Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM : P17334117410
Kelas : D4 Tingkat 3
Enzim yang mengkatalisis pemindahan gugus amino secara reversibel antara asam
amino dan alfa-keto ialah enzim aminotransferase yang sering disebut juga dengan enzim
transaminase. Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim aminotransferase di dalam sel akan
masuk ke dalam peredaran darah, karena terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga
kadar enzim aminotransferase dalam darah akan meningkat (Widman, 1989).
Enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan hati adalah aminotransferase
yang mengkatalisis pemindahan revensibel satu gugus amino antara sebuah asam amino dan asam
alfa-keto, yang berfungsi dalam pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk
menyusun protein di hati. Salah satunya adalah alanine aminotransferase (ALT) yang
memindahkan satu gugus amino antara alanin dan asam alfa-keto glutamate (Sacher RA, 2004).
Tes yang lazim dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kerusakan hati pada
umumya dilakukan berdasarkan deteksi kebocoran zat – zat tertentu dari sel hati ke dalam
peredaran darah. Sebagian besar dari tes tersebut merupakan tes yang mengukur aktivitas enzim
dalam serum atau plasma. Aktivitas enzim yang paling sering diukur adalah aktivitas enzim
transaminase ( Ali Sulaiman, 2007).
Enzim aminotransferase yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati
adalah alanin aminotransferase (ALT) yang juga disebut serum glutamat piruvat transaminase
(SGPT). Hati adalah satu - satunya sel dengan konsentrasi SGPT yang tinggi, sedangkan ginjal,
otot jantung, dan otot rangka mengandung kadar SGPT sedang. SGPT dalam jumlah yang lebih
sedikit ditemukan di pankreas, paru, limpa, dan eritrosit. Dengan demikian, SGPT memiliki
spesifitas yang relatif tinggi untuk kerusakan hati (Ronald, 2004). Apabila terjadi kerusakan sel,
enzim akan banyak keluar ke ruang ekstra sel dan ke dalam aliran darah. Pengukuran konsentrasi
enzim didalam darah dengan uji SGPT dapat memberikan informasi penting mengenai tingkat
gangguan fungsi hati. Aktivitas SGPT di dalam hati dapat di deteksi meskipun dalam jumlah
sangat kecil (Utami, 2009).
Kadar SGPT sering kali dibandingkan dengan kadar SGOT untuk tujuan diagnostik.
SGPT meningkat lebih khas dari pada SGOT pada kasus nekrosis hati dan hepatitis akut,
sedangkan SGOT meningkat lebih khas pada nekrosis miokardium (infark miokardium akut),
sirosis, kanker hati, hepatitis kronis, dan kongesti hati. Kadar SGPT ditemukan normal atau
meningkat sedikit pada kasus nekrosis miokardium. Kadar SGPT kembali lebih lambat ke kisaran
normal dari pada kadar SGOT pada kasus hati Peningkatan SGPT lebih lebih tinggi dari pada
SGOT pada kerusakan yang akut hal ini di sebabkan SGPT merupakan enzim yang hanya terdapat
pada sitoplasma sel hati, sebaliknya SGOT terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitokondria
akan lebih meningkat dari SGPT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel
(Speicher et al. dalam Dedy, 2008).
Enzim SGPT paling banyak ditemukan di dalam hati, sehingga untuk mendeteksi
penyakit SGPT dianggap paling lebih spesifik dibanding SGOT. Peningkatan kedua enzim selular
ini terjadi akibat pelepasan kedalam serum ketika jaringan mengalami kerusakan. Kenaikan kadar
enzim SGPT dalam serum dapat disebabkan oleh sel – sel yang banyak mengandung enzim
transaminase mengalami nekrosis atau hancur, sehingga enzim – enzim tersebut masuk dalam
peredaran darah akibatnya terjadi peningkatan kadar ALT. Pada kerusakan hati yang disebabkan
oleh keracunan atau infeksi, kenaikan SGOT dan SGPT dapat mencapai 20-100x nilai batas
normal tertinggi. Umumnya pada kerusakan hati yang menonjol ialah kenaikan SGPT (Sadikin
2002).
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT Menurut (Sacher, 2004), kondisi yang dapat
meningkatkan SGPT dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Peningkatan SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitas obat atau
kimia)
2. Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan
empedu ekstra hepatik, sindrom Reye dan infark miokard (SGOT>SGPT)
3. Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec dan sirosis
biliaris
ΔA2/menit = A1 – A2
= 1,486 - 1,471
= 0,015
ΔA3/menit = A2 – A3
= 1,471 - 1,457
= 0,014
= 24,4 IU/L
2. Menggunakan Microlab
Perhitungan sudah dilakukan di dalam
alat dengan rumus:
𝛥𝐴1 + 𝛥𝐴2 + 𝛥𝐴3
Aktivitas enzim = x 1746
3
XIII. Pembahasan :
Pemeriksaan ALT dilakukan pada satu orang pasien menggunakan spektrofotometri
dengan metode kinetik (menurut IFCC), menggunakan dua Fotometer yaitu Kenzamax I dan
Microlab. Pada pasien dengan nama Asri Faisal Ramadhan diperoleh aktivitas enzim ALT
menggunakan Kenzamax I yaitu 24,4 IU/L, sedangkan dengan menggunakan Fotometer Microlab
didapatkan aktivitas enzim AST 15,5 IU/L.
Sampel yang diperoleh berasal dari mahasiswa semester VI dengan nama Asri Faisal
Ramadhan usia 20 tahun. Sampel yang digunakan berupa serum normal, tidak hemolisis, tidak
lipemik dan tidak ikterik. Pada hemolisis terjadi pemecahan membran eritrosit, sehingga dalam
proses tersebut dapat mengeluarkan enzim SGPT yang dalam keadaan normal terdapat dalam
eritrosit dan setelah eritrosit mengalami lisis enzim SGPT keluar ke cairan ekstraseluler, sehingga
dalam tes laboratorium menunjukkan peningkatan kadar SGPT yang dapat juga mengakibatkan
hasil test yang tidak akurat.
Hemolisis merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kadar SGPT,
karena hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam
medium sekelilingnya (plasma). Menurut Riswanto (2010), kerusakan membran sel eritrosit dapat
disebabkan oleh antara lain mengeluarkan darah dari spuit tanpa melepas jarum terlebih dahulu.
Hal tersebut dapat didukung oleh Anonim a (2008), penambahan larutan hipotonis, hipertonis
kedalam darah, penurunan tekanan keras pada permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia
tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah. Apabila sel
eritrosit pecah maka akan menyebabkan isi sel keluar, misalnya: enzim, elektrolit dan hemoglobin
sehingga tampak merah muda sampai merah pada serum.
Menurut Le Fever (1997) dan Ekawati (2009), SGPT merupakan enzim yang utama
banyak ditemukan pada sel hati serta efektif dalam mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim
ini dapat dijumpai dalam jumlah kecil pada darah, otot jantung, ginjal dan otot rangka. Ketika sel
hati rusak, enzim ini merembes ke dalam aliran darah sehingga menyebabkan kadar SGPT
meningkat. Peningkatan kadar enzim dalam darah merupakan akibat adanya kerusakan sel yang
mengandung enzim atau adanya perubahan permeabilitas membran sel, sehingga makromolekul –
makromolekul dapat menembus dan terlepas ke dalam cairan ekstrasel (Widman, 1989).
Hemolisis dapat dideteksi secara visual dan penting untuk memperkirakannya dengan
analisis langsung. Tingkatan hemolisis juga ditentukan berdasarkan visual yaitu berdasarkan
kepekatan warna yang timbul. Menurut Adiga (2016) hemolisis dapat ditentukan berdasarkan
kadar hemoglobin yang terkandung dalam serum. Hemolisis dapat terjadi secara in vitro dan in
vivo. Menurut Gruyter (2008) hemolisis secara in vitro dapat disebabkan oleh:
Penyebab paling umum dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai sedang dari
enzim hati ini adalah fatty liver (hati berlemak), penyalahgunaan alcohol dan penyebab-penyebab
lain dari fatty liver termasuk diabetes mellitus dan kegemukan (obesity).
Dalam GPT reagen 1 terkandung tris buffer pH 7,5 yang berfungsi menstabilkan pH
selama reaksi sehingga aktivitas enzim GPT tetap berfungsi dengan baik karena kinerja enzim
sangat sensitif terhadap perubahan pH. Selain itu pada reagen 1 terkandung L-alanin dan LDH.