Anda di halaman 1dari 17

DAMPAK POSITIF PENERAPAN SISTEM PERTANIAN

TERPADU DITINJAU DARI ASPEK KONSERVASI


LINGKUNGAN

Oleh

1. I Putu Maha Darma Natha ( 180651051 )

2. Fadilah Triani Putri ( 1806541044 )

3. Ni Luh Asri Pradnyani ( 1806541045 )

4. Ahnaf Abimanyu ( 1806541050 )

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas paper yang
berjudul ”Dampak Postifi Penerapan Sistem Pertanian Terpadu Ditinjau dari Aspek
Konservasi Lingkungan” ini dengan baik tanpa terkendala suatu halangan apapun.
Penulis juga berterimakasih kepada sumber informasi baik media cetak maupun
media elektronik yang membantu penulis dalam menggali informasi yang
diperlukan. Dan penulis juga tidak lupa berterimakasih kepada pihak-pihak yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moral
maupun material.

Denpasar, 15 November 2019

Penulis,
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengertian .......................................................................... 2
2.2 Dampak Positif Sistem Pertanian Terpadu dalam Aspek Lingkungan 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian di Indonesia menjadi salah satu sektor perekonomian yang


ada di Indonesia. Lahan yang ada di Indonesia di dominasi oleh persawahan.
Sehingga, Indonesia terkenal dengan negara agraris.

Sistem pertanian terpadu merupakan suatu system pertanian alternatif yang


bertujuan untuk mengurangi kerusakan lingkungan, mempertahankan
produktivitaas pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan
stabilitas dan kualitas kehidupan masyarakat.

Hal ini menjadikan sistem pertanian terpadu berdampak baik terhadap aspek
sosial, ekonomi dan lingkungan. Ini dikarenakan sistem pertanian terpadu
menitikberatkan kepada pembangunan hang berkelanjutan yang adakan terjadi pada
beberapa tahun kedepan.

Dalam proses berjalannya, sistem pertanian terpadu memfokuskan agar


tidak adanya energi yang terbuang dari proses yang terjadi. Sehingga terjadinya
berkesinambungan antar komponen yang ada dalam sistem ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan Sistem Pertanian Terpadu ( SPT ) ?

2. Dampak Positif SPT pada aspek lingkungan?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Mengetahui pengertian SPT ( Sistem Pertanian Terpadu ) serta dampak positif nya
pada aspek lingkungan.
BAB II

ISI

2.1. Pengertian
Sistem pertanian terpadu adalah sistem pengelolaan (usaha) yang
memadukan komponen pertanian dan perkebunan, seperti tanaman, peternakan
(hewan) dan perikanan (ikan) bahkan pariwisata dalam suatu kesatuan yang utuh.
Definisi lain menyatakan, SPT adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan
ternak dan ikan dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang
optimal dan sifatnya cenderung tertutup terhadap masukan luar (Preston, 2000).
Sistem ini akan signifikan dampak positifnya dan memenuhi kriteria
pembangunan pertanian berkelanjutan karena berbasis organik dan
dikembangkan/diarahkan berbasispotensi lokal (sumberdaya lokal). Tujuan
penerapan sistem tersebut yaitu untuk menekan seminimal mungkin input
dari luar (input/masukan rendah) sehingga dampak negatif sebagaimana
disebutkan di atas, semaksimal mungkin dapat dihindaridan berkelanjutan
(Supangkat, 2009).
Prinsip keterpaduan dalam SPT yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Agroekosistem yang berkeanekaragaman tinggi yang memberi jaminan
yang lebih tinggi bagi petani secara berkelanjutan;
2. Diperlukan keanekaragaman fungsional yang dapat dicapai dengan
mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling
melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, dan
bukan hanya kestabilan yang dapat diperbaiki, namun juga produktivitas
sistem pertanian dengan input yang lebih rendah;
3. Dalam menerapkan pertanian berkelanjutan diperlukan dukungan
sumberdaya manusia, pengetahuan dan teknologi, permodalan, hubungan
produk dan konsumen, serta masalah keseimbangan misi pertanian dalam
pembangunan;
4. Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat yang
maksimal yang menghasilkan sistem pertanian yang kompleks dan terpadu
yang menggunakan sumberdaya dan input yang ada secara optimal;
5. Menentukan kombinasi tanaman, hewan dan input yang mengarah pada
produktivitas yang tinggi, keamanan produksi serta konservasi sumberdaya
yang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal.

Sistem ini membentuk suatu agroekositem yang masif.


Agroekosistem dengan keanekaragamnnya tinggi seperti ini akan memberi jaminan
keberhasilan usaha tani yang lebih tinggi. Keanekaragaman fungsional bisa dicapai
dengan mengkombinasikan spesies tanaman danhewan yang memiliki sifat saling
melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, sehingga
bukan hanya kestabilan yang dapat diperbaiki, namun juga produktivitas sistem
pertanian dengan input yang lebih rendah. Kelebihan sistem ini, antara lain input
dari luar minimal atau bahkan tidak diperlukan karena adanya daur limbah di antara
organisme penyusunnya, biodiversitas meningkat apalagi dengan penggunaan
sumberdaya lokal, peningkatan fiksasi nitrogen, resistensi tanaman terhadap jasad
pengganggu lebih tinggi dan hasil samping bahan bakar biogas untuk rumah tangga
(Rodriguez and Preston 1997 cit. Preston, 2000).
Dikatakan pula bahwa SPT memiliki keuntungan baik aspek ekologi maupun
ekonomi. Keuntungan yang dimaksud, yaitu lebih adaptif terhadap perubahan
(habitat lebih stabil), ramah lingkungan (UTARA/usaha tani ramah lingkungan),
hemat energi (tidak ada energi yang terbuang), keanekaragaman hayati tinggi, lebih
resisten, usaha lebih diversifikatif (risiko kegagalan relatif
rendah), diversifikasi produk lebih tinggi, produk lebih sehat (minimalisasi residu
senyawa berbahaya), keberlanjutan usaha tani lebih baik, serapan tenaga kerja lebih
baik dan sinambung (Sutanto, 2002; Supangkat, 2009). Sistem seperti ini ternyata
juga mampu memperbaiki produktivitas padi di lahan petani. Kalau biasanya hanya
5-6 ton/hektar dapat meningkat menjadi 7,6-8 ton/hektar (Agus, 2006).
Produktivitas cabai besar dapat ditingkatkan dari 0,5 kg/tanaman menjadi 0,7
kg/tanaman (Nurcholis dkk., 2010).
SPT akan lebih handal apabila komponen penyusunnya merupakan
sumberdaya lokal sehingga keberlanjutannya lebih terjamin. Misal, komponen
tanaman bersumber dari varietas lokal karena varietas ini lebih responsif terhadap
lingkungan tumbuhnya sehingga tidak memerlukan masukan energi tinggi dari luar
dan lebih tahan atau lebih mampu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi (fisik, kimia, hayati maupun ekonomi).Sedangkan, benih/bibit hibrida
memiliki kelemahan, antara lain tidak mampu beradaptasi secara optimal dengan
agroklimat lokal, menurunkan vigor dalam persilangan murni, seringkali benih
hasil rekayasa tidak terbebas dari bibit hama dan penyakit dan menciptakan
ketergantungan petani terhadap benih buatan pabrik setiap musim tanam (Goering,
1993 dalam Salikin, 2003). SPT lebih familiar dengan kultur lokal mengingat
sistem ini sebenarnya telah dikembangkan secara konvensional oleh petani
Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu,
penerapan sistem ini secara kultural tidak mengalami hambatan. Secara umum,
penerapan SPT berbasis potensi lokal akan mampu menopang
keberlanjutan pembangunan pertanian berkelanjutan baik pada tingkat mikro, meso
(kabupaten/provinsi) mapun makro (nasional). Dampak positif
penerapan sistem ini lebih dominan dibandingkan dampak negatifnya, baik ditinjau
dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan karena sistem ini sejalan
dengan konsep conserving while using (Suprodjo, 2009). Sistem pertanian terpadu
dapat meningkatkan kemampuan para

petani dalam memproduksi pupuk organik dan kemudian dapat membudayakan


pertanian organik. Pertanian organik akan dapat menghasilkan produk pertanian
dengan kualitas tinggi dan higienis yang tidak terkontaminasi dengan bahan kimia
yang kurang baik bagi kesehatan Pengembangan lahan, terutama lahan marjinal
dengan faktor kendala lahan miring disesuaikan dengan kegiatan pertanian yang
ada di daerah tersebut. Kegiatan budidaya pertanian dapat memadukan berbagai
komponen, seperti tanaman buah rumput (cover crop) dan ternak.
Untuk mengatasi kendala di lahan miring dapat dipilih langkah-langkah,
sebagai berikut:

(1) Penghijauan lahan miring yang mempunyai tutupan lahan rendah


dianjurkan untuk menanam tanaman berupa tanaman buah atau tanaman
industri yang tidak berukuran besar dengan kombinasi rumput sebagai
penutup lahan. Tanaman buah berupa pisang, jambu, dll. Untuk tanaman
industri dapat berupa kopi, cengkeh, vanili dengan kombinasi lamtoro;
(2) Pengembangan peternakan sapi, dengan sumber pakan berasal dari rumput
yang di tanam;
(3) Pengembangan instalasi biogas yang berfungsi mengolah limbah berupa
kotoran ternak menjadi biogas sehingga bisa menjadi kawasan mandiri
energi;
(4) Pengembangan pupuk organik yang berbahan baku dari hasil outlet biogas.

Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat yang


maksimal mengakibatkan sistem pertanian yang kompleks dan terpadu yang
menggunakan sumberdaya dan input yang ada secara optimal. Tantangannya
adalah menemukan kombinasi tanaman, hewan dan input yang mengarah pada
produktivitas yang tinggi, keamanan produksi serta konservasi sumberdaya yang
relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal. Upaya
menemukan perpaduan sumberdaya lahan yang sesuai maka secara alamiah dapat
memperbaiki sifat marjinal dari lahan dan dapat meningkatkan produktivitas lahan,
serta pada akhirnya dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Konsep Sistem Pertanian terpadu adalah konsep pertanian yang dapat
dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan luas. Pada lahan
terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya konsep ini menjadi
sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan sempit akan
memberikan produksi maksimal tanpa ada limbah yang terbuang percuma.
Sedangkan untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi
mengembangkan pertanian agribisnis yang lebih menguntungkan. Melaiui sistem
yang terintegrasi ini akan bermanfaat untuk efisiensi penggunaan lahan,
optimalisasi produksi, pemanfaatan limbah, subsidi silang untuk antisipasi fluktuasi
harga pasar dan kesinambungan produksi (PT.RAPP dan Universitas Lancang
Kuning, 2001).

Reijntjes (1999) mengatakan, hewan atau ternak bisa beragam fungsi dalam
sistem usaha tani lahan sempit, hewan memberikan berbagai produk, seperti daging,
susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga memiliki fungsi sosiokultural,
misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara dan sebagai hadiah atau pinjaman
yang memperkuat ikatan sosial.

Dalam kondisi input luar rendah, integrasi ternak ke dalam sistem pertanian
penting, khususnya untuk :

1. Meningkatkan jaminan subsistens dengan memperbanyak jenis-jenis usaha untuk


menghasilkan pangan bagi keluarga petani

2. Memindahkan unsur hara dan energi antara hewan dan tanaman melalui pupuk
kandang dan pakan dari daerah pertanian dan melalui pemanfaatan hewan penarik.

Konsep pertanian terpadu ini perlu digalakkan, mengingat sistem ini


disamping menunjang pola pertanian organik yang ramah lingkungan, juga mampu
meningkatkan usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas
yang penting yang harus terus ditingkatkan, sehingga di harapkan mampu mencapai
kecukupan daging nasional. Oleh karena itu upaya ini dapat digalakan pada tingkat
petani baik dalam rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi, serta
produksi susu. Dengan meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjamin
ketersediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga program pertanian
organik dapat terlaksana dengan baik, kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian
bisa berkelanjutan. Beragamnya pemeliharaan ternak memperluas strategi
penurunan risiko budidaya tanaman ganda hingga akan meningkatkan stabilitas
ekonomi sistem usaha tani.

Sistem produksi ternak herbivora yang dikombinasikan dengan lahan-lahan


pertanian dapat disesuaikan dengan keadaan tanaman pangan. Ternak tidak
berkompetisi pada lahan yang sama. Tanaman pangan dengan komponen utama dan
ternak menjadi komponen kedua. Ternak dapat digembalakan dipinggir atau pada
lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil sehingga ternak
dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan
pakan yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat
mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urin dan
fecesnya.

2.2 Dampak Positif Sistem Pertanian Terpadu dalam Aspek Lingkungan

Penerapan pertanian terpadu pada dasarnya adalah mengoptimalkan


pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang ada. Sehingga, terjadi hubungan
timbal balik secara langsung antara lingkungan biotik dan abiotik dalam ekosistem
lahan pertanian. Terdapat keterkaitan ynag tidak bisa dipisahkan bagi setiap
komponen kegiatan dalam perrtanian terpadu. Keterkaitan ini membentuk sistem
yang terstruktur, sehingga terdapat siklus yang membuat hasil dari kegiatan ini
menjadi optimal.

Pada pertanian terpadu, hampir seluruh limbah yang dihasilkan dapat


dimanfaatkan. Artinya, pertanian terpadu dapat menekan timbulan limbah
pertanian. Sebab, sektor yang satu pasti dapat memanfaatkan limbah dari sektor
yang lain. Oleh karena itu, sebaiknya dalam pertanian terpadu melibatkan lebih dari
dua sektor, seperti sistem pertanina terpadu dengan perikanan dan peternakan.
Adanya semua sektor tersebut akan melengkapi ekosistem dan seluruh komponen
produksi dapat dimanfaatkan oleh komponen produksi yang lainnya. Dengan
demikian, akan tercapai efisiensi produksi dan sangat sedikit limbah yang akan
dihasilkan.

Selain keuntungan dari segi biaya produksi, petani yang menerapkan


pertanian terpadu juga akan memperoleh penghasilan lebih. Adanya sektor lain
seperti peternakan dan perikanan menyebabkan adanya sumber pendapatan selain
pertanian. Benefit akan semakin banyak apabila pengelola lahan mampu
memanfaatkan limbah untuk diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual. Salah
satu produk olahan dari limbah yang banyak dicari di pasaran adalah pupuk
kompos. Kompos banyak digunakan sebagai campuran media tanam tanaman hias
di kota-kota karena memiliki tingkat kesuburan yang tinggi.

Pertanian terpadu sangat baik diterapkan pada satu kawasan. Alasannya,


satu kawasan biasanya masih berada dalam kondisi ekosistem yang sama. Selain
itu, penerapan pertanian di satu kawasan biasanya juga memiliki pasar pertanian
yang sama untuk menjual produknya. Sehingga, pelaku usaha pertanian,
peternakan, dan perikanan dapat bekerja sama dengan baik dan lebih intens.
Kolaborasi petani dan peternak menciptakan suasana yang cocok bagi sistem
pertanian terpadu.

Sistem pertanian terpadu diharapkan mampu mengasilkan 4 F, yaitu food,


feed, fuel, dan fertilizer. Pertama, pertanian terpadu dapat menghasilkan pangan
dengan komposisi lebih beragam, seperti beras, sayuran, daging, dan ikan. Kedua,
limbah pertanian seperti jerami, daun-daunan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
pakan ternak. Sementara itu, limbah hasil pengolahan produk pertanian seperti
bungkil jagung dan dedak dapat diolah kembali menjadi konsentrat sebagai pakan
ternak dan ikan. Ketiga, limbah peternakan dapat diolah untuk menghasilkan biogas
sebagai bahan bakar untuk memasak. Terakhir, limbah dapat dimanfaatkan menjadi
pupuk organik cair maupun pupuk organik padat.

Dampak positif sistem pertanian terpadu dalam aspek lingkungan adalah


menyeimbangkan dan menambah keragaman ekosistem, mengurangi pemasukan
eksternal sehingga menghemat biaya dan mengurangi limbah atau residu,
menciptakan lingkungan atau lahan yang terfokus pada sektor pertanian,
menghemat energi dan mengurangi polusi, serta mengatur manajemen pengolahan
air irigasi.
Sistem pertanian terpadu merupakan salah satu jawaban permasalahan di
masa yang akan datang. Sehubungan dengan ketersediaan lahan yang semakin
sempit, maka pertanian yang intensif merupakan tindakan yang tepat dilakukan.
Intensif maksudnya mengoptimalkan penggunaan lahan untuk mencapai produksi
terbaik. Diharapkan sistem pertanian ini dapat meminimalisasi serangan hama dan
penyakit terhadap tanaman budidaya. Selain itu, pertanian terpadu juga
memberikan kesempatan besar untuk menjadikan sistem produksi yang
berkelanjutan. Oleh karena itu, kemandirian dan swasembada produk-produk
pertanian dapat dicapai dengan baik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem pertanian terpadu adalah sistem pengelolaan (usaha) yang


memadukan komponen pertanian dan perkebunan, seperti tanaman, peternakan
(hewan) dan perikanan (ikan) bahkan pariwisata dalam suatu kesatuan yang utuh.
Definisi lain menyatakan, SPT adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan
ternak dan ikan dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang
optimal dan sifatnya cenderung tertutup terhadap masukan luar.

Dampak positif sistem pertanian terpadu dalam aspek lingkungan adalah


menyeimbangkan dan menambah keragaman ekosistem, mengurangi pemasukan
eksternal sehingga menghemat biaya dan mengurangi limbah atau residu,
menciptakan lingkungan atau lahan yang terfokus pada sektor pertanian,
menghemat energi dan mengurangi polusi, serta mengatur manajemen pengolahan
air irigasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ananto, Eko dkk. 1994. ”Studi tenaga kerja pertanian di Jawa Tengah,” dalam
Buletin Enjiniring Pertanian: 1 (1): hlm. 1-8.

Bamualim, A. dan Bess Tiesnamurti. 2009. Konsepsi Sistem Integrasi antara


Tanaman Padi, Sawit dan Kakao dengan Ternak Sapi di Indonesia. Dalam
Fagi, A.M., Subandriyo dan I.W. Rusastra. Sistem Integrasi Ternak Tanaman:
Padi-Sawit-Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

BPS. 2009. Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Agustus 2009.

BPS. 2004. Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Agustus 2004.

Dinas Pertanian Provinsi DIY. 2010. Master Plan Integrated Farming Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.Dinas Pertanian Provinsi DIY, Yogyakarta.

Fagi, A.M. dan Irsal Las. 2007. Membekali Petani dengan Teknologi Maju Berbasis
Kearifan Lokal pada Era Revolusi Hijau Lestari. Dalam Kasryno, F., E.
Pasandaran dan A.M. Fagi. Membalik Arus: Menuai Kemadirian Petani.
Yayasan Padi Indonesia, Bogor.

Manuputty, Noetje . 1990. ”Mengapa ”pemuda” cenderung meninggalkan usaha di


sektor pertanian dewasa ini”, dalam Bulletin Pusat Litbang Tenaga Kerja : 3
(14) hlm. 15-30.

Musyofi, A. 2007. Usaha Tani Integrasi Tanaman-Ternak: Sistem Usaha Pertanian


Padi Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan. Dalam Kasryno, F., E.
Pasandaran dan A.M. Fagi. Membalik Arus: Menuai Kemadirian Petani.
Yayasan Padi Indonesia, Bogor.

Nurcholis, M., G. Supangkat dan D. Haryanto. 2010. Pengembangan Sistem


Pertanian Terpadu untuk mendukung mendukung kemandirian Desa
Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Laporan
Pengabdian Masyarakat Iptek bagi Wilayah (IbW) DP2M Ditjen Dikti
Depdiknas tahun 2010.

Ostrom, Elinor. 1992. Crafting Institutions for Self-Governing Irrigation Sistems.


San Fransisco: ICS Press. EDISI XXXVI / NO.2 / 2010 | 285

Preston, T.R. 2000. Livestock Production from Local Resources in an Integrated


Farming System; a Sustainable Alternative for the Benefit of Small Scale
Farmers and the Environment. Workshop-seminar "Making better use of local
feed resources" SAREC-UAF, January , 2000.

Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Supangkat, G. 2009. Sistem Usaha Tani Terpadu, Keunggulan dan


Pengembangannya. Workshop Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu.
Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 14 Desember
2009.

Supriyati dkk. 2004. dalam. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/pros-


06_2004. pdf diakses tanggal 19 November 2019 jam 18.25 Dinamika
Ketenagakerjaan, Penyerapan Tenaga Kerja dan Sistem Hubungan Kerja.

Suprodjo, S.W. 2009. Konservasi Ekosistem. Disampaikan pada Kuliah Perdana


Program Studi Ilmu Lingkungan tanggal 19 November 2019, Fakultas
Geografi UGM, Yogyakarta.

Susilowati, dkk. 2010. “Indikator Pembangunan Pertanian dan Perdesaan


Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Padi”. Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian.
Widodo,dkk. 2009. “Pengembangan Ketenagakerjaan dalam Pembangunan
Perdesaan: Studi Kasus Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Solok”.
Jakarta: PPK- LIPI

Anda mungkin juga menyukai