38 TAHUN 2014
KELOMPOK 1
1. Agustin Nur F
2. Fitri Aryanti
3. M. Fajar H
4. Ningky Amelasari
5. Nur Rokhmah
6. Shinta Kharisma P
7. Uly Amrina
CONTOH KASUS:
1. Pemberian infus pada pergelangan tangan kanan dan kiri tanpa perintah dari dokter
yang menyebabkan tangan menjadi hitam,hangus dan terbakar. (Pasal 30 ayat 1
huruf H tentang Tugas dan Wewenang)
2. Bayi yang baru lahir secara prematur langsung diberikan suntikan oleh perawat yang
menyebabkan bayi meninggal dunia. ( Pasal 35 ayat 1 tentang Tugas dan
Wewenang)
3. Bayi yangdiberikan obat ranitidin dan naufalgis menyebabkan muntah, kejang-
kejang, perut kembung dan badan lemas. ( Pasal 38 huruf C tentang Hak dan
Kewajiban )
KELOMPOK 2
1. Rikha Putri
2. Dwi Sahbani P.H
3. Novita Ardiyanti
4. Annisa Nur Hidayati
5. Indah Lutfiani
6. Ulya Rahmatuzzati
7. Intan Kartka S
CONTOH KASUS:
1. An. B berusia 12 tahun menderita kelumpuhan sejak usia 8 tahun yang lalu. Kejadian
ini bermula saat An. B menjadi korban dengan malpraktik yang dilakukan perawat.
An. B dibawa ke klinik Dr. F di desa Paya Bagas Kecamatan Bukit Tinggi Sumatera
Utara. An. B mengalami benjolan di punggungnya dan Dr. F menyarankan agar di
operasi. Dr. F mengatakan bahwa dia tidak melakukan tindakan, melainkan temannya
yang ternyata seorang perawat. Perawat Ag dan perawat Ai melakukan operasi
benjolan. Beberapa bulan kemudian An. B menjadi lemas dan kaku bahkan kedua
kakinya lumpuh. ( UU No.38 Tahun 2014)
1) Pasal 32 ayat 2
Pelimpahan wewenang tindakan medis kepada perawat yang tidak sesuai mandat
dan delegatif.
2) Pasal 36
Menjelaskan bahwa perawat melaksanakan praktik keperawatan, berhak menolak
keinginan atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan,
profesi, SPO, atau ketentuan peraturan perundang-undangan,melanggar tindakan
keperawatan dengan kode etik keperawatan.
2. Perawat yang tidak melakukan tanggung jawabnya akan menghilangkan hak-hak yang
menjadi haknya pasien. contoh: bayi E terjadi pelanggaran beberapa hak diantaranya
tidak mendapatkan hak atas informasi yang benar atas pelanggaran terhadap peraturan
ini hak dan kewajiban pasien. ( UU No. 23 pasal 32 Melanggar Hak Pasien tentang
Penyakit )
3. Seorang perawat menjadi tersangka oleh pihak berwajib setelah menolong seorang
perempuan berinisial Ny. FD yang akan melahirkan. Kasus ini bermula pada tanggal
12 Januari 2016 di paktik klinik perawat DS. Saat itu perawat DS diminta bantuan oleh
suami Ny. FD untuk menolong istrinya melahirkan, lalu perawat DS melakukan
tindakan praktik yang mengakibatkan terjadinya pendarahan hebat pada Ny. FD yang
menyebabkan Ny. FD meninggal dunia.
1) Pasal 30 huruf G
Karena melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan standar kompetensi
2) Pasal 37 huruf D dan F
-Karena tidak mendukung mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan
standar
-Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang yang tidak sesuai dengan
kompetensi perawat.
KELOMPOK 3:
1. Viki Mujayatusolihah
2. Azhar Ayu Rosanty
3. Rozanah
4. Awika Sukma Delima P
5. Putri Atika Nurani
6. Uli Nur Maulida
7. Septi Wulan Sari
CONTOH KASUS :
1. Perawat Tanpa SIIP Divonis 3 Bulan Penjara
Perawat yang hendak menjalankan profesinya sebagai perawat atau dengan kata lain
akan menjalankan praktik keperawatan juga diwajibkan untuk memiliki STR (Surat
Tanda Registrasi). STR tersebut diberikan oleh Konsil Keperawatan. Dengan sudah
adanya landasan hukum berupa Undang-Undang Keperawatan, maka perawat-perawat
yang terjun ke dalam masyarakat harus benar-benar perawat yang berkompetensi dan
diakui oleh negara, yakni yang telah mendapatkan izin dalam bentuk STR. Sementara
bagi perawat yang hendak membuka praktik keperawatan mandiri, wajib bagi mereka
untuk memiliki izin berupa SIPP (Surat Izin Praktik Perawat).
“Jika sudah ada pendelegasian kepada perawat itu tidak apa-apa. Tapi jika dilakukan di
rumah praktik pribadi itu lain persoalan,” jelas Rio. Sementara itu, praktisi hukum
Universitas Bakti Indonesia (UBI) Banyuwangi, Bomba Sugiarto SH mengatakan, apa
yang dilakukan Harsono Eko Saputro harus juga dilihat dari aspek lain. Yakni apakah
yang bersangkutan dibutuhkan aatu tidak di masyarakat “Karena keberadaan perawat di
pedesaan tentu dibutuhkan oleh masyarakat. Jika semua ditangkap, lantas siapa yang
melakukan pertolongan keperawatan di kawasan pedesaan yang tidak ada keberadaan
dokter,” ujarnya. ( UU No.38 th. 2014 pasal 25 ayat 5 )
Bandung - Satu orang perawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung,
Jawa Barat, Fahrudin Lutfi dan rekannya Mukti Kristian seorang pekerja swasta
berurusan dengan polisi. Keduanya ditahan di Mapolsek Sukajadi karena memalsukan
resep dokter. "Telah melakukan pemalsuan terhadap satu resep dokter atas nama Dr.
Irwan dari ruangan Kana A RSHS, resep atas nama pasien Mujim. Pelaku mau
menebus obat Petidin Injeksi sebanyak tiga ampul," ujar Kabid Humas Polda Jawa
Barat Kombes Pol Yusri Yunus, melalui pesan singkat yang diterima,
Yusri menjelaskan, kasus ini berawal saat kedatangan tersangka Mukti ke Apotek
Pusat RSHS dengan membawa satu lembar resep dokter. Pihak apotek merasa curiga
dengan resep yang diserahkan dan tidak memberikan obat yang akan ditebus."Jadi
karena merasa curiga, pelapor ini tidak memberikan obat tersebut. Setelah Mukti
pergi, kemudian pihak apotek menerima telepon yang mengaku sebagai dokter yang
sudah nulis resep tersebut," lanjut Yusri. Pihak apotek merasa yakin kalau resep
tersebut palsu. Untuk memastikannya pelapor langsung menghubungi ruangan Kana
A untuk menanyakan apakah ada perawat yang pergi untuk mengambil obat. Namun
perawat jaga membantah hal itu.
"Jawaban dari perawat jaga saat itu tidak ada perawat yang pergi ke apotek, karena
semua perawat jaga ada semuanya di Kana A," jelasnya. Belum jelas apa motif
Fahrudin dan Mukti membuat dan menyerahkan resep palsu tersebut. "Mukti ini
disuruh oleh Fahrudin yang membuat resep palsu juga. Sekarang mereka sudah berada
di tahanan Polsek Sukajadi," ungkapnya. ( UU No.38 th. 2014 pasal 28 ayat 3 )
KELOMPOK 4 :
1. Abdilah Bahri
2. Nur Istin H
3. Alfian Firmansyah
4. Wuragil Aulia F
5. Nurul Fatimatul A
6. Tiara Cindi Antika
7. Zuyyinaa Shulha
CONTOH KASUS:
1. Pasien mengalami kelumpuhan, menjadi korban malpraktik, ada benjolan di
punggungnya sejak bayi. dr. A menyarakan untuk di operasi. Pada proses operasi
dokter yang menganjurkan tidak ikut membantu, tetapi yang membedah perawat dandi
tempo hari menyebabkan kelumpuhan ( UU pasal 37 huruf F )
2. Timbulnya kasus decubitus selama dalam keperawatan kondisi ini muncul karena
kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan keperawatan yang
dijalankan oleh perawat tidak dijalankan dengan baik dan juga pengetahuan perawat
terhadap asuhan keperawatan tidak optimal. ( UU Pasal 339 )
3. Pelimpahan wewenang bahwa perawat melakukan tindakan pembedahan dan tindakan
tersebut diluar kewenangan yang diperbolehkan dalam UU Keperawatan. ( Pasal 32
ayat 2 )
KELOMPOK 5 :
1. Indah Nur Febriyanti
2. Devia Wahyu Ningsih
3. Fitria Rizqha Safiera
4. Gestika Nur Fadlilah
5. Andelira Trisawati
6. Afifah Mega Juliana
7. Nur Khiqmahtul J
CONTOH KASUS:
1. Anak berusia 12 tahun menderita kelumpuhan menjadi dugaan kegagalan operasi
karena adanya pelimpahan wewenang tindakan medis kepada perawat. ( Pasal 28 ayat
2 huruf B tentang praktik keperawatan dan Pasal 32 ayat 2 tentang wewenang
tindakan medis )
2. Aborsi bayi pada pasien remaja yang dilakukan oleh perawat yang memuka praktik
illegal. ( Pasal 28 ayat 2 huruf A tentang praktik keperawatan )
3. Ny. S baru saja melahirkan. Lalu mengalami koma selama 2 hari, setelah diadakan
pemeriksaan pasien tersebut salah mengkonsumsi obat. Seharusnya pasien
mendapatkan obat methylergotamin yang fungsinya untuk mengontrol pendarahan
pada melahirkan atau persalinan. Sedangkan obat yang diberikan perawat yaitu obat
yang mengandung glibendamide sebagai antibdibedik yaitu kadar gula darah. ( Pasal
30 ayat 1 J tentang penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan
resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas )
KELOMPOK 6 :
1. Anggi Pamungkas
2. Anggit Tri Pangestu
3. Dwi Yulian Shofnur
4. Naufal Zaki Aulya
5. Nailul Fauziyah
6. Reni Shafira
7. Gunawan Hadi Putranto.
CONTOH KASUS:
1. Perawat tidak memberikan perawatan sesuai SOP kepada pasien bernama hambali, dan
pasien tersebut mengalami alergi. ( Pasal 28 ayat 1,3, dan 4, Pasal 29 ayat 1 dan 3 )
2. Perawat membantu/mengabulkan keinginan pasien yang bertentangan dengan kode
etik keperawatan. ( Pasal 36 huruf D dan Pasal 37 huruf B )
3. Perawat tidak memberi informasi dengan tepat dan jelas terhadap pasien/klien. ( Pasal
37, Pasal 38, dan Pasal 40 )