Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Modul 2 Pemodelan Menggunakan Metode Hagiwara


Mata Kuliah GP2204 Seismik Refraksi

Nama : Yusrina Alfiani Haqi


NIM : 101118012
Kelas : GP-2
Shift : II (Selasa, 07.00 – 09.00 WIB)
Tanggal Praktikum : Selasa, 11 Januari 2020

ABSTRAK
Interpretasi dengan menggunakan data seismik bertujuan untuk mengetahui model
pelapisan bumi yang sesungguhnya. Interpretasi yang dimaksud dalam hal ini ialah
menentukan atau memperkirakan arti geologis dari data-data seismik. Jadi,
interpretasi seismik merupakan suatu proses balik pemodelan struktur bawah
permukaan. Pada praktikum kali ini membahas tentang pemodelan bawah
permukaan dengan suatu metode, yaitu metode Hagiwara. Praktikum modul dua
kali ini berjudul ‘Pemodelan Menggunakan Metode Hagiwara’, bertujuan agar
mahasiswa dapat menentukan kecepatan lapisan satu dan dua, dapat menentukan
kedalaman lapisan, dan mampu untuk menginterpretasikan penampang dari data
yang telah diberikan. Pada praktikum kali ini menggunakan Microsoft Excel untuk
mengolah data juga membuat plot grafik dan membuat model penampang. Model
penampang dibuat berdasarkan offset dan kedalaman.

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Interpretasi data geofisika secara lebih kuantitatif dilakukan melalui
pemodelan. Dalam hal ini, model adalah representasi keadaan geologi
bawah permukaan oleh benda anomali dengan besaran fisis dan geometri
tertentu. Tujuan representasi menggunakan model agar permasalahan
dapat disederhanakan dan respons model dapat diperkirakan atau
dihitung secara teoritis dengan memanfaatkan teori fisika. Secara lebih
umum, model menyatakan suatu besaran atau parameter fisis yang
bervariasi terhadap posisi (variasi spasial). Dengan demikian model dapat
dinyatakan oleh parameter model yang terdiri dari parameter fisis dan
geometri yang menggambarkan distribusi spasial parameter fisis tersebut.
Interpretasi seismik refraksi bertujuan untuk mengetahui pelapisan
batuan di bawah permukaan. Terdapat tiga metode interpretasi yang
sering digunakan dalam metode seismik refraksi yaitu metode T-X,
metode Delay Time, metode Hagiwara dan Matsuda. Pada laporan kali
ini, menggunakan metode Hagiwara untuk pemodelan. Laporan
praktikum ini berjudul ‘Pemodelan Menggunakan Metode Hagiwara’.
Pada praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami konsep
pemodelan dengan metode Hagiwara, memahami cara perhitungan dari
metode Hagiwara, mengetahui limitasi yang ada dalam metode ini, juga
mengetahui bagaimana bentuk penampang yang akan diproses datanya
dengan aplikasi yang ditentukan.

1.2. Tujuan
1.2.1. Menentukan kecepatan lapisan pertama dari data yang telah
diberikan.
1.2.2. Menentukan kecepatan lapisan kedua dari data yang telah
diberikan.
1.2.3. Menentukan kedalaman lapisan dari data yang akan diproses.
1.2.4. Menginterpretasikan hasil perhitungan dari data yang telah
diberikan.

1.3. Batasan Masalah


Dalam memproses data praktikum ini menggunakan aplikasi Microsoft
Excel, menggunakan data yang telah diberikan pada modul, dengan dua
data yaitu shot posisi, dan waktu tiba (forward dan reverse). Hasil yang
didapat berupa model penampang (kedalaman terhadap offset).

II. DASAR TEORI

Dalam memahami perambatan gelombang seismik di dalam bumi, perlu


mengambil beberapa asumsi untuk memudahkan penjabaran matematis dan
menyederhanakan pengertian fisisnya. Asumsi-asumsi tersebut antara lain
seperti medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan
gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda-beda, makin bertambah
kedalamannya, batuan lapisan akan semakin kompak, panjang gelombang
seismik lebih kecil dari ketebalan lapisan bumi (Sismanto, 1999). Hal ini
memungkinkan setiap lapisan yang memenuhi syarat tersebut akan dapat
terdeteksi, perambatan gelombang seismik dapat dipandang sebagai sinar,
sehingga mematuhi hukum-hukum dasar lintasan sinar di atas, pada bidang
batas antar lapisan, gelombang seismik merambat dengan kecepatan pada
lapisan di bawahnya, kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya
kedalaman (Telford, 2004).

Metode Plus-Minus
Dasar dari metode Plus Minus terletak pada timbal balik tempuh, yaitu tempuh
dari gelombang seismik antara dua titik di satu arah adalah sama dengan
tempuh dalam arah yang berlawanan (Sava Sintya, 2018).
Gambar 2.1. Analisis Plus Time Metode Plus Minus (Sava Sintya, 2018)

Analisis Plus Time untuk menganalisis kedalaman (depth). Analisa Minus Time
yang digunakan untuk determinasi kecepatan gelombang. Plus Time adalah
jumlah waktu rambatan gelombang dari geophone pada sumber dan forward
dan geophone dari sumber reverse dikurangi dengan travel time antara sumber
keduanya. Sedangkan Minus Time adalah pengurangan waktu rambatan
gelombang dari geophone pada sumber forward dan geophone dari sumber
reverse lalu dikurangi dengan travel time antara sumber keduanya.

Gambar 2.2. Analisis Minus Time (Sava Sintya, 2018)


Pada saat analisis metode Plus Minus didefinisikan oleh dua titik crossover
(forward menyebar (XF) dan reverse menyebar (Xr)), yang menentukan batas
antara lapisan pertama kedatangan dan kedatangan lapisan kedua. Metode Plus
Minus merupakan turunan dari metode Delay Time untuk kasus yang lebih
kompleks dengan bidang batas lapisan yang tidak rata, dapat mencari tebal
lapisan lapuk. Selain itu metode Plus Minus juga menggunakan beberapa
asumsi dengan bidang batas lapisan C-F adalah lurus dan kemiringan dari
refraktor tidak terlalu besar atau < 10o. Plus time dapat dirumuskan sebagai
berikut:
𝑇 + 𝐷 = 𝑇𝐴𝐷 + 𝑇𝐻𝐷 − 𝑇𝐴𝐻 (2.1)
Masing-masing raypath waktu tempuhnya dapat digantikan dengan waktu
tempuh yang lebih kecil dari raypath.
𝑇𝐴𝐷 = 𝑇𝐴𝐵 + 𝑇𝐵𝐶 + 𝑇𝐶𝐷 (2.2)
𝑇𝐻𝐷 = 𝑇𝐻𝐺 + 𝑇𝐺𝐹 + 𝑇𝐹𝐷 (2.3)
𝑇𝐴𝐻 = 𝑇𝐻𝐴 + 𝑇𝐴𝐵 + 𝑇𝐵𝐺 + 𝑇𝐺𝐻 (2.4)
𝑇𝐵𝐺 = 𝑇𝐵𝐶 + 𝑇𝐶𝐷 + 𝑇𝐹𝐷 + 𝑇𝐺𝐹 (2.5)
+
𝑇 𝐷 = 𝑇𝐶𝐷 − 𝑇𝐶𝐸 + 𝑇𝐹𝐷 + 𝑇𝐺𝐹 (2.6)
𝐶𝐷 𝐶𝐸 𝐹𝐷 𝐸𝐹
𝑇+𝐷 = − + − (2.7)
𝑉1 𝑉2 𝑉1 𝑉2
Kemudian disederhanakan lagi menjadi,
𝑧 [𝑧1 𝐷 cos 𝜃𝑐 ]
𝑇+𝐷 = (2.8)
𝑉1
Maka, didapat kedalaman di titik D,
[𝑇 + 𝐷 𝑥 𝑉1]
𝑧1 𝐷 = (2.9)
2(𝑐𝑜𝑠 (𝜃𝑐 ))
Sedangkan, untuk mencari kecepatan V1 didapat dari inverse slope gelombang
arrival lapisan pertama (Sr ke Xr atau Sf ke Xf).
Minus Time dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑇 − 𝐷 = 𝑇𝐴𝐷 − 𝑇𝐻𝐷 − 𝑇𝐴𝐻 (2.10)
V2 dapat dicari dengan analisis geophone D dan D’ dipisahkan oleh jarak ∆𝑋,
maka:
𝑇 − 𝐷′ = 𝑇𝐴𝐷 ′ − 𝑇𝐻𝐷 ′ − 𝑇𝐴𝐻 (2.11)
− −
Kemudian kurangkan 𝑇 𝐷 dengan 𝑇 𝐷′, maka:

𝑇 − 𝐷 − 𝑇 − 𝐷′ = 𝑇𝐴𝐷 − 𝑇𝐴𝐷 + 𝑇𝐻𝐷 − 𝑇𝐻𝐷 ′ (2.12)
′ ∆𝑥
𝑇𝐴𝐷 − 𝑇𝐴𝐷 + 𝑇𝐻𝐷 − 𝑇𝐻𝐷 ′ sama dengan 𝑉2
′ 2 ∆𝑋
𝑇𝐴𝐷 − 𝑇𝐴𝐷 = ∆𝑇 − 𝐷 = (2.13)
𝑉2

Kelebihan untuk metode ini adalah:


 Dapat digunakan untuk lapisan yang tidak rata
 Dapat digunakan untuk mencari tebal lapisan lapuk (Nurul, 2014).
Kekurangan untuk metode ini adalah:
 Hanya dapat digunakan jika bidang batas lapisan C-F lurus.
 Hanya dapat digunakan jika kemiringan refraktor <10o.

Metode Hagiwara
Metode Hagiwara adalah pengembangan dari metode delay time untuk struktur
dua lapisan. Metode ini mampu menggambarkan kedalaman lapisan pertama
di bawah sumber dan di bawah geophone. Asumsi yang digunakan pada
metode ini adalah undulasi bawah permukaan tidak terlalu besar atau sudut
kemiringan mendekati nol (<20o) (Hamimu, 2017).

Gambar 2.3. Lintasan Gelombang refraksi untuk dua lapis (Hamimu, 2017)
A dan B adalah source dan P adalah geophone. Lintasan gelombang refraksi
dari:
 A ke P = A – A” – P” – P
 B ke P = B – B” – P” – P
Sedangkan waktu penjalaran gelombang dari:
 A ke P, notasinya TAP
 B ke P, notasinya TBP
 A ke B, notasinya TAB
TAP, TBP, dan TAB dapat dirumuskan dengan:
𝐴𝐴" 𝑃𝑃" 𝑃"𝐴" ℎ𝐴 cos 𝑖 ℎ𝑃 cos 𝑖 𝐴′𝑃"
𝑇𝐴𝑃 = + + = + + (2. 14)
𝑉1 𝑉1 𝑉2 𝑉1 𝑉1 𝑉2
𝐵𝐵" 𝑃𝑃" 𝑃"𝐵" ℎ𝐵 cos 𝑖 ℎ𝑃 cos 𝑖 𝐵′𝑃"
𝑇𝐵𝑃 = + + = + + (2. 15)
𝑉1 𝑉1 𝑉2 𝑉1 𝑉1 𝑉2
𝐵𝐵" 𝐴𝐴" 𝐴"𝐵" ℎ𝐴 cos 𝑖 ℎ𝐵 cos 𝑖 𝐴′𝐵"
𝑇𝐴𝐵 = + + = + + (2. 16)
𝑉1 𝑉1 𝑉2 𝑉1 𝑉1 𝑉2
Dari ketiga persamaan di atas, dapat diperoleh hubungan:
2 ℎ𝑃 cos 𝑖
𝑇𝐴𝑃 + 𝑇𝐵𝑃 = + 𝑇𝐴𝐵 (2.17)
𝑉1
Nilai V1 diperoleh dari 𝑇𝐴𝑃 dan 𝑇𝐵𝑃 . Sedangkan V2 diperoleh dari waktu
koreksi 𝑇𝐴𝑃 dan 𝑇𝐵𝑃 yaitu 𝑇′𝐴𝑃 dan 𝑇′𝐵𝑃 yang dirumuskan dengan:
(𝑇𝐴𝑃 + 𝑇𝐵𝑃 − 𝑇𝐴𝐵 )
𝑇′𝐴𝑃 = 𝑇𝐴𝑃 − (2.18)
2
(𝑇𝐴𝑃 + 𝑇𝐵𝑃 − 𝑇𝐴𝐵 )
𝑇′𝐵𝑃 = 𝑇𝐵𝑃 − (2.19)
2
Kedalaman (h) di bawah geophone dapat dicari dengan:
𝑉1
ℎ𝑃 = (𝑇𝐴𝑃 + 𝑇𝐵𝑃 − 𝑇𝐴𝐵 ) (2.20)
2 ℎ𝑃 cos 𝑖
𝑡1𝐴 𝑉1 𝑡1𝐵 𝑉1
ℎ𝐴 = 𝑑𝑎𝑛 ℎ𝐵 = (2.21)
2 cos 𝑖 2 cos 𝑖

Kelebihan untuk metode ini adalah:

 Dapat menampilkan lapisan bawah permukaan mengikuti kontur


bawah permukaan dengan detail (Refrizon, 2009).

Kekurangan untuk metode ini adalah:

 Tidak dapat digunakan untuk struktur lebih dari dua lapisan.


 Hanya dapat digunakan bila undulasi bawah tanah tidak terlalu besar
(kemiringan <20o).

Metode Matsuda
Metode Matsuda merupakan pengembangan dari metode Hagiwara untuk
model khusus 3 lapisan. V adalah kecepatan dengan nomor-nya sebagai
penanda lapisan ke-sekian. A dan B adalah source, dan P adalah receiver.
Lintasan gelombang bias yang merambat pada permukaan lapisan ketiga dari
A ke P adalah A – C1 – C2 – D2 – D1 – P, dan lintasan dari B ke P adalah B –
E1 – E2 – F2 – F1 – P. 𝜔2𝑎 adalah sudut pada permukaan lapisan kedua dengan
garis horizontal, dan lapisan ketiga adalah 𝜔3𝑎 . Sudut yang terukur searah
jarum jam dari garis horizontal adalah positif dan sebaliknya adalah negatif.
Dengan menggunakan hukum Snellius,
sin 𝜃𝐴13 sin ∅𝐴13 sin{𝑖2 − (𝜔3𝐴 − 𝜔2𝐴 )}
= = (2.22)
𝑉1 𝑉2 𝑉2
𝑉2
sin 𝑖2 = (2.23)
𝑉3

Gambar 2.4. Penjalaran gelombang untuk struktur tiga lapisan (Hamimu,


2017)
̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅
𝐶1 M = ℎ𝐴2 + 𝐴1 𝐶1 sin (𝜔3𝐴 − 𝜔2𝐴 ) (2.24)
= ℎ𝐴2 + ℎ𝐴1 tan 𝜃𝐴13 sin (𝜔3𝐴 − 𝜔2𝐴 ) (2.25)
̅̅̅
𝐴2 M = ℎ𝐴1 tan 𝜃𝐴13 cos (𝜔3𝐴 − 𝜔2𝐴 ) (2.26)
̅̅̅̅̅̅
𝑀𝐶2 = ̅̅̅
𝐶1 M tan 𝑖2 (2.27)
Dari persamaan (2.22), (2.23), dan (2.27), didapatkan:
̅̅̅̅̅
𝐴𝐶1 ̅̅̅
𝐶1 ̅̅̅
𝐶2 ℎ𝐴1 cos 𝜃𝐴13 ℎ𝐴1 sin 𝜃𝐴13 tan 𝜃𝐴13 ̅̅̅̅̅̅
𝐶1 𝑀cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅
𝐶1 𝑀sin 𝑖2
+ = + + + (2.28)
𝑉1 𝑉1 𝑉1 𝑉1 𝑉2 𝑉2
ℎ𝐴1 cos 𝜃𝐴13 ℎ𝐴2 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐴2 𝐶2 cos 𝑖2
= + + (2.29)
𝑉1 𝑉1 𝑉3
Demikian pula diperoleh,
̅̅̅̅̅
𝑃𝐹1 ̅̅̅
𝐹1 ̅𝐸̅̅̅
1 ℎ𝑃1 cos 𝜃𝑃13 ℎ𝑃1 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝑃2 𝐷2
+ = + + (2.30)
𝑉1 𝑉2 𝑉1 𝑉2 𝑉3
̅̅̅̅̅
𝑃𝐹2 ̅̅̅
𝐹2 ̅𝐸̅̅̅
2 ℎ𝑃1 cos 𝜃𝑃13 ℎ𝑃2 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅
𝑃2 𝐹2
+ = + + (2.31)
𝑉1 𝑉2 𝑉1 𝑉2 𝑉3
̅̅̅̅̅̅
𝐵𝐸2 ̅𝐸̅̅̅
2̅𝐸̅̅̅
2 ℎ𝐵1 cos 𝜃𝐵13 ℎ𝐵2 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐵2 𝐸2
+ = + + (2.32)
𝑉1 𝑉2 𝑉1 𝑉2 𝑉3
Kita mencatat bahwa waktu rambat gelombang dari B ke P adalah 3TBP dan
dari A ke B adalah 3TAB.
̅̅̅̅̅
𝐴𝐶1 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐶 1 𝐶2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐶2 𝐷2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐷2 𝐷1 ̅̅̅̅̅̅
𝐷1 𝑃
3 𝑇𝐴𝑃 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉3
+ 𝑉2
+ 𝑉1
(2.33)
̅̅̅̅̅̅
𝐵𝐸1 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐸1 𝐸2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐸2 𝐹2 ̅̅̅̅̅̅
𝐹2 𝐹1 ̅̅̅̅̅
𝐹1 𝑃
3 𝑇𝐵𝑃 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉3
+ 𝑉2
+ 𝑉1
(2.34)
̅̅̅̅̅
𝐴𝐶1 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐶1 𝐶2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐶2 𝐸2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐸2 𝐸1 ̅̅̅̅̅̅
𝐸1 𝐵
3 𝑇𝐴𝐵 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉3
+ 𝑉2
+ 𝑉1
(2.35)
Dengan men-substitusikan persamaan (2.32) ke dalam persamaan (2.33),
(2.34), dan (2.35), didapatkan:
ℎ𝐴1 cos 𝜃𝐴13 ℎ𝐴2 cos 𝑖2 ℎ𝑃1 cos 𝜃𝑃13 ℎ𝑃2 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐴2 𝑃2
3 𝑇𝐴𝑃 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉3
(2.36)
ℎ𝐵1 cos 𝜃𝐵13 ℎ𝐵2 cos 𝑖2 ℎ𝑃1 cos 𝜃𝑃13 ℎ𝑃2 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐵2 𝑃2
3 𝑇𝐵𝑃 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉3
(2.37)
ℎ𝐴1 cos 𝜃𝐴13 ℎ𝐴2 cos 𝑖2 ℎ𝐵1 cos 𝜃𝐵13 ℎ𝐵2 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐴2 𝐵2
3 𝑇𝐴𝐵 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉3
(2.38)
Oleh karena itu,
𝑡03 = 3 𝑇𝐴𝑃 + 3 𝑇𝐵𝑃 − 3 𝑇𝐴𝐵 (2.39)
ℎ𝑃1 cos 𝜃𝐴13 ℎ𝑃1 cos 𝜃′𝑃13 2 ℎ𝑃2 cos 𝑖2
= + + (2.40)
𝑉1 𝑉1 𝑉2
Dengan cara yang sama, seperti telah dijelaskan di dalam metode Hagiwara,
kita memperoleh nilai 3 𝑇′𝐴𝑃 dan 3 𝑇′𝐴𝐵 yang dinyatakan dalam
persamaan berikut:
( 3 𝑇𝐴𝑃 − 3 𝑇𝐵𝑃 + 3 𝑇𝐴𝐵 )
3 𝑇′𝐴𝑃 = 3 𝑇𝐴𝑃 − 2
(2.41)
( 3 𝑇𝐴𝑃 − 3 𝑇𝐵𝑃 + 3 𝑇𝐴𝐵 )
3 𝑇′𝐵𝑃 = 3 𝑇𝐵𝑃 −
2
(2.42)
Dari persamaan (2.33) hingga persamaan (2.40) diperoleh hubungan:
ℎ𝐴1 cos 𝜃𝐴13 ℎ𝐴2 cos 𝑖2 ℎ𝑃1 (cos 𝜃𝑃13 − cos 𝜃′𝑃13 ) ̅̅̅̅̅̅̅
𝐴2 𝑃2
3 𝑇′𝐴𝑃 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 2𝑉1
+ 𝑉3
(2.43)
ℎ𝐵1 cos 𝜃𝐴13 ℎ𝐵2 cos 𝑖2 ℎ𝑃1 (cos 𝜃𝑃13 − cos 𝜃′𝑃13 ) ̅̅̅̅̅̅̅
𝐵2 𝑃2
3 𝑇′𝐵𝑃 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 2𝑉1
+ 𝑉3
(2.44)
Jika harga (𝜔3𝐴 − 𝜔2𝐴 ) tidak terlalu besar, maka dapat dianggap:
cos 𝜃𝑃13 − cos 𝜃 ′ 𝑃13 ≅ 0 (2.45)
̅̅̅̅̅̅
𝐴2 𝑃2 ≅ ̅̅̅̅̅
𝐴𝑃 = 𝑥 dan ̅̅̅̅̅̅
𝐵2 𝑃2 ≅ ̅̅̅̅̅
𝐵𝑃 = 𝑥 (2.46)
Kemudian persamaan (2.37) dan (2.38) dapat dituliskan kembali sebagai,
ℎ𝐴1 cos 𝜃𝐴13 ℎ𝐴2 cos 𝑖2 𝑥
3 𝑇′𝐴𝑃 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉3
(2.47)
ℎ𝐵1 cos 𝜃𝐴13 ℎ𝐴2 cos 𝑖2 𝑥
3 𝑇′𝐵𝑃 = 𝑉1
+ 𝑉2
+ 𝑉3
(2.48)
Lalu, didiferensialkan terhadap x, didapatkan:
𝑑 ′ 1
( 3 𝑇 𝐴𝑃 )= (2.49)
𝑑𝑥 𝑉3
𝑑 ′ 1
( 3 𝑇 𝐵𝑃 )= (2.50)
𝑑𝑥 𝑉3
Jika diambil x sebagai absis (titik receiver) dan titik 3 𝑇′𝐴𝑃 (atau 3 𝑇′𝐵𝑃 )
sebagai ordinat, kemudian diplot pada titik-titik yang bersesuaian, maka kedua
persamaan di atas menunjukkan bahwa kurva yang didapatkan akan merupakan
garis lurus, dan kecepatan lapisan ketiga dapat diperoleh dari slope garis
tersebut, di sini titik 3 𝑇′𝐴𝑃 (atau 3 𝑇′𝐵𝑃 ) disebut sebagai kecepatan waktu
rambat dari lapisan ketiga.

Ketebalan (ℎ𝐴1 , ℎ𝐵1 , ℎ𝑃1 ) dan kecepatan (V1) lapisan pertama, dan kecepatan
(V2) lapisan kedua diperoleh dari metode Hagiwara. Diandaikan pada 𝐴1 dan
𝐵1 merupakan titik tembak, dan 𝑃1 merupakan titik penerima. Kita mencatat
bahwa waktu rambat gelombang bias pada permukaan lapisan ketiga dari 𝐴1
ke 𝑃1 adalah 3 𝑇𝐴1𝑃1 waktu rambat dari 𝐵1 ke 𝑃1 adalah 3 𝑇𝐵1𝑃1 dan waktu
rambat dari 𝐴1 ke 𝐵1 adalah 3 𝑇𝐴1𝐵1 masing-masing sebesar:
ℎ𝐴2 cos 𝑖2 ℎ𝑃2 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐴2 𝑃2
3 𝑇𝐴1𝑃1 = 𝑉2
+ 𝑉2
+ 𝑉3
(2.51)
ℎ𝐵2 cos 𝑖2 ℎ𝑃2 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐵2 𝑃2
3 𝑇𝐵1𝑃1 = 𝑉2
+ 𝑉2
+ 𝑉3
(2.52)
ℎ𝐴2 cos 𝑖2 ℎ𝐵2 cos 𝑖2 ̅̅̅̅̅̅̅
𝐴2 𝐵2
3 𝑇𝐴1𝐵1 = 𝑉2
+ 𝑉2
+ 𝑉3
(2.53)
Sehingga:
2 ℎ𝑃2 cos 𝑖2
𝑡′03 = 3 𝑇𝐴1𝑃1 = + 3 𝑇𝐵1𝑃1 − 3 𝑇𝐴1𝐵1 = (2.54)
𝑉2
Dalam persamaan (2.54), V2 dan cos 𝑖2 telah diketahui. Oleh karena itu, jika
diketahui nilai 𝑡′03 , maka nilai ℎ𝑃2 dapat dihitung dengan persamaan (2.48).

Selanjutnya untuk mengetahui nilai 𝑡′03 gunakan persamaan (2.34) dan


(2.48), menjadi:
ℎ𝑃1 (cos 𝜃𝑃13 + cos 𝜃′𝑃13 )
𝑡′03 = 𝑡03 − (2.55)
𝑉1
Karena nilai 𝑡03 dapat diketahui dari nilai perambatan waktu rambat, 𝑡03 dapat
ℎ𝑃1 (cos 𝜃𝑃13 + cos 𝜃′𝑃13 )
diketahui jika telah diketahui.
𝑉1

Menurut persamaan pada metode Hagiwara,


2 ℎ𝑃1 cos 𝑖2
= 2 𝑇𝐴𝑃 + 2 𝑇𝐵𝑃 − 2 𝑇𝐴𝐵 (2.56)
𝑉1
Dalam persamaan tersebut suku kiri sudah diketahui, kemudian didekati,
ℎ𝑃1 (cos 𝜃𝑃13 + cos 𝜃′𝑃13 ) 2 ℎ𝑃1 cos 𝑖2
𝑉1
≈ 𝑉1
(2.57)
Dengan men-substitusikan persamaan sebelumnya, diperoleh:
2 ℎ𝑃1 cos 𝑖2 𝑡03 − ℎ𝑃1 cos 𝑖1
= (2.58)
𝑉2 𝑉1
Dengan demikian dapat ditentukan ketebalan lapisan kedua. Kesalahan
𝜀𝑄𝑃13 yang dihasilkan dari penggunaan pendekatan persamaan (2.57) dapat
dinyatakan sebagai berikut:
(cos 𝜃𝑃13 + cos 𝜃′𝑃13 ) −2 cos 𝑖1
𝜀𝑄𝑃13 = (2.59)
2 cos 𝑖1
𝑘3 𝑘3
√1− 𝑘12 𝑠𝑖𝑛2 (sin−1 ( ̅ )+ √1− 𝑘12
)− 𝜔 𝑠𝑖𝑛2 (sin−1 ( ̅)
)+ 𝜔
𝑘1 𝑘1
= (2.60)
√2 (1−𝑘12 )

Di mana:
𝑉1 𝑉1 𝑉2 𝑘
= sin 𝑖1 = 𝑘1 , 𝑉3 = 𝑘3 , 𝑉3 = sin 𝑖2 = 𝑘3, 𝜔
̅= 𝜔
̅3𝑃 − 𝜔
̅2𝑃 (2.61)
𝑉2 1
𝜔
̅ adalah parameter yang menghubungkan antara 𝑘3 dengan 𝜀𝑄𝑃13 pada nilai
𝑘 tertentu yang dilukiskan oleh kurva-kurva koreksi dan untuk keperluan
𝑘
praktik biasanya nilai 𝑘2 = 𝑘3 berkisar 0,9 atau 0,8.
1
Akhirnya untuk menentukan kedalaman lapisan kedua yang telah melibatkan
fraksi ralat dapat digunakan persamaan (2.57) yang dituliskan:
ℎ𝑃1 (cos 𝜃𝑃13 + cos 𝜃′𝑃13 ) 2 ℎ𝑃1 cos 𝑖2
≈ 𝛼0 (2.62)
𝑉1 𝑉1
√1− 𝑘32
Dengan 𝛼0 =
√1− 𝑘12

Dengan demikian dari kombinasi persamaan (2.61) dan persamaan (2.62)


dapat ditentukan ketebalan lapisan kedua yang telah dikoreksi, yaitu:

𝑉2 𝑡03 2 ℎ𝑃1 cos 𝑖1


ℎ𝑃2 = [ − ] 𝛼0 (2.63)
cos 𝑖2 2 𝑉1
Kelebihan dari metode ini adalah dapat digunakan untuk lebih dari dua lapisan
(Hamimu, 2017).

Interpretasi Penampang
Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat rambat gelombang seismik dalam
batuan antara lain adalah litologi, densitas, porositas, kedalaman, tekanan,
umur batuan, dan temperature (R.E. Sheriff, 1995). Dalam hal ini, kita berfokus
pada interpretasi lapisan sebagai litologi batuan. Litologi merupakan faktor
yang paling nyata yang mempengaruhi kecepatan gelombang seismik. Jenis
batuan yang berbeda akan menunjukkan range nilai kecepatan yang berbeda
walaupun jenis batuan yang berbeda terkadang menunjukkan overlap nilai
kecepatan gelombang seismiknya. Setiap lapisan batuan memiliki tingkat
kekerasan yang berbeda-beda ini yang menyebabkan perbedaan kemampuan
suatu batuan untuk mengembalikan bentuk dan ukuran seperti semula ketika
diberikan gaya padanya. Elastisitas batuan yang berbeda – beda. Inilah yang
menyebabkan gelombang merambat melalui lapisan batuan dengan kecepatan
yang berbeda-beda.
Material P wave velocity (m/s) S wave velocity (m/s)
Soil 0- 400 0 - 150
Weathered Layer 700 – 1200 300 - 500
Tuff 1300 – 1900 870 - 1100
Silisic Tuff 2000 – 4150 830 - 1400
Andesite 5230 – 6400 3060 - 5320
Tabel 2.1. Klasifikasi batuan vulkanik berdasarkan nilai kecepatan
gelombang seismik (J. N. Gardner, 1987)

III. DATA DAN PENGOLAHAN DATA


3.1. Data Praktikum
Data yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah file data
laporan.xls.
Shot Forward Reverse
Posisi
2,5 122,5
(m)
5 7,1 148,2
10 16,2 140,7
15 26,4 135
20 35,7 129,8
25 50 124,4
30 58 116,3
35 60,3 107,5
40 63,2 101,1
45 67,8 95,8
50 69,8 88
55 74,9 83,1
60 83,6 81,4
65 89,7 77,8
70 95,5 73,7
75 102,1 70,6
80 108,8 67,6
85 117 64,7
90 122 59,9
95 127,2 54
100 131,4 47,2
105 134,5 35,7
110 138,9 26,4
115 142,6 16,2
120 146,9 7,1
Tabel 2.2. Data laporan yang akan diolah
3.2. Flowchart
START

INPUT
Data awal pada excel
(posisi dan waktu tiba)

Pemisahan gelombang
direct dengan refracted.

Plot offset terhadap


waktu tiba

OUTPUT
Grafik T-X

Perhitungan waktu
tiba dari tiap sumber.

Plot offset terhadap


T’AP

Hitung kecepatan
lapisan 1 dan lapisan 2

Hitung kedalaman

OUTPUT
Penampang (offset VS
kedalaman)

STOP
3.3. Pengolahan Data Praktikum
Langkah-langkah dalam memproses data:
1. Membuka aplikasi Microsoft Excel
2. Masukkan data – data yang telah diberikan.
3. Plot data yang telah ada, dengan chart scatter.

Gambar 2.5. Grafik T-X


4. Pisahkan data gelombang direct dan gelombang refracted. Warna
kuning merupakan direct wave.

Gambar 2.6. Data setelah pemisahan gelombang.


5. Kemudian plot sesuai dengan data gelombang masing-masing, lalu
tambahkan trendline agar terlihat gradien-nya.

Gambar 2.7. Grafik T-X pada masing-masing gelombang


6. Hitung waktu TAP (waktu dari sumber 1 ke receiver) dengan
memasukkan shot position pada rumus gradien gelombang refraksi
yang forward. Hanya untuk gelombang direct, untuk refracted data
sudah benar, maka gunakan data yang telah ada.

Gambar 2.8. Data TAP.


7. Hitung waktu TBP (waktu dari sumber 2 ke receiver) dengan
memasukkan shot position pada rumus gradien gelombang refraksi
yang reverse. Hanya untuk gelombang direct, untuk gelombang
refracted data sudah benar, maka gunakan data yang telah ada.

Gambar 2.9. Data TBP


8. Kemudian hitung waktu tempuh dari source (forward maupun reverse)
dengan offset maksimum. Kemudian hitung rata-rata dari data tersebut.

Gambar 2.10. Data


dengan offset max
9. Data rata-rata di atas sebagai TAB.

Gambar 2.11. Data rata-rata sebagai TAB


10. Kemudian hitung TP, di mana TP adalah TAP+TBP-TAB.

Gambar 2.12. Perhitungan TP


𝑇𝑃
11. Lalu hitung T’AP, di mana T’AP adalah 𝑇𝐴𝑃 − .
2

Gambar 2.13. Perhitungan T’AP


1000 (𝑠)
12. Kemudian hitung kecepatan lapisan pertama dengan cara 𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 pada
masing – masing gradien forward dan reverse menggunakan gradien
direct wave, lalu hitung rata-ratanya.

Gambar 2.15. Data untuk menghitung V1.


13. Lalu lakukan ploting T’AP terhadap offset, lalu berikan i agar terlihat
gradiennya.

Gambar 2.14. Plot grafik T-X, T’AP terhadap Offset


1000 (𝑠)
14. Hitung kecepatan lapisan kedua dengan cara 𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 menggunakan
gradien dari grafik T’AP terhadap offset.

Gambar 2.15. Kecepatan lapisan dua.


𝑉12
15. Hitung cos(i) dengan rumus √1 − (𝑉22 ).

Gambar 2.16. Perhitungan sudut i (cos i)


−𝑇 ′ 𝐴𝑃 𝑥 𝑉1
16. Lalu hitung kedalaman dengan rumus 2 𝑥 cos 𝑖 𝑥 1000.

Gambar 2.17. Perhitungan kedalaman.


17. Buat plot penampang yaitu Hp (kedalaman) terhadap offset.

Gambar 2.18. Penampang

IV. ANALISIS
Seperti pada gambar 2.7. setelah dilakukan pemisahan direct wave dam
refracted wave terlihat banyak undulasi pada lapisan yang dilewati oleh
refracted wave. Terdapat dua source dalam gambar 2.7. yang merupakan
forward dan reverse, hal ini dilakukan untuk meminimalisir error pada hasil.
Hasil yang didapatkan dari praktikum ini adalah kecepatan lapisan satu dan 2,
kedalaman, dan gambar penampang. Kecepatan lapisan pertama didapatkan
1
dari rata-rata perhitungan dari forward dan reverse dengan
𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛
menggunakan gradien direct wave, dan didapatkan hasil sebesar 488,1691609
1
m/s. Kecepatan lapisan kedua dengan cara 𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 menggunakan gradien dari
grafik T’AP terhadap offset, didapatkan hasil sebesar 945,72 m/s. Hal ini
memungkinkan karena seharusnya kecepatan lapisan kedua memiliki nilai
yang lebih besar dibandingkan kecepatan lapisan pertama. Dilihat pada tabel
2.1. memungkinkan bila lapisan pertama dan kedua merupakan weathered
layer, karena masih berada pada range kecepatan tersebut. Dengan lapisan
pertama kemungkinan ialah topsoil dan lapisan kedua kemungkinan ialah clay.
Pada metode Hagiwara limitasi yang digunakan ialah undulasi <20o, hasil dari
plot penampang, seakan – akan undulasi sangat besar, hal ini dikarenakan skala
gambar yang kurang sesuai, di mana skala offset sangat kecil, hingga gambar
terlihat mengecil.
V. KESIMPULAN
5.1. Untuk mengetahui kecepatan dari lapisan pertama hitung rata-rata
1
perhitungan dari forward dan reverse dengan menggunakan
𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛
gradien direct wave, dan didapatkan hasil sebesar 488,1691609 m/s.
1
5.2. Untuk mengetahui kecepatan lapisan kedua dengan cara 𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛
menggunakan gradien dari grafik T’AP terhadap offset, didapatkan hasil
sebesar 945,72 m/s.
−𝑇 ′ 𝐴𝑃 𝑥 𝑉1
5.3. Untuk menghitung kedalaman gunakan rumus , didapatkan
2 𝑥 cos 𝑖 𝑥 1000
kedalaman yang paling dalam terdapat pada posisi shot 90, di mana
kedalaman berkisar 9,44 m. Dan kedalaman terendah didapatkan pada
posisi shot 50, yang hanya berkisar 2,572 m.
5.4. Penampang yang terlihat seakan – akan undulasi sangat besar, hal ini
dikarenakan skala gambar yang kurang sesuai, di mana skala offset sangat
kecil, hingga gambar terlihat mengecil. Jika terpaku pada referensi yang
telah ada, memungkinkan bila lapisan pertama dan kedua merupakan
weathered layer, karena masih berada pada range kecepatan tersebut.
Dengan lapisan pertama kemungkinan ialah topsoil dan lapisan kedua
kemungkinan ialah clay.

VI. MANFAAT PRAKTIKUM


6.1. Praktikan mampu memahami konsep pemodelan dengan metode
Hagiwara.
6.2. Praktikan mampu memahami cara perhitungan dari metode Hagiwara.
6.3. Praktikan mampu mengetahui limitasi yang ada dalam metode Hagiwara.
6.4. Praktikan mampu menentukan kecepatan lapisan pertama dan kedua.
6.5. Praktikan mampu menentukan kedalaman lapisan.
6.6. Praktikan mampu membuat model penampang dari data yang telah
diberikan.
6.7. Praktikan mampu menginterpretasikan hasil perhitungan yang telah
dibuat.
6.8. Praktikan mampu mengetahui cara mendapatkan kecepatan tiap
gelombang jika diketahui data sintetiknya.

VII. REFERENSI
Hamimu, L. 2017. Buku Ajar Seismik Refraksi. Kendari: Universitas Halu
Oleo.
J. N. Gardner, L. H. (1987). Seismic Hazards Investigations at Los Alamos.
Los Alamos Nat'l Lab.
Nurul, S. H. 2014. Penentuan Struktur Bawah Permukaan dengan
Menggunakan Metode Seismik Refraksi. Youngster Physics
Journal Vol. 3, No.3, 263-268.
Refrizon, S. et al. 2009. Visualisasi Struktur Bawah Permukaan dengan
Metode Hagiwara. Jurnal Gradien Edisi Khusus, 30-32.
R.E. Sheriff, L. G. 1995. Exploration Seismology. New York: Cambridge
University
Sava Sintya, et al. 2018). Analisis Potensi Tanah Longsor Menggunakan
Metode Seismik Refraksi CDM dan Delay Time Plus Minus.
Proceeding Seminar Nasional Kebumian Ke-11.
Sismanto. 1999. Eksplorasi dengan Menggunakan Seismik Refraksi.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Telford, W. M. 2004. Applied Geophysics 2nd Edition. Cambridge
University Press.

Anda mungkin juga menyukai