki bentuk yang cenderung tegak.
3.1.1.3 Densitas Kamba
Densitas kamba merupakan perbandingan bobot terhadap volume suatu
bahan. Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan memasukkan sejumLah
tepung ke dalam wadah yang telah diketahui volumenya. Semakin tinggi densitas
kamba suatu bahan, semakin besar bobot untuk setiap volumenya. Bahan dengan
densitas kamba yang tinggi membutuhkan volume yang lebih kecil dibanding
bahan dengan densitas kamba yang rendah pada bobot yang sama. Densitas
kamba suatu bahan ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Bahan dengan
ukuran partikel yang lebih besar akan memiliki densitas kamba yang lebih kecil.
Ukuran partikel meningkat menyebabkan pori-pori ruang diantara partikel
meningkat sehingga menurunkan densitas kamba. Semakin besar densitas kamba
suatu benda, semakin sedikit jumLah void space-nya (Hui, dkk., 2007 dalam
Kumalasari dkk., 2015). Selain itu, densitas kamba juga dipengaruhi oleh densitas
padatan, geometri, ukuran dan sifat permukaan dari partikel individunya (Fellows,
2002 dalam Handayani, 2017) suatu bahan dinyatakan kamba apabila memiliki
nilai densitas kamba yang rendah. Pengujian densitas kamba pada beras hitam
diperoleh hasil 0,84 g/mL. Menurut Ponnappan dkk. (2017) , densitas kamba dari
beras bervariasi antara 1,92-2,27 g/mL. Untuk beras hitam densitas kambanya
adalah 0,96 g/mL. Perbedaan dengan hasil percobaan dikarenakan perbedaan
varietas beras yang diuji.
3.1.1.4 Kadar Air
Kadar air pada bahan pangan yakni beras menurut SNI 6128-2015 harus di
bawah 14%. Sedangkan menurut Thomas (2013), kadar air yang baik untuk
menjaga umur simpan bahan panjang adalah 10,04-12,88%. Pada pengujian kadar
air beras hitam diperoleh hasil 8,15%. Hasil ini jauh lebih rendah daripada
pengujian yang dilakukan pada pustaka yakni diperoleh kadar air beras hitam
import adalah 11,07% (Thomas, 2013). Sehingga dapat disimpulkan mutu beras
hitam yang diuji adalah sangat baik.
3.1.1.5 Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan
Daya serap air bahan dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terkandung
di bahan tersebut. Beras hitam mengandung karbohidrat 73-87%, lemak 1,6-2,8%,
protein 7,01-8,3%, serat 0,6-1,0%, dan abu 1,0-1,5% (Manickavasagan, dkk.,
2017). Adanya kandungan karbohirat berupa pati, lemak, protein dan serat inilah
yang membuat beras hitam memiliki daya serap air yang besar. 60-65%
karbohidrat yang terkandung di beras merah adalah pati. Dari percobaan diperoleh
daya serap air beras hitam 120%. Besarnya daya serap air ini berbanding lurus
dengan rasio pengembangan beras. Dari percobaan diperoleh rasio pengembangan
2,2000 kali. Rasio ini diperoleh dari perubahan berat bahan setelah dilakukan
pemanasan. Pemanasan pada beras akan menyebabkan air masuk ke dalam bahan
sehingga granula akan mengembang dan menambah volume bahan.
Pengembangan granula ini disebut gelatinisasi. Beras hitam mempunyai kisaran
suhu gelatinisasi 88-90oC (Hernawan dan Vita , 2016).
3.1.1.6 Specific gravity
Specific gravity merupakan perbandingan antara densitas suatu fluida
terhadap fluida standar. Prinsip pengujian ini adalah pengukuran berat objek
berdasarkan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut dalam suatu medium.
Tujuan dilakukannya pengujian specific gravity adalah untuk mengukur
difusivitas termal dalam hubungannya dengan transfer panas, penetapan bilangan
Reynold pada penanganan bahan pangan secara penumatik dan hidrolisis,
pemisahan produk dari benda asing yang tidak dikehendaki serta prediksi struktur
fisik dan komposisi kimiawi bahan pangan (Muchtadi dkk., 2010). Berdasarkan
data, dapat diketahui
bahwa beras hitam memiliki nilai specific gravity sebesar 1,6048. Hal ini
menunjukan bahwa beras hitam memiliki massa jenis yang lebih besar dari massa
jenis air, hal ini dikarenakan beras hitam mengandung komponen senyawa organik
seperti pati, protein, vitamin dan mineral (Manickavasagan dkk., 2017).
3.1.1.7 Densitas Curah
Densitas curah/densitas nyata adalah ukuran jumLah massa bahan per
satuan volume yang nyata-nyata ditempati oleh bahan jadi, tidak termasuk
ruang kosong diantaranya. Semakin besar ukuran dari beras analog, maka semakin
kecil kerapatan curah pada beras analog tersebut. Nilai kerapatan curah yang
didapat berkisar antara 0,96-1,12 g/mL (Ponnappan dkk., 2017). Dari percobaan
diperoleh hasil 265,4844 g/sekon. Menurut Aminhar dkk (2007), densitas curah
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu bentuk bahan, kehalusan
permukaan bahan, dan porositas bahan. Bahan yang berbentuk bola/bulat akan
lebih mudah mengalir dibandingkan bentuk yang lain. Oleh karena itu, bahan
yang berbentuk bola, densitas curahnya lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk
yang lain walaupun ukuran dan porositasnya sama.
3.1.1.8. Sedimentasi dan terminal velocity
Pengujian kecepatan terminal ini dilakukan dengan cara sedimentasi yaitu
mengukur laju alir bahan yang mengalir dalam suatu fluida. Setiap bahan akan
diukur berdasarkan waktu yang diperlukan bahan tersebut untuk mencapai dasar
setelah dijatuhkan dalam tabung. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
terminal ini adalah gaya gravitasi, massa jenis media, viskositas media, massa
bahan, juga bentuk dan ukuran bahan.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa kecepatan terminal yang diukur
di air lebih kecil dibandingkan jika diukur di minyak. Seharusnya kecepatan
terminal air lebih besar dari pada minyak. Karena adanya faktor viskositas dan
massa jenis media. Viskositas minyak lebih tinggi dari pada air, yang
menyebabkan gaya gesek saat bahan jatuh dalam minyak lebih besar
dibandingkan gaya gesek pada air. Hal ini membuat jatuhnya bahan pada media
minyak lebih terhambat, sehingga waktu yang diperlukan bahan tersebut sampai
ke dasar tabung lebih lama dan kecepatan terminalnya pun menjadi lebih rendah.
Selain itu, pola jatuhnya bahan
dalam kedua media tersebut berbeda. semakin besarnya bahan juga akan
menyebabkan penurunan kecepatan terminal bahan. Pada beras hitam memiliki
ukuran yang kecil dan massa yang rendah, dalam hal ini ukuran yang kecil
memang membuat beras hitam tidak mudah terkena gesekan, namun massanya
yang sangat kecil pula menyebabkan beras tersebut tidak stabil karena proses
penyerapan air yang terjadi dan juga akibat banyaknya kekosongan dalam
bahan tersebut.

3.1.2 Beras Merah


Tabel 3.2. Hasil Pengamatan Berbagai Parameter Pada Beras Merah

Parameter JumLah
L 37,03
a* 8,93
Warna b* 9,43
C 12,96
H 46,5
A 0,6
Ukuran (mm) B 0,23
C 0,2
Sphericity 0,5058
Densitas Kamba (g/mL) 0,9034
Kadar Air (%) 7,38
Daya Serap Air (%) 60,7
Rasio Pengembangan 1,607
Specific Gravity 1,4682
Berat (gr/100 butir) 1,95
Berat(gr/100 mL) 90,34
JumLah butir/100 mL 4633
Densitas Curah(gr/s) 230,7710
Minyak 2,4112
Laju sedimentasi
Air 8,7306
(cm/s)
Minyak 8,5782
V terminal (m/s) Air 8,1303
Gambar 3.2. Beras Merah
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
3.1.2.1 Warna
Pada bahan pangan yakni beras merah ketika diuji color reader
menghasilkan nilai L yakni 37,03 yang artinya menunjukan warna bahan
cenderung gelap. Hal ini sesuai dengan pengamatan visual oleh mata yakni merah
tua. Nilai a* yakni 8,93 yang menunjukkan bahan memiliki warna kemerahan.
Nilai b* yakni 9,43 yang artinya bahan cenderung memiliki warna biru. Nilai c
yakni 12,96 nilai chroma yang sangat kecil ini menunjukkan bahan cenderung
mengkilap. Nilai oH yakni 46,5 menunjukkan bahan termasuk kriteria warna red
karena termasuk kisaran 18o- 54o (Octavianus dkk., 2014).
3.1.1.2 Sphericity
Berdasarkan pengukuran a, b dan c diperoleh nilai sphericity yakni 0,5058.
Menurut Figura dan Teixeira (2007), sphericity memiliki skala dari 0 sampai 1.
Jika sphericity menunjukkan angka 1 maka bahan tersebut memiliki bentuk yang
bulat sedangkan jika sphericity menunjukkan angka 0 maka bahan tersebut
memiliki bentuk yang tegak dan tidak memiliki lekukan. Sehingga dapat
disimpulkan beras merah memLiliki bentuk yang cenderung tegak.
3.1.1.3 Densitas Kamba
Menurut Lalel (2009) densitas kamba beras merah berkisar antara 0,77-
0,88 g/mL. Dari percobaan diperoleh densitas kamba 0,9034 g/mL . Perbedaan
hasil ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tempat tumbuh, varietas,
nutrisi yang diperoleh selama penanaman dan lain-lain.
3.1.1.4 Kadar Air
Kadar air pada bahan pangan yakni beras menurut SNI 6128-2015 harus di
bawah 14%. Sedangkan menurut Thomas (2013), kadar air yang baik untuk
menjaga umur simpan bahan panjang adalah 10,04-12,88%. Pada pengujian kadar
air beras hitam diperoleh hasil 7,38%. Hal ini menunjukan kualitas beras yang
baik. Semakin rendah kadar airnya maka akan semakin lama umur simpan bahan.
Namun, penyimpanan bahan pangan dengan kadar air yang rendah perlu
diperhatikan karena kadar air yang rendah menyebabkan gabah mudah mengalami
keretakan. Apabila banyak gabah yang retak, kualitas dari beras akan menurun
(Millati, dkk., 2016).
3.1.1.5 Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan
Daya serap air bahan dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terkandung
di bahan tersebut. Beras hitam mengandung karbohidrat (pati) 70,03%, lemak
2,5%, protein 9,16%, serat kasar 3,97%, air 14,38% dan abu 1,18% (Fibriyanti,
2012). Tingginya kadar pati inilah yang mempengaruhi kemampuan bahan untuk
menyerap air. Rasio pengembangan beras merah adalah 1,607 dan daya serap air
adalah 60,7. Semakin rendah daya serap air maka semakin kecil rasio
pengembangan bahan, hal ini dapat dibuktikan dengan percobaan yang
menunjukan rasio pengembangan beras merah lebih kecil dibanding beras hitam.
Karena kemampuan beras hitam untuk menyerap air lebih banyak dari pada beras
merah. Selain itu, kadar air beras merah yang lebih rendah dari beras hitam
menyebabkan beras merah membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyerap air
dan mengembang.
3.1.1.6 Specific gravity
Berdasarkan data, dapat diketahui bahwa beras merah memiliki nilai
specific gravity sebesar 1,4682. Hal ini menunjukan bahwa beras hitam memiliki
massa jenis yang lebih besar dari massa jenis air, hal ini dikarenakan beras hitam
mengandung komponen senyawa organik seperti pati, protein, vitamin dan
mineral (Fibriyanti, 2012).
3.1.1.7 Densitas Curah
Nilai kerapatan curah yang didapat berkisar antara 0,96-1,12 g/mL
(Ponnappan dkk., 2017). Dari percobaan diperoleh hasil 230,7710 g/sekon. Cepat
lambatnya densitas curah dipengaruhi oleh luas permukaan dan kebulatan bahan.
Beras hitam memiliki nilai sphericity yang lebih besar dari beras merah, hal ini
menunjukan beras hitam memiliki bentuk yang lebih bulat. Hal ini sesuai dengan
hasil percobaan densitas curah. Semakin bulat benda maka akan semakin mudah
jatuh sehingga densitas curahnya akan semakin besar.
3.1.1.7 Sedimentasi dan terminal velocity
Nilai terminal velocity akan berkebalikan dengan nilai sedimentasi. Namun hal ini
tidak sesuai dengan percobaan. Dimana pada percobaan sedimentasi di larutan air
lebih kecil dari minyak namun terminal velocity di larutan air lebih besar dari
pada larutan minyak. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor porositas pada bahan.
3.1.3 Jagung
Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Jagun
Parameter JumLah
L 48,3
a* 9,5
Warna b* 19,9
c 22,1
h 64,6
a 8,44
Ukuran (mm) b 6,82
c 5,04
Sphericity 0,7843
Densitas Kamba (g/mL) 0,8411
Kadar Air (%) 6,19
Daya Serap Air(%) 16,61
Rasio Pengembangan 1,1662
Specific Gravity 1,5
Berat (gr/100 butir) 18,89
Berat(gr/100 mL) 84,11
JumLah butir/100 mL 446
Densitas Curah(gr/s) 270,2703
Minyak 19,78
Sedimentasi (s)
Air 9,78
Minyak 73,4137
V Terminal Air 69,4450
Gambar 3.3. Jagung
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)

3.1.3.1 Warna
Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan color reader cr-10
dimana alat tersebut menggunakan pantulan cahaya dari bahan yang akan
dikonversikan menjadi data yang bisa di analisa (Swandari,dkk.,2016). Hasil L =
48,3 merupakan nilai L tertinggi dalam kategori serealia dan kacang-kacangan, ini
menunjukan bahwa jagung memilki Lightness yang tinggi. Untuk a* digunakan
untuk mengukur kemerahan dan b* digunakan untuk mengukur kekuningan dan
ditunjukan dengan nilai b* bahwa warna cenderung menuju kuning. Nilai C
menunjukan betapa mengkilap bahan tersebut terhadap cahaya, jagung memilki C
yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan serelia dan jagung yang lain.
Dengan derajat hue yang dyang berkisar pada 60° menunjukan bahwa memilki
warna yang kuning(Swandari,dkk.,2017)

3.1.3.2 Ukuran dan Sphericity


1
3
Contoh Perhitungan Sphericity:(8,44+6,82+5,04) = 0,7843
8,44

Dalam penentuan ukuran diperlukan dat a,b dan c. Data a merupakan


diameter mayor , b adalah diameter intermidiet dan c adalah diameter
minor.Dengan data yang diperoleh mampu menentukan bentuk dari komoditi
tersebut, untuk jagung data a b dan c sebagai berikut: a=8,44mm,b=6,82mm dan
c=5.04mm. Dan dengan data a b c , bisa digunakan untuk perhitungan sphericity
atau kebulatan dari jagung tersebut, hasil perhitungan sphericity dari jagung
tersebut menunjukan hasil 0.7843. Menurut Figura(2007) menyatakan bahwa
semakin dekat nilai 1 maka bentuk dari komoditi tersebut semakin bulat.
3.1.3.3 Densitas Kamba
Densitas kamba diguanakan untuk menentukan kerapatan komoditi
tersebut dalam volume tertentu.Densitas kamba yang kita saat praktikum adala
packed bulk density, hal ini dikarenakan digunakan getaran dari tyler vibrator
untuk mengkonstankan volume(Singh2009), nilai desnitas kamba yang kita
dapatkan adalah 0,8411 g/mL,denesitas kamba yang kami dapatkan mampu
bervariasi, untuk jagung densitas kamba mampu dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti ukuran, kelicinan kulit bahan dan kadar air(Smith,et al.,2004).Faktor
tersebut mampu mempengaruhi densitas kamba dikarenakan dengan perbedaan ini
mampu mempengaruhi kerapatan antara jagung yang ada dan akan mempengaruhi
berat/100mL bahan yang kami dapatkan, berat yang kami dapatkan akan
berkurang.
3.3.1.4 Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan
Nilai daya serap air sebesar 16.67%,yang merupakan jumLah terkecil
dibandingkan dengan serealia yang lain.Kemampuan untuk sebuah bahan untuk
menyerap air bergantung terhadap senyawa kimiawi yang terkandung dalam
bahan tersebut, untuk jagung memilki daya serap air yang cukup rendah
dibandingkan dengan serealia yang lain, ini dikarenakan kadar serat dalam jagung
relatif lebih rendah dibandingkan dengan dengan kadar serat serealia yang lain,
dengan ini kemampuan untuk mengikat air dari jagung lebih kecil, dan hal ini
berpengaruh langsung terhadap rasio pengembangan, dimana dengan jumLah
senyawa pengkikat air dalam jagung tidak memungkinkan untuk menyerap
banyak air sehingga pengembangan yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan
bahan yang lain.
3.1.3.5 Kadar Air
Kadar air dari jagung saat dilihat dengan IR moositure analyzer meunjukan angka
6.19%, menurut Cauvain (2009) mengatakan bahwa kadar air jagugng yang aman
untuk konsumsi manusia harus dibawah 14%. Sehingga hasil praktikum yang kita
dapatkan menunjukan bahwaa jagung tersebut aman untuk konsumsi.
3.1.3.6 Specific Gravity
Nilai Spesifik Gravity yang kita dapatkan ssat praktikum adalah 1.5, nilai
SG dapat digunakan untuk menentukan massa jenis relatif sebuah
bahan(Hindwood,1993).Nilai SG mampu dipengaruhi dengan banyak faktor
seperti porositas bahan, kadar air yng terkandung dalam bahan, dengan penentuan
SG kami mampu menentukan berat bahan tersebut secara relatif, sehingga
penentuan berat dengan metode ini mampu menetukan berat dan menentukan
porositas bahan tersebut jika ditimbang di udara , karena saat penimbangan dalam
udara, rongga udara yang ada di dalam bahan akan ikut terhitung. Kadar air dalam
bahan akan berpengaruh pada penimbanagan di dalam air, dimana massa jenis
bahan tersebut akan berkurang jika kadar air tinggi.
3.1.3.7 Densitas Curah
Densitas curah dari jagung memilki nilai 270.2703, densitas curah
dipengaruhi oleh bebrapa faktor, seperti kerapatan biji, kelicinan dari komoditi
tersebut(Smith,et al.,2004), hal ini mampu memnentukan seberapa besar atau kecil
densitas curah, jika kerapatan dari jagung lebih kecil maka biji jagung tersebut
akan tertata lebih berjauhan dari satu sama lain sehingga saat dibiarkan mengalir,
akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan 1000g bahan.
3.1.3.8 Sedimentasi dan Terminal Velocity
Dalam penentuan sedimentasi jagung, kami mendapatkan nilai 19.78 s
untuk minyak dan 9.78 s untuk air, perbedaan ini dikarenakan perbedaan massa
jenis dari minyak dan air akan mempengaruhi kecepatan dimana jagung tersebut
akan turun, dengan massa jenis larutan yang lebih rendah seharusnya waktu yang
dibutuhkn untuk mencapai dasar lebih sedikit, namun data yang kita dapatkan
tidak demikian dimana nilai S pada minyak lebih besar daripada nilai S pada air,
ini dimungkinkan saat penjatuhan pada minyak jagung tersebut jatuh pada sisi
yang memilki luas permukaan lebih besar sehingga waktu yang dibutuhkan lebih
lama. Kecepatan terminal dioengaruhi oleh bentuk daribahan yang diajtuhkan
sehingga semakin aerodinamis maka kecepatan terminal dari bahan tersbut
semakin tinggi.
3.2. Kacang-kacangan
3.2.1 Kacang Merah
Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Kacang Merah

Parameter JumLah
L 32,93
a* 12,5
Warna b* 7,06
c 14,3
h 29,6
a 1,5213
Ukuran (mm) b 0,7216
c 0,6253
Sphericity 0,5806
Densitas Kamba (g/mL) 0,78
Kadar Air (%) 7,71
Daya Serap Air(%) 70
Rasio Pengembangan 1,700
Specific Gravity 1,2994
Berat (gr/100 butir) 45,29
Berat(gr/100 mL) 78
JumLah butir/100 mL 173
Densitas Curah(gr/s) 214,6782
Minyak 21,97
Sedimentasi (s)
Air 12,9

Gambar 3.4. Kacang Merah


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
3.2.1.1 Warna
Dari segi warna, kacang merah memiliki L=32.93 diman L
merupakantingkat kecerahan dari bahan tersebut. Kacang merah memiliki nilai
a*=
12.5 dimana nilai a* digunakan untuk melihat tingkat kemerahan dari bahan, nilai
b*=7.06 yang digunakan untuk meihat tingkat kekuningan. Nilai C=14.3
diguanakn untuk menentukan mengkilau bahan tersebut jika terkena cahaya. Nilai
°H=29.6, nilai tersebut diguanakn untuk meneutkan corak warna bahan, jika °H
mendekati 30 maka warna bahn tersebut mendekati warna merah
(Swandari,dkk,2017)
3.2.1.2 Ukuran dan Sphericity
Nilai a merupakan panjang, b adalah lebar dan c adalah ketebalan, dengan
nilai ini kami mampu menetukan bentuk dari kacang merah tersebut, dengan nilai
a=1.5213mm,b=0.7216mm, dan c=0.6253, dan dengan data tersebut kami mampu
menetukan sphericity kacang merah menjadi 0.5806, menurut Figura(2007)
menyatakan bahwa nilai sphericity yang mendekati1 memilki bentuk yang bulat.
Untuk kacang merah memilki bentuk yang tidak bulat.
3.2.1.3 Densitas Kamba
Densitas Kamba dari kacang merah adalah 0.78 dan memilki berat/100
sebesar 45,29g dn berat/100m78 g. Menurut Izuchukwu(2013), mengatakan
bahwa densitas kamba dari kavcang merah berkisar di 0.70, dengan data yang
kami dapatkan hasil tersebut sudah mirip meskipun berbeda.Hal ini terjadi
mungkin karena perbedaan ukuran dari kacang merah yang digunakan, karena
ukuran dari komoditi mampu mempengaruhi densitas kamba(Smith,et
al.,2004).Karena perbedaan ukuran tersebut mampu mempengaruhi kerapatan dari
kacang merah, sehingga jumLah rongga udara dalam sehigga berat/100 mL akan
berkurang.Sehingga kami tida dapat menentukan biji dalam 100 mL tersebut
dengan tepat.
3.2.1.4 Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan
Nilai daya serap air dari kacang merah adalah 70%, daya serap air
bergantung terhadap senyawa kimia penyusun, Kacang merah memilki kadar serat
yang tinggi sekitar 4.5% dari total berat kacang(Okoye,et al.,2008), dan dengan
pemanasan maka air tersebut akan diserap oleh serat terebut, semakin besar
jumLah
serat dalam bahan maka semakin banyak air yang mampu terikat oleh bahan
tersebut. Dan dengan daya serap air ini kami mendapatkan nilai rasio
pengembangan sebesar 1,7000, rasio pengembangan ini berbadning lurus dengan
jumLah air yang diserap oleh bahan, smeakin banyak air yang diserap maka rasio
pengembagan akan meningkat.
3.2.1.5 Kadar Air
Kadar air yang terukur dengan IR moisture reader untuk kacang merah
adalh 7.71%,menurut Lopez 1987, kadar air yang aman untuk dikonsumsi harus
berkisar di 6.17%, data ini menunujkan bahwa kadar air pada kacang merah terlalu
tinggi.
3.2.1.6 Specific Gravity
Nilai SG dari kacang merah 1.2994, digunakan untuk menentukn masaa
jenis relatif dari sebuah bahan(Hindwood,1997), menurut Izuchukwu(2008)
menyatakan bahwa kacang merah memilki SG yang berkisar dari 1.3-1.2.
3.2.1.7 Densitas Curah
Densitas curah dari kacang merah adalah 214,6782g/s, data densitas curah
bergantung terhadap bebrapa faktor, ukuran, kelicinan kulit dan kerapatan antar
biji(Smith,et al.,2004), Jika kerapatan dari kacang merah tersebut longgar maka
waktu untuk mengosongkan seluruh sampel akan membutuhkan waktu yang lebih
lama.
3.2.1.8 Sedimentasi
Untuk nilai sedimentasi, ditemukan bahwa waktu yang diperlukan untuk
kacang merah untuk turun smapai ke dasar dalam air dan minyak adalah sebagai
berikut:21,97 untuk minyak dan 12,9 untuk air. Hal ini tidak seusai dengan hasil
kecepatan terminal dimana untuk minyak adalah sebesar 56.6245 m/s dan untuk
air sebesar 53,5633m/s., seharusnya kecepatan turun dalam minyak lebih cepat
dibandingkan dengan air, hal ini mungkin luas permukan yang tidak rata atau arah
jatuh bahan yang tidak aerodinamis yang mebuat data waktu kurang tepat.
3.2.2. Kacang kedelai
Tabel 3.2.2. Hasil Pengamatan berbagai Parameter pada Kacang Kedelai

Parameter JumLah
L 48,53
a* 2,14
Warna b* 17,2
c 18,4
h 69,63
a 0,8
Ukuran (mm) b 0,2
c 0,7
Sphericity 0,6025
Densitas Kamba (g/mL) 0,7627
Kadar Air (%) 5,12
Daya Serap Air(%) 90,7
Rasio Pengembangan 1,907
Specific Gravity 1,3518
Berat (gr/100 butir) 17,23
Berat(gr/100 76,27
mL)
JumLah butir/100 mL 443
Densitas Curah(gr/s) 241,9374
Minyak 23,37
Sedimentasi (s)
Air 11,46
Minyak 24,9898
Kecepatan termal (m/s) Air 23,6388

Gambar 3.5. Kacang Kedelai


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
3.2.2.1. Warna
Kacang kedelai berwarna cenderung merah dari nilai a* (redness) yang
bernilai positif, berwarna cenderung kuning dari nilai b* (yellowness) yang bernilai
positif, berwarna cenderung hitam dari nilai L (Lightness) yang bernilai kurang
dari 50, berwarna cenderung kusam dari nilai c (Chroma) yang bernilai kurang
dari 50%, berwarna campuran merah dan kuning namun cenderung lebih
berwarna kuning kareka sudut h (Hue angle) yang lebih dekat dengan sudut 90°
yang berwarna kuning.
3.2.2.2. Sphericity
Kacang kedelai berbentuk spheroid prolat yang berputar pada poros aksis
utamanya karena kacang kedelai mempunyai aksis utama (a=0,8 mm) yang lebih
panjang daripada aksis minornya (b=0,2 mm, c=0,7 mm) (Wirakartakusumah,
1992). Sphericity (kebulatan) kacang kedelai yang bernilai 60,25% dari nilai 1,00
(bentuk bola) menunjukkan perbandingan kebulatan (roundness) antara kacang
kedelai dengan bentuk bola adalah 0,6025 : 1.
3.2.2.3. Densitas Kamba
Densitas kamba (Bulk density) adalah berat dari bahan pangan termasuk
ruang udara kosong inter granular dalam satuan volume. Densitas kamba tidak
berkaitan dengan berat dan besar biji-bijian tapi berkaitan dengan bentuknya.
Semakin ramping bentuknya, semakin kecil densitas kambanya (Bhattacharya,
2013). Menurut Unal et al. (2008), densitas kamba pada kacang hijau berkisar dari
0,7452-0,8213 g/mL. Pentingnya mengetahui atau menghitung densitas kamba
adalah untuk mengurangi ongkos untuk packaging dan transportasi (Augustin et
al, 2003). Data densitas kamba kacang kedelai didapatkan dari perhitungan di
bawah ini:
76,27 𝑔𝑟𝑎𝑚
Densitas kamba : 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 (𝑔𝑟𝑎𝑚) = = 0,7627 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚�
𝑉𝑜�𝑢𝑚𝑒 (𝑚�) 100 𝑚�

Berat 100 mL kacang kedelai yaitu 76,27 gram dan berat 100 mL kacang
merah yaitu 78 gram. Dari hasil pengamatan ini, perbedaan berat tidaklah berbeda
jauh. Dalam wadah 100 mL dapat terisi 443 butir kacang kedelai atau 123 butir
kacang hijau atau 173 butir kacang merah. Kacang kedelai dapat mengisi lebih
banyak butiran karena volume/ rongga antar butir kacang kedelai lebih kecil
dibandingkan kacang hijau dan kacang merah.
3.2.2.4. Kadar Air
Berdasarkan tabel SNI 6234:2015 kadar air untuk kacang kedelai
maksimal 11%. Berdasarkan hasil pengamatan, kacang kedelai memiliki kadar air
sebesar 5,12 % dari 1 gram bahan. Hal ini membuktikan bahwa kacang kedelai
yang digunakan saat percobaan masih dalam kondisi baik.
3.2.2.5. Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan
Menurut Wong et al. (2019), daya serap air pada bahan pangan yang tinggi
dapat mengurangi secara signifikan waktu perendaman dan jumLah energi yang
dibutuhkan untuk memasak biji. Menurut Dhingra et al. (2012), pengujian daya
serap air memberikan informasi mengenai volume pori-pori pada bahan pangan.
Menurut Dhingra et al. (2012), perlakuan seperti pemanasan dapat memodifikasi
sifat fisikawi dari matriks serat pangan dan juga berefek pada sifat hidrasi.
Berdasarkan hasil pengamatan, daya serap kacang kedelai paling tinggi
dibandingkan kacang merah dan kacang hijau. Hal ini menunjukkan bahwa
volume pori-pori pada kacang kedelai paling tinggi sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk pemasakan kacang kedelai lebih cepat dan energi untuk
pemasakan yang dibutuhkan lebih rendah dibandingkan kacang merah dan kacang
hijau. Dari hasil percobaan didapatkan rasio pengembangan kacang kedalai
1,9070 kali. Rasio ini diperoleh dari perubahan berat bahan setelah dilakukan
pemanasan. Pemanasan pada kacang kedelai akan menyebabkan air masuk ke
dalam bahan sehingga granula akan mengembang dan menambah volume bahan.
Pengembangan granula ini disebut gelatinisasi. Suhu gelatinisasi kacang kedelai
berkisar 52-54°C (Stevenson et al., 2006). Sedangkan pada percobaan rasio
pengembangan, suhu yang digunakan pemanasan adalah 80°C, sehingga kacang
kedelai telah mengalami gelatinisasi yang ditandai dengan pembengkakan 1,9070
kali.
3.2.2.6. Spesific Gravity
Definisi spesifik gravitasi adalah rasio dari densitas suatu substansi
terhadap densitas substansi standar (umumnya air pada suhu spesifik tertentu,
yaitu 4 derajat Celcius), karena pada suhu 4°C densitas air paling besar.
Pengukuran specific gravity harus dilakukan di suhu dan tekanan air yang sama
(Nusier et al.,2008). Berdasarkan definisi tersebut maka perbandingan densitas
dari kacang kedelai dengan densitas air adalah 1,3518 : 1 yang berarti densitas
kacang kedelai lebih
besar daripada air. Oleh karena itu, kacang kedelai akan tenggelam jika
dicelupkan pada air karena densitasnya lebih besar dari densitas air.
3.2.2.7. Densitas Curah
Densitas curah pada kacang kedelai lebih rendah dibandingkan densitas
curah pada kacang hijau. Hal ini dikarenakan kacang kedelai mempunyai bentuk
bahan yang lebih tidak bulat dibandingkan kacang hijau, dibuktikan dari nilai
sphericity kacang kedelai (0,6025) lebih rendah dibandingkan kacang hijau
(0,8803).
3.2.2.8. Sedimentasi dan Terminal Velocity
Berdasarkan hasil percobaan, waktu yang diperlukan kacang kedelai untuk
mencapai dasar tabung dalam fluida air dan minyak berturut-turut adalah 11,46
detik dan 23,37 detik. Sehingga, waktu yang diperlukan untuk bahan tenggelam
dalam air lebih cepat dibandingkan pada minyak dikarenakan koefisien gaya
gesek pada air lebih kecil.
Menurut Snowsill (2010), kecepatan terminal suatu partikel adalah
kecepatan yang dihasilkan dari aksi percepatan dan gaya tarik. Berdasarkan hasil
pengamatan, kecepatan terminal kacang kedelai pada minyak lebih tinggi
dibandingkan pada air, padahal koefisien gaya gesek pada minyak lebih besar
dibanding air namun kecepatan terminal di minyak dapat lebih tinggi.
Berdasarkan rumus kecepatan terminal, faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan terminal adalah massa bahan, percepatan gravitasi, koefisien drag,
densitas fluida, dan luas permukaan. Oleh karena pada pengujian dalam air dan
minyak, sampel bahan yang digunakan adalah sama yaitu kacang kedelai maka
massa bahan, luas permukaan, percepatan gravitasi diasumsikan sama. Sehingga
faktor lain yang mempengaruhi kecepatan terminal adalah koefisien drag dan
densitas fluida. Pengaruh densitas fluida (yang menyebabkan gaya apung) dan
koefisien drag (yang dipengaruhi sphericity) menyebabkan pola jatuh kacang
kedelai tidak lurus ke bawah sehingga jarak tempuhnya dapat berbeda dengan
yang di uji di dalam air. Karena data kecepatan terminal berkebalikan dengan data
waktu sedimentasi, maka disimpulkan bahwa jarak tempuh bahan dalam air
jauh lebih
besar dibanding dalam minyak. Karena jarak tempuhnya lebih jauh maka
kecepatan nya lebih tinggi, karena jarak berbanding lurus dengan kecepatan.

3.2.3. Kacang Hijau


Tabel 3.2.3 Hasil Pengamatan berbagai Parameter pada Kacang Hijau

Parameter JumLah
L 34,8
a* 0,3
Warna b* 11,0
c 11,0
h 88,6
a 5,60
Ukuran (mm) b 4,43
c 4,83
Sphericity 0,8803
Densitas Kamba (g/mL) 0,8636
Kadar Air (%) 7,78
Daya Serap Air(%) 23,48
Rasio Pengembangan 1,235
Specific Gravity 1,5714
Berat (gr/100 butir) 7,02
Berat(gr/100 86,36
mL)
JumLah butir/100 mL 1231
Densitas Curah(gr/s) 263,1579
Minyak 55,86
Sedimentasi (s)
Air 10,1
Minyak 8,0810
Kecepatan termal Air 7,6485

Gambar 3.6. Kacang Hijau


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
3.2.3.1. Warna
Kacang hijau berwarna cenderung merah dari nilai a* (redness) yang
bernilai positif, berwarna cenderung kuning dari nilai b* (yellowness) yang
bernilai positif, berwarna cenderung hitam dari nilai L (Lightness) yang bernilai
kurang dari 50, berwarna cenderung kusam dari nilai c (Chroma) yang bernilai
kurang dari 50%, berwarna campuran merah dan kuning namun cenderung lebih
berwarna kuning kareka sudut h (Hue angle) yang lebih dekat dengan sudut 90°
yang berwarna kuning.
3.2.3.2. Sphericity
Menurut Unal et al. (2008), rata-rata panjang, lebar, dan ketebalan kacang
hijau berturut-turut sebesar 5.145 to 6.199 mm, 3.760 to 4.474 mm, 3.537 to 4.223
mm. Kacang hijau berbentuk spheroid prolat yang berputar pada poros aksis
utamanya karena kacang kedelai mempunyai aksis utama (a=5,60 mm) yang lebih
panjang daripada aksis minornya (b=4,43 mm, c=4,83 mm). Menurut Unal et al.
(2008), spherisitas kacang hijau sebesar 0.795 to 0.789. Sphericity (kebulatan)
kacang hijau yang bernilai 88,03% dari nilai 1,00 (bentuk bola) menunjukkan
perbandingan kebulatan (roundness) antara kacang hijau dengan bentuk bola
adalah 0,8803 : 1.
3.2.3.3. Densitas Kamba
Data densitas kamba kacang hijau didapatkan dari perhitungan di bawah ini:
86,36 𝑔𝑟𝑎𝑚
Densitas kamba : 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 (𝑔𝑟𝑎𝑚) = = 0,8636 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚�
𝑉𝑜�𝑢𝑚𝑒 (𝑚�) 100 𝑚�

Berat 100 mL kacang hijau yaitu 86,36 gram dan berat 100 mL kacang
kedelai yaitu 76,27 gram. Hal ini menunjukkan bahwa dalam volume yang sama
(100 mL), kacang hijau memiliki densitas kamba yang lebih besar karena densitas
berbanding lurus dengan massa pada volume yang konstan.
3.2.3.4. Kadar Air
Berdasarkan tabel SNI 01-3923-1995, kadar air pada tabel SNI
menunjukkan kadar air untuk kacang hijau maksimal 13% untuk kelas mutu 1 dan
maksimal 14 % untuk kelas mutu 2 dan 3. Berdasarkan hasil pengamatan, kadar
air kacang hijau sebesar 7,78 % dari 1 gram bahan. Hal ini membuktikan bahwa
kacang
hijau yang digunakan saat percobaan masih dalam kondisi sangat baik dan
tergolong kelas mutu 1.
3.2.3.5. Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan
Daya serap air kacang hijau paling rendah dibandingkan kacang merah dan
kacang kedelai. Hal ini menunjukkan bahwa volume pori-pori pada kacang hijau
paling kecil. Menurut Wong et al. (2019), daya serap air pada bahan pangan yang
tinggi dapat mengurangi secara signifikan waktu perendaman dan jumLah energi
yang dibutuhkan untuk memasak biji. Sehingga kacang hijau akan membutuhkan
waktu perendaman yang lama dan jumLah energi yang lebih besar dibandingkan
kacang merah dan kacang kedelai. Berdasarkan hasil pengamatan, rasio
pengembangan kacang hijau sebesar 1,2350 kali. Rasio ini diperoleh dari
perubahan berat bahan setelah dilakukan pemanasan. Pemanasan pada kacang
kedelai akan menyebabkan air masuk ke dalam bahan sehingga granula akan
mengembang dan menambah volume bahan. Pengembangan granula ini disebut
gelatinisasi. Suhu gelatinisasi kacang hijau berkisar antara 58-67-82°C.
Sedangkan pada percobaan rasio pengembangan, suhu yang digunakan pemanasan
adalah 80°C, sehingga kacang kedelai telah mengalami gelatinisasi yang ditandai
dengan pembengkakan 1,2350 kali. Pembengkakan pada kacang hijau tidak
sebesar pada kacang kedelai dikarenakan, suhu pemanasan pada percobaan ini
belom mencapai suhu maksimum swelling pada kacang hijau.
3.2.3.6. Spesific Gravity
Definisi spesifik gravitasi adalah rasio dari densitas suatu substansi
terhadap densitas substansi standar (umumnya air pada suhu spesifik tertentu,
yaitu 4 derajat Celcius), karena pada suhu 4°C densitas air paling besar.
Pengukuran specific gravity harus dilakukan di suhu dan tekanan air yang sama
(Nusier et al.,2008). Berdasarkan definisi tersebut maka perbandingan densitas
dari kacang hijau dengan densitas air adalah 1,5714 : 1 yang berarti densitas
kacang hijau lebih besar daripada air. Oleh karena itu, kacang hijau akan
tenggelam jika dicelupkan pada air karena densitasnya lebih besar dari densitas
air.
3.2.3.7. Densitas Curah
Densitas curah pada kacang hijau lebih tinggi dibandingkan kacang merah
dan kacang kedelai. Hal ini dikarenakan, kacang hijau mempunyai bentuk bahan
yang lebih bulat dibandingkan kacang kedelai, dibuktikan dari nilai sphericity
kacang hijau (0,8803) lebih tinggi dibandingkan kacang kedelai (0,6025).
3.2.3.8. Sedimentasi dan Terminal Velocity
Berdasarkan hasil percobaan, waktu yang diperlukan kacang hijau untuk
mencapai dasar tabung dalam fluida air dan minyak berturut-turut adalah 10,1
detik dan 55,86 detik. Sehingga, waktu yang diperlukan untuk bahan tenggelam
dalam air lebih cepat dibandingkan pada minyak dikarenakan koefisien gaya
gesek pada air lebih kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan, kecepatan terminal kacang hijau pada
minyak lebih tinggi dibandingkan pada air, padahal koefisien gaya gesek pada
minyak lebih besar dibanding air namun kecepatan terminal di minyak dapat lebih
tinggi.
Berdasarkan rumus kecepatan terminal, faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan terminal adalah massa bahan, percepatan gravitasi, koefisien drag,
densitas fluida, dan luas permukaan. Oleh karena pada pengujian dalam air dan
minyak, sampel bahan yang digunakan adalah sama yaitu kacang hijau maka
massa bahan, luas permukaan, percepatan gravitasi diasumsikan sama. Sehingga
faktor lain yang mempengaruhi kecepatan terminal adalah koefisien drag dan
densitas fluida. Pengaruh densitas fluida (yang menyebabkan gaya apung) dan
koefisien drag (yang dipengaruhi sphericity) menyebabkan pola jatuh kacang
kedelai tidak lurus ke bawah sehingga jarak tempuhnya dapat berbeda dengan
yang di uji di dalam air. Karena data kecepatan terminal berkebalikan dengan data
waktu sedimentasi, maka disimpulkan bahwa jarak tempuh bahan dalam air lebih
besar dibanding dalam minyak. Karena jarak tempuhnya lebih jauh maka
kecepatan nya lebih tinggi, karena jarak berbanding lurus dengan kecepatan.
3.3 Tepung
3.3.1 Tepung Beras
Tabel 3.3.1 Hasil Pengamatan berbagai Parameter pada Tepung Beras

Parameter JumLa
h
L 84,3
a* -0,1
Warna b* 4,2
c 4,2
o
h 274,5
Kadar Air (%) 12,23

Gambar 3.7. Tepung Beras


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)

Pengamatan warna pada tepung beras dilakukan dengan menggunakan


color reader. Prinsip kerja dari color reader adalah pengukuran perbedaan warna
melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel (Diniyah dkk., 2016).
Berdasarkan hasil bacaan color reader dengan skala 1 sampai 100, Nilai lightness
(L) berkisar antara 0% untuk warna paling gelap dan 100% untuk warna paling
terang. Sedangkan nilai a* menunjukkan redness, lalu nilai b* menunjukkan
yellowness. Notasi a* menunjukkan warna campuran dari warna merah dan hijau
dengan a* yang bernilai positif untuk warna merah sedangkan a* bernilai negatif
untuk warna hijau. Notasi b* menunjukkan warna campuran dari warna kuning
dan biru dengan b* yang bernilai positif untuk warna kuning sedangkan b*
bernilai negatif untuk
warna biru. Lalu nilai c menunjukan nilai Chroma yang menunjukkan tingkatan
warna berdasarkan ketajamannya yang berfungsi untuk mendefinisikan warna
suatu produk cenderung mengkilap atau kusam. Semakin tinggi nilai chroma,
maka produk tersebut cenderung semakin kusam dan sebaliknya semakin rendah
maka produk tersebut akan semakin mengkilap (Octavianus dkk., 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan, tepung beras memiliki nilai L (lightness)
sebesar 84,3 yang artinya warnanya cenderung terang (putih) karena hampir
mendekati 100. Nilai a* sebesar -0,1 yang artinya tepung beras memiliki warna
hijau yang sangat sedikit. Nilai b* sebesar 4,2 yang menandakan tepung beras
memiliki sedikit warna kekuningan. Nilai C sebesar 4,2 yang artinya tepung beras
memiliki warna yang cukup mengkilap sedangkan nilai oh yang lebih dari 100
yaitu sebesar 274,5 yang menunjukkan bahwa tepung beras masuk dalam kategori
Blue Purple (BP) (Octavianus dkk., 2014).
Hasil percobaan pengukuran kadar air menggunakan alat Infra Red
Moisture Tester yang memiliki prinsip kerja EMC (Equilibrium Moisture
Content), dapat diketahui oleh kadar air pada tepung beras cukup tinggi yaitu
sebesar 12,23%. Hal ini dikarenakan tepung beras telah mengalami proses
pengeringan. Tepung beras dihasilkan dari beras yang dikeringkan dan mengalami
pengecilan ukuran dan pengurangan kadar air. Pengeringan yang dilakukan untuk
memperoleh bentuk bubuk ada dua macam, yaitu pengeringan tahap I untuk
memperoleh bahan kering dan pengeringan tahap II untuk memperoleh bahan
berbentuk bubuk. Selama proses itu, air dalam bahan keluar sehingga kadar airnya
semakin kecil. Semakin tinggi suhu lingkungan atau semakin lama proses
pengeringan berlangsung, maka kandungan air bahan akan semakin rendah karena
air bebas yang terikat dalam bahan menguap. Setelah dikeringkan, beras tersebut
mengalami perubahan struktur maupun bentuknya melalui proses penggilingan
sehingga kadar airnya menjadi lebih rendah.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3549-2009, kadar air
maksimum pada tepung beras adalah sebesar 13%. Berdasarkan hasil percobaan,
kadar air tepung besar hampir mendekati batas maksimum standar yang
ditetapkan. Hal ini membuktikan bahwa tepung beras yang digunakan saat
percobaan masih
dalam kondisi baik serta membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat agar
kadar airmya tidak melebihi batas yang nantinya akan menjadikan tepung beras
mengalami penurunan mutu.

3.3.2 Tepung Maizena


Tabel 3.8. Hasil Pengamatan berbagai Parameter pada Tepung Maizena

Parameter JumLa
h
L 79,7
a* -0,56
Warna b* 4,83
c 4,83
o
h 95,76
Kadar Air (%) 11,86

Gambar 3.8. Tepung Maizena


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
Hasil uji color reader menunjukkan tepung maizena memiliki lightness
cukup tinggi yaitu 79,7 yang berarti warna tepung maizena cukup terang. Nilai a*
sebesar -4,73 yang berarti tepung maizena sedikit mengandung warna hijau. Nilai
b* sebesar 19,7 yang berarti warna tepung maizena menunjukkan warna kuning.
Nilai c tepung maizena sebesar 4,83 berarti warna tepung maizena mengkilap dan
o
tidak kusam. Lalu terdapat nilai h yang merupakan karakteristik warna
berdasarkan cahaya yang dipantulkan oleh objek yang merupakan nilai
keseluruhan yang didominasi pada suatu produk atau warna utama produk. Nilai
o
h sebesar 95,76 yang menunjukkan warna tersebut masuk dalam kategori Yellow
(Y).
Kadar air pada tepung maizena mempengaruhi kualitas tepung. Bila
jumLah kadar air melebihi satandar maksimum maka memungkinkan terjadinya
penurunan daya simpan tepung maizena karena akan semakin cepat rusak,
berjamur, dan menimbulkan bau apek. Berdasarkan hasil percoban, kadar air
tepung maizena sebesar 11,86%. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-
3727-1995, kadar air maksimum pada tepung jagung adalah sebesar 10%. Kadar
air tepung maizena yang digunakan dalam percobaan melebihi batas maksimum
standar yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa tepung maizena yang
digunakan saat percobaan dalam kondisi yang kurang baik atau telah mengalami
penurunan kualitas dikarenakan kadar air yang melebihi batas maksimum dapat
dijadikan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.

3.3.3 Tepung Terigu "Kunci Biru"


Tabel 3.9. Hasil Pengamatan berbagai Parameter pada Tepung Terigu “Kunci
Biru”
Parameter JumLa
h
L 75,6
a* 0,5
Warna b* 8,1
c 8,1
o
h 86,1
Sebelum oven 1,71
Berat Gluten (gr) Setelah oven 0,66
Kadar Air (%) 11,98

Gambar 3.9. Tepung Beras


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
Berdasarkan hasil bacaan color reader dengan skala 1 sampai 100, tepung
terigu Kunci Biru memiliki nilai L sebesar 75,6 yang berarti warnanya cukup
terang. Lalu nilai a* yang bernilai positif yaitu sebesar 0,5 yang artinya tepung
terigu Kunci Biru memiliki warna sedikit merah. Nilai b* yang bernilai positif
yaitu sebesar 8,1 yang artinya tepung terigu Kunci Biru memiliki warna
kekuningan. Nilai C sebesar 8,1 yang artinya tepung terigu Kunci Biru memiliki
warna yang cenderung mengkilap namun tepung terigu Kunci Biru memiliki
tingkat kilap yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tepung terigu cakra.
Sedangkan nilai oh sebesar 86,1 yang menunjukkan bahwa kriteria warna tepung
terigu Kunci Biru adalah yellow red (YR) (Octavianus dkk., 2014).
Kadar air merupakan titik kritis dalam penentuan mutu tepung terigu.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3751-2009, kadar air maksimum
pada tepung terigu adalah sebesar 14.5%. Kadar air sangat mempengaruhi umur
simpan tepung terigu, dimana kadar air yang terlalu tinggi dapat menurunkan daya
umur simpan karena merupakan media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme
(Sugiyono dkk., 2011). Berdasarkan hasil percoban, kadar air tepung terigu Kunci
Biru lebih kecil dibandingkan dengan tepung terigu Cakra Kembar yaitu sebesar
11,98%. Hal ini disebabkan karena tepung terigu Kunci Biru terbuat dari gandum
soft wheat. Hal ini sesuai dengan teori Morris & James (2000) yang menyatakan
bahwa kadar air pada tepung terigu dipengaruhi oleh jenis gandum yang
digunakan, dimana terdapat perbedaan pada penambahan air selama proses
tempering. Selain itu, kadar air pada tepung terigu Kunci Biru telah sesuai dengan
standar yang ditetapkan yaitu < 14,5%. Hal ini membuktikan bahwa tepung terigu
Kunci Biru yang digunakan dalam percobaan memiliki kualitas yang baik.
Uji gluten tepung dilakukan dengan menambahkan NaCl 1%. Fungsi NaCl
yaitu untuk memperkuat ikatan gluten atau menghasilkan protein pembentuk
gluten) sehingga adonan yang dihasilkan lebih memiliki elastisitas dan tidak
terlalu lengket karena adanya mineral-mineral dalam garam. Gluten merupakan
protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari gliadin (20-25%) dan glutenin
(35- 40%). Protein tersebut tidak larut dalam air tetapi mengikat air membentuk
gluten (Koswara, 2009).
Tepung terigu Kunci Biru ini termasuk kedalam tepung terigu berprotein
rendah karena memiliki kandungan protein kurang dari 11% dan merupakan
tepung terigu dengan bahan baku 100% gandum lunak (soft wheat). Hal ini
menunjukkan bahwa pada tepung terigu Kunci Biru kandungan glutennya sangat
rendah. Gluten merupakan protein tepung terigu yang tidak larut dalam air. Gluten
bersifat elastis dan dapat memanjang. Semakin tinggi kandungan glutennya maka
semakin tinggi kadar protein tepung terigu. Tepung terigu Kunci Biru juga
memiliki berat yang lebih ringan serta rongga udara yang lebih kecil daripada
tepung terigu Cakra Kembar. Hal ini berkaitan dengan gluten yang dikandung
tepung terigu Kunci Biru cukup rendah sehingga gluten tidak dapat mengikat air
secara maksimal.

3.3.4 Tepung Terigu "Cakra Kembar"


Tabel 3.10. Hasil Pengamatan berbagai Parameter pada Tepung Terigu “Cakra
Kembar”
Parameter JumLa
h
L 75,76
a* 0,73
Warna b* 8,4
c 8,43
h 84,93
I. 3,00
Sebelum oven II. 2,99
III. 3,27
Berat Gluten (gr)
I. 1,57
Setelah oven II. 1,30
III. 1,29
Kadar Air (%) 12,31

Gambar 3.10. Tepung Cakra Kembar


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
Hasil uji color reader menunjukkan tepung terigu Cakra Kembar memiliki
lightness cukup tinggi yaitu 75,76 yang menandakan warnanya cukup terang atau
mendekati warna putih. Nilai a* sebesar 0,73 yang berarti tepung terigu Cakra
Kembar mengandung warna merah yang sangat sedikit. Nilai b* sebesar 8,4 yang
berarti warna tepung terigu Cakra Kembar menunjukkan warna kuning namun
tepung terigu cakra memiliki warna kuning yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan tepung terigu kunci. Nilai c tepung terigu Cakra Kembar
sebesar 8,43 berarti warna tepung maizena mengkilap dan tidak kusam. Kemudian
nilai oh sebesar 84,93 yang menunjukkan warna tersebut masuk dalam kategori
Yellow Red (YR).
Kadar air sangat mempengaruhi umur simpan tepung terigu dimana kadar
air yang tinggi dapat mempercepat terjadinya kerusakan, misalnya dapat terjadi
penggumpalan dan off-flavors. Oleh karena itu keberadaan air di dalam tepung
terigu harus dikontrol untuk menjaga kualitas dari tepung terigu yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil pengamatan, tepung terigu Cakra Kembar memiliki kadar air
yang lebih tinggi dari tepung terigu Kunci Biru yaitu sebesar 12,31%. Hal ini
disebabkan karena tepung terigu Cakra Kembar menggunakan 100% gandum
keras sebagai bahan baku sehingga memerlukan penambahan air dalam jumLah
yang lebih banyak pada proses tempering dibandingkan tepung terigu Kunci Biru.
Kadar air tepung terigu Cakra Kembar juga telah sesuai dengan SNI yang
ditetapkan yaitu < 14,5%. Hal ini menunjukkan bahwa tepung terigu Cakra
Kembar yang digunakan dalam percobaan memiliki kualitas yang baik.
Gluten adalah bagian dari tepung terigu yang tidak larut garam dan bersifat
elastis dan kenyal. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein
dalam tepung, yang terdiri dari protein gliadin dan glutenin. Glutenin berperan
dalam memberikan kepadatan atau kekerasan pada gluten, sedangkan gliadin
berperan terhadap peningkatan adonan karena memiliki struktur yang kuat dan
lengket. Uji gluten tepung bertujuan untuk mengetahui kandungan dan mutu
gluten yang terdapat pada tepung terigu.
Tepung terigu Cakra Kembar merupakan tepung terigu protein tinggi karena
merupakan tepung terigu dengan bahan baku 100% gandum keras (hard wheat)
dan
memiliki kandungan protein minimal sebesar 13%. Tepung terigu jenis ini
memiliki kandungan protein dan gluten yang sangat tinggi sehingga cocok
digunakan untuk produk-produk yang memerlukan pengembangan. Semakin
tinggi kadar protein tepung terigu maka semakin tinggi kandungan glutennya.
Tepung terigu Cakra Kembar juga memiliki berat yang lebih besar serta rongga
udara yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tepung terigu Kunci Biru.
Hal ini berkaitan dengan gluten yang dikandung tepung terigu Cakra Kembar
cukup tinggi sehingga gluten dapat mengikat air secara maksimal.

Gambar 3.11. Gluten Tepung Cakra dan Kunci


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
BAB IV
KESIMPULAN

1. Pada beras hitam, dari pengujian diperoleh hasil uji warna mendekati merah,
ungu dari senyawa flavonoid yang terkandung didalamnya. dari hasil
pengujian color reader nilai L sebesar 28,4; a* sebesar 2,93; b* sebesar -1,3; c
sebesar 1,5 dan derajat hue sebesar 91,5., sphericity beras hitam adalah
0,5091, densitas kamba 0,84 g/mL, kadar air 8,15%, daya serap air 120%,
rasio pengembangan 2,2000, specific gravity sebesar 1,6048, densitas curah
265,4844 g/sekon, sedimentasi pada minyak 68,04 sekon dan pada air 20,85
sekon, kecepatan terminal pada minyak 7,2001 m/s dan pada air 6,8083 m/s.
2. Pada beras merah, dari pengujian diperoleh hasil uji warna mendekati merah
dari senyawa flavonoid yang terkandung didalamnya dari hasil pengujian
color reader nilai L sebesar 37,03; a* sebesar 8,93; b* sebesar 9,43; c sebesar
12,96 dan derajat hue sebesar 46,5; sphericity beras merah adalah 0,5058,
densitas kamba 0,9034 g/mL, kadar air 7,38%, daya serap air 60,7%, rasio
pengembangan 1,607, specific gravity sebesar 1,4682, densitas curah
230,7710 g/sekon, sedimentasi pada minyak 67,6 sekon dan pada air 20,85
sekon, kecepatan terminal pada minyak 8,5782 m/s dan pada air 8,1303 m/s.
3. Pada jagung, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 48,3; a* sebesar
9,5; b* sebesar 19,9; c sebesar 22,1 dan derajat hue sebesar 64,6; nilai
sphericity beras hitam adalah 0,7843, densitas kamba 0,8411 g/mL, kadar air
6,19%, daya serap air 16,61%, rasio pengembangan 1,1662, specific gravity
sebesar 1,5, densitas curah 270,2703 g/sekon, sedimentasi pada minyak 19,78
sekon dan pada air 9,78 sekon, kecepatan terminal pada minyak 69,4450 m/s
dan pada air 73,4137 m/s.
4. Pada kacang merah, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 32,93; a*
sebesar 12,5; b* sebesar 7,06; c sebesar 14,3 dan derajat hue sebesar 29,6;
nilai sphericity beras hitam adalah 0,5806, densitas kamba 0,78 g/mL, kadar
air 7,71%, daya serap air 70%, rasio pengembangan 1,700, specific gravity
sebesar
1,2994, densitas curah 214,6782 g/sekon, sedimentasi pada minyak 21,97
sekon dan pada air 12,9 sekon, kecepatan terminal pada minyak 13,2493 m/s
dan pada air 14,0022 m/s.
5. Pada kacang kedelai, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 48,53;
a* sebesar 2,14; b* sebesar 17,2; c sebesar 18,4 dan derajat hue sebesar
69,69; nilai sphericity beras hitam adalah 0,6025, densitas kamba 0,7627
g/mL, kadar air 5,12%, daya serap air 90,7%, rasio pengembangan 1,907,
specific gravity sebesar 1,3618, densitas curah 241,9374 g/sekon, sedimentasi
pada minyak 23,37 sekon dan pada air 11,46 sekon, kecepatan terminal pada
minyak 24,9898 m/s dan pada air 23,6388 m/s.
6. Pada kacang hijau, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 34,8; a*
sebesar 0,3; b* dan c sebesar 11,00; dan derajat hue sebesar 88,6, nilai
sphericity beras hitam adalah 0,8803, densitas kamba 0,8636 g/mL, kadar air
7,78%, daya serap air 90,7%, rasio pengembangan 1,235, specific gravity
sebesar 1,5714, densitas curah 263,1579g/sekon, sedimentasi pada minyak
55,86 sekon dan pada air 10,1 sekon, kecepatan terminal pada minyak 8,0810
m/s dan pada air 7,6485 m/s.
7. Pada tepung beras, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 84,3; a*
sebesar 0,1; b* dan c sebesar 4,2 dan derajat hue sebesar 91,5. Tepung beras
memiliki kadar air 12,23%.
8. Pada tepung maizena, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 79,7;
a* sebesar -0,56; b* sebesar 4,83; c sebesar 4,84 dan derajat hue sebesar
95,76. Tepung beras memiliki kadar air 11,86%.
9. Pada tepung terigu kunci, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar
75,6; a* sebesar 0,5; b* dan c sebesar 8,1 dan derajat hue sebesar 86,1.
Tepung beras memiliki kadar air 11,98%. Berat gluten sebelum dioven 1,71
dan setelah diovem 0,66.
10. Pada tepung terigu cakra, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar
75,76; a* sebesar 0,73; b* sebesar 8,4 dan c sebesar 8,43 dan derajat hue
sebesar 84,73. Tepung beras memiliki kadar air 12,31%. Berat gluten sebelum
dioven 3,0867 dan setelah diovem 1,3867.
11. Tepung dengan kualitas baik memiliki kadar air yang tidak melebihi batas
maksimum standar yang telah ditetapkan.
12. Tepung Terigu Cakra Kembar memiliki kandungan gluten yang lebih tinggi
daripada tepung terigu Kunci Biru.
13. Sphericity menunjukkan kebulatan suatu benda, semakin mendekati 1 maka
benda akan semakin bulat.
14. Nilai sphericity sebanding dengan besarnya nilai densitas kamba.
15. Densitas kamba dipengaruhi kerapatan, tekstur permukaan dan ukuran biji.
16. Kadar air beras maksimal 14% untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme
sehingga umur simpan bahan menjadi lebih panjang.
17. Kemampuan daya serap air dipengaruhi komponen kimia penyusun terutama
karbohidrat, protein, dan serat.
18. Pemanasan pada bahan yang mengandung karbohidrat berupa pati akan
menyebabkan granula pati mengembang karena air masuk ke dalam bahan.
19. Bahan yang berbentuk bola memiliki densitas curahnya lebih tinggi
dibandingkan dengan bentuk yang lain walaupun ukuran dan porositasnya
sama.
20. Semakin lama sedimentasi bahan maka semakin kecil kecepatan terminalnya.
Selama proses sedimentasi, bahan menyerap air sampai kondisi setimbang.
DAFTAR PUSTAKA

Aminhar, D. Mustika, Mujinem. 2007. Penentuan Densitas Curah dan Luas Muka
Hasil Oksidasi Gagalan Pelet UO2 Sinter. Hasil-Hasil Penelitian EBN
tahun 2007. ISSN 0854-5561.
Andie, Hadi. 2015. Kue Lezat Minim Alat: Tanpa Oven, Tanpa Mikser. Surabaya;
Linguakata.
Astawan, M. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Bogor:
Penebar Swadaya.
Augustin, M.A., P.T. Clarke, and H. Craven. 2003. Characteristics of Milk
Powders, Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition (Second Edition),
4703-4711.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3923-1995 Kacang Hijau. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 2015. SNI 6234:2015 Kacang Kedelai. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3549-2009: Tepung Beras.
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/65964/10/Lampiran.p
df (3 November 2019).
Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3727-1995: Tepung Jagung.
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/65964/10/Lampiran.p
df (3 November 2019).
Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3751-2009: Tepung Terigu.
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/65964/10/Lampiran.p
df (3 November 2019).
Bhattacharya, K.R. 2014. Analysis of Rice Quality, Rice Quality, 431-530.
Cauvain,S.P and L.S.Young.2009.The ICCHandbook of Cereals,Flour,Dough &
Product Testing.Pennsylvania:DEStech Publications,Inc.
Dhingra, D., M. Michael, H. Rajput, and R.T. Patil. 2012. Dietary Fibre in Foods:
A Review, J Food Sci Technol, 49(3): 255-266.
Diniyah, N., A. Puspitasari, A. Nafi, dan A. Subagio. 2016. Karakteristik Beras
Analog Menggunakan Hot Extruder Twin Screw, Jurnal Penelitian
Pascapanen Pertanian. 13 (1): 36-42.
Diniyah, N., A. Puspitasari, A. Nafi, dan A. Subagio. 2016. Karakteristik Beras
Analog Menggunakan Hot Extruder Twin Screw, Jurnal Penelitian
Pascapanen Pertanian, 13 (1): 36-42.
Fibriyanti, Y. W. 2012. Kajian Kualitas Kimia dan Biologi Beras Merah (Pryz
nivara) dalam Beberapa Pewadahan Selama Penyimpanan. Skripsi S-1.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Fibriyanti, Y.W. 2012. Kajian Kualitas Kimia dan Biologi Beras Merah (Oryza
nivara) dalam Beberapa Pewadahan Selama Penyimpanan, Skripsi S-1,
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Figura.L.O and A.A.Texeira.2007.Food Physics.Berlin:Springer
Fitasari, E. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu Terhadap Kadar
Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik
Keju Gouda Olahan, Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 4(2): 17-29.
Handayani, N. A., H. Cahyoni, W. Arum, I. Sumantri, Purwanto, dan D.
Soetriananto. 2017. Kajian Karakteristik Beras Analoh Berbahan Dasar
Tepung dan Pati Ubi Ungu (Ipomea batatas), Jurnal Apliasi Teknologi
Pangan, 6(1): 23-30.
Hernawan, E. dan Vita M. 2016. Analisis Karakteristik Fisikokimia Beras Putih,
Beras Merah, dan Beras Hitam. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
15(1): 79-91.
Hindwood,B.1993.A Textbook of Sciences for the Health Professions.London
:Stanley Thomas
Izuchukwu.A.B and A.A.Folarin.Physical of African Kidney Bean and Their
Processing Impact.Food Biology 2;18-23
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. Ebook Pangan.
Kumalasari, R. F. Setyoningrum, dan R. Ekafitri. 2015. Karakteristik Fisik dan
Sifat Fungsional Beras Jagung Instan Akibat Penambahan Jenis Serat dan
Lama Pembekuan, Pangan, 24(1): 37-48.
Mangiri, J, N. Mayulu, S.E.S. Kawengian. 2016. Gambaran Kandungan Zat Gizi
Pada Beras Hitam (Oryza Sativa L.) Kultivar Pare Ambo Sulawesi Selatan,
Jurnal EBiomedik. 4(1): 26-30.
Manickavasagan, A., C. Santhakumar, dan N. Venkatachalapathy. 2017. Brown
Rice. Switzerland: Springer International Publishing.
Millati. T., A. R. M. Akbar, Susi dan A. Rahmi. 2016. Pengaruh Jenis Kemasan
Terhadap Kondisi Penyimpanan Gabah Kering Panen, Rendemen Giling
dan Beras Kepala, Ziraa’ah, 41(1):103-112.
Morris, C. Peter and J. H. Bryce. 2000. Cereal Biotechnology. Woodhead
Publishing Limited: Cambridge England.
Muchtadi, T.R., Sugiyono, Ayustaningwarno. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Bandung: Alfabeta.
Nugraheni, Mutiara. 2010. Bahan Ajar Pengetahuan Bahan Pangan. Yogyakarta:
Fakultas Teknik Universitas Negeri.
Nusier, O., A. Al-Mufty, and R. Jaradat. 2008. Determination of Saline Soils
Specific Gravity, Jordan Journal of Civil Engineering, 2(1): 1-19.
Octavianus, T., A. Supriadi, dan S. Hanggita. 2014. Analisis Korelasi Harga
Terhadap Warna dan Mutu Sensoris Kemplang Ikan Gabus (Channa Striata)
di Pasar Cinde Palembang. Jurnal Fistech. 3(1): 43-44.
Octavianus, T., A. Supriadi, dan S. Hanggita. 2014. Analisis Korelasi Harga
Terhadap Warna dan Mutu Sensoris Kemplang Ikan Gabus (Channa
Striata) di Pasar Cinde Palembang, Jurnal Fistech, 3(1): 43-44.
Okoye,J.I, A.C Nkwocha and A.O.Agbo.2008.Chemical Composistion and
Functional Properties of Kidney bean/Wheat Flour Blends.Continental
Journal of Food Science and Technology 2:27-32
Ponnappan, S., A. Thangavel, dan O. Sahu. 2017. Milling and Physical
Characteristcs of Pigmented Rice Varieties, Journal of Food and Nutrition
Sciences, 5(6):236-241
Pratama, G.G.F.S. 2008. Paket Teknologi Untuk Memproduksi Mi Jagung dengan
Bahan Baku Tepung Jagung, Skripsi S-1, Fakultas Teknologi Pertanian IPB,
Bogor.
Purwono, & Hartono, R. 2005. Kacang Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya
Rahman, S. 2018. Teknologi Pengolahan Tepung dan Pati Biji-Bijian Berbasis
Tanaman Kayu. Yogyakarta: Deepublish.
Rajguru, N.R. Burgos. D.R. Gealy, C.H. Sneller, and J.McD. Stewar. 2002.
Genetic Diversity of Red Rice in Arkansas, Rice Research Studies: 99–104.
Reliantari, I. F., H. Evanuarini, dan I. Thohari. 2017. Pengaruh Konsentrasi NaOH
terhadap pH, Kadar Protein Putih Telur dan Warna Kuning Telur Pidan,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 12(2): 69-75.
Singh,R.P and D.R.Heldman.2009.Introduction to Food Engineering:Fourth
Edition.San Diego: Academic Press
Smith,C.W.,J.Bertan and E.C.A.Runge.2004.Corn:Origin, History ,techology and
Production.New Jersey: John Wiley&Sons,Inc.
Snowsill, W. L. (2010). Particle Sizing. Instrumentation Reference Book, 175–189.
Stevenson, D. G., R.K. Doorenbos, J. Jane, and G.E. Inglett. 2006. Structures and
Functional Properties of Starch From Seeds of Three Soybean (Glycine max
(L.) Merr.) Varieties, Starch - Stärke, 58(10), 509–519.
Sugiyono, E. Setiawan, dan H. Sumekar. 2011. Pengembangan Produk Rerotian
Kering dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dan Penentuan Umur
Simpannya dengan Metode Isotherm Sorpsi. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan. 12(2) : 164-170.
Swandari,T. , P.Basunada dan A.Purwantoro,2017,Penggunaan Alat Sensor Warna
Untuk Menduga Derajat Dominasi gen Penyadi Karakter Warna Buah Cabai
Hasil Persilangan,Jurnal Agroteknologi 1(1)
Swandari,T. , P.Basunada dan A.Purwantoro,2017,Penggunaan Alat Sensor Warna
Untuk Menduga Derajat Dominasi gen Penyadi Karakter Warna Buah Cabai
Hasil Persilangan,Jurnal Agroteknologi 1(1)
Thomas, R., W-Nadiah, dan R. Bhat. 2013. Physiochemical Properties, Proximate
Composition, and Cooking Qualities of Locally Grown and Imported Rice
Marketed in Penang, Malaysia, International Food Research Journal,
20(3): 1345-1351.

Unal, H., E. Isik, N. Izli, and Y. Tekin. 2008. Geometric and Mechanical
Properties of Mung Bean (Vigna radiata L.) Grain: Effect of Moisture,
International Journal of Food Properties, 11:572-586.
Warman, A. 2003. Corn & Capitalism: How a Botanical Bastard Grew to Global
Dominance. USA: University of North Carolina Press.
Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wong, K.S., L. Lee, L.Y. Yeo, and M.K. Tan. 2019. Enhancing Rate of Water
Absorption in Seeds Via A Miniature Surface Acoustic Wave Device, Royal
Society Open Science, 6: 1-11.

Anda mungkin juga menyukai