Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK

INTERPROFESIONAL

DISUSUN OLEH :

ZAHRA JUNIAR IPAENIN

WA SITI SANIA KARIM

RIZKY EMELYA TOMAGOLA

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLTEKES KEMENKES MALUKU

PRODI KEPERAWATAN MASOHI

TAHUN AJARAN 2019-2020


1. KOMUNIKASI INTERPROFESSIONAL (MITRA KERJA) PADA PELAYANAN KESEHATAN

Komunikasi kesehatan adalah proses peyampaian informasi terkait kesehatan. Jika


komunikasi kesehatan digunakan secara baik, akan memberikan pengaruh kepada
individu. Individu akan memiliki persepi yang positif tentang masalah kesehatan dan
individu juga memiliki pengetahuan yang lebih baik terkait kesehatan, serta individu dapat
merubah perilaku yang kurang baik menjadi lebih baik.

Petugas kesehatan harus bekerjasama membantu pasien untuk memecahkan masalah


kesehatan yang kompleks. Menurut Endang Basuki, pasien sering merasa bingung karena
dua dokter (pelayan kesehatan) yang menangani penyakitnya memberikan nasehat yang
berbeda, atau kadang bertentangan. Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat
mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada gilirannya dapat
menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya.

Bentuk komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan dapat berupa verbal dan non
verbal. Contoh bentuk komunikasi nonverbal adalah rekam medik, resep untuk pasien, dan
lain-lain. Rekam medik menjadi sumber informasi siapapun yang ikut merawat pasien di
masa kini maupun masa depan. Rekam medik dapat dijadikan sebagai bentuk komunikasi
antar rekan sejawat karena pelayan kesehatan lainnya dapat melihat record penyakit
pasien sehingga kelengkapan dan kejelasan sangat penting. Begitu pula dengan resep
yang ditujukan untuk apoteker oleh dokter.

Bayangkan apabila komunikasi antar petugas kesehatan tidak berjalan dengan baik.
Misalnya dokter yang menulis resep untuk pasien, akan tetapi apoteker tidak dapat
membaca resepnya dengan baik. Hal ini dapat menimbulkan adanya kesalahan pemberian
obat atau dosis yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien dan kemungkinan dapat
berakibat fatal. Sepeerti yang telah dituliskan dalam paragraf sebelumnya, kepuasan
pasien adalah tujuan utama dalam pelayanan kesehatan. Apabila pasien menuntut makan
nama baik rumah sakit dapat tercemar.

Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar petugas kesehatan
yaitu role stress, lack of interprofessional understanding, dan autonomy struggles. Yang
dimaksud dengan role stress adalah suasana hati pelayan kesehatan yang dapat
mempengaruhi komunikasi verbal dan non verbal dengan sesama petugas contohnya
petugas kesehatan hampir setiap hari harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
nyawa seseorang. Yang dimaksud dengan lack of interprofessional understanding adalah
adanya petugas kesehatan yang tidak memahami perannya dengan baik sehingga terjadi
kebingungan. Yang dimaksud dengan autonomy struggles adalah kapasitas untuk
melakukan otonomi sangat penting agar petugas dapat memenuhi peran profesinya.

Komunikasi kesehatan antar mitra kesehatan memerlukan cara atau strategi agar
komunikasi berjalan dengan efektif. Beberapa cara agar terjalin komunikasi kesehatan
antar mitra kesehatan yang efektif yaitu berkomunikasi dengan detail, cepat, akurat, serta
disrtai dengan bukti. Komunikasi secara detail seperti melakukan pertukaran informasi
dengan lebih terperinci. Contohnya saat dokter menjelaskan kondisi pasien kepada
perawat. Komunikasi secara cepat dan akurat sangat perlu diterapkan dalam keadaan
pasien yang gawat sehingga pelayan kesehatan perlu menangani dengan segera.

Keberhasilan dari komunikasi yang efektif antara tim kesehatan bergantung pada
hubungan baik di antara tenaga kesehatan. Menurut Kumala (1995) keberhasilan kerja
kelompok bergantung pada hubungan baik di antara anggota tim, terutama antara
pemimpin tim dengan anggota tim lainnya. Pemimpin tim memiliki fungsi yaitu, mendorong
terjadinya komunikasi, mengamati proses komunikasi yang terjalin, serta memberi
perhatian kepada semua anggota agar komunikasi berjalan dengan efektif.

Menurut Berridge (2010), komunikasi interprofesi merupakan faktor yang sangat


berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien, karena melalui komunikasi
interprofesi yang berjalan efektif, akan menghindarkan tim tenaga kesehatan dari
kesalahpahaman yang dapat menyebabkan medical error.

Menurut Potter dan Perry (2005) keefektifan komunikasi interprofesional dipengaruhi


oleh:

a. Persepsi yaitu suatu pandangan pribadi atas hal-hal yang telah terjadi. Persepsi
terbentuk apa yang diharapkan danpengalaman. Perbedaan persepsi antarprofesi
yang berinteraksi akan menimbulkan kendala dalamkomunikasi

b. Lingkungan yang nyaman membuat seseorangcenderung dapat berkomunikasi


dengan baik. Kebisingan dan kurangnya kebebasan seseorang dapatmembuat
kebingunan, ketegangan atauketidaknyamanan
c. Pengetahuan yaitu suatu wawasan akan suatu hal. Komunikasi interprofesi dapat
menjadi sulit ketikalawan bicara kita memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda.
Keadaan seperti ini akan menimbulkan feedback negatif, yaitu pesan menjadi akan
tidak jelasjika kata-kata yang digunakan tidak dikenal olehpendengar.

Berikut ini adalah karakter dalam komunikasi interprofesi kesehatan yang kami temukan
melalui serangkaian penelitian ilmiah bersama dengan profesi dokter, perawat, apoteker
dan gizi kesehatan dan telah mendapatkan validasi oleh pakar komunikasi dari Indonesia
maupun Eropa (Claramita, et.al, 2012):

a. Mampu menghormati (Respect) tugas, peran dantanggung jawab profesi kesehatan


lain, yang dilandasikesadaran/sikap masing-masing pihak bahwa setiapprofesi
kesehatan dibutuhkan untuk saling bekerjasama demi keselamatan pasien (Patient-
safety) dankeselamatan petugas kesehatan (Provider-safety)

b. Membina hubungan komunikasi dengan prinsipkesetaraan antarprofesi kesehatan.

c. Mampu untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif antarpetugas kesehatan yang
berbeda profesi.

d. Berinisiatif membahas kepentingan pasien bersamaprofesi kesehatan lain.

e. Pembahasan mengenai masalah pasien dengan tujuankeselamatan pasien bias


dilakukan antar individu ataupun antarkelompok profesi kesehatan yang berbeda.

f. Mampu menjaga etika saat menjalin hubungan kerjadengan profesi kesehatan lainnya.

g. Mampu membicarakan dengan profesi kesehatan yang lain mengenai proses


pengobatan (termasuk alternatif/ tradisional).

h. Informasi yang bersifat komplimenter/ saling melengkapi: kemampuan untuk berbagi


informasi yang appropriate dengan petugas kesehatan dari profesi yang berbeda (baik
tertulis di medical record, verbal maupun non-verbal).

i. Paradigma saling membantu dan melengkapi tugas antarprofesi kesehatan sesuai


dengan tugas, peran dan fungsiprofesi masing-masing.

j. Kolaborasi: Kemampuan bekerjasama dengan petugaskesehatan dari profesi yang lain


dalam menyelesaikanmasalah kesehatan pasien.
k. Negosiasi: Kemampuan untuk mencapai persetujuan bersama antarprofesi kesehatan
mengenai masalah kesehatan pasien.

Prinsip Kesetaraan

Pengakuan diri dalam diri seorang komunikator dan komunikan bahwa keduanya
saling menghargai, saling mempengaruhi, dan memiliki sesuatu yang penting untuk dibagi
kepada yang lain Merupakan salah satu faktor komunikasi interpersonal (keterbukaan,
empati, saling mendukung, sikap positif, kesetaraan). Tidak memaksa untuk saling
menyamakan pendapat, tetapi untuk saling menghargai. Fungsinya adalah sebagai
pembatas kebebasan berkomunikasi. Peranan Komunikasi Interprofesional, yaitu :

a. Menerapkan prinsip kesetaraan dan saling membantu

b. Melakukan diskusi dan negosiasi

c. Menjaga sikap dan etika

d. Penerapan komunikasi dua arah dan media yang efektif

e. Mengetahui pengetahuan yang dimiliki sejawat dan mitra profesi kesehatan lain

Penerapan komunikasi dengan sejawat dan mitra profesi kesehatan lain

Penelitian telah menunjukkan bahwa semangat kerjasama antar petugas kesehatan


sangat penting bagi suksesnya suatu pelayanan kesehatan.bertentangan. Lemahnya
komunikasi antar petugaskesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran
yang diberikan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan
keluarganya.

a. Cara Komunikasi

Komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan dapat berupa tulisan dan atau
komunikasi yang bersifat verbal serta non-verbal. Bentuk komunikasi tertulis antara lain
rekam medik, resep serta surat edaran. Pada rekam medik, riwayat penyakit,
diagnosis, rencana kerja dan instruksi pengobatanpasien dituliskan.Penulisan resep
pada dasarnya adalah memberikan instruksi kepada petugas apotik untuk memberikan
obat kepada pasien sesuai dengan keinginan si penulis, sedangkan surat edaran
biasanya dikeluarkan oleh direktur utama rumah sakit, direktur medik, atau kepala
divisi, bergantung isi dan kepada siapa surat edaran tersebut ditujukan.

Cara komunikasi lainnya antar petugas kesehatan adalah komunikasi verbal dan non-
verbal.Cara ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk misalnya komunikasi interpersonal
yang melibatkan dua atau beberapa orang saja, atau dalam bentuk pertemuan yang
bisa melibatkan banyak orang.Pada komunikasi interpersonal, komunikasi verbal dan
non-verbal digunakan baik secara tersendiri, atau sebagai pendukung dari komunikasi
tulisan yang dilakukan.Sebagai contohseorang dokter yang telah menuliskan instruksi
pengobatan, menjelaskan instruksinya tersebut kepada perawat atau bidan.Konferensi
kasus merupakan contoh pertemuan yangdiharapkan dapat memberikan solusi yang
terbaik bagi pasien.

b. Masalah Komunikasi

Tulisan sering digunakan oleh dokter yang merawatpasien untuk memberikan


instruksi kepada petugas kesehatan lainnya misalnya dokter ruangan atau perawat/
bidan untuk melaksanakan pengobatan atau pemeriksaan penunjang.Masalah yang
sering timbul adalah tulisan yang sulit dibaca oleh petugas lainnya, bahkan kadang-
kadangpenulis sendiri pada kesempatan berikutnya tidak dapat membaca kembali
tulisannya. Kerugian yang dapat ditimbulkan adalah dokter lain tidak dapat memahami
situasi pasien dengan baik sehingga tidak dapat melanjutkan perawatan dengan baik.
Perawat atau bidan juga tidak dapat membaca instruksi yang seharusnya
dilakukan.Tidak jarang klarifikasi melalui telepon perlu dilakukan, padahal pembicaraan
melalui telepon terkadang tidak mudah dilakukan karena koneksi yang buruk atau
dokter tidak mengaktifkan pesawat teleponnya. Bila tidak dapat berkomunikasi dengan
pemberi instruksi, sebagian petugas menunda pekerjaan tersebut, atau menduga-duga
instruksi apa yang harus dilaksanakan. Instruksi yang kurang jelas dan tidak
diklarifikasi dapat berakibat fatal bagi pasien.

c. Penyebab

Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar petugas kesehatan,
yakni: (1) role stress, (2) lack of interprofessional understanding, dan (3)
autonomystruggles. Konflik antar petugas kesehatan sangat penting karena pada
gilirannya akan mempengaruhi kualitas pelayanan kepada pasien.
a. Role Stress.Menghadapi pasien setiap hari bukanlahsuatu hal yang mudah.
Petugas kesehatan hampir setiap hari harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan
dengan nyawa seseorang, misalnya menentukan diagnosis penyakit fatal,
menjelaskan pengobatan yang kadang-kadang tidak menjanjikan kesembuhan,
menginformasikan prognosis yang tidak baik atau harus memberikan obat yang
harganya sulitdijangkau oleh pasien. Hal-hal ini sedikit banyak akan
mempengaruhi suasana hati dokter dan dapat mempengaruhi komunikasi verbal
dan non-verbalnya dengan sesamapetugas. Ada 2 hal yang termasuk dalam role
stress, yakni role conflict dan role overload.

b. Lack of interprofessional understanding.Kitamengharapkan semua petugas


kesehatan memahami perannya masing-masing dalam lingkungan kerjanya.Dalam
praktiknya, ternyata tidak demikian.Walaupun telah ada kemajuan dalam
memahami peran petugas lainnya, kebingungan atau kesalahtafsiran tentang
peran dari masingmasing petugas masih sering terjadi.

c. Autonomy Struggles. Faktor ketiga adalah masalahotonomi, yakni “the freedom to


be self-governing or selfdirecting”.Pentingnya otonomi digarisbawahi oleh Conway,
yang menyatakan bahwa kapasitas untuk melakukan otonomi sangat penting agar
petugas dapat memenuhi peran profesinya.Perbedaan tingkat otonomi pada
petugas kesehatan dapat memacu ketegangan interpersonal.Perawat misalnya
sering menyatakan kekesalannya karena rendahnya otoritas mereka untuk
pengambilan keputusan yang sederhana tetapi penting bagi keamanan atau
kenyamanan pasien.Di dalam menghadapi tantangan globalisasi, setiap petugas
kesehatan memerlukan otonomi sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-
masing.

d. Pemecahan Masalah

Beberapa usaha perlu dilakukan dengan cara menghilangkan atau mengurangi role
stress dengan cara membuka wawasan mahasiswa kedokteran, perawat, bidan dan
sebagainya, tentang perannya masing-masing dalam dunia kerja nyata, serta
khususnya dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi role overload, perlu
dilakukan pengaturan jumlah pasien yang harus ditangani oleh petugas kesehatan.
Di dalam suatu institusi kesehatan, diperlukan beberapa hal yang bersifat pembenahan
manajerial yakni:

memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masingpetugas dalam suatu


fasilitas kesehatan. Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus diketahui oleh
masing-masing petugas,

memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil keputusan sesuai dengan


kewajiban dan kemampuannya, dan

mereposisi kembali hubungan antar petugas kesehatan sebagai hubungan yang saling
melengkapi Secara umum setiap petugas kesehatan dituntut untuk mempraktikkan
cara-cara komunikasi interpersonal yang baik termasuk komunikasi verbal dan non-
verbal.

Tidak berbeda dengan bila menghadapi pasien, setiap petugas kesehatan seyogyanya
menerapkan keterampilan komunikasi interpersonalnya bila berhadapan dengan
sesama petugas kesehatan.Komunikasi tertulis hendaknya ditunjang dengan penulisan
yang jelas, dan bila perlu didukung oleh komunikasi verbal dan non-verbal yang
sesuai. Menciptakan situasi yang nyaman dalam lingkungan kerja perlu dilakukan dan
sebenarnya sangat mudah dilakukan bila semua petugas kesehatan menyadari bahwa
hasilnya akan sangat bermanfaat bagi pasien yang telah memberikan amanah kepada
mereka, bukan kepada orang lain, untuk merawat

2. KONSEP KERJA TIM DALAM KEPERAWATAN

1. konsep kerja tim


Tim ialah kelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi dan berkomitmen
untuk mecapai tujuan bersama secara efektif dan efisien (Hunsaker,2001). Kerja tim ialah
kerja berkelompok denganketerampilan yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan
bersama secara efektif dan efisien.
2. Manfaat Kerja Tim
a. Kerja tim dapat memberikan manfaat, antara lain: Pekerjaan menjadi lebih ringan
karena dilakukan bersama
b. Dapat menimbulkan semangat kebersamaan.
c. Lebih efektif dan efisien dibandingkan dikerjakan sendiri
d. Kinerja organisasi lebih meningkat.
3. Tahapan Pembentukan Tim
Proses pembentukan tim dapat meliputi serangkaian langkah berikut:
a)Forming : kesadaran akan komitmen bersama untukmembentuk tim
dan penerimaan menjadi anggota tim.
b)Stoming : Muncul badai berupa konflik tentang klarifikasi dan
kepemilikan.
c)Norming: Ada usaha untuk bekerja sama berupa keterlibatan dan
dukungan membuat dan mematuhi norma-norma baru.
d)Performing : Meningkatkan produktivitas kerja berupa target pencapaian
kinerja dan rasa bangga.
e)Andjouring : Berpisah memberikan pengakuan dan kepuasan(Hunsaker,
2001).

4. Karakteristik Kerja Tim Efektif


Kerja tim efektif memiliki sejumlah ciri berikut:
a. Misi tim jelas
b. Suasana informal
c. Banyak berdiskusi
d. Banyak mendengar (Pendengan yang aktif)
e. Kepercayaan dan keterbukaan
f. Menerima perbedaan pendapat (saling menghargai)
g. Kritis terhadap isu-isu tim TAS, dan tidak bersifat pribadi
a. Konsensus adalah salah satu norma tim TAS
h. Kepemimpinan efektif
i. Jelas dalam penilaian
j. Mengabungkan nilai dan norma
k. Komitmen (Manning & Curtis, 2003).

2. Prinsip kerja tim.

Guna mendukung hal tersebut diperlukan beberapa prinsip untuk kenyamanan tim yang
efektif yaitu : memperoleh bakat terbaik dari masing-masing individu, mendemonstrasi dan
mengembangkan kepemimpinan, merangsang komitmen tim, memberi inspirasi keamanan dan
antusiasme tim, membangun sikap tim yang kuat, memberdayakan individu, supaya menonjol
dilingkungan tim, menciptakan lingkungan tim atas dasar saling percaya dan saling
menghormati, membangun suatu pondasi karakter tim dan individual, prilaku yang tidak egois
dan rela berkorban, berpikiran terbuka.

Seperti tentara diajari cara untuk beroperasi dan bekerja sebagai sebuah tim dan cara
untuk menyesuaikan diri. Perilaku yang tepat dihargai, sementara perilaku tidak tepat akan
dihukum berat. Jadi dengan mengkondisikan mereka agar bergerak, bertindak, dan berperilaku
sebagai sebuah tim selama pelatihan, mereka mampu bertindak seperti juga saat sedang
berperang. Pelatihan, disiplin, komunikasi, dan umpan balik yang jelas serta pembatasan, peran
yang jelas adalah faktor penting dan diperlukan untuk mencapain sinergi.
Sebenarnya kerjasama tim yang efektif sering kali merupakan hasil dari disiplin yang
ditentukan oleh masing-masing anggota tim. Mereka memastikan bahwa tidak hanya perilaku
yang diubah, tetapi setiap anggota memiliki sikap yang tepat untuk mempertahankan
kebersamaan dan kepentingan kelompok. Jelasnya perlu waktu untuk melatih sebuah tim.
Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk melatih sepasukan tentara agar siap berperang. Sama
hal nya juga kerjasama tim memerlukan waktu beradaptasi, terampil berkomunikasi, bergaul,
penyesuaian karakter, membentuk kompetensi, ketegasan, visi dan misi.

3. Cara kerja secara tim / kolaborasi.

Agar dapat membangun sebuah tim yang bagus dan baik, diperlukan lebih dari sekadar
mengumpulkan orang-orang yang tepat. Sebab, ujian utama darileadership sebenarnya adalah
menciptakan lingkungan dimana setiap individu mau bekerja secara kooperatif dan kolaboratif.

Tips berikut mungkin bisa membantu kita dalam membangun kerja sama tim yang lebih baik.

 Fokus
Jelaskan rencana jangka panjang organisasi dan lakukan follow-up dengan
teratur. Orang-orang sering kali terlalu fokus pada masalah hari ini dan pekerjaan
rutinnya, sehingga kehilangan gambaran dari tujuan utama secara keseluruhan. Jadi,
sewaktu anggota lainnya sedang berkonsentrasi menyelesaikan masalah, anggota lain
dapat mendedikasikan lebih banyak waktunya untuk me-reviewproses dan
mengeliminasi masalah-masalah yang mungkin muncul di masa depan.
 Definisikan Peran
Garis bawahi dengan jelas tanggung jawab dan peran setiap individu dalam
suatu tim. Hal ini sangat penting untuk menjamin kesuksesan tim. Pemahaman tim
terhadap tugas dan tanggung jawab masing-masing akan sangat membantu dalam
pelaksanaan kerja sama tim secara kolaboratif. Dukunglah tim Anda untuk
mendefinisikan fungsi mereka. Para anggota tim akan mampu mengambil lebih banyak
tanggung jawab apabila mereka berada dalam posisi yang cocok, dan salah satu dari
mereka mungkin akan dapat mengeluarkan bakat baru yang tidak disadari sebelumnya.
 Tetapkan Tujuan
Anggota tim perlu memperhatikan tujuan individu maupun tujuan tim. Dukunglah
mereka untuk menentukan tujuan jangka pendek yang dapat diraih dan dapat diukur,
serta tujuan jangka panjang. Dengan tujuan yang jelas dan kode etik atau aturan
tertentu, tim akan mulai bisa mengatur dirinya sendiri untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut. Pantauan dari senior sangat dibutuhkan untuk menghilangkan sifat-sifat negatif
seperti kemalasan, keterlambatan, serta suka menunda-nunda pekerjaan.
Komunikasikan selalu setiap tujuan dengan jelas, dan pastikan setiap anggota tim
benar-benar memahaminya.
 Bagikan Informasi
Informasi yang disembunyikan akan dianggap sebagai gosip atau rumor.
Produktivitas dan moral tim akan menurun bila mereka menemukan banyak informasi
yang tidak jelas berkeliaran, terutama di masa-masa sulit atau peralihan. Bagikan dan
sebarkanlah semua informasi yang memang perlu dikomunikasikan ke semua anggota
tim, dan jangan lupa untuk terus meng-update informasi tersebut sesering mungkin.
 Kepercayaan
Jadilah orang yang dapat dipercaya dan diandalkan. Hargailah kata-kata Anda
sendiri. Bila Anda seorang pemimpin dan Anda sudah berjanji untuk memberikan
sesuatu kepada anak buah, maka pastikan Anda menepati janji tersebut. Bila Anda
salah satu anggota tim dan pernah berjanji untuk melakukan sesuatu kepada tim atau
pemimpin Anda, maka pastikan juga Anda menepati janji tersebut. Perlakukan setiap
anggota tim dengan perlakuan yang sama. Jangan ada 'anak emas' dan 'orang
istimewa'.
 Dengarkan
Bersikaplah terbuka terhadap ide-ide dari anggota tim lain. Berikan mereka
kesempatan untuk menyampaikan pendapat dalam rapat atau saat brainstorming.
Pertimbangkan setiap saran mereka. Kita tidak akan pernah benar-benar tahu saran dan
pendapat mana yang terbaik sampai kita sendiri membuktikannya. Banyak organisasi
menghabiskan dana besar untuk menyewa konsultan dari luar, tanpa terlebih dahulu
menanyakan pendapat pegawai dan anak buahnya sendiri. Padahal, seringkali
merekalah yang paling tahu problem apa yang terjadi di dalam. Berikan pujian kepada
anggota tim kita dan jadilah seorang pemimpin dan pendengar yang baik.
 Bersabar
Bila tim Anda terlihat bermasalah dan tidak menunjukkan hasil apa pun,
bersabarlah. Beri waktu dan amati perkembangannya. Sering kali mereka bisa
mengatasi masalahnya sendiri, dan Anda perlu mengawasi dan mengamati saja. Bila hal
ini tidak terjadi, maka beraksilah. Pecat dan hire orang lain bila memang diperlukan.
Tidak ada gunanya menyimpan 'benalu' di dalam tim.
 Dukungan
Setiap anggota tim harus ditantang untuk berkontribusi dalam segala hal.
Dorong mereka untuk ikut training bila memang diperlukan dan beri kesempatan untuk
keluar dan melakukan sendiri tugas-tugasnya. Mereka perlu merasa nyaman dalam
melakukan tugas supaya dapat menemukan potensi unik dalam diri mereka sendiri.
Ubahlah tanggung jawab setiap anggota tim bila memang dianggap perlu. Ketahuilah
kekuatan dan kelemahan dari setiap anggota tim dan berikan dukungan positif terhadap
kedua hal itu.
 Tunjukkan Antusiasme
Antusiasme mudah menular. Selalulah bersikap positif dan penuh harap. Bila
mereka melihat Anda mengharapkan sesuatu dari mereka, maka ada peluang mereka
akan memberikan yang terbaik dan berusaha tidak mengecewakan Anda. Fokuslah juga
pada hal-hal yang dikerjakan dengan benar, dan tidak selalu melihat kesalahan orang
lain saja.
 Have Fun
Bangun semangat yang ada di dalam tim agar bisa selalu memberikan energi
yang tinggi dan spirit persatuan. Sediakan waktu untuk tertawa bersama dan ciptakan
suasana yang sesantai mungkin. Tidak ada tujuan yang dapat dicapai dengan mudah
bila suasananya selalu tegang.
Contohnya Ilustrasi
 Delegasi
Jelaskan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana caranya (bila diperlukan),
lalu biarkan. Lebih baik lagi jika Anda dapat menjelaskan masalah yang ada dan seperti
apa hasil yang Anda inginkan. Lalu, biarkan tim Anda mengembangkan cara mereka
sendiri untuk menyelesaikan tugas tersebut sesuai waktu yang telah ditetapkan. Bila
jadwal reviewhari Selasa depan, maka jangan menanyakan hasilnya hari ini. Berilah
kepercayaan kepada tim Anda untuk memenuhi deadline masing-masing.
 Berikan Penghargaan
Rayakan keberhasilan bersama-sama dan berikan penghargaan kepada anggota
tim tapi tidak secara individual. Dalam setiap tim akan mempunyai individu yang
menonjol pada bidang tertentu. Kenalilah hal ini dengan cepat melalui performance
review process dan gunakan untuk mendukung kerja sama tim. Hindari semua tindakan
yang bisa menimbulkan kecemburuan di antara anggota. Selalu bicara positif tentang
anggota tim Anda secara keseluruhan. Promosikan talenta, usaha, dedikasi dan
kesuksesan mereka. Terakhir, yang penting adalah terus-menerus memberi inspirasi
kepada semua anggota tim. Bila Anda berbicara tentang hal apa pun yang berhubungan
dengan tim, gunakanlah kata 'kita' dan bukan kata 'saya'.

4. Hambatan Kerja Tim.

Macam-Macam Hambatan :

a. Hambatan Yang Controlable Ialah Hubungan Dimana Kita Memiliki Wewenang Dan
Kekuasaan Untuk Menghilangkannya, Seperti :
 Kurang Cukupnya Waktu Yang Dimiliki Oleh Seorang Atasan Terhadap Bawahannya
 Kurangnya Latihan-Latihan Yang Dilaksanakan Atau Yang Diperoleh Bawahan
 Kurangnya Keinginan Atau Hasrat Dari Bawahan Untuk Berpartisipasi
b. Hambatan-Hambatan Yang Kita Dapat Pengaruhi, Untuk Meniadakannya Ialah :
 Atasan Yang Tidak Tahu Tentang Manajemen Peran Serta
 Iklim Organisasi Yang Tidak Tahu Tentang Manajemen Peran Serta
 Atasan Yang Tidak Mau Mencari Dan Menyediakan Waktu Untuk Mempraktekkan
Manajemen Peran Serta.
c. Hambatan yang kita dapat mempengaruhi sedikit sekali atau menguasai untuk
menghilangkannya. Hambatan-hambatan tersebut berupa :
 lingkungan eksternal organisasi
 struktur organisasi
 reputasi organisas

3. Kepemimpinan Dalam Kolaborasi Interprofesi Kesehatan

Kepemimpinan dalam kolaborasi interprofesi kesehatan merupakan kepemimpinan


kolaboratif dengan karakteristik peningkatan kerja sama dalam kepemimpinan di tatanan
pelayanan, yang membutuhkan pemahaman mendasar mengenai sistem, organisasi,
individu dan komunitas yang di layani, serta keinginan untuk bekerja dan memimpin
dengan cara yang inovatif (McKimm, 2011). Berbagai capaian dalam kolaborasi tersebut
melalui proses berikut ini :

1. Pengambilan keputusan bersama di antara berbagai pihak


2. Kepemilikan bersama terhadap keputusan yang diambil
3. Tanggung jawab bersama terhadap tuntutan yang dihasilkan
4. Bekerja melintasi batasan profesional dan fungsional; dan
5. Memantapkan faktor pendukung yang meliputi sumber daya, sistem dan proses.
Kepemimpinan kolaboratif merupakan yang transformatif, situasional, terdistribusi, dan
berlandaskan atas nilai-nilai. Dalam kepemimpinan kolaboratif, kepentingan untuk melayani,
yaitu oraganisasi, profesi, atau sektor tertentu merupakan motivasi yang lebih kuat
dibandingkan dengan dorongan individu tersebut untuk memimpin.
Dalam banyak aspek kepemimpinan dalam kolaborasi interprofesi kesehatan,
kepemimpinan medis dengan pendekatan command and control atau perintah dan kontrol
masih memegang peran penting. Pelayanan kesehatan yang makin kompleks saat ini
membutuhkan pendekatan kepemimpinan yang memmungkinkan pembagian peran dalam
kolaborasi pelayanan kesehatan. Meskipun dokter memiliki tanggung jawab klinis terhadap
pasien dan pengelolaan sumber daya di berbagai tahapan pelayanan, profesi kesehatan
lain pun dapat berperan dalam suatu proses yang lebih kolaboratif. Pendekatan ini disebut
shared leadership yaitu kepemimpinan yang mendistribusikan tanggung jawab
kepemimpinan, yang bertujuan mengoptimalkan kolaborasi dalam tim pelayanan kesehatan
yang adaptif terhadap perubahan kebutuhan dan lingkungan, dengan perbedaan anggota
tim yang menjadi pemimpin dan pengikut sapanjang waktu berdasarkan sumber daya,
keahlihan, dan kebutuhan pelayanan.

Upaya meningkatkan kerjasama interprofesi


Kerjasama yang efektif oleh tenaga kesehatan dari berbagai profesi merupakan
kunci penting dalam meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien (Burtscher, 2012). Fakta yang terjadi saat ini, bahwa sulit sekali untuk
menyatukan berbagai profesi kesehatan tersebut kedalam sebuah tim interprofesi. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya kemampuan tenaga kesehatan untuk menjalin kerjasama
yang efektif seperti kurangnya keterampilan komunikasi interprofesi dan belum
tumbuhnya budaya diskusi bersama profesi lain dalam menentukan keputusan klinis
pasien. Untuk itulah diperlukan adanya kurikulum yang dapat melatih mahasiswa tenaga
kesehatan untuk berkolaborasi sejak masa akademik agar mereka terbiasa berkolaborasi
dengan profesi lain bahkan sampai ketika mereka berada didunia kerja (Reeves, 2011).
Sebuah rekomendasi dari WHO (2010) yang bertema “Framework For Action On
Interprofessional Education & Collaborative Practice” menjelaskan bahwa
interprofessional education (IPE) merupakan strategi pembelajaran inovatif yang
menekankan pada kerjasama dan kolaborasi interprofesi dalam melakukan proses
perawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pasien. Lebih jauh WHO
(2010) menjelaskan bahwa kerjasama interprofesi merupakan kemampuan yang harus
selalu dipelajari dan dilatih melalui IPE. Kemampuan kerjasama interprofesi yang baik dapat
dilihat dari kemampuan mahasiswa untuk menjadi team leader dan mampu mengatasi
hambatan dalam kerjasama interprofesi.

Anda mungkin juga menyukai