Laporan Praktikum Serealia
Laporan Praktikum Serealia
Oleh:
KELOMPOK A-6
Lavenia 6103018017
Graciella 6103018023
Hansen Wibowo 6103018026
Sylvia Novencia S. W. 6103018033
Caroline Claudia C. 6103018071
Michael Liman 6103018121
1.2.3. Tepung
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan
atau penepungan. Pada proses penggilingan, ukuran bahan diperkecil dengan
diremuk yaitu ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggiling (Rahman, 2018).
Tepung memiliki kadar air rendah yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan tepung, perlakuan yang telah
dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan jenis
pengemasan (Nurani dan Yuwono, 2014).
1.2.3.1. Tepung Beras
Tepung beras dibuat melalui biji beras yang ditumbuk halus atau digiling.
Tepung beras merupakan salah satu alternatif bahan dasar dari tepung komposit
dan terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Tepung beras
adalah produk setengah jadi untuk bahan baku industri lebih lanjut. Untuk
membuat tepung beras membutuhkan waktu selama 12 jam dengan cara beras
direndam dalam air bersih, ditiriskan, dijemur, dihaluskan dan diayak
menggunakan ayakan 80 mesh. Tepung beras dapat digunakan sebagai bahan
pangan fungsional karena tidak memiliki kandungan gluten sehingga dapat
menggantikan tepung terigu (Andie dan Hadi, 2015).
1.2.3.2. Tepung Maizena
Tepung maizena atau tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke
dalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahkan kulit, endosperm,
lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling
menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki
kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm
karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan
bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus
dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat
tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol
jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat
membuat tepung menjadi kasar (Pratama, 2008).
1.2.3.3. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum
(T. sativum) yang tersusun oleh 67-70 % karbohidrat, 10-14 % protein, dan 1-3 %
lemak. Protein dari tepung terigu dapat membentuk suatu jaringan yang saling
berikatan (continous) pada adonan dan bertanggung jawab sebagai komponen
yang membentuk viskoelastik. Gluten merupakan protein utama dalam tepung
terigu yang terdiri dari gliadin (20-25 %) dan glutenin (35-40%). Banyak
sedikitnya gluten yang didapat bergantung pada berapa banyak jumlah protein
dalam tepung itu sendiri. Makin tinggi proteinnya maka makin banyak jumlah
gluten yang didapat, begitu juga sebaliknya. Banyaknya kandungan gluten akan
berdampak pada keelastisan dan daya tahan terhadap penarikan dalam proses
produksi pangan (Fitasari, 2009). Komposisi tepung terigu yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Kandungan tepung terigu per 100 gr bahan
Komposisi JumLah
Energi 340 kal
Air 14 g
Protein 13 g
Besi (Fe) 5 mg
Zinc (Zn) 3 mg
Asam Folik 0,2 mg
Kalsium 13 mg
Karbohidrat 70 mg
Lemak 0,9 mg
Vitamin B1 0,25 mg
Vitamin B2 0,4 mg
Sumber: Fitasari, 2009
BAB II
METODE
2.2.2. Bahan
1. Serealia
a. Beras merah
b. Beras hitam
c. Jagung
2. Kacang-kacangan:
a. Kacang merah
b. Kacang kedelai
c. Kacang hijau
3. Tepung:
a. Tepung terigu(Cakra
dan Kunci)
b. Tepung beras
c. Tepung maizena
4. NaCl
5. Minyak
2.2. Skema Kerja
2.2.1. Pengamatan Warna dan Bentuk
50 gram sampel
Menimbang sampel
(gram/mL)
10 gram sampel
A
A
Penimbangan
Pencampuran
Mendiamkan 5 menit
Perendaman (1 menit)
3.1 Serealia
3.1.1 Beras Hitam
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Berbagai Parameter Pada Beras Hitam
Parameter JumLah
L 28,4
a* 2,93
Warna b* -1,3
c 1,5
h 298,73
a 0,698
Ukuran (mm) b 0,2813
c 0,2286
Sphericity 0,5091
Densitas Kamba (g/mL) 0,84
Kadar Air (%) 8,15
Daya Serap Air (%) 120
Rasio Pengembangan 2,2000
Specific Gravity 1,6048
Berat (gr/100 butir) 1,97
Berat(gr/100 mL) 84,0
JumLah butir/100 mL 4264
Densitas Curah(gr/s) 265,4844
Minyak 2,3956
Laju sedimentasi Air 7,8177
(cm/s)
Minyak 7,2001
V terminal (m/s) Air 6,8083
Parameter JumLah
L 37,03
a* 8,93
Warna b* 9,43
C 12,96
H 46,5
A 0,6
Ukuran (mm) B 0,23
C 0,2
Sphericity 0,5058
Densitas Kamba (g/mL) 0,9034
Kadar Air (%) 7,38
Daya Serap Air (%) 60,7
Rasio Pengembangan 1,607
Specific Gravity 1,4682
Berat (gr/100 butir) 1,95
Berat(gr/100 mL) 90,34
JumLah butir/100 mL 4633
Densitas Curah(gr/s) 230,7710
Minyak 2,4112
Laju sedimentasi
Air 8,7306
(cm/s)
Minyak 8,5782
V terminal (m/s) Air 8,1303
Gambar 3.2. Beras Merah
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
3.1.2.1 Warna
Pada bahan pangan yakni beras merah ketika diuji color reader
menghasilkan nilai L yakni 37,03 yang artinya menunjukan warna bahan
cenderung gelap. Hal ini sesuai dengan pengamatan visual oleh mata yakni merah
tua. Nilai a* yakni 8,93 yang menunjukkan bahan memiliki warna kemerahan.
Nilai b* yakni 9,43 yang artinya bahan cenderung memiliki warna biru. Nilai c
yakni 12,96 nilai chroma yang sangat kecil ini menunjukkan bahan cenderung
mengkilap. Nilai oH yakni 46,5 menunjukkan bahan termasuk kriteria warna red
karena termasuk kisaran 18o- 54o (Octavianus dkk., 2014).
3.1.1.2 Sphericity
Berdasarkan pengukuran a, b dan c diperoleh nilai sphericity yakni 0,5058.
Menurut Figura dan Teixeira (2007), sphericity memiliki skala dari 0 sampai 1.
Jika sphericity menunjukkan angka 1 maka bahan tersebut memiliki bentuk yang
bulat sedangkan jika sphericity menunjukkan angka 0 maka bahan tersebut
memiliki bentuk yang tegak dan tidak memiliki lekukan. Sehingga dapat
disimpulkan beras merah memLiliki bentuk yang cenderung tegak.
3.1.1.3 Densitas Kamba
Menurut Lalel (2009) densitas kamba beras merah berkisar antara 0,77-
0,88 g/mL. Dari percobaan diperoleh densitas kamba 0,9034 g/mL . Perbedaan
hasil ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tempat tumbuh, varietas,
nutrisi yang diperoleh selama penanaman dan lain-lain.
3.1.1.4 Kadar Air
Kadar air pada bahan pangan yakni beras menurut SNI 6128-2015 harus di
bawah 14%. Sedangkan menurut Thomas (2013), kadar air yang baik untuk
menjaga umur simpan bahan panjang adalah 10,04-12,88%. Pada pengujian kadar
air beras hitam diperoleh hasil 7,38%. Hal ini menunjukan kualitas beras yang
baik. Semakin rendah kadar airnya maka akan semakin lama umur simpan bahan.
Namun, penyimpanan bahan pangan dengan kadar air yang rendah perlu
diperhatikan karena kadar air yang rendah menyebabkan gabah mudah mengalami
keretakan. Apabila banyak gabah yang retak, kualitas dari beras akan menurun
(Millati, dkk., 2016).
3.1.1.5 Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan
Daya serap air bahan dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terkandung
di bahan tersebut. Beras hitam mengandung karbohidrat (pati) 70,03%, lemak
2,5%, protein 9,16%, serat kasar 3,97%, air 14,38% dan abu 1,18% (Fibriyanti,
2012). Tingginya kadar pati inilah yang mempengaruhi kemampuan bahan untuk
menyerap air. Rasio pengembangan beras merah adalah 1,607 dan daya serap air
adalah 60,7. Semakin rendah daya serap air maka semakin kecil rasio
pengembangan bahan, hal ini dapat dibuktikan dengan percobaan yang
menunjukan rasio pengembangan beras merah lebih kecil dibanding beras hitam.
Karena kemampuan beras hitam untuk menyerap air lebih banyak dari pada beras
merah. Selain itu, kadar air beras merah yang lebih rendah dari beras hitam
menyebabkan beras merah membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyerap air
dan mengembang.
3.1.1.6 Specific gravity
Berdasarkan data, dapat diketahui bahwa beras merah memiliki nilai
specific gravity sebesar 1,4682. Hal ini menunjukan bahwa beras hitam memiliki
massa jenis yang lebih besar dari massa jenis air, hal ini dikarenakan beras hitam
mengandung komponen senyawa organik seperti pati, protein, vitamin dan
mineral (Fibriyanti, 2012).
3.1.1.7 Densitas Curah
Nilai kerapatan curah yang didapat berkisar antara 0,96-1,12 g/mL
(Ponnappan dkk., 2017). Dari percobaan diperoleh hasil 230,7710 g/sekon. Cepat
lambatnya densitas curah dipengaruhi oleh luas permukaan dan kebulatan bahan.
Beras hitam memiliki nilai sphericity yang lebih besar dari beras merah, hal ini
menunjukan beras hitam memiliki bentuk yang lebih bulat. Hal ini sesuai dengan
hasil percobaan densitas curah. Semakin bulat benda maka akan semakin mudah
jatuh sehingga densitas curahnya akan semakin besar.
3.1.1.7 Sedimentasi dan terminal velocity
Nilai terminal velocity akan berkebalikan dengan nilai sedimentasi. Namun hal ini
tidak sesuai dengan percobaan. Dimana pada percobaan sedimentasi di larutan air
lebih kecil dari minyak namun terminal velocity di larutan air lebih besar dari
pada larutan minyak. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor porositas pada bahan.
3.1.3 Jagung
Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Jagun
Parameter JumLah
L 48,3
a* 9,5
Warna b* 19,9
c 22,1
h 64,6
a 8,44
Ukuran (mm) b 6,82
c 5,04
Sphericity 0,7843
Densitas Kamba (g/mL) 0,8411
Kadar Air (%) 6,19
Daya Serap Air(%) 16,61
Rasio Pengembangan 1,1662
Specific Gravity 1,5
Berat (gr/100 butir) 18,89
Berat(gr/100 mL) 84,11
JumLah butir/100 mL 446
Densitas Curah(gr/s) 270,2703
Minyak 19,78
Sedimentasi (s)
Air 9,78
Minyak 73,4137
V Terminal Air 69,4450
Gambar 3.3. Jagung
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)
3.1.3.1 Warna
Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan color reader cr-10
dimana alat tersebut menggunakan pantulan cahaya dari bahan yang akan
dikonversikan menjadi data yang bisa di analisa (Swandari,dkk.,2016). Hasil L =
48,3 merupakan nilai L tertinggi dalam kategori serealia dan kacang-kacangan, ini
menunjukan bahwa jagung memilki Lightness yang tinggi. Untuk a* digunakan
untuk mengukur kemerahan dan b* digunakan untuk mengukur kekuningan dan
ditunjukan dengan nilai b* bahwa warna cenderung menuju kuning. Nilai C
menunjukan betapa mengkilap bahan tersebut terhadap cahaya, jagung memilki C
yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan serelia dan jagung yang lain.
Dengan derajat hue yang dyang berkisar pada 60° menunjukan bahwa memilki
warna yang kuning(Swandari,dkk.,2017)
Parameter JumLah
L 32,93
a* 12,5
Warna b* 7,06
c 14,3
h 29,6
a 1,5213
Ukuran (mm) b 0,7216
c 0,6253
Sphericity 0,5806
Densitas Kamba (g/mL) 0,78
Kadar Air (%) 7,71
Daya Serap Air(%) 70
Rasio Pengembangan 1,700
Specific Gravity 1,2994
Berat (gr/100 butir) 45,29
Berat(gr/100 mL) 78
JumLah butir/100 mL 173
Densitas Curah(gr/s) 214,6782
Minyak 21,97
Sedimentasi (s)
Air 12,9
Parameter JumLah
L 48,53
a* 2,14
Warna b* 17,2
c 18,4
h 69,63
a 0,8
Ukuran (mm) b 0,2
c 0,7
Sphericity 0,6025
Densitas Kamba (g/mL) 0,7627
Kadar Air (%) 5,12
Daya Serap Air(%) 90,7
Rasio Pengembangan 1,907
Specific Gravity 1,3518
Berat (gr/100 butir) 17,23
Berat(gr/100 76,27
mL)
JumLah butir/100 mL 443
Densitas Curah(gr/s) 241,9374
Minyak 23,37
Sedimentasi (s)
Air 11,46
Minyak 24,9898
Kecepatan termal (m/s) Air 23,6388
Berat 100 mL kacang kedelai yaitu 76,27 gram dan berat 100 mL kacang
merah yaitu 78 gram. Dari hasil pengamatan ini, perbedaan berat tidaklah berbeda
jauh. Dalam wadah 100 mL dapat terisi 443 butir kacang kedelai atau 123 butir
kacang hijau atau 173 butir kacang merah. Kacang kedelai dapat mengisi lebih
banyak butiran karena volume/ rongga antar butir kacang kedelai lebih kecil
dibandingkan kacang hijau dan kacang merah.
3.2.2.4. Kadar Air
Berdasarkan tabel SNI 6234:2015 kadar air untuk kacang kedelai
maksimal 11%. Berdasarkan hasil pengamatan, kacang kedelai memiliki kadar air
sebesar 5,12 % dari 1 gram bahan. Hal ini membuktikan bahwa kacang kedelai
yang digunakan saat percobaan masih dalam kondisi baik.
3.2.2.5. Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan
Menurut Wong et al. (2019), daya serap air pada bahan pangan yang tinggi
dapat mengurangi secara signifikan waktu perendaman dan jumLah energi yang
dibutuhkan untuk memasak biji. Menurut Dhingra et al. (2012), pengujian daya
serap air memberikan informasi mengenai volume pori-pori pada bahan pangan.
Menurut Dhingra et al. (2012), perlakuan seperti pemanasan dapat memodifikasi
sifat fisikawi dari matriks serat pangan dan juga berefek pada sifat hidrasi.
Berdasarkan hasil pengamatan, daya serap kacang kedelai paling tinggi
dibandingkan kacang merah dan kacang hijau. Hal ini menunjukkan bahwa
volume pori-pori pada kacang kedelai paling tinggi sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk pemasakan kacang kedelai lebih cepat dan energi untuk
pemasakan yang dibutuhkan lebih rendah dibandingkan kacang merah dan kacang
hijau. Dari hasil percobaan didapatkan rasio pengembangan kacang kedalai
1,9070 kali. Rasio ini diperoleh dari perubahan berat bahan setelah dilakukan
pemanasan. Pemanasan pada kacang kedelai akan menyebabkan air masuk ke
dalam bahan sehingga granula akan mengembang dan menambah volume bahan.
Pengembangan granula ini disebut gelatinisasi. Suhu gelatinisasi kacang kedelai
berkisar 52-54°C (Stevenson et al., 2006). Sedangkan pada percobaan rasio
pengembangan, suhu yang digunakan pemanasan adalah 80°C, sehingga kacang
kedelai telah mengalami gelatinisasi yang ditandai dengan pembengkakan 1,9070
kali.
3.2.2.6. Spesific Gravity
Definisi spesifik gravitasi adalah rasio dari densitas suatu substansi
terhadap densitas substansi standar (umumnya air pada suhu spesifik tertentu,
yaitu 4 derajat Celcius), karena pada suhu 4°C densitas air paling besar.
Pengukuran specific gravity harus dilakukan di suhu dan tekanan air yang sama
(Nusier et al.,2008). Berdasarkan definisi tersebut maka perbandingan densitas
dari kacang kedelai dengan densitas air adalah 1,3518 : 1 yang berarti densitas
kacang kedelai lebih
besar daripada air. Oleh karena itu, kacang kedelai akan tenggelam jika
dicelupkan pada air karena densitasnya lebih besar dari densitas air.
3.2.2.7. Densitas Curah
Densitas curah pada kacang kedelai lebih rendah dibandingkan densitas
curah pada kacang hijau. Hal ini dikarenakan kacang kedelai mempunyai bentuk
bahan yang lebih tidak bulat dibandingkan kacang hijau, dibuktikan dari nilai
sphericity kacang kedelai (0,6025) lebih rendah dibandingkan kacang hijau
(0,8803).
3.2.2.8. Sedimentasi dan Terminal Velocity
Berdasarkan hasil percobaan, waktu yang diperlukan kacang kedelai untuk
mencapai dasar tabung dalam fluida air dan minyak berturut-turut adalah 11,46
detik dan 23,37 detik. Sehingga, waktu yang diperlukan untuk bahan tenggelam
dalam air lebih cepat dibandingkan pada minyak dikarenakan koefisien gaya
gesek pada air lebih kecil.
Menurut Snowsill (2010), kecepatan terminal suatu partikel adalah
kecepatan yang dihasilkan dari aksi percepatan dan gaya tarik. Berdasarkan hasil
pengamatan, kecepatan terminal kacang kedelai pada minyak lebih tinggi
dibandingkan pada air, padahal koefisien gaya gesek pada minyak lebih besar
dibanding air namun kecepatan terminal di minyak dapat lebih tinggi.
Berdasarkan rumus kecepatan terminal, faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan terminal adalah massa bahan, percepatan gravitasi, koefisien drag,
densitas fluida, dan luas permukaan. Oleh karena pada pengujian dalam air dan
minyak, sampel bahan yang digunakan adalah sama yaitu kacang kedelai maka
massa bahan, luas permukaan, percepatan gravitasi diasumsikan sama. Sehingga
faktor lain yang mempengaruhi kecepatan terminal adalah koefisien drag dan
densitas fluida. Pengaruh densitas fluida (yang menyebabkan gaya apung) dan
koefisien drag (yang dipengaruhi sphericity) menyebabkan pola jatuh kacang
kedelai tidak lurus ke bawah sehingga jarak tempuhnya dapat berbeda dengan
yang di uji di dalam air. Karena data kecepatan terminal berkebalikan dengan data
waktu sedimentasi, maka disimpulkan bahwa jarak tempuh bahan dalam air
jauh lebih
besar dibanding dalam minyak. Karena jarak tempuhnya lebih jauh maka
kecepatan nya lebih tinggi, karena jarak berbanding lurus dengan kecepatan.
Parameter JumLah
L 34,8
a* 0,3
Warna b* 11,0
c 11,0
h 88,6
a 5,60
Ukuran (mm) b 4,43
c 4,83
Sphericity 0,8803
Densitas Kamba (g/mL) 0,8636
Kadar Air (%) 7,78
Daya Serap Air(%) 23,48
Rasio Pengembangan 1,235
Specific Gravity 1,5714
Berat (gr/100 butir) 7,02
Berat(gr/100 86,36
mL)
JumLah butir/100 mL 1231
Densitas Curah(gr/s) 263,1579
Minyak 55,86
Sedimentasi (s)
Air 10,1
Minyak 8,0810
Kecepatan termal Air 7,6485
Berat 100 mL kacang hijau yaitu 86,36 gram dan berat 100 mL kacang
kedelai yaitu 76,27 gram. Hal ini menunjukkan bahwa dalam volume yang sama
(100 mL), kacang hijau memiliki densitas kamba yang lebih besar karena densitas
berbanding lurus dengan massa pada volume yang konstan.
3.2.3.4. Kadar Air
Berdasarkan tabel SNI 01-3923-1995, kadar air pada tabel SNI
menunjukkan kadar air untuk kacang hijau maksimal 13% untuk kelas mutu 1 dan
maksimal 14 % untuk kelas mutu 2 dan 3. Berdasarkan hasil pengamatan, kadar
air kacang hijau sebesar 7,78 % dari 1 gram bahan. Hal ini membuktikan bahwa
kacang
hijau yang digunakan saat percobaan masih dalam kondisi sangat baik dan
tergolong kelas mutu 1.
3.2.3.5. Daya Serap Air dan Rasio Pengembangan
Daya serap air kacang hijau paling rendah dibandingkan kacang merah dan
kacang kedelai. Hal ini menunjukkan bahwa volume pori-pori pada kacang hijau
paling kecil. Menurut Wong et al. (2019), daya serap air pada bahan pangan yang
tinggi dapat mengurangi secara signifikan waktu perendaman dan jumLah energi
yang dibutuhkan untuk memasak biji. Sehingga kacang hijau akan membutuhkan
waktu perendaman yang lama dan jumLah energi yang lebih besar dibandingkan
kacang merah dan kacang kedelai. Berdasarkan hasil pengamatan, rasio
pengembangan kacang hijau sebesar 1,2350 kali. Rasio ini diperoleh dari
perubahan berat bahan setelah dilakukan pemanasan. Pemanasan pada kacang
kedelai akan menyebabkan air masuk ke dalam bahan sehingga granula akan
mengembang dan menambah volume bahan. Pengembangan granula ini disebut
gelatinisasi. Suhu gelatinisasi kacang hijau berkisar antara 58-67-82°C.
Sedangkan pada percobaan rasio pengembangan, suhu yang digunakan pemanasan
adalah 80°C, sehingga kacang kedelai telah mengalami gelatinisasi yang ditandai
dengan pembengkakan 1,2350 kali. Pembengkakan pada kacang hijau tidak
sebesar pada kacang kedelai dikarenakan, suhu pemanasan pada percobaan ini
belom mencapai suhu maksimum swelling pada kacang hijau.
3.2.3.6. Spesific Gravity
Definisi spesifik gravitasi adalah rasio dari densitas suatu substansi
terhadap densitas substansi standar (umumnya air pada suhu spesifik tertentu,
yaitu 4 derajat Celcius), karena pada suhu 4°C densitas air paling besar.
Pengukuran specific gravity harus dilakukan di suhu dan tekanan air yang sama
(Nusier et al.,2008). Berdasarkan definisi tersebut maka perbandingan densitas
dari kacang hijau dengan densitas air adalah 1,5714 : 1 yang berarti densitas
kacang hijau lebih besar daripada air. Oleh karena itu, kacang hijau akan
tenggelam jika dicelupkan pada air karena densitasnya lebih besar dari densitas
air.
3.2.3.7. Densitas Curah
Densitas curah pada kacang hijau lebih tinggi dibandingkan kacang merah
dan kacang kedelai. Hal ini dikarenakan, kacang hijau mempunyai bentuk bahan
yang lebih bulat dibandingkan kacang kedelai, dibuktikan dari nilai sphericity
kacang hijau (0,8803) lebih tinggi dibandingkan kacang kedelai (0,6025).
3.2.3.8. Sedimentasi dan Terminal Velocity
Berdasarkan hasil percobaan, waktu yang diperlukan kacang hijau untuk
mencapai dasar tabung dalam fluida air dan minyak berturut-turut adalah 10,1
detik dan 55,86 detik. Sehingga, waktu yang diperlukan untuk bahan tenggelam
dalam air lebih cepat dibandingkan pada minyak dikarenakan koefisien gaya
gesek pada air lebih kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan, kecepatan terminal kacang hijau pada
minyak lebih tinggi dibandingkan pada air, padahal koefisien gaya gesek pada
minyak lebih besar dibanding air namun kecepatan terminal di minyak dapat lebih
tinggi.
Berdasarkan rumus kecepatan terminal, faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan terminal adalah massa bahan, percepatan gravitasi, koefisien drag,
densitas fluida, dan luas permukaan. Oleh karena pada pengujian dalam air dan
minyak, sampel bahan yang digunakan adalah sama yaitu kacang hijau maka
massa bahan, luas permukaan, percepatan gravitasi diasumsikan sama. Sehingga
faktor lain yang mempengaruhi kecepatan terminal adalah koefisien drag dan
densitas fluida. Pengaruh densitas fluida (yang menyebabkan gaya apung) dan
koefisien drag (yang dipengaruhi sphericity) menyebabkan pola jatuh kacang
kedelai tidak lurus ke bawah sehingga jarak tempuhnya dapat berbeda dengan
yang di uji di dalam air. Karena data kecepatan terminal berkebalikan dengan data
waktu sedimentasi, maka disimpulkan bahwa jarak tempuh bahan dalam air lebih
besar dibanding dalam minyak. Karena jarak tempuhnya lebih jauh maka
kecepatan nya lebih tinggi, karena jarak berbanding lurus dengan kecepatan.
3.3 Tepung
3.3.1 Tepung Beras
Tabel 3.3.1 Hasil Pengamatan berbagai Parameter pada Tepung Beras
Parameter JumLa
h
L 84,3
a* -0,1
Warna b* 4,2
c 4,2
o
h 274,5
Kadar Air (%) 12,23
Parameter JumLa
h
L 79,7
a* -0,56
Warna b* 4,83
c 4,83
o
h 95,76
Kadar Air (%) 11,86
1. Pada beras hitam, dari pengujian diperoleh hasil uji warna mendekati merah,
ungu dari senyawa flavonoid yang terkandung didalamnya. dari hasil
pengujian color reader nilai L sebesar 28,4; a* sebesar 2,93; b* sebesar -1,3; c
sebesar 1,5 dan derajat hue sebesar 91,5., sphericity beras hitam adalah
0,5091, densitas kamba 0,84 g/mL, kadar air 8,15%, daya serap air 120%,
rasio pengembangan 2,2000, specific gravity sebesar 1,6048, densitas curah
265,4844 g/sekon, sedimentasi pada minyak 68,04 sekon dan pada air 20,85
sekon, kecepatan terminal pada minyak 7,2001 m/s dan pada air 6,8083 m/s.
2. Pada beras merah, dari pengujian diperoleh hasil uji warna mendekati merah
dari senyawa flavonoid yang terkandung didalamnya dari hasil pengujian
color reader nilai L sebesar 37,03; a* sebesar 8,93; b* sebesar 9,43; c sebesar
12,96 dan derajat hue sebesar 46,5; sphericity beras merah adalah 0,5058,
densitas kamba 0,9034 g/mL, kadar air 7,38%, daya serap air 60,7%, rasio
pengembangan 1,607, specific gravity sebesar 1,4682, densitas curah
230,7710 g/sekon, sedimentasi pada minyak 67,6 sekon dan pada air 20,85
sekon, kecepatan terminal pada minyak 8,5782 m/s dan pada air 8,1303 m/s.
3. Pada jagung, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 48,3; a* sebesar
9,5; b* sebesar 19,9; c sebesar 22,1 dan derajat hue sebesar 64,6; nilai
sphericity beras hitam adalah 0,7843, densitas kamba 0,8411 g/mL, kadar air
6,19%, daya serap air 16,61%, rasio pengembangan 1,1662, specific gravity
sebesar 1,5, densitas curah 270,2703 g/sekon, sedimentasi pada minyak 19,78
sekon dan pada air 9,78 sekon, kecepatan terminal pada minyak 69,4450 m/s
dan pada air 73,4137 m/s.
4. Pada kacang merah, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 32,93; a*
sebesar 12,5; b* sebesar 7,06; c sebesar 14,3 dan derajat hue sebesar 29,6;
nilai sphericity beras hitam adalah 0,5806, densitas kamba 0,78 g/mL, kadar
air 7,71%, daya serap air 70%, rasio pengembangan 1,700, specific gravity
sebesar
1,2994, densitas curah 214,6782 g/sekon, sedimentasi pada minyak 21,97
sekon dan pada air 12,9 sekon, kecepatan terminal pada minyak 13,2493 m/s
dan pada air 14,0022 m/s.
5. Pada kacang kedelai, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 48,53;
a* sebesar 2,14; b* sebesar 17,2; c sebesar 18,4 dan derajat hue sebesar
69,69; nilai sphericity beras hitam adalah 0,6025, densitas kamba 0,7627
g/mL, kadar air 5,12%, daya serap air 90,7%, rasio pengembangan 1,907,
specific gravity sebesar 1,3618, densitas curah 241,9374 g/sekon, sedimentasi
pada minyak 23,37 sekon dan pada air 11,46 sekon, kecepatan terminal pada
minyak 24,9898 m/s dan pada air 23,6388 m/s.
6. Pada kacang hijau, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 34,8; a*
sebesar 0,3; b* dan c sebesar 11,00; dan derajat hue sebesar 88,6, nilai
sphericity beras hitam adalah 0,8803, densitas kamba 0,8636 g/mL, kadar air
7,78%, daya serap air 90,7%, rasio pengembangan 1,235, specific gravity
sebesar 1,5714, densitas curah 263,1579g/sekon, sedimentasi pada minyak
55,86 sekon dan pada air 10,1 sekon, kecepatan terminal pada minyak 8,0810
m/s dan pada air 7,6485 m/s.
7. Pada tepung beras, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 84,3; a*
sebesar 0,1; b* dan c sebesar 4,2 dan derajat hue sebesar 91,5. Tepung beras
memiliki kadar air 12,23%.
8. Pada tepung maizena, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar 79,7;
a* sebesar -0,56; b* sebesar 4,83; c sebesar 4,84 dan derajat hue sebesar
95,76. Tepung beras memiliki kadar air 11,86%.
9. Pada tepung terigu kunci, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar
75,6; a* sebesar 0,5; b* dan c sebesar 8,1 dan derajat hue sebesar 86,1.
Tepung beras memiliki kadar air 11,98%. Berat gluten sebelum dioven 1,71
dan setelah diovem 0,66.
10. Pada tepung terigu cakra, dari hasil pengujian color reader nilai L sebesar
75,76; a* sebesar 0,73; b* sebesar 8,4 dan c sebesar 8,43 dan derajat hue
sebesar 84,73. Tepung beras memiliki kadar air 12,31%. Berat gluten sebelum
dioven 3,0867 dan setelah diovem 1,3867.
11. Tepung dengan kualitas baik memiliki kadar air yang tidak melebihi batas
maksimum standar yang telah ditetapkan.
12. Tepung Terigu Cakra Kembar memiliki kandungan gluten yang lebih tinggi
daripada tepung terigu Kunci Biru.
13. Sphericity menunjukkan kebulatan suatu benda, semakin mendekati 1 maka
benda akan semakin bulat.
14. Nilai sphericity sebanding dengan besarnya nilai densitas kamba.
15. Densitas kamba dipengaruhi kerapatan, tekstur permukaan dan ukuran biji.
16. Kadar air beras maksimal 14% untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme
sehingga umur simpan bahan menjadi lebih panjang.
17. Kemampuan daya serap air dipengaruhi komponen kimia penyusun terutama
karbohidrat, protein, dan serat.
18. Pemanasan pada bahan yang mengandung karbohidrat berupa pati akan
menyebabkan granula pati mengembang karena air masuk ke dalam bahan.
19. Bahan yang berbentuk bola memiliki densitas curahnya lebih tinggi
dibandingkan dengan bentuk yang lain walaupun ukuran dan porositasnya
sama.
20. Semakin lama sedimentasi bahan maka semakin kecil kecepatan terminalnya.
Selama proses sedimentasi, bahan menyerap air sampai kondisi setimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Aminhar, D. Mustika, Mujinem. 2007. Penentuan Densitas Curah dan Luas Muka
Hasil Oksidasi Gagalan Pelet UO2 Sinter. Hasil-Hasil Penelitian EBN
tahun 2007. ISSN 0854-5561.
Andie, Hadi. 2015. Kue Lezat Minim Alat: Tanpa Oven, Tanpa Mikser. Surabaya;
Linguakata.
Astawan, M. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Bogor:
Penebar Swadaya.
Augustin, M.A., P.T. Clarke, and H. Craven. 2003. Characteristics of Milk
Powders, Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition (Second Edition),
4703-4711.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3923-1995 Kacang Hijau. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 2015. SNI 6234:2015 Kacang Kedelai. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3549-2009: Tepung Beras.
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/65964/10/Lampiran.p
df (3 November 2019).
Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3727-1995: Tepung Jagung.
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/65964/10/Lampiran.p
df (3 November 2019).
Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3751-2009: Tepung Terigu.
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/65964/10/Lampiran.p
df (3 November 2019).
Bhattacharya, K.R. 2014. Analysis of Rice Quality, Rice Quality, 431-530.
Cauvain,S.P and L.S.Young.2009.The ICCHandbook of Cereals,Flour,Dough &
Product Testing.Pennsylvania:DEStech Publications,Inc.
Dhingra, D., M. Michael, H. Rajput, and R.T. Patil. 2012. Dietary Fibre in Foods:
A Review, J Food Sci Technol, 49(3): 255-266.
Diniyah, N., A. Puspitasari, A. Nafi, dan A. Subagio. 2016. Karakteristik Beras
Analog Menggunakan Hot Extruder Twin Screw, Jurnal Penelitian
Pascapanen Pertanian. 13 (1): 36-42.
Diniyah, N., A. Puspitasari, A. Nafi, dan A. Subagio. 2016. Karakteristik Beras
Analog Menggunakan Hot Extruder Twin Screw, Jurnal Penelitian
Pascapanen Pertanian, 13 (1): 36-42.
Fibriyanti, Y. W. 2012. Kajian Kualitas Kimia dan Biologi Beras Merah (Pryz
nivara) dalam Beberapa Pewadahan Selama Penyimpanan. Skripsi S-1.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Fibriyanti, Y.W. 2012. Kajian Kualitas Kimia dan Biologi Beras Merah (Oryza
nivara) dalam Beberapa Pewadahan Selama Penyimpanan, Skripsi S-1,
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Figura.L.O and A.A.Texeira.2007.Food Physics.Berlin:Springer
Fitasari, E. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu Terhadap Kadar
Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik
Keju Gouda Olahan, Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 4(2): 17-29.
Handayani, N. A., H. Cahyoni, W. Arum, I. Sumantri, Purwanto, dan D.
Soetriananto. 2017. Kajian Karakteristik Beras Analoh Berbahan Dasar
Tepung dan Pati Ubi Ungu (Ipomea batatas), Jurnal Apliasi Teknologi
Pangan, 6(1): 23-30.
Hernawan, E. dan Vita M. 2016. Analisis Karakteristik Fisikokimia Beras Putih,
Beras Merah, dan Beras Hitam. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
15(1): 79-91.
Hindwood,B.1993.A Textbook of Sciences for the Health Professions.London
:Stanley Thomas
Izuchukwu.A.B and A.A.Folarin.Physical of African Kidney Bean and Their
Processing Impact.Food Biology 2;18-23
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. Ebook Pangan.
Kumalasari, R. F. Setyoningrum, dan R. Ekafitri. 2015. Karakteristik Fisik dan
Sifat Fungsional Beras Jagung Instan Akibat Penambahan Jenis Serat dan
Lama Pembekuan, Pangan, 24(1): 37-48.
Mangiri, J, N. Mayulu, S.E.S. Kawengian. 2016. Gambaran Kandungan Zat Gizi
Pada Beras Hitam (Oryza Sativa L.) Kultivar Pare Ambo Sulawesi Selatan,
Jurnal EBiomedik. 4(1): 26-30.
Manickavasagan, A., C. Santhakumar, dan N. Venkatachalapathy. 2017. Brown
Rice. Switzerland: Springer International Publishing.
Millati. T., A. R. M. Akbar, Susi dan A. Rahmi. 2016. Pengaruh Jenis Kemasan
Terhadap Kondisi Penyimpanan Gabah Kering Panen, Rendemen Giling
dan Beras Kepala, Ziraa’ah, 41(1):103-112.
Morris, C. Peter and J. H. Bryce. 2000. Cereal Biotechnology. Woodhead
Publishing Limited: Cambridge England.
Muchtadi, T.R., Sugiyono, Ayustaningwarno. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Bandung: Alfabeta.
Nugraheni, Mutiara. 2010. Bahan Ajar Pengetahuan Bahan Pangan. Yogyakarta:
Fakultas Teknik Universitas Negeri.
Nusier, O., A. Al-Mufty, and R. Jaradat. 2008. Determination of Saline Soils
Specific Gravity, Jordan Journal of Civil Engineering, 2(1): 1-19.
Octavianus, T., A. Supriadi, dan S. Hanggita. 2014. Analisis Korelasi Harga
Terhadap Warna dan Mutu Sensoris Kemplang Ikan Gabus (Channa Striata)
di Pasar Cinde Palembang. Jurnal Fistech. 3(1): 43-44.
Octavianus, T., A. Supriadi, dan S. Hanggita. 2014. Analisis Korelasi Harga
Terhadap Warna dan Mutu Sensoris Kemplang Ikan Gabus (Channa
Striata) di Pasar Cinde Palembang, Jurnal Fistech, 3(1): 43-44.
Okoye,J.I, A.C Nkwocha and A.O.Agbo.2008.Chemical Composistion and
Functional Properties of Kidney bean/Wheat Flour Blends.Continental
Journal of Food Science and Technology 2:27-32
Ponnappan, S., A. Thangavel, dan O. Sahu. 2017. Milling and Physical
Characteristcs of Pigmented Rice Varieties, Journal of Food and Nutrition
Sciences, 5(6):236-241
Pratama, G.G.F.S. 2008. Paket Teknologi Untuk Memproduksi Mi Jagung dengan
Bahan Baku Tepung Jagung, Skripsi S-1, Fakultas Teknologi Pertanian IPB,
Bogor.
Purwono, & Hartono, R. 2005. Kacang Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya
Rahman, S. 2018. Teknologi Pengolahan Tepung dan Pati Biji-Bijian Berbasis
Tanaman Kayu. Yogyakarta: Deepublish.
Rajguru, N.R. Burgos. D.R. Gealy, C.H. Sneller, and J.McD. Stewar. 2002.
Genetic Diversity of Red Rice in Arkansas, Rice Research Studies: 99–104.
Reliantari, I. F., H. Evanuarini, dan I. Thohari. 2017. Pengaruh Konsentrasi NaOH
terhadap pH, Kadar Protein Putih Telur dan Warna Kuning Telur Pidan,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 12(2): 69-75.
Singh,R.P and D.R.Heldman.2009.Introduction to Food Engineering:Fourth
Edition.San Diego: Academic Press
Smith,C.W.,J.Bertan and E.C.A.Runge.2004.Corn:Origin, History ,techology and
Production.New Jersey: John Wiley&Sons,Inc.
Snowsill, W. L. (2010). Particle Sizing. Instrumentation Reference Book, 175–189.
Stevenson, D. G., R.K. Doorenbos, J. Jane, and G.E. Inglett. 2006. Structures and
Functional Properties of Starch From Seeds of Three Soybean (Glycine max
(L.) Merr.) Varieties, Starch - Stärke, 58(10), 509–519.
Sugiyono, E. Setiawan, dan H. Sumekar. 2011. Pengembangan Produk Rerotian
Kering dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dan Penentuan Umur
Simpannya dengan Metode Isotherm Sorpsi. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan. 12(2) : 164-170.
Swandari,T. , P.Basunada dan A.Purwantoro,2017,Penggunaan Alat Sensor Warna
Untuk Menduga Derajat Dominasi gen Penyadi Karakter Warna Buah Cabai
Hasil Persilangan,Jurnal Agroteknologi 1(1)
Swandari,T. , P.Basunada dan A.Purwantoro,2017,Penggunaan Alat Sensor Warna
Untuk Menduga Derajat Dominasi gen Penyadi Karakter Warna Buah Cabai
Hasil Persilangan,Jurnal Agroteknologi 1(1)
Thomas, R., W-Nadiah, dan R. Bhat. 2013. Physiochemical Properties, Proximate
Composition, and Cooking Qualities of Locally Grown and Imported Rice
Marketed in Penang, Malaysia, International Food Research Journal,
20(3): 1345-1351.
Unal, H., E. Isik, N. Izli, and Y. Tekin. 2008. Geometric and Mechanical
Properties of Mung Bean (Vigna radiata L.) Grain: Effect of Moisture,
International Journal of Food Properties, 11:572-586.
Warman, A. 2003. Corn & Capitalism: How a Botanical Bastard Grew to Global
Dominance. USA: University of North Carolina Press.
Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wong, K.S., L. Lee, L.Y. Yeo, and M.K. Tan. 2019. Enhancing Rate of Water
Absorption in Seeds Via A Miniature Surface Acoustic Wave Device, Royal
Society Open Science, 6: 1-11.