BY CLUMSY@SOOMPI
TRANSLATE BY CHELZ
“Semoga permohonanku untuk tersenyum di sampingmu setiap pagi yang baru akan data terkabulkan;
aku akan menunggumu...’jadi...aku harap kalian semua akan bermimpi yang indah malam ini, cintaku...
saat ini DJ-mu akan meninggalkanmu dengan sebuah lagu dari DongBangShinKi, Picture of
You(Gambaran dirimu)... aku akan berbicara lagi kepada kalian besok malam...saranghe...”
“Ya! Aku tidak tuli... dan bisakah kau menurunkan volume suaramu sekarang?” Aku mengomel sendiri
dengan alunan suara Jaejoong.
Dia berteriak lagi. Dia memiliki suara yang wow, bukan wow dimana dia dapat mencapai nada tinggi atau
sejenisnya, hanya aku tidak tau bagaimana dia dapat melakukannya seperti itu layaknya suara seorang
laki-laki kadangkala suara yang betul-betul memekakkan telinga.
“Terkeren?! Terakhir kali kau mengatakan orang yang terkeren adalah Khun Oppa-mu... “ aku menghela
napasku dan memutar pulpen di antara jari-jariku.
“Oh, dia berbeda! Ngomong-ngomong, aku katakan padamu, kalau besok malam kau harus
mendengarkan Mimpi Indah, Cintaku!
Mimpi Indah, Cintaku. Urgh! Bahkan nama acaranya saja sudah membuatku merinding. Astaga!
Aku berdeham dan memutuskan untuk mengganti bahan pembicaraan. “Ngomong-ngomong, apakah
kau sudah menyelesaikan PR Aljabar kita?”
Hening.
“Aljabar?”
“Ya? Seperti kita harus menyelesaikan 10 nomor soal?” Aku menjawabnya dengan nada serius.
“Ya!”
Namun aku menyayanginya. Dia adalh sahabat terbaikku untuk selamanya. Orang-orang akan berkata
kalau kita berdua mempunyai kepribadian yang benar-benar bertolak-belakang itulah mengapa kita
selalu bertengkar. Ketika dia hanya memikirkan hal-hal feminim, aku menolaknya—sebetulnya, tidak
betul-betul menolaknya, hanya merasa alergi terhadap semua itu. Jadi sepertinya kita saling memahami
kelemahan dan perbedaan masing-masing.
Dia adalah begini dan aku adalah begitu. Aku begitu dan dia begini.
Yoona.
Seohyun.
Mengherankan, kita senang menghabiskan waktu bersama dan berbicara dan melakukan banyak hal
yang kita senang melakukannya. Bersama. Bagaimana? Sulit menjelaskannya dan aku tau kalau kita tidak
hanya sahabat terbaik seperti ini saja. Jadi yah, bayangkanlah.
Dan seperti itulah yang sahabat lakukan, kita saling melindungi dan membantu satu sama lain. Apapun
konsekuensi yang mungkin terjadi. Tetap melakukannya.
Namun aku tidak akan tau kalau semua itu akan berimbas kepadaku seperti ini.
“Yoona-ya...” Aku duduk disampingnya yang beralaskan rumput yang menggambarkan sore yang
“murni”, “Mengapa bermuka cemberut?”
“Sebentar lagi ulang tahun ibuku. Aku masih belum mempunyai uang yang cukup untuk membeli kalung
itu...”
Sejak hari dia melihat kalung itu, dia tau bahwa itu benar-benar dibuat untuk ibunya.
Dia menggelengkan kepalanya dan memberitahuku jumlahnya. Aku ternganga, “Sebanyak itu? Aku tidak
mempunyai uang sebegitu banyak!”
Tuhan yang baik, tolonglah aku dari dia yang mengeluarkan jurus mata memohonnya lagi sehingga aku
hanya bisa mengangguk, “Ok...Ok...tetapi bagaimana caranya?”
“Bagus!”
“Woah! Woah! Pertama-tama, tenang dulu! Tunggu, bagaimana kalau kau mendaftarkan namamu saja?”
“Kenapa?”
“Makanya kau tidak boleh mendaftarkan namaku juga.” Aku mengoceh dengan biasa.
“Mengapa begitu?”
“Ini...Ini komplikasi...yah!Begitu saja! Ini adalah sesuatu hal yang wajar selama kami mempunyai
hubungan seperti sekarang ini,” dia berhenti bicara, berpikir sejenak lalu berkata, “kau tidak akan bisa
mengerti, ini adalah---“
“Na-ah!”
~~~
“Bagaimana kau bisa melakukan ini kepadaku?! Kau harusnya memberitahuku sebelumnya! Kau
mempunyai banyak waktu untuk itu!” Aku balik marah kepadanya. Dia adalah orang yang paling
menjengkelkan dan menyebalkan yang kukenal. Aku bisa memakinya, aku bisa membunuhnya dengan
melemparinya dengan semua bantal yang ada di dunia ini, aku bisa memanggil namanya, tetapi sial, aku
mencintainya! Cinta yang kokoh mereka bilang.
Dia kelihatan sangat mengasihankan jadi aku duduk di sampingnya dan menendang bantal kesasar di
lantai itu. “ mengapa kau tidak memberitahukannya kepadaku dari awal?” Aku memprotes dengan
pelan.
“Aku benar-benar minta maaf. Aku hanya ingin memastikan ibuku bahagia dan aku berpikir kalau stasiun
radio itu bisa memberikan hadiah itu saja dan melupakan tentang perihal kencan itu.”
“Aigoooo...”Aku menghela dengan frustasi, “Kau tau kalau aku tidak dapat berkencan dengan pria itu!
Dan aku tidak akan pernah berkencan! Dan aku bahkan tidak ingin berkencan!” Aku meninggikan
suaraku ke oktaf yang lebih tinggi lagi.
Dia menangis lagi. Terakhir kalinya kita bertengkar yang menyebabkan kita menangis bersama kketika dia
memasuki kamar ibuku dan mengambil dan menggunakan peralatan make-upnya. Aku dipukuli ibuku
ketika ibuku mendapati kotaknya di kamarku jadi akupun balas memukulnya.
Sebenarnya, aku bisa mengatakan kepadanya untuk mengatakan selamat tinggal untuk kalung itu tapi
aku tidak bisa. Ini sangat penting baginya dan aku tau darimana ini berasal. Ibunya adalah seorang aktris
frustasi yang hanya mendapatkan peran-peran kecil di acara TV atau drama. Dia juga adalah wanita
terglamor yang kutau, menyukai semua benda-benda kecil yang dapat membuat seorang wanita
mengeluarkan aura kecantikannya. Termasuk perhiasa. Makanya, sahabatku akan melakukan apa saja
untuk memberikan kebahagiaan seperti itu kepada ibunya.
Oleh karena Nyonya Im selalu memaksakan diri untuk diterima berakting, dia selalu meninggalkan rumah
yang membuat Yoona lebih sering tinggal dengan kami. Ibuku selalu memberitahuku untuk mengerti
keadaanya dan mencintainya lebih lagi karena kami berdua tidak mempunyai keluarga lainnya lagi.
Walaupun dia lebih tua satu tahun dariku, aku selalu lebih bertingkah sebagai unnie. Kurangnya hanya
dia tidak memanggilku begitu.
“Seohyuna…”
Dia berbisik dengan suara yang serak tetapi aku menolak untuk memandangnya.
“Aku minta maaf. Baiklah...kalau begitu kita tidak usah mendapatkan hadiahnya...”
Hatiku perih sepanjang aku berpaling kepadanya, “Apa yang kau bicarakan?”
“Ini adalah sebuah kesalahan. Aku tidak dapat membiarkan kau melakukan hal yang bertentangan
dengan keinginanmu. Aku seharusnya tau yang lebih baik dari bertindak kekanak-kanakan seperti ini.”
“Maksudmu, kita tidak usah mengklaim hadiahnya?” Dia mengangguk jadi aku melanjutkan dengan
halus, “kalungnya.”
“Itu hanyalah sebuah kalung. Selain itu, aku masih bisa menuliskan sebuah suratkan? Begitulah yang
kulakukan setiap tahunnya dan kau akan membantuku kan? Kita akan membuatnya dengan indah
sehingga Omma akan senang...”
“Apa?”
“Kita akan mendapatkan hadiahnya. Membeli kalung itu. Merayakan ulang tahun ibumu. Dan, aku akan
mengencani DJ terkeren itu!” Aku membeberkannya seolah-olah aku adalah orang yang paling
beruntung di muka bumi ini, yang dalam kasus sebenarnya, aku tidak.
“Kau yakin?”
Dia mengoceh sambil melepaskan diri dariku, “Aku ada di neraka! Selain itu, kau bilang ini hanya untuk 5
hari, kan?”
“Yah, hanya untuk 5 hari... tapi, kau akan sangat tidak menyukai hal-hal begini—“
“Lihat siapa yang bicara sekarang? Bukankah ini baru permulaan dari rencanamu yang besar itu?!” Aku
berkata dengan penuh semangat, “Aku sangat menyukainya. Yoona-ya...”
“Apa?”
“Apakah kau yakin kalau mereka tidak akan membeberkan nama asliku dan mereka tidak akan
membuntuti kita dengan kamera-kamera seperti acara-acara TV itu?” itu hanya 2 poin dari
kelemahanku.
“Ya, , itu sudah termasuk di dalamnya. Selain itu, dia cowok terkeren dan mereka perlu memastikan
keselamatanmu dari serbuan fans.”
“Namun jangan khawatir! Kau hanya perlu bersandiwara sebagai pacarnya hanya selama 5 hari senormal
mungkin jadi tidak mungkin hal semacam itu terjadi.”
“Arasso...” dia menjawabnya, “Aku bahkan menggunakan nama panggilanmu ‘SeoHyun’ bukanya
Juhyun.”
Aku menghela napas. Dia akhirnya bisa menggunakan otaknya. Sebuah kasus yang mudah.
“Seohyuna...gomawo...”
“Jangan dulu berterima kasih kepadaku... aku masih belum selesai denganmu...” Aku
memperingatkannya sambil bersiap pergi dan dia mengikut di belakangku.
5 hari sebagai pacar Jung Yonghwa, DJ terkeren di kota ini, yang paling dicari setelah lulusna sarjana.
Jutaan gadis-gadis di Korea akan rela mati demi berada di posisiku. Aku sangat beruntung hingga ingin
mati rasanya. Dan untuk menambah penderitaanku, ibuku tersayang sangat menyukai ide ini setelah
kuberitahu. Dia bilang bahwa ini adalah rencana yang sempurna untuk membentukku menjadi gadis
normal berumur 18 tahun-yang tergila-gila pada pria, berdandan, pergi ke pesta, dan mempunyai pacar.
Urgh!
Sekarang aku berjalan berdampingan dengan sahabat termanisku menuju stasiun radio dan bertemu
dengan pacar ketidak-sengajaanku. Mari kita lihat apakah aku bisa menjadi tergila-gila pada
kekerenannya dan terkagum dengan gayanya yang keren.
Menghela napas.
Sekretaris yang gemulai itu tersenyum manis pada kami ketika kami menandatangani dokumen-
dokumen untuk mengklaim hadiah uang itu dan mungkin, pacar laki-lakiku. “Uhm, bisakah aku
menandatanganinya di sini dan tidak membubuhkan nama asliku?” Aku bertanya penuh harap dengan
senyumku yang lugu (senyum yang sama yang kuperlihatkan apabila aku sangat ingin mendapatkan
sesuatu dari ibuku) berharap bisa mempengaruhinya.
Ini mengherankan karena yang saya tandatangani adalah dokumen-dokumen penting. Oh baiklah,
setidaknya itu berhasil.
“sekali lagi selamat. Berpikir kembali, sebentulnya dia yang beruntung mendapatkan sesuatu yang cantik
sepertimu...”
“Kau bisa menunggu di ruang tunggu. Aku pikir dia sedang rapat sekarang ini.”
“Waeyo?” Dia memberiku lagi senyum bodoh itu selagi kita duduk di kursi sofa yang berwarna hitam,
“Aku terpuruk...”
Dia memukul lenganku jadi aku memberinya senyum palsuku, “aeeaseoyo, Aku sangat bersemangat!
Hanya memastikan aku tidak akan pingsan sangat dia keluar nanti, okay?”
“Baik...tapi benar-benar terima kasih atas semua ini dan semua masalah yang terjadi.”
Senyum Yoona sangat tulus hingga yang dapat kulakukan hanyalah mengangguk, “tapi kau berhutang 5
hari padaku selama aku harus bersandiwara dalam hubungan ini.”
“Ya!Jangan pingsan!” aku bercanda tapi tiba-tiba denyut nadiku menjadi cepat ketika kudengar langkah-
langkah kaki yang berjalan mendekat secara wilayah pandangku terhalangi oleh tanaman palsu itu.
Yoona, di lain pihak, membawaku untuk berdiri jadi aku buru-buru merapikan rokku.
”Hi...”
Suara yang dalam itu hampir membuatku kaget sampai akhirnya aku melihat ke matanya. Dia berdiri
setinggi hampir 180cm dengan rambut coklat yang sebagian berjatuhan di alisnya. Dan, oh, dia
mengenakan anting-anting. Pria belakangan ini...tsk...tsk...
“Dua gadis yang cantik dan aku tidak dapat menebak yang mana yang bernama SeoHyn.”
“Ini dia...”
Bersyukur sahabatku mendorongku maju selagi aku terperangkap dalam lamunanku, “ye...tapi...dia
yang...”
Yoona menyelamatku dari kegugupanku dimana yang dapat kulakukan hanyalah diam dan menatap---
melihatnya. Aku tidak melotot, ini buruk.
“Teruskan...”
Dia duduk dengan santai di sofa dan meminta kami melakukannya juga.
“Kau lihat, akulah orang yang mengirimkan namanya namun aku telah mempunyai seorang pacar. Kami
hanya mencobanya untuk iseng semata dan tidak berpikir akan menang.” Dia berbohong.
“Oh benarkah?”
“Dan, Seohyun disini tidak mempunyai mantan—Awww! Apakah kau benar-benar harus melakukan itu!”
Yeah, aku menginjak kakinya, “Aku minta maaf soal ini tapi aku benar-benar tidak nyaman dengan ide
tentang—“
MEngapa dia terdengar seperti tidak terpengaruh? “Sebetulnya, yeah...” dan Yoona menyikutku pelan.
“Hmmm... aku takut kalau kami perlu mengambil hadiah uang itu kembali.” Dia mengatakannya dengan
senyuman tipis di bibirnya.
Dia berdiri dan aku dengan panik melihat ke mata temanku yang memohon, “hey tunggu...benar harus
begitu?”
Aku berpikir sejenak lalu kemudia berkata di sela napasku, “Oh...jadi, Aku—kami tidak mempunyai
pilihan lainnya.”
Sial, dia tersenyum! Tidak sepenuhnya terpikir olehku dia akan melakukannya.
“Yeah...jadi?”
“Jadi...” Aku harap sahabat baikku akan menyelaku atau berbuat sesuatu. Aku berpaling padanya
meminta bantuan tapi dia membuatku melihat padanya lagi—dengan tangannya yang dibentangkan.
“Untuk 5 hari... Seohyun...” Aku berhenti lalu menerima jabatan tangannya. Ini sangat lembut dan dingin.
Aku melepaskannya karena dia tertawa akan pengenalanku.
“Karena ini hanya untuk 5 hari saja, sebaiknya kau menggunakan itu saja.” Sebetulnya, ini adalah nama
panggilan yang digunakan oleh orang-orang yang dekat padaku saja, tapi dia tidak perlu mengetahuinya
seperti itu.
Aku tidak sepenuhnya mengerti pertanyaan itu selagi mereka berdua tersenyum dan berjabat tangan,
“Ok...apalagi sekarang?”
“Hmmm... Aku pikir, ini adalah waktuku untuk meninggalkan kalian berdua untuk lebih mengenal satu
sama lainnya dengan baik...”
“Apa?Kau tidak boleh begitu saja meninggalkanku di sini...” Aku mengomel dengan suara yang terkontrol
sambil bersandar pada lengannya untuk kehidupanku yang indah, “...dengan dia!”
Tuan DJ mengatakan dengan serius ketika Yoona menepuk kedua tangannya dan berpaling padaku
dengan gembira.
“Syukurlah! Jadi aku bisa pergi sekarang? Khunie sedang menungguku di sekolah ...”
~~~
Keheningan yang aneh menemani kami selama beberapa menit selama kami duduk berdua muka ke
muka di kafe yang hampir kosong itu. Aku masih dapat menolerinya tapi apa yang dapat kulakukan? Aku
sudah ada di sini, kurasa aku tidak akan bernasib lebih buruk lagi.
“Jadi SeoHyun, mungkin kita dapat saling menceritakan tentang diri masing-masing.”
“Yeah, okay...” Aku berkata merasa jantungku ingin meloncat keluar, tapi dia hanya balas menyeringai.
“Mungkin kita bisa mulai dengan fakta dan pertanyaan/pernyataan. Aku mulai duluan. Umur. 20.”
“18.”
Dia tersenyum. Tiba-tiba aku seperti orang bodoh, “hmmm... aku semester dua, di bidang pariwara.”
“Senior. Komunikasi Penyiaran. Pagi hari belajar dan men-DJ di malam harinya.”
Aku menyeruput smoothieku sambil memperhatikan dia yang mengangguk, “sebenarnya ini...murahan.
Maafkan aku...”
“Aku tau... syukurlah itu bukan saya. Aku adalah DJ untuk sesi ke dua, yang pertama sangt jelek.”
“Oh!”
Tick...
Tock...
Aku meletakkan sendokku kembali. Aku tau dia akan menanyakannya. Aku hampir menjawabnya seorang
pelajar yang baik, anak yang baik dan orang yang baik. Jika ada satu yang seperti itu. “Aku tidak punya.”
“Huh? Betulan?”
“Yeah...kamu?”
“Mungkin aku harus memikirkan ulang seorang wanita idamanku. Kamu tidak pernah berpacaran
sebelumnya?”
“Tidak...” Aku menikmati waktuku yang berharga menyendok sirup coklat yang manis itu. “Bagaimana
denganmu?”
“Punya beberapa.”
“Betulan?”
“Ahhhh...”
“Ahhhh...”
“Jadi kamu tidak pernah melakukan apa yang biasa dilakukan oleh pasangan?”
“Tidak pernah...”
“Betulan?”
“Jangan khawatir, aku mengerti. Selain itu, jika aku mempunyai seorang adik perempuan, aku mau dia
sepertimu.”
“Aneh sepertiku?” Aku menatapnya hingga dia tertawa sepenuh hati lagi.
“Bukan aneh sebetulnya, hanya seseorang yang tau prioritasnya dan, lucu. Kamu orang yang lucu.”
“Tentu saja! Lucu dalam pengertian yang baik. Maksudku adalah bisa membuat orang bahagia.”
“Karena kau tidak pernah berpacaran sebelumnya dan tidak pernah mengalaminya satu kalipun,
bagaimana kalau kita memainkan peran ini selama 5 hari?”
“Apa maksudmu?”
“Kita bisa berlaku layaknya kita mempunyai hubungan kasih. Mengatakan apa yang pasangan katakan.
Lakukan apa yang pasangan lakukan.”
“Omo!” mataku membesar tidak mempercayainya. Aku tidak menyukai apa yang di pikiranku. Pria ini
sangat menikmati dirinya sendiri.
“Seperti berpegangan tangan?” oh Tuhan, dia membuatku gugup. Apakah aku menyatakan apa yang
seharusnya tidak kukatakan?”
“Kalau begitu kita tidak akan melakukan hal-hal yang membuatmu tidak nyaman melakukannya.”
Whew. Menghela napas. Batu. “Oh...okay...kalau begitu apa yang akan kita lakukan?”
“Hanya seperti ini. Makan di restoran, berjalan di taman, menonton film, berbicara...”
“Hanya itu?”
Oh, aku menghiburnya, “Maksudku, kita tidak akan memakai kaos pasangan kan? Terutama kaos kaki
pasangan...?
Aku bernapas lega, “Aku pikir itu tidak perlu karena ini hanya untuk 5 hari saja.”
“Betulan?”
“Kamu menyukainya?”
Setidaknya dia adalah pria yang baik. Kami melanjutkan makan dengan berdiam diri setelahnya dengan
hanya tersenyum jika mata kami saling bertemu. Aku tau ini bukanlah hal yang baik dilakukan tetapi aku
memutuskan untuk mempelajarinya tanpa diketahui olehnya. Dia mempunyai sepasang mata tersenyum,
yang membuatmu terpana menatapnya tapi hanya memastikan dia tidak mengetahuinya. Tingginya baik
juga, aku adalah perempuan dengan tinggi yang melebihi gadis-gadis seumuranku jadi au lega ketika tau
dia lebih tinggi dariku. Apakah tidak aneh berjalan dengan pacarmu yang menggunakan sol?
Aku tidak pernah memperhatikan suaranya di radio karena hanya kudengar ketika aku berbicara dengan
Yoona di telepon. Namun, mendengarkannya berbicara membuatku sedikit penasaran mengapa dia
menjadi ‘DJ terkeren’.
“Ehem...”
Dia berdeham pelan yang hampir membuatku terlompat. Apakah dia merasakan apa yang kulakukan?
Uh-oh.
Dia tersenyum lagi kemudian mengalihkan perhatiannya kembali ke makanannya. Mungkin itu bukanlah
ide yang buruk. Mungkin pada akhirnya aku bisa mengerti semangat Yoona ketika menceritakan kisah
cintanya.
Manis.
-----------------------------------------
Aku membuka mataku dan menatap ke jendela. Sekarang sudah memutar siaran pagi yang artinya aku
tertidur bahkan sebelum acara radionya mulai. Aku sebetulnya tidak berjanji akan mendengarkannya
karena aku sibuk mengerjakan prku dan biasanya aku memutar Mozart sepanjang masa belajarku.
Namun, aku tidak memberitahunya bahwa aku akan mencobanya.
Aku memutar radio itu tepat di jam 11 setelah menyelesaikan bacaanku sambil berbaring di tempat
tidurku. Aku jatuh tertidur setelahnya. Aku menghapus sisa ngantuk dari mataku dan mematikan radio
dan menggantinya dengan CD.Ah, Mozart di pagi yang indah ini. Aku duduk dan mencari bukuku. Setelah
beberapa bagian, aku berbenah dan bersiap ke sekolah.
Setelah kelas pagiku selesai, aku tinggal di sekitar lapangan untuk membaca pelajaran kelas selanjutnya.
Aku sangat menikmati kesendirianku ketika--
“JELASKAN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Teriakan itu tidak perlu ditebak atau bahkan berbalik melihat siapa itu jadi aku tetap berdiam membaca
bukuku di bawah pohon favorit kami. Dia duduk di depanku dan menarik bukuku.
“Ya...hentikan teriakanmu...” aku katakan dengan tegas tapi dengan suara yang pelan.
“Rincian apa?” aku mengambil kembali bukuku dan mencoba mencari di halaman yang kacau itu.
“Oh itu...” aku menjawabnya ringan dan menyerah mencari halaman yang sedang kubaca tadi. “ baik-
baik saja. Aku tidak berharap itu bisa dikatakan kencan. Lebih seperti apa yang biasa kita lakukan atau
apa yang biasa kulakukan ketika aku makan di sebuah restoran dengan orang lain.”
“Ya! Jangan gunakan kata itu disini!” Aku memandang sekeliling berdoa semoga tidak ada seoranganpun
yang mendengarnya lalu aku berbalik kepadanya, “dan aku tidak di—BEGITU!”
Mulai lagi, Aku memutar mataku. “Tapi sebetulnya aku memberitahumu yang kebenarannya! MEngapa
aku harus berbohong tentangnya?!”
“Kamu benar, kurasa,” Yoona berkata serius, “tapi kamu tidak merasakan kupu-kupu di perutmu
bergejolak,kan?”
Okay, aku adalah orang yang naif, aku mengakuinya. Hanya saja, “Yoona-ya...karena aku tidak tau apa
yang kuhadapi dan karena ini semua adalah salahmu. Mengapa kamu tidak membantuku?”
“Seohyuna, aku tau ini salahku tapi,” dia berkata dengan nada yang serius, “tapi jika kamu berencana
melarikan diri darinya, tidak ada caraku untuk menolongmu!”
Dia melototiku tapi aku aku sebetulnya suka menggodanya dan akhirnya aku mengetawainya, “tidak,
bodoh!Maksudku setidaknya beritahu aku apa yang harus kurasakan.”
“Okay, baiklah...aku hanya akan memberitahumu apa yang bisa kau lakukan dan tidak kau lakukan,” dia
berkata sambil memutar matanya, “sediakan notebookmu. Kau akan memulai secara resmi 101 Kencan
dengan Professor Im!”
“Yeah betul...”
Sesaat setelahnya.
“Aish chincha! Seohyuna, apakah kamu yakin kamu ingin mempelajarinya?! Berhenti mengulangi apa
yang kukatakan! Kau orang yang keras!”
“Tapi aku tidak mengerti! Mengapa aku harus menganti nada deringku dan nada panggilku dengan
suaranya dan mengatur wallpaperku dengan gambarnya? Dan meneleponnya setiap jam? Menanyakan
padanya apakah dia sudah sarapan, makan siang, malam dan cemilan? Apakah dia berkeringat? Untuk
membicarakannya, aku bukanlah ibunya! Dan aku bukan kamu dan dia bukan Khunie-mu!”
“Ya! Apakah kamu ingin bantuanku atau tidak?! Dan jangan bawa-bawa Khunie dalam argumentasi ini!”
Pelototannya adalah peringatan terakhirnya yang membuatku harus tutup mulut dan mendengarkan.
Apa yang kuharapkan? Aku hanya menekan tombol yang bernama Khunie.
Dia menarik napas dan memulainya dengan tenang, “Okay, kamu tidak perlu melakukan hal-hal yang
kukatakan. Hanya yang sederhana saja. Seo Ju Hyun, ulangi lagi.”
“Arasso,” aku cemberut kalah dan membaca catatanku dengan lesu. “Senyum yang banyak. Ceria. Jangan
cemberut. Berhenti membaca ketika dia memberitahumu sesuatu. Bertindak antusias—“
“Kalau begitu aku sudah tidak tertolong lagi...”aku meletakkan daguku di tanganku.
“Hanya merasa bersalah padanya. Dia berhak mempunyai pacar yang adalah gadis normal, bukan gadis
aneh sepertiku...” Aku menyembunyikan mukaku di tanganku dn merasakan Yoona duduk di sebelahku.
“Eh, jangan begitu...” dia meletakkan kepalanya di bahuku, “selain itu, ini hanya berlangsung 5 hari jadi
jangan khawatir tentangnya. Dan kau bukan orang aneh! Tunggu.”
“Aigoo...”
~~~
Aku benar-benar mencoba fokus pada buku yang ada di depanku tapi aku tidak dapat berhenti
memikirkan ide itu. Seharusnya hal ini membuatku senang, aku memarahi diriku. Mungkin pria itu
memutuskan untuk tidak melanjutkan kencan ini. Mungkin begitu! Aku tersenyum, aku membalik
bukuku.
Ini adalah Hu Min teman kelasku di manajemen. Merapikan barang-barangku, aku memutuskan
meninggalkan perpustakaan karena sudah saatnya aku pulang ke rumah. Omo! Itu dia berdiri di depan,
bersandar pada satu loker dan sepenuhnya memperhatikan sesuatu di lantai sehingga dia tidak
mengetahui kehadiranku.
Aku berhenti merapikan buku dan notebook di tanganku dan gerakan yang tiba-tiba ini mennyebabkan
dia akhirnya melihatku. Pikiranku tiba-tiba kosong hingga pikiran untuk lari meninggalkannya singgah
sejenak di pikiranku ketika dia mengangkat tangannya.
Keterkejutannya, begitupun denganku, aku menarik tangannya dan menariknya ke pojokan. “Apa yang
kamu lakukan di sini?”
“Aku di sini untuk menjemputmu,” dia menatapku dengan ekspresi yang aneh.
“Kamu adalah pacarku,” dia nyengir, “dan kita sudah berjanji kemarin kalau kita akan melakukan apa
yang biasa dilakukan oleh pasangan.”
“Tapi kau tidak boleh datang kemari! Orang-orang mengenalmu! Dan bagaimana kamu tau aku ada di
perpustakaan?”
“Baiklah, untuk menjawab pertanyaanmu...SeoJuHyun. Aku mendapatkan nomor Yoona di daftar kontes.
Dan yang terkenal adalah suaraku. Bukan mukaku...”
Apakah dia tidak menyadari bahwa wajahnya adalah wajah yang akan digilai oleh ‘gadis normal’?
Namun, aku perlu menenangkan diri jadi aku menarik napas dalam, “okay...tapi kamu tidak dapt
menjemputku di sini. Aku tidak ingin menarik perhatian banyak orang.”
Apakah dia hanya memancing amarah? “Sebetulnya, aku tidak tau soal itu. Tapi, biasanya aku bukanlag
tipe orang yang berjalan kaki, apalagi dijemput oleh seorang ‘pria’ di sekolah. Kau mengerti maksudku,
kan?”
“Baiklah...” dia menganggukkan kepala layaknya seorang anak sekolah, “namun mumpung aku sudah di
sini, bisakah kita keluar dari sini sekarang?”
“Baik! Untuk mengakhiri semua ini... “ aku berbisik pelan seraya berjalan di depannya. Aku berbalik
ketika aku merasa dia mencoba mengejarku, “satu permintaan....tolong, berjalanlah di belakangku atau
di depanku...”
Terima kasih Tuhan dia berhenti dan bergerak hanya beberapa inci dariku. Beberapa gadis sibuk berbisik
dan bergelak dan itu membuatku tidak enak. Aku hanya berharap mereka tidak akan tau kalau aku
bersamanya atau aku akan mati karena malu.
“Apakah kita okay sekarang?” dia menangkapku seraya aku melanjutkan jalanku di lantai semi tanah di
luar Universitas.
Aku mengangguk setelah mengecek sekeliling kosong, “aku pikir begitu... ngomong-ngomong, apa yang
harus kita lakukan sekarang...?”
“Hmmm... kita lihat. Aku punya tiket nonton gratis. Kita bisa menontonnya sekarang kalau kau sempat.”
“Okay.”
“Okay? Betulan?”
Sekali lagi, dia seperti keheranan, “Kau menyarankan begitu jadi yah, mari nonton film.”
“SeoHyuna, aku bilang aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal yang tidak nyaman kau lakukan...”
“Kau menakutiku...beritahu aku sekarang ketika aku masih sempat melarikan diri...” giliranku
menghilangkan suasana tidak enak itu. Itu berhasil! Dia tersenyum kembali.
Dia berdeham lalu melanjutkan, “panggil aku Oppa... bisakah kau melakukannya?”
Aku hampir tertawa. Aku bukanlah penggemar hal-hal yang romantis dan berdasarkan pengetahuanku
cewek-cewek memanggil pacar mereka Oppa di Korea walaupun mereka seumuran. Memanggilnya
begitu sangat normal karena dia benar-benar lebih tua dariku. Modis. Aturan. “Tentu saja! Kau adalah
Oppa-ku!”
~~~
Film itu berkisah tentang dokumentasi lama mengenai perang. Aku mencoba untuk tidak berkomentar
dengan seleranya karena mungkin saja dia berpikir kalau ini adalah sesuatu yang akan membuatku
tertarik. Walaupun, sebenarnya begitu, Aku merasa sedih melihatnya memperlakukanku sampai
sedemikian rupa. Dia harusnya membawaku menonton film biasa yang di mana pasangan-pasangan
biasa nonton, aku tidak akan mengeluh. Untuk menghargai usaha kerasnya.
Kita membicarakan tentang film itu seraya berjalan menuju rumah kami. Dia adalah orang yang sangat
suka beropini dan aku menyukainya. Tidak dalam level suka yang begitu. Dia bahkan berdebat denganku
tentang beberapa isu dan aku sangat menghargainya. Aku tidak akan menyukai seorang pacar yang
hanya mengangguk dan percaya apapun yang kupercayai. Itu bukan karena aku sebenarnya menyukainya
sebagai pacarku.
Malam setelahnya, aku menerima pesan darinya. Yeah, kami bertukar nomor kali ini dan Yoona sangat
gembira!YaY!
“Aku tidak bisa. Aku masih di luar bersama ibuku, aku minta maaf, Oppa.” Aku bohong.
Oh oh oh oppareul sarange!
Ah ah ah manhi-manhihae!
Akhirnya, dia mulai berbicara ketika lagu itu selesai. Dia membacakan beberapa pesan teks dari
pendengar dan menjawabnya. Suaranya benar-benar menimbulkan perasaan yang lain ketika
mendengarkannya secara langsung. Tapi aku lebih menyukainya dibanding melihat wajahnya karena itu
aneh, mendengarkan suaranya tanpa menatapnya.
Feelgoodgirl mengirimkan sebuah pesan, ‘Yong DJ, di tempatku saat ini sedang hujan. Aku betul-betul
ingin tidur sekarang tapi tidak bisa. Aku harus mendengarkan suaramu.’
Baiklah, feelgoodgirl, cobalah bertahan sedikit lagi, karena aku akan mengucapkan selamat tinggal
beberapa menit lagi dari sekarang. Okay, pesan selanjutnya... from ring12 berkata, ‘Oppa, apakah kau
bertemu dengan pacarmu hari ini? Bagaimana tampaknya? Aku sangat cemburu saat ini! Tolong beritahu
aku apakah aku lebih cantik darinya...kekeke’
Aku tersenyum sendiri dan menunggu, penasaran dengan apa yang akan dikatakannya. Aku tidak tau
kalau aku sangatlah tidak sabaran tetapi ketika dia berdiam sejenak.
Aku betulan tidak tau jika dia lebih cantik darimu. Semua yang bisa kukatakan, pacarku cantik. Dia
mempunyai rambut panjang yang indah, sepasang mata almond. Ya... aku bisa dengan jelas
membayangkan wajahnya yang tersenyum....
...Mulanya, aku sangat tidak yakin dengan kontes itu. Seperti yang kalian semua ketahui, aku selalu
mengatakan kalau itu ide yang aneh. Tapi aku sangat bersyukur bertemu dengannya dan temannya...
Okay, untuk pesan teks selanjutnya. X_sdfg, ‘hyung! Kau mendapatkan seorang cewek cantik? Bisakah
kau membuat kontes lainnya dan mendapatkanku seorang yang cantik juga? Bagaiman dengan teman
pacarmu?’
Aku tertawa membayangkan Yoona yang mungkin sedang mendengarkannya juga. Dan dia juga tertawa.
Aku takut temannya sedang menjalani hubungan yang bahagia sekarang ini. Tarik itu kembali, aku
bahagia dia sedang menjalani suatu hubungan. Mungkin kita bisa pergi kencan ganda? Bagaiman
menurutmu? Yes kau, aku sedang berbicara kepadamu dan aku berharap kau mendengarku.
Aku mengambil teleponku. Seraya dia melanjutkan membicarakan tentang, siapa lagi?
AKU!
Dari...
Jeda.
...gugumalatte... hmmm... guguma latte, nama yang aneh. Orang ini menulis, 'Yong DJ, jika pacarmu
mendengarkanmu saat ini, dia pasti merasa berterima kasih atas kata-katamu dan senang dengan
pemikiranmu tentangnya.
Nadiku rasanya tidak normal memompa darah ke jantungku seraya membaca pesanku.
Majo, aku sangat berharap dia begitu. Jadi inilah akhir pembicaraan kita malam ini. Sangat
menyenangkan berbincang dan berbagi hal ini dengan kalian semua. Dan untuk kau, seorang yang ingin
dikenal sebagai tak dikenal, aku sangat senang bersama denganmu. Aku tidak akan bertemu dengan
seorang yang lebih pintar darimu. Lucu dengan caramu sendiri. Dan cantik walaupun tanpa berusaha—
tanpa menyadarinya. Aku berharap kau tetap bersinar di mataku...
Ottoke!
Tiba-tiba dia tertawa. Kedengarannya seperti tertawa gugup, aku tidak tahu.
...Ini rasanya aneh berkata demikian, tapi kau adalah pacarku, kan? Seperti yang kukatakan kemarin
malam, akhirnya, akan ada seseorang yang akan kudedikasikan lagu ini kepadanya...’Seperti bunga yang
tidak tampak-seperti senyuman yang bersinar seperti bintang, aku akan menjaga keindahannya...’ di sini
Yong DJ akan meninggalkanmu dengan sebiah lagu dari DongBangShinKi, Picture of You...Aku akan
berbincang dengan kalian besok malam... dan aku akan menjumpaimu...saranghe...”
Teleponku mulai berdering nyaring. Itu adalah telepon dari Yoona dan aku sebetulnya tau kenapa dia
menelepon. Aku menyimpan benda itu di bawah bantalku dan mematikan lampuku.
Sigh.
--------------------------------
Aku terduduk dan menyentakkan kepalaku dengan uapan. “Jumat... uhm!” aku menguap seraya melihat
jamku. 6:25. Masih sangat pagi, jadi aku melompat ke tempat tidurku lagi dan menarik selimut menutupi
hingga kepalaku dan mencoba tidur sejenak—
Tunggu...
Ibuku baru saja memanggilku? Aku terduduk dan mendengarkan sejenak. Mungkin itu bagian dari
mimpi... jadi “... haaaaa... beberapa menit lagi...”
“YA!”
Aku terduduk sebelum badanku sempat menyentuh tempat tidur. Itu bukanlah mimpi. Dan dia
memanggilku lagi, aku bertaruh dia sedang berdiri di tangga menungguku menunjukkan diriku.
“Seohyuna! Panggilan terakhir dan aku akan menarikmu keluar dari sana, gadis muda!”
“Arasso!” aku mengomel balik, “Ini masihlah sangat pagi, Umma!” aku berteriak seraya mengikat
rambutku dengan sembul acak.
“Jangan mengatakan pagi kepadaku! Ya! Ini bukanlah salahku orang ini menemuimu di sini sepagi ini!”
Whatta?! Seseorang?! Ottoke! Ini tidak mungkin terjadi! Aku menampar wajahku tiga kali dan suaranya
kembali lagi dari semalam! Waaaaaa! Tidak mungkin aku bisa keluar menemuinya!
“SEOOOO…HYUN!!!!!!!!!!”
Satu…dua…tiga…
SMACK!
Awwww! Aku meringis kesakitan dan berbalik menemukan ibuku dengan semua rol yang ada di
kepalanya dan Yoona tercintaku berguling di lantai sampai terbahak-bahak. “YAAAAHHHHHH!”
Aku mencoba berteriak jengkel. “Apa yang kau pikir kau lakukan?”
“Seohyun...seohyun... kau harusnya melihat dirimu sendiri!” kata-kata sangat sulit keluar dari mulutnya
karena ketawanya. Dan tertawa ibuku seperti seorang nenek.
“APPA!!!!!” aku mengomel menendang ke udara. “Mengapa???? Mengapa kau meninggalkanku secepat
ini?!
“Aigoo..” Ibuku duduk disampingku dan menarik selimut tempatku bersembunyi, “Ddonggang aegiya,
kau pikir siapa yang datang menemuimu sepagi ini?”
“Jangan bicara kepadaku...” aku mengoceh hampir tertutup oleh bantal. Aku merasakan berat tubuh
Yoona di atas badanku seraya berbaring di atasku lagi, ‘awww! Unnie! Pergi dariku!”
Itu adalah beberapa momen yang jarang hingga aku memanggilnya begitu—keika aku sangat jengkel.
Dengannya atau sangat sedih. Saat ini, aku berada dalam keduanya.
“Aigoo...” Yoona menarik tanganku untuk berdiri namun aku membiarkan rambutku menutupi wajahku,
“kami minta maaf...”
“Ya! Kenapa kau bersekongkol melakukan hal ini kepadaku?!” Aku mengomel karena aku mendengarkan
kikikan mereka.
“Selamat pagi, kesayanganku,” ibuku menyikirkan rambut dari wajahku dan meletakkan tangannya di
pipiku, “uri Seohyuni sedang memikirkan seorang pria saat ini?”
“AKU.TIDAK!”
“Aigoo... aku mendengar acaranya tadi malam dan dia mengatakan hal-hal yang baik tentang uri
Seohyun. Apakah kau dengar Yoona?”
“Aigoo, cewek-cewek ini, akhirnya berdebat tentang pacar siapa yang lebih tampan!”
“Seohyuni, Aku pikir Yong DJ ini adalah cowok yang baik, mengapa kau tidak mengundangnya ke mari
jadi setidaknya aku bisa mengenalnya.”
“Tapi mom! Ini hanya pacaran bohongan dan hanya untuk 5 hari saja...yang akan berakhir tanap kutau...”
“Tetap saja, biarkan dia datang kemari dan aku juga akan berpura-pura sebagai ibu mertuanya selama 5
hari!”
“Ottoke… aku akan jadi gila karena kalian berdua....tolong tinggalkan aku sendiri!”
~~~
Aku berjalan dengan lunglai di lapangan terbuka sekolah tanpa tujuan. Aku belum mau pulang ke rumah
karena ibuku pasti akan meributiku untuk mengajak Oppa datang dan makan dengan kami. Aku tidak
mau mencari Yoona karena dia juga pasti akan memaksaku untuk kencan ganda. Dan aku sangat capek
membaca.
Sigh.
Aku hampir terselip kakiku sendiri seraya berbalik mendapatkan dia berjalan di belakangku—tangannya
berada di kantong jaketnya.
“Oppa… bagaimana—“
“Bagaimana aku mendapatkanmu di sini?” akhirnya dia berkata seraya berjalan di sampingku dan
melihat ke sekeliling, “Aku hendak meneleponmu untuk keluar dan bertemu denganku di sini tapi aku
melihatmu jalan jadi aku mengikutimu.”
“Kau mengikutiku sejak tadi?” Aku berlari menjauh 2 inci darinya dan berjalan mundur jadi aku bisa
menatapnya sambil berbicara.
“Hmmm… tidak dalam waktu yang cukup lama, aku hanya memastikan tidak ada seorangpun yang akan
melihat kita,” dia mengedipkan mata dengan senyum mautnya.
Ini terlalu tiba-tiba sehingga aku hanya tersenyum sendiri dan berbalik ke arah yang berlawanan.
Dia berkata di belakangku jadi aku menjawab tanpa melihatnya, “ke mana?”
Dia berkata dan aku terkejut ketika tangannya memegang tanganku, menarikku dengan lembut ke
sebuah parkiran. Seketika, perutku melilit.
Aku lapar.
“Tentu…”
Aku melihat sekeliling mencoba menebak yang mana mobilnya seraya berjalan. Dan dia—memegang
tanganku. Pada awalnya, Yoona bilang aku akan merasakan sesuatu tapi aku dapat merasakan perutku
bergejolajk jadi, aku hampir normal seperti biasanya.
Dia berhenti di depan sepeda motor dan mengambil 2 helm—satu hitam dan satunya putih.
“Kita naik ini...” dia dengan bangga menepuk kursinya lalu melihat serius ke arahku ketika aku tidak
menjawabnya, “wae? Apakah kau pikir Oppa orang yang kaya?”
“Aniyo!” Aku menggelengkan kepalaku lalu menjawab, “Hany saja...” aku memikirkan sejenak tapi, oh
baiklah. “Kau tau betapa membahayakannya mengendarai sepeda motor di ketinggian?” Dia menatapku
heran jadi aku hanya tersenyum, “aniyo...kaja!”
Akhirnya, dia tertawa seraya memasukkan helm putih ke kepalaku, “okay, Seohyun-ssi, aku akan
memastikan keselamatanmu selama mengendarai motorku, okay?”
“Bagus...naiklah.”
Dan begitu aku naik dan mengetahui bagaimana berkendara dengan benda ini. Aku sangat khawatir di
mana tanganku akan kuletakkan ketakutan akan hidupku jika aku tidak berpegangan di salah satu bagian
dari punggungnya. Bahunya adalah yang paling aman.
“Siap?” Dia bertanya dan aku menjawabnya dengan gugup ‘yes’ dan mesinpun berdengung seperti
perutku.
Awalnya aku ketakutan dan meneriakkan ‘omo! Omo! Omo!’ sepanjang perjalanan dan hanya berhenti
ketika aku menyadari kalau benda ini ‘cukup ama’ hingga dia berbicara sesuatu yang tidak terdengarkan.
“YA! KJHFRU2@RHGER%KGP*EIYXC#B??!”
“APA???”
~~~
Aku melihat anak-anak yang berlarian mengelilingi taman bermain disertai orangtua mereka yang
memperhatikan mereka dengan raut kecemasan. Bebrapa pasangan menikmati makanan ringan mereka
di meja persegi yang ada di stasiun makanan di taman. Perhatianku tiba-tiba tertuju pada seorang bapak
yang mencoba mengajarkan anak perempuannua bagaimana cara bermain baseball dan aku
menemukan diriku tersenyum.
Dahulu, aku adalah anak perempuan itu, mencoba keras untuk mengayunkan bat dengan usaha
terbaikku. Aku menyingkirkan pemikiran itu ketuka aku menyadari dia melihatku dengan mata
menerawangnya jadi aku hanya tersenyum dan memakan ddukbukki ku.
“Aku terkesan,” aku bergurau dan dia mengerti maksudku, “ani... aku hanya teringat ayahku...kami
biasanya main baseball juga dan dia biasa membawaku menonton pertandingan.”
Aku menganguk, menggit bibirku tetapi tetap tersenyum, “oh tolonglah... aku sangat susah berbohong!”
“Apa maksudmu?”
“Dia meninggalkan kami... Sebetulnya, ibuku bilang kalau dia meninggalkannya, bukan saya. Tapi, apa
bedanya? Dia meninggalkan dia, dia meninggalkan aku...”
“Yeah, itulah mengapa orang lain berpikir kalau ia sudah meninggal. Tetap masih sangat sulit menerima
kenyataan itu, masih membutuhkan segenap usaha untuk terbiasa dengannya...”
“Hmmm… sebelumnya mungkin, tapi sekarang aku adalah anak ayah yang baru.” Aku menambahkan
mencoba mengubah atmosfir, “Aku tidak dapat percaya aku mengatakan semua ini
kepadamu...ngomong-ngomong aku masih membencinya.”
“Itu dapat dimengerti...” katanya dengan tenang, “apa yang membuatmu sangat membencinya?
Apa yang membuatku sangat membencinya? Itu pertanyaan yang sangat sulit kujawab karena semuanya
tertulis dalam kata pengabaian. Aku berdeham ketika menyadari dia menunggu jawabanku. “Dia pergi
bahkan tanpa mengajariku cara mengendarai sepeda...”
Aku menatap ke bawah ke piringku yang hampir kosong itu dengan penuh rasa menyesal telah
mengangkat topik ini.
Dia terdiam sejenak kemudian berdiri mengangkat lenganku dan yang bisa kulakukan hanyalah berdiri
dan mengikutinya, “ayo pergi...”
“Huh?”
“Ahhh…”
~~~
“Aku bersumpah tidak akan melepaskanmu sampai aku rasa kau bisa sendiri!”
“Kau tau aku tidak bisa!Ottoke?!”
“Coba saja!”
“Berhenti mengeluh!”
“Kau tidak!”
“Aku melakukannya!”
“Kalau begitu buktikan!” dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum , “Seohyuna, coba saja , okay?”
“Okay…” KAu menjawabnya sambil cemberut. Di luar fakta bahwa dia memegang pegangannya juga dan
aku tetap saja tidak bisa menghilangkan ketakukanku. Aku menggayung sepeda walaupun aku sangat
gugup sedangkan dia berlari mencoba menaikkan kecepatannya.
“Okay… kita sudah bagus, kau bagus. Jaga keseimbanganmu; waspada dengan remmu... aku akan
melepaskanmu pergi sekarang...pelan-pelan, okay?”
“Ohhhh… okay...”
“OOOPPPPPPPPPPPPAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
BAMMMM!
Aku panik, hanya beberapa detik sebelum akhirnya aku menyadarinya. Aku pikir dunia berguncang ketika
aku terjerembab ke tanah. Perlahan, aku mengangkat badanku dan menjauhkan kakiku dari sepeda itu.
Kemudian Oppa berlari dan memperhatikanku ketika beberapa orang berhenti dan bergerak hanya
ketika mereka melihat kami bisa mengatasinya, kurasa.
“Appeuda…” Aku meringis seraya mengangkat sikutku. Di sana ada luka membiru dengan bercak merah
di kulitku yang putih.
“Aigoo…” dia menolongku dan mendudukkanku di ujung kotak bunga. “Apakah kau baik-baik saja
sendirian di sini? Aku akan membeli sesuatu untuk diltaruh di atasnya...”
“Okay…” Aku mengangguk melawan lukaku. Tiba-tiba, bayangan itu datang kembali padaku. Terjatuh
dari ayunan dan melukaiku tanganku.Ayahku berlari lalu mengangkatku dan aku bergelut di lehernya.
Aku masih bisa merasakan baunya yang khas. Tanganku sangat sakit hari itu tapi dia berkata kalau aku
akan baik-baik saja. Dan aku baik-baik saja, untuk beberapa saat...
Aku berusaha menghapus air mata dari mataku karena aku tidak ingin dia melihatku seperti ini—aku
tidak ingin seorangpun melihatku begitu.
Mengapa aku sampai memberitahunya tentang hal itu? Tapi itu sudah terjadi, aku tidak bisa
memberitahunya untuk berpura-pura tidak mendengar apa yang sudah kuceritakan. Tapi terkadang hal
ini membantuku; sudah lama sekali sejak aku menangis. Orang-orang bilang cara terbaik adalah
menceritakan masalahmu kepada orang tak dikenal daripada ke orang terdekatmu. Walaupun ia
bukanlah sepenuhnya orang tak dikenal, beberapa hari kemudian, aku tidak akan melihatnya lagi dan dia
tidak akan terpaksa untuk tetap bersamaku.
Dia kembali beberapa menit kemudian dan memberiku kertas tisu dan sebuah pembalut luka untuk
ditaruh di lukaku.
“Kau baik-baik saja sekarang?” Kecemasan tersirat di wajahnya. “Itu pasti sangat sakit…”
“Aniyo…” Aku menggelengkan kepalaku sambil menghapus sisa air mataku, “kenchanayo, Oppa…”
Aku hampir terlonjak ketika dia menyentuh ujung hidungku. Aku mungkin terlihat konyol jadi aku
menyembunyikan wajahku di tanganku, “tolong jangan seperti itu!”
Dia berlutut di depanku dan mengobati lukaku. Ketika selesai, dia berdiri dan menawarkan tangannya,
aku pikir kita memerlukan es krim.”
Mataku nyaris terbelalak. Dia yang mengendarai sepeda tapi dengan kecepatan pelan untuk mengurangi
kepucatanku seraya mengembalikannya kembali ke tempat penyewaan.
“Aku pikir aku akan mencoba mengendarainya lagi…” Aku berkata dengan sengaja melihat ke atas tapi
aku bisa merasakan matanya menatapku.
“Tapi orang-orang bilang cara terbaik adalah mempelajari dengan cara yang susah!”
“Kau sudah cukup menggunakan ‘cara susahmu’ hari ini. Kita bisa melakukannya di hari lain.”
“Tapi—“
Malam itu aku mengobati luka kecilku, aku menggunakan earpiece ku dan memutuskan mendengarkan
siarannya melalui teleponku. Aku memutar Mozart ku di CD player cukup keras supaya ibuku mengira
aku tidak mendengarkan radio.Buka karena aku malu tentangnya, Cuma aku benci diejek karenanya.
Setelah beberapa lagu, suaranya berkata kalau dia akan membacakan pesan dari pendengarnya.
Sebuah pesan teks dari Eunsu, katanya, ‘Oppa tidak terdengar senang malam ini? Apakah sesuatu yang
buruk terjadi?’
Aigoo... oppa, eherm, Yong DJ merasa bersalah hari ini kepada pacarnya. Apakah aku oppa yang jahat?
Apakah kau mendengarkan kata-kataku?
Jantungku melompat sedikit. Alasanya adalah aku. Tapi moodnya normal ketika dia mengantarku pulang
beberapa jam yang lalu. Mungkin aku melakukan sesuatu yang salah …
‘Hyung, mengapan memainkan lagu-lagu sedih! Aku ngantuk sekarang, hyung, aku harus belajar!’
Hahahaha! Dodgebal16, miane…sebuah lagu yang ceria untukmu setelah jeda berikut ini...
Yong DJ, apa yang kau lakukan padanya? Omo! Aku sangat penasaran saat ini...
Aigoo… kalian semua sangat mengkhawatirkanku, iyakan? Maafkan aku pendengar kesayanganku, aku
tidak bisa mengatakannya di sini...
Okay, sebuah pesan yang lucu dari Ut-oi,katanya, ‘apakah kau mencoba mencuri sebuah ciuman?
Kekeke…
Dari Bdum, ‘Oppa, sangat menyakitkan bagiku mengatakannya tapi gunakan pesonamu! Dia pasti tidak
akan tahan marah kepadamu! Oppa, hwaiting!’
Dan dari, gugumalatte, ‘‘yong-ssi, tolong berhentilah khawatir! Pada akhirnya dia hanya akan mengingat
hal yang menggembirakan!Ceriahlah, Yong DJ!’
Aku mematikan teleponku. Mengapa aku merasa tidak enak, diriku? Bagaimana caranya aku
memberitahunya bahwa aku baik-baik saja? Aku bahkan tidak ingin memberitahunya kalau aku telah
mendengarkan acaranya. Mungkin besok aku hanya bisa menyemangatinya.aku tau dia akan berusaha
bermain senormalnya. Mungkin hal yang biasa untuk merasakan kalau kita menjalani suatu hubungan.
Luka ini, sekecil ini, akan bisa mengesalkan pacar sungguhanku.
Aku harusnya merasa konyol dengan pemikiranku, tapi sebenarnya, aku tidak merasa begitu.
-------------------------------------
Yoona menceritakan kembali apa yang terjadi di acaranya tadi malam. Aku mendengarkannya dan
berpura-pura tidak mengetahui hal itu.Sangat mengejutkanku mengetahui kalau luka kecil ini menjadi
hal yang besar buatnya.Mungkin dia hanya merasa bersalah karena dia yang menyarankanku untuk
mengendarai sepeda itu.
Maka, akupun mengingat kembali apa yang terjadi di taman khususnya mengapa dia pikir dia merasa
bersalah kepadaku.
“AKU MEMANG menyukainya, tidak ada alasan untuk tidak suka padanya...dia adalah orang yang baik.”
“Aigoo, jangan membantahnya. Kau bisa melihatnya sebagai seorang pacar yang potensial.”
“Aku tidak begitu!” utaraku tajam tapi dia hanya menyengir gila, “baiklah! Aku tidak akan
berargumentasi denganmu karena kau masih baru dalam hal beginian. Tapi aku tidak merasakan sesuatu
yang spesial.”
“Aku tidak merasa begitu; hal itu menjadi masalah untukmu dalam waktu yang lama.”
“Mungkin ini sudah tidak masalah lagi.” Jawabku, “ya! Hentikan menganalisa bagaimana perasaanku.
Aku sendiri bahkan tidak melakukannya! Selain itu, aku baru bertemu dengannya; ini bahkan belum
seminggu.”
“Ha! Cinta? Itu adalah kata yang besar artinya, kau tau? Dan aku bukanlah orang yang percaya akan hal-
hal beginian. Okay, fakta bahwa aku meremehkan cinta; cinta pada pandangan pertama bahkan lebih
parah darinya.”
“Aigoo, kau punya beberapa masalah!” dia tersenyum, “mengapa kau tidak jatuh cinta saja?”
Dia melilitku seperti orang gila ketika aku mencoba mendorongnya dariku, “Aku bahkan belum
merasakan efek butterfly mu!”
“Bagaimana denganmu? Kau selalu memberitahuku apa yang kau lakukan, ke mana kau pergi dengan
pacarmu. Tapi bagaimana kau tau kalau kau sedang jatuh cinta padanya?”
“Hmmm...kau tau kisahnya kan? Kami sudah saling kenal sejak SMA dan satu hari, sesuatu terjadi yang
akupun tidak mengerti. Hal yang kutau adalah aku ingin berada di sisinya. Satu hari, Aku berjalan
menghampirinya dan mengutarakan perasaanku kepadanya.”
“Yeah, kau sangat luar biasa. Tidak pernah terpikirkan olehku kau bisa benar-benar melakukannya dan
aku bahkan menarikmu pergi! Aku tidak bakalan mempunyai keberanian seperti itu!”
“Aku benar-benar ketakutan dan malu ketika dia hanya meminta diri dan meninggalkanku berdiri di
perpustakaan. Tapi suatu hari, setelah permainan basker, dia berjalan menghampiriku dan berkata,
‘biarkan aku melakukan dengan sepantasnya...”
Aku tertawa mendengar dia menirukan suaranya. Aku sudah pernah mendengar kisah ini seratus kali tapi
aku masih saja kagum dengan sinar di matanya.
“’Im Yoona, maukah kau menjadi pacarku?” kemudian dia berbaring di tempat tidurku, “itu adalah sore
terbaik dalam hidupku… dia sudah lama menyukainya dan dia hanya takut kalau aku tidak akan
menerima hatinya...hal bagus, aku yang bergerak duluan.”
“Aigooo…” Aku menyela dan menyingkirkan rambutnya dari wajahnya kemudian berbaring di
sampingnya.Kami berdua memandang ke langit-langit yang sama.
“Aku merasakan perasaan konyol ini kadang-kadang… Aku merasakan semua getaran di dalamku ketika
dia keluar entah darimana. Dan kau tau, ketika dia memberitahuku kalau dia mencintaiku, aku hanya
tidak dapat mengerti perasaan di jantungku seakan menjadi besar dan akan meledak sewaktu-waktu?”
“Kau merasa begitu?” Aku penasaran seraya berbalik padanya. Aku selalu memberitahu ibuku, dan
bahkan dia, tiga kata itu tapi itu tidak berarti memberi efek seperti yang dikatakannya.
“Yeah, itu adalah perasaan yang luar biasa,” dia tersenyum dan aku bisa mengatakan kalau dia sedang
memikirkannya, “ dan aku berharap kau pun merasakannya…”
Sejam setelahnya kami berdua sibuk membuat laporan, Yoona mengangkat sikutnya dan berbalik
kepadaku.
“Aku? Menyelesaikan pr ini…” dengan enteng aku katakan dan melanjutkan ketikanku.
“Ya, kita masih mempunyai banyak waktu untuk ini, apa rencanamu dengan pacarmu.”
“Oh itu,” aku berkumur berharap dia tidak akan meneruskan, “dia bilang dia ada di sekolah sepanjang
hari ini jadi dia tidak bisa mengajakku keluar.”
“Aku tidak tau pasti. Kelasnya sampai jam 6.” Aku berkata seakan tak peduli.
“Apa? Dan lalu dia akan memulai acaranya—oh! Dia tidak punya acara di malam minggu!”
“Aku tau…” uh-oh. Dia melototiku, “Baiklah. Aku akan memberitahumu tapi janji untuk tidak lepas
kendali, okay?”
Dia mengangkat tangannya dengan kedua bola matanya terbuka lebar yang bisa kulakukan hanyalah
menghela napas.
“Kita tidk perlu melakukannya; Aku mempunyai banyak pakaian di lemariku.” Dengan santai kujawab,
“selain itu, dia mengatakan padaku untuk tidak mengenakan gaun atau rok.”
“Masalahanya aku juga tidak mau dia membawaku ke sebuah restauran yang elegan.”
“Hmmm… tidak begitu!Tetap saja kita perlu pergi berbelanja dan membelikanmu sesuatu yang seksi!!!
Dan melakukan sedikit make-over, tentunya!!”
Yoona selalu saja lebih kuat fisiknya dariku jadinya aku ditariknya masuk ke mall. Ibuku tidak
membantuku sama sekali bahkan dia dengan senang hati memberikan kartu kreditnya. Aku masih
bergerumul seraya dia memperhatikan baju-baju dari toko ke toko dan mengambil teleponnya di
perhentan ketiga kami.
Telingaku sentak memanas dan daguku terjatuh. Dia bisa saja tidak melakukan apa yang baru saja dia
lakukan!Aku berusaha meraih teleponnya tapi dia mengahalangiku dengan tangannya yang bebas dan
menyengir.
“Beraninya kau?” Aku menggerakkan bibirku dengan jengkel dan menyerah ketika dia mengakhiri
telepon itu dengan senyum, “Yoona! Mengapa kau terus-menerus melakukan hal ini kepadaku?!”
“Aish! Hentikan sampai di sini,” dia menyingkirkan rambutnya dan menampakkan tanduk setannya.
“Baiklah, Oppa—Oppamu bilang dia pasti akan membawamu ke restauran yang elegan. Dan karena kau
tidak bisa mengenakan gaun, kau akan mengenakan ini!”
Dia menyerahkan sepasang denim hitam ke wajahku dan aku menggelengkan kepala, “Aku mempunyai
banyak celana!”
“Tapi kau perlu yang satu ini…” dia membantah dan membayangkanku, “Kita tidak mau membuatmu
terlalu seperti boneka dan kau pasti akan menakutinya dengan tatapan tajammu. Jangan khawatir,
teman tersayangku, kau akan berterima kasih kepadaku setelahnya!”
“Hanya memastikannya...”
Aku melihat diriku sendiri di cermin. Celana ketat jins yang nyaman di luar kenyataan bahwa itu
sangatlah, yeah...terlalu ketat. Vest hitam manik serasi dengan atasan putihku yang sederhana di
dalamnya dilengkapi dengan kalung chunky, dari koleksi Yoona, menmperindah kesederhanaanku.
Sudah sepantasnya, aku harus berterima kasih padanya.
Dan sesuatu yang perlu kuberterima kasih padanya adalah dia membiarkan rambutku terurai dan hanya
menyarankan padaku untuk mengenakan beanieku yang hitam. Sendal hak tinggi terlalu memaksa tapi
aku tidak mau menambah kericuannya karena ia terlihat asyik menghiasi boneka besar yang adalah aku.
“Gyaaaa…”
Dia tersenyum dengan dua jempolnya diacungkan ketika kita berdua melihat ke cermin.
“Terima kasih untuk tidak berlebihan padaku.” Aku berkata dengan sedikit nyengir.
“Ini adalah kencan pertamamu. Yang bahkan lebih besar dari acara prom ninght.”
Dia memutar matanya. “Karena semua orang tau kau tidak akan menghadirinya.”
~~~
Dia bersandar di mobil putih di luar gedung apartemenku.Dia terlihat seperti ada hari pertama dia
menjemputku di sekolah. Aku melambai ketika dia melihatku dan menunjuk pada sepeda motornya yang
terparkir di seberang dua mobil di mana dia berada.
“Kupikir Oppa bawa mobil malam ini,” Aku cengir menunjuk pada kendaraan putih di belakangnya.
Dia menertawaiku dan memijat belakang lehernya, “Kau masih belum bisa mengenyahkan pikiran
tentang betapa berbahayanya mengendarai sepeda motor. “Mungkin…” kami berjalan ke kendaraan
kami.
Aku mengangkat tanganku dan memperlihatkan sikutku padanya, “Sudah baik sekarang, warnanya sudah
kembali normal. Terima kasih. Kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkan mengenai luka kecil ini, ini tidak
akan membunuhku...” aku melanjutkan mengingat sentimentalnya di radio.
“Tidak ada yang bisa kulakukan, selain itu aku yang membawamu ke sana dan aku menyesal
membuatmu mengingat semua masalah yang melukaimu dulu,”
“Oh itu... tidak apa-apa, mungkin aku sekali-sekali membutuhkannya. Uhm... maafkan atas telepon dari
Yoona sore tadi. Dia adalah tipe yang cerewet.”
“Tidak apa-apa, aku menghargainya karena dia memperhatikan dan sangat mengkhawatirkanmu.”
“Yeah… sebuah kebiasaan yang buruk…” Aku menyengir ketika dia meletakkan helm ke kepalaku.
Terkadang, aku senang kalau dia melakukannya.
“Hmmm… jika kau mempunyai kebiasaan seperti itu, aku, sendiri, tidak akan pernah ingin menjauh
darimu.” Dia berkata sambil meletakkan tangannya di pundakku sejenak sebelum melepaskannya.
Aku terdiam, tidak tau harus menjawab apa, “itulah yang harusnya seorang pacar katakan, kan?”
Dia tertawa keras lagi dan mengetuk helmku main-main, “ye, itu yang harus dikatakan seorang pacar.
Dan dia juga mestinya mengatakan, ‘kau sangat cantik’ kalau perlu.”
Aku menelengkan kepalaku ke samping dan melihatnya lebih dekat. Pria betul-betul pintar berkata-kata!
“Hmmm… itu snagat keren… sekarang aku mengerti mengapa mereka menyebutmu ‘dj yang keren’ …”
“Bukankah sekarang ini sudah terlambat untuk mengakuinya?” katanya sambil berkedip setelah
ketawanya berhenti.
Tidak diragukan lagi kalau restauran itu elegan. Aku merasa sedikit aneh karena aku merasa salah
kostum dibandingkan cewek-cewek lainnya yang ada di sini. Sebetulnya, kami berdua begitu karena dia
hanya mengenakan celana denim, sebuah kaos bergambar dan luaran abu-abu. Lebih seperti bintang
rock.
Kami dibawa ke meja kami dan aku memintanya untuk memesankanku makanan. Aku tidak sanggup
melihat menunya ketika tiba-tiba dia bertanya pada pelayannya.
Diluar dugaan, aku melihatnya hanya untuk melihat matanya apakah dia hanya mengejekku jadi aku
melihat ke bawah lalu mengomel. “apakah dia tau?”
“Hmmm… tidak ada…” Aku menggigit lidahku. Mengapa aku tidak bisa menghentikan mengeluarkan
pemikiranku keras-keras?
Yeah, betul. Dia mengejekku. Aku bukan guguma latte! Aku ingin mengatakannya tapi itu hanya
memperburuk.Aku merasa konyol.
Setelah pesanan kami dicatat dan isu tentang guguma-latte dikesampingkan, kami kembali ke mode
diam. Seperti pada hari pertama kami bertemu. Aku tidak mau menjadi yang pertama yang memulai
pembicaraan karena aku sebetulnya tidak tau apa yang harus kukatakan. Dan akhirnya, kami duduk di
sana layaknya kompetisi saling menatap.
Hingga…
“Hmmm… Oppa…”
“Aniyo…”
“Aku hanya bercanda… yeah, sepertinya sangat cepat. Tapi aku pikir aku sudah melakukan semua
rencana kita Maafkan aku karena aku tidak memikirkan hal tersebut. Mungkin kita bisa melakukan hal
yang kau sukai.”
“Hmmm…” Aku mengangguk menghilangkan panas di pipiku sambil mendesah, “Tidak apa-apa sejak aku
tidak tau apa yang harus dilakukan…”
Aku mengangguk.
Ada kesan keseriusan yang tersirat dari tatapannya sehingga aku hanya mengangguk, “Apa itu?
Beritahu ...aku...permohonanmu?”
Dia tersenyum lalu berdeham. Aku bisa merasakan kalau dia sedang bercanda tentangku lagi jadi aku
sedikit melototinya dan melembut ketika dia tersenyum.
“Ne?”
Jantungku berdebar kencang di dadaku dan aku bisa mengatakan kalau pipiku memerah ketika kata-
katanya merasuk ke pikiranku. Itu adalah permintaanya dan aku rasa itu adalah hal yang normal untuk
dilakukan jadi aku perlahan mengangkat tanganku dan meletakkannya di atas meja. Aku hanya berharap
aku tidak terlalu gemetar.
Layaknya sebuah petunjuk, dia mengangkat tangannya dan dengan lembut meletakkannya di bawah
tanganku. Sepertinya waktu terhenti ketika telapak tangannya bertemu dengan punggung tanganku dan
angin bertiup ke belakang leherku. Matanya terpana pada wajahku tapi aku tidak keberatan melihat
padanya karena itu akan pasti mengacaukan ketenanganku—itu suatu loncatan, sepertinya.
“Kau baik-baik saja?” Dia dengan jelas bertanya karena terpukau dengan warna wajahku.
Apakah aku baik-baik saja?! “Kurasa,” Aku menganggu , “tapi ini sangat aneh… dan tidak nyaman.”
“Okay…” dia memindahkan telapaknya dari tanganku tetapi melanjutkan, “letakkan tanganmu di bawah
meja.”
Tidak pasti, tapi aku melakukan apa yang dia katakan sampai kurasa tangannya menggenggam tanganku.
Awalnya dia memegang pergelangan tanganku dan perlahan meluncur ke telapak tanganku hingga dia
memegangnya dengan lembut. Walaupun, rasanya lebih baik tapi itu hanya menambah intensitas
berdirinya bulu kudukku. Aku menutup mataku sejenak mencoba mengingat perasaan yang kurasakan
saat ini. Aku hanya mengenal pria ini selama 4 hari. Tapi …
“Aniyo…” Aku berhasil berbohong kemudian dia menganggukkan kepalanya terus-menerus sambil
melihat padaku seakan ingin mempelajariku.
“Yes?”
~~~
Terima kasih, dia berhenti melakukan hal tersebut yang akan mengacaukan kesadaranku akan makan
malam ini. Dia menceritakan tentang pekerjaannya da kehidupan sekolahnya. Kuputuskan untuk menjadi
pendengar yang baik dibanding membeberkan cerita kehidupanku.
Aku menandai bagaimana dia bisa berbicara dengan sangat baik tentang ayah tirinya sehingga aku ikut
angkat bicara, “sepertinya kau sangat dekat dengan ayahmu...”
“Aku tidak pernah mengenal ayah kandungku karena dia meninggal ketika aku masih bayi dan ayah tiriku
lah yang mengasuhku sejak ibuku meninggal --”
“Yeah, dia meninggal kira-kira setelah tiga tahun ia menikahi ayahku yang sekarang..”
“Tidak, itu baik-baik saja... dia menikah lagi ketika aku berumur 10 tahun jadi itu sudah sangat lama...”
“Kau akan?” aku bertanya meikirkan kalau kita hanya punya sehari lagi saja. Dia kelihatan tenang
mendiskusikan hal-hal itu sambil dia meneruskan makannya.
“Yeah, tentu saja...” dia berhenti mengunyah melihat lurus kepadaku lalu melihat ke bawah lagi, “oh...
aku lupa...”
“Maafkan aku karena tidak mengundangmu ke rumah kami tapi ibuku ingin bertemu denganmu juga.”
“Yes, bahkan sebelum aku bertemu denganmu. Yoona dan aku memberitahunya tentangmu.”
“Ani... Aku punya seorang saudara perempuan—kakak perempuan. Tapi dia bekerja di Amerika Serikat.”
“Oh...”
“Kau harus bertemu dengannya juga, dia pasti akan suka padamu,” dia menyengir, “dia selalu
memberitahukan kalau dia ingin seorang adik perempuan bukannya seorang adik laki-laki yang
menyebalkan.”
“Yeah...”
“Oh...”
“Ahhh maaf... anak-ayah, ayah kandung kami tapi dia juga dekat dengan ayah tiri kami.”
“Ahhh...”
“Aku punya satu...” Aku tersenyum bangga, “Yoona, dia adalah kembaran setanku...”
“Benar? Mengapa?”
“Kami sudah punya cukup masalah pada divisi pria jadi tidak ada lagi untuknya...”
“Cukup masalah pria? Seohyun kedengarannya seperti berada di klub pembenci pria.”
“Yeah...kamu masih muda... tapi tidak apa-apa untuk punya pacar di usiamu saat ini …”
Terkadang, aku tidak menyukai topiknya. “aku menyukai makanan di sini...sangat enak!”
Sejam kemudian, kami memutuskan pulang dan bertemu esok hari untuk perpisahan kami. Memikirkan
hal itu membuatku merasa sesuatu yang tidak enak.
“Ne?”
Aku tidak mengatakan apa-apa lagi dan hanya berjalan diam-diam menuju tempat parkir, Mungkin aku
terbiasa menunggu helmku diletakkan di kepalaku itulah mengapa aku berdiri seketika dia menaiki
sepeda motornya. Dia berbalik kepadaku ketika dia menyadari aku tidak bergerak.
Dia tertawa dan mengangguk, “yeah, tapi jangan khawatir aku tidak akan balap. Kau akan lihat, lebih baik
tanpanya.”
Aku naik dan berpegang pada pundaknya lagi walaupun aku masih risi. Benar katanya, dia benar-benar
menjalankannya sangat pelan sehingga aku bisa merasakan ayunan angin berhembus menyium wajahku.
Aku tersenyum sendiri, menyambut perasaan itu terlepas dari semua kepenatan yang kurasakan yang
berada pada hubungan yang tiba-tiba dengan seorang yang asing.
Kami berkendara melewati kesunyian malam yang hanya terdengar deru mesin dan beberapa mobil yang
menemani kami. Aku menengadah ke lautan bintang-bintang dan berterima kasih kepada surga atas
kesempatan indah ini. Aku akan memintanya melanjutkan laju terus dan mengikuti jalan yang tak ada
habisnya itu tetapi dia berhenti di sebuah taman dengan lokasi yang sempurna di mana kita bisa melihat
kagum pada Jembatan Banpo. Dia duduk di rumput sementara aku tetap berdiri diam sejenak sampai
akhirnya memutuskan baik tidknya mengikutinya sambil menjaga jarak yang bagus di antara kami.
Tidak satupun dari kami yang berbicara, terlalu takut untuk merusak komunikasi diam yang indah itu.
Tapi, aku ingin menanyakan apakah aku sudah melakukan pekerjaanku sebagai pacarnya dengan baik
atau apakah aku bisa lolos sebagai pacarnya. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya.
Aku ingin tau apa yang sebenarnya dipikirkannya ketika duduk di sana memeluk lututnya sambil
menerawang jauh ke depan. Aku ingin tau mengapa dia ingin memegang tanganku di restauran tadi. Aku
ingin tau jika dia tau kalau aku guguma latte. Aku ingin tau mengapa dia melakukan semua ini. Aku ingin
tau apakah dia merasakan yang beda darI yang kurasakan. Kita bisa saja berlaku ke semua orang seperti
sepasang kekasih. Mengapa dia harus bertahan padanya?
Mengapa juga aku bertahan padanya? Aku punya banyak pertanyaan tapi tidak berani kutanyakan. Aku
tidak ingin kelihatan bodoh. Aku tidak ingin dia salah membacaku.
Aku merenggangkan kakiku ke depan dan melihat jauh ke akhir penglihatanku. Sudah lewat jam 9.
Sebentar lagi adalah hari ke lima kami. Hari kelimaku bersama pacar bohonganku.Hari ke lima bersama
pacar pertamaku.
Aku merasa seperti Cinderella. Hanya saja aku diberika lima hari untuk berubah menjadi seseorang yang
tidak pernah kubayangkan aku bisa seperti itu. Dan setelah lima hari aku akan kembali menjadi gadis
yang sama lagi sebelum sihir peri itu jatuh ke kepalaku.
Kami tinggal setengah jam kemudian sampai aku memberitahunya kalau aku sudah kedingan lalu dia
mengantarku pulang ke rumah.
Itu terasa seperti perjalanan tersingkatku pulang ke rumah seraya menyerahkan helm kepadanya dan
sedikit membungkuk kepadanya., “terima kasih. Aku menikmatinya.”
“Oppa, kau sangat pendiam di taman tadi,” Akhirnya aku mengatakannya, “ Maafkan aku... tapi apakah
ada sesuatu yang menganggumu?”
“Oh tidak, tidak ada apa-apa...” dia tersenyum lemah, “jadi aku akan menemuimu besok?”
“Yeah... besok...”
Besok.
Dia mendesakku masuk ke dalam gedung sebelum dia pergi tapi aku tinggal di belakang pintu
memandang kepergiannya melalui dinding kaca. Ini adalah kencan pertamaku. Aku tersenyum kepada
diriku dan meletakkan telapak tanganku di dadaku. Ini tidak normal, ini tidak berubah ke normal kembali
sejak dia memegang tanganku.
Namun pikiran tentang hari esok membuatku sangat sedih. Ini seperti berpisah dengan teman lamaku
lagi. Walaupun ini hanya lima hari, tetapi situasi kita dan apa yang sudah kita lewatkan bersama
belakangan ini membuatku merasa aku telah mengenalnya lama sekali. Aku menyesal ini akan segera
berakhir.
Dan malam itu, tiba-tiba saja aku merasa rindu mendengarkan radio dan aku tidak bisa tidur. Aku
berbaring di tempat tidur memandang ke langit-langit kosong untuk memikirkan sesuatu yang tidak ada
hubungan dengannya. Tapi tiba-tiba saja teleponku berdering.
“Yoboseyo?”
“Aniyo… waeyo…”
“Tidak ada apa-apa… ini hanyalah hal yang normal dilakukan oleh seorang pacar…”
“Dan?”
“Untuk memastikan, dia adalah orang terakhir yang didengarkannya sebelum tidur …”
“Ahhh… n-ne…”
Di sini di sisiku
Aku tidak bisa mengenyahkanmu dari pikiranku dan mengapa aku bahkan tidak mencobanya?
Bahkan ketika aku menutup mataku aku bermimpi tentangmu setiap saat
-----------------------------------------------------
Aku duduk tegap mencoba fokus pada buku yang telah kubaca selama beberapa menit ini.Aku sangat
benci menjadi tidak bisa berkonsentrasi sepagi ini dan aku bahkan mandi hanya untuk mengenyahkan
rasa ketidaknyamananku yang semuanya gagal. Aku mencoba berkonsentrasi tentang malam tadi dan
memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya.
Itu tidak berarti apa-apa bukan? Itu hanya sesuatu yang mungkin saja ingin dilakukannya pada pacarnya .
Mungkin dia hanya terlalu menginginkan seorang pacar jadi dia melakukannya. Selain itu, kami sepakat
melakukan apa yang pasangan lakukan dan berpegangan tangan adalah salah satu di antaranya jadi
sebenarnya itu tidaklah berarti apa-apa.
Sigh.
Aku menutup bukuku dan meletakkannya di sampingku. Malam tadi adalah salah satu malam terindah
yang pernah kualami. Bukan karena apanya, tetapi cuacanya sangat sempurna dan langit malam itu
sangat jelas. Aku selalu ingin pergi melihat bintang, dan dia memberikanku momen yang tepat untuk
hanya duduk di sana, menatap langit, menikmati udara malam dan merasakan dunia sekitarku.
Sejauh ini, aku selalu terpuaskan dengan apa yang kualami. Dia hanya menemaniku di saat itu di mana
tidak pernah terpikirkan olehku untuk melakukannya bersama orang lain. Mungkin misinya berhasil.
Empat hari sudah berhasil.
Sigh.
Senin nanti semuanya akan kembali seperti biasa. Tidak ada lagi dia yang mencariku sepulang sekolah.
Tidak ada lagi acara tak terduga untuk kulewati. Tidak lagi mendengarkan acara radio itu. Tidak ada lagi
guguma latte...
Sigh.
Pikiran sepanjang keretaku itu terpotong oleh dering teleponku. Yoona lagi.
“Ini masih pagi, aku sedang tidak mood untuk menghadapi ke--”
Dia tertawa di ujung seberang, “Seohyun, kedengarannya sedang tidak dalam mood yang bagus pagi
ini...”
“Aniyo...” oh! Ini memalukan! “Itu karena dia selalu menggangguku tanpa sebab di pagi hari...”
“Oh tidak,” cengirku, bersandar nyaman di tempat tidurku memikirkan mana yang sebaiknya kupilih,
bicara padanya di telepon atau sebaliknya. “Kau bukan Yoona.”
“Ne?”
“Aku di tempat parkir mobil tepat di depan rumahmu. Bisakah kau keluar? Maafkan aku kalau aku terlalu
pagi …”
Ottoke?!
“Tidak apa-apa. Bisakah kau memberiku beberapa menit sebelum aku turun ke bawah?”
“Oh, okay... terima kasih...” aku terdiam di tempat sejenak setelah menerima telepon mencoba
memikirkan apa yang akan kukenakan. Oh Tuhanku! Aku berdiri dan berjalan ke lemariku, sejak kapan
aku memedulikan apa yang akan kukenakan?
Kuputuskan untuk mengenakan celana denim selutut dan tanktop merah muda. Aku mengikat setengah
rambutku menjadi ikat kuda dan memakai pemerah pipi. Setelah mengenakan blush on berwarna muda
dan lip gloss, aku mengambil tasku dan memasukkan teleponku di dalamnya.
“Seo Ju Hyun,” dia melihatku dari dapur dengan sebuah spatula di tangannya, “kelihatannya punya
seorang pacar bukanlah hal yang baik...”
“Oh jangan lakukan itu! Jangan memberikan tatapan itu padaku!” dia mendorongku pelan, “kau pulang
telat tadi malam dan kau keluar pagi-pagi sekali? DI hari minggu?”
“Aku tidak akn lama, aku janji...” aku memohon padanya, “selain itu, ini adalah hari ke lima, aku hanya
akan menyelesaikannya dan mengakhir dengan...”
“Tentu!” gumamku, “jadi aku bisa pergi sekarang? Selain itu, dia menungguku di luar…” oopps, tidak
seharusnya kukatakan itu.
“Benar?” dia terlihat terkejut lalu melanjutkan, “aku akan membiarkanmu pergi jika kau mengundangnya
sarapan karena kau juga belum makan.”
“Mom!!!!”
“Kalau begitu kembali ke kamarmu! Jangan karena kau sudah kuliah sekarang, kau tidak mau
mendengarkan ibumu lagi!”
Kuputar mataku. Dia kadang bisa menjadi ratu drama, “Sudah kubilang hentikan nonton drama TV yang
cengeng itu...”
“Seohyun, jangan menguji keberuntunganmu terlalu dalam. Aku hanya bercanda denganmu...”
pelototnya sehingga aku hanya mengangguk.
“Okay, baik... aku akan mengajaknya ke sini tapi tolong, Mom, jangan baerakting berlebihan, dia akan
menjadi mantan pacarku besok.” Aku mencium pipinya lalu berlari keluar menemui yang kelak akan
menjadi mantan pacarku.
Aku berlari kencang karena aku benci perasaan membuat orang menungguku. Aku mendorong pintu dan
menemukannya duduk di rel besi di sisi sebelah jalan. Dia melambai dengan senyum kecil.
Tanpa sepengetahuanku aku berhenti bernapas saat melihatnya di sana dengan celana jins dan jaket
tebalnya. Dia kelihatan sangat kelelahan seraya dia turun dari tempat duduknya dan meletakkan
tangannya di dalam kantongnya. Aku menyeberangi jalan tanpa melepaskan tatapanku padanya karena
aku merasakan sesuatu perasaan dari sorotan matanya; dia kelihatan lelah—hampir pingsan.
“Selamat pagi...”
“Selamat pagi...” Jawabku dan tertawa ketika dia berusaha memberikan suatu tawa, “waeyo?”
“Tidak ada apa-apa…” dia membersihkan tenggorokannya, “Aku hanya senang melihatmu…”
“Kamsahamnida…” Aku hanya berhasil mengangguk dan dia tertawa. Mengapa aku mengatakannya?
“Chincha?” matanya membesar seakan tak percaya dengan apa yang kukatakan, “aku akan menemui
ibumu?”
“Tentu saja!”
“Kau yakin?” karena aku tidak. Aku tidak mengeluarkan kalimat terakhirku tapi itu sudah cukup
membuatya tertawa.
“Yes, aku akan sangat senang bertemu dengannya,” ucapnya dengan tegas. Uh-oh.
~~~
Ibu selalu tersenyum sejak aku memperkenalkannya kepadanya. Aku melihatnya dengan tatapan penuh
maaf ketika dia mulai membanjirinya dengan terlalu banyak pertanyaan di saat yang bersamaan. Ibuku
selalu begitu kalau dia sedang senang. Beberapa orang mengatakan aku lebih banyak menyerupai sisi
ayahku karena aku lebih tenang. Aku tidak tau pasti.
“Jadi Yong Hwa-ssi, Aku harap Seohyun ku tidak memberimu waktu yang sulit.”
“Oh... jadi apa rencanamu sekarang? Maksudku, apakah kalian berdua akan merealisasikannya?”
“Umma!”
“De?”
Kami melontarkannya bersamaan. Ibuku, benar-benar... “aku minta maaf tapi dia suak bercanda...”
“Ahhh... yeah...”
Dia berhasil mendesah tapi penuh dengan keringat jadi aku melototi ibuku secara diam-diam.
“Ngomong-ngomong, jika kau memutuskan kalau kau ingin menjadi pacar anakku sebaiknya kau lakukan
dengan lebih sopan.”
“Ibu, tolonglah!” Sergahku melihatnya terintimidasi denagn apa yang dikatakan ibuku, “kami hanya
melakukannya untuk kontes radio. Selain itu, aku yakin aku bukanlah tipe idealnya Oppa.”
“Benar?” dia menjatuhkan sumpitnya dan menunggunya menjawab lalu melototiku ketika aku ingin
menjawabnya lagi.
“Aku tidak punya seorangpun, Ma'am.”
“Oh! Persis seperti Seohyun! Kalian sangat serasi satu sama lainll!” dia menepuk tangannya.
Semua yan bisa kulakukan adalah mendesah keras sehingga Yong Hwa Oppa berbalik padaku dengan
tatapan maaf karena dia dapat merasakan bagaimana terdesaknya aku. Kami duduk berdampingan
sementara ibuku duduk di seberang meja jadi kami berdua merasa terintimidasi oleh komentar-
komentar cermat dari ibuku. Akhirnya, dia permisi pergi mengambil obatnya, jadi aku berbalik padanya,
“Maafkan aku, dia terlalu senang bisa bertemu denganmu...”
“Jadi aku sudah ditandai,” tawanya seraya kami melanjutkan berbisik, “tapi dia sangat baik dan
masakanya juga enak...”
“Benar?”
Anggukku ketika melihat ibuku berjalan kembali ke dapur. Lalu, dia berdiri berterima kasih kepadanya
atas sarapannya yang lezat dan tentu saja dia sangat senang. Dia permisi lagi ke dapur ketika aku dan
Oppa membersihkan meja. Aku mengambil perkakas makan darinya dan memintanya menungguku di
ruang tamu..
Ibuku masih diam walaupun dia tau aku berada di dapur jadi aku bersandar pada wastafel seraya
melihatnya mengeringkan perkakas makan itu.
“Jadi?”
“Huh? Apakah itu menjadi masalah Seohyuni? Kau bilang kalian akan berpisah hari ini. Jangan bilang
padaku…”
“Aniyo! Hanya saja kau berkelakuan sangat aneh tidak memberikan pendapatmu tentangnya.”
“Ahhh… dia kelihatan seperti pria yang baik dan orang yang baik dan aku lega dan memberinya
kepercayaanku padanya jika dia ingin menjadi pacarmu yang sesungguhnya.”
“Umma!” Sergahku.
“Tapi itu bukanlah sesuatu yang ingin kau dengar?” senyumnya, “serius, aku pikir dia okay. Aku tidak tau
Ju Hyun, kayaknya ada sesuatu yang membuatku merasa tidak nyaman dekat dengannya.”
“Aigoo, kau dan instingmu lagi mom,” aku memeluknya dari belakang, “jangan khawatir.”
“Yes, aku pikir aku sedang cemas saat ini,” katanya seraya meletakkan tangannya di pantatku dan
memukulnya ringan, “mungkin ini adalah permulaan di mana aku akan mulai kehilanganmu kepada
seorang pria.”
“Eh... jangan bilang begitu!” Aku menyoleknya pelan untuk melihat padaku, “jangan khawatir. Selalu
hanya ada kita dan aku akan selalu di sisimu. Apapun yang terjadi, aku akan di sisimu, mom.”
“Mom, itu seperti saja aku dan Oppa pacaran betulan. Jangan cemas, kami tidak. Dan kupikir aku belum
siap dengan hal-hal beginian saat ini.”
“Ani...” dia melepaskan sarung tangannya dan meletakkan telapak tangannya di pipiku, “tapi jika akan.
Aku ingin kau camkan in: jangan pernah takut pada cinta. Tidak semua kisah cinta berakhir seperti
kisahku dan Appa...”
“Okay...” Aku hanya mengangguk karena aku tidak ingin membahasnya lebih lanjut.
~~~
Kami berjalan sepanjang taman beberapa menit kemudian setelah mengucapkan selamat tinggal pada
ibuku. Dia masih saja menyuruh kalau Oppa harus datang sekali lagi jadi dia bisa mempersiapkan makan
yang lebih baik untuk ‘menantu’nya. Aku merasa jengkel tapi mereka berdua hanya menertawakanku.
“Kita akan berkendara lagi?” Kataku menantikan apa yang kita lakukan di sini. Dia berjanji padaku untuk
mengendarainya sekali lagi.
“Kau adalah orang yang tidak sabaran, ya kan?” katanya mengusapkan sebuah jarinya ke pipiku.
Mungkin aku sudah terlalu banyak membaca khususnya getaran yang kurasakan karena ia kelihatan
tenang-tenang saja. Gerakan sederhana itu adalaha salah satu hal yang pastinya akan kurindukan.
“Hyung! Hyung!”
Seorang anak laki-laki meluncur ke arah kami dengan raut wajah yang jengjkel.
“Chang Ahn,” dia mengusap rambut anak itu ketikadia menghampiri kami.
“Hyung! Kau bilang kau tidak akan lama! Aku masih perlu pergi latihan sepakbola!” komplainnya lagi lalu
berbalik kepadaku, “oh, dia adalah pacarmu? Aish, itulah mengapa kau sangat lama kembali.”
“Ya! Jangan gunakan nada itu kepadanya, dia lebih tua darimu...” marahnya dengan tenang kepada anak
itu.
AKu tertawa sendiri ketika anak laki-laki itu membungkuk kepadaku sambil menggumamkan maafnya.
“Itu tidak apa-apa...” Senyumku dan melihat ke Oppa mengisyaratkan padanya untuk membiarkannya.
Anak laki-laki itu berlari setelah dia menyerahkan padaku sejumlah uang lalu aku berbalik padanya
menanyakan apa ini semua tapi di hanya tersenyum padaku memperlihatkan bibirnya.
“Katamu kau ingin mempelajarinya jadi kuputuskan...” katanya seraya kami melewati pohon-pohon di
kedua sisi yang daunnya perlahan tumbuh mekar kembali setelah musim dingin, “untuk--”
Tapi, aku yakin mata itu menyatakan sesuatu padaku. Terkadang, aku tidak bisa mengerti mengapa dia
melakukannya seperti itu. Seperti dia menyimpan rahasia dariku sebagaimana kelihatannya. Itu sangat
menjengkelkan, dan membuatku berharap kalau dia akan memberitahukan apa saja yang ingin
dikatakannya.
“Apa?” Gumamku pelan karena aku sudah sangat jenkel tapi dia hanya terbatuk main-main dan
mengatupkan bibirnya. Akhirnya, aku menyadari kedua sepeda itu—satu biru dan satu pink dan terdapat
warna putih di bawah badannya.
“Itu adalah kendaraan kita...” katanya seraya aku mendekat. “Kau menyukainya?”
“Ini adalah...???”
“Itu punyamu...”
“Kau membelikanku sepeda?” mungkin aku kelihatan konyol karena aku benar-benar kaget. Itu sangat
cantik! Hatiku terenyuh melihat warna permen kapas pada sepeda itu dan apa yang paling menarik
perhatianku adalah bunga azalea putih, pink dan merah yang terletak di keranjang depannya. Tapi
sesuatu membuatku merasa tidak enak, “kau tidak perlu melakukannya. Maksudku, Aku bahkan belum
bisa mengendarainya...”
“Itulah mengapa aku membelikanmu jadi kau bisa mempelajarinya,” balasnya, “jadi bersiap untuk
pelajaran bersepedamu?”
Anggukku masih dalam keadaan terkejut dan malu juga karena aku tidak punya apaun untuk diberikan
padanya di hari terakhir kami. Mengapa aku tidak memikirkan tentang ini? “Maaf, Aku tidak punya apa-
apa unutkmu...”
“Itu tidak apa-apa...” dia melebarkan bibirnya membentuk sebuah cengiran yang besar, “jika aku
memberikanmu sesuatu, itu tidak berarti aku menginginkan sesuatu darimu sebagi balasannya. Terima
saja ini...”
“Okay,”Anggukku tapi aku tetap merasa tidak enak dengannya. Aku bisa membelikannya sesuatu atau
bahkan membuatkannya kue. Tiba-tiba, dengan waktu yang terbatas kami, aku ingin melakukan banyak
hal untuknya.
Aku benar-benar merasa bahagia mempunyai sepedaku sendiri. Itu adalah impianku waktu kecil yang
sudah kuenyahkan sejak waktu yang lama. Tapi sekarang, aku merasa seperti tujuh tahun lagi.
“Oppa, gomawoyo...” Ucapku pelan seraya melanjutkan inspeksiku pada posesi baruku, “aku tidak
pernah berpikir kalau aku akan mempunyai sebuah sepeda dan bahkan pikiran tentang mengendarainya
pun sudah mustahil.”
Anak laki-laki itu, aku sudah tau, adalah anak yang dia titipkan sepeda-sepeda ini padanya ketika dia
pergi menjemputku. Dia kembali menjadi guruku yang sabar. Aku tau aku tidak bisa mempelajarinya
dengan cepat dan itu akan makan waktu dan hari. Pemikiran ini membuatku merasa tidak nyaman
kembali jadi aku menatapnya ketika dia memegang pegangan sepeda dengan kedua tangannya. Kupikir,
di bawah sadel. “Oppa, ini adalah perjalan perpisahan kita, kan?”
Dia mengangguk, “yeah, tapi kau harus berjanji padaku kalau kau akan belajar bagaimana mengendarai
sepeda ini walaupun tanpa bantuanku...dengan dirimu sendiri.”
“Aku akan,” kataku dan mengangkat tanganku untuk janji kelingking yang mana diambilnya, “mungkin
kita bisa bertemu tidak sengaja di taman ini.”
“Yeah, mungkin...”
~~~
“Ibumu sangat keren” komentarnya seraya kami beristirahat di salah bangku taman. Ini sudah lewat jam
makan siang jadi dia memutuskan kalau aku sudah melakukannya dengan baik. Akupun sendiri terkejut
dengan kemampuanku sendiri di mana aku sudah bisa menjaga keseimbanganku walaupun beberapa kali
aku akan goyah dan dia akan berlari kepadaku dan memegang sepedanya. Kami mapir ke sebuah
restauran yang terbuka di mana makanan yang mereka jual dan pelanggan bisa menggunakan meja
piknik yang terletak di sekeliling taman.
“Yeah, itulah dia. Itulah mengapa dia bisa bergaul baik dengan Yoona.”
“Dengan Yoona?”
“Terkadang itu membuatku heran apakah dia ibuku atau aku yang...”
“Dan aku mengaguminya untuk itu. Jika tidak, aku pikir dia akan menjadi gila setelahnya, kau sudah
tau...” gumamku seraya memainkan makananku.
“Uh Oppa? Jangan katakan kau punya sesuatu padanya! Candaku dan dia tertawa terbahak-bahak
“Tidak, Aku hanya bercanda… dia sangat keren kan? Tapi dia bisa memberiku sakit kepala banyak kali
karena dia mengharapkanku untuk menjadi lebih normal di usiaku, seseorang seperti Unnie. Suatu hari
ketika kami menonton acara TV dan dia berkata, ‘Seohyuni, lihat lengan lelaki itu. Jika kau mendapatkan
seorang pacar pastikan dia mempunyai otot bisep itu...’” Tawaku lalu berbalik melihatnay hanya untuk
melihatnya memperhatikan lengannya dnegan serius, “Oppa? Apa yang kau lakukan?”
“Aku?” dia melihatku layaknya anak laki-laki berusia 6 tahun jadi aku hanya mengangguk dan dia
tersenyum, “kesampingkan gurauan, mungkin ibumu hanya ingin kau pada akhirnya bersama dengan
sosok pahlawan yang akan menjagamu.”
“Kalau begitu Seohyun menginginkan seseorang yang seperti pangeran?” tanyanya sambil melihat lurus
padaku sehingga aku harus melihat ke arah lain.
“Hmmm… memikirkannya saat ini. Bukan juga seorang pangeran. Jika aku punya seorang pacar aku
hanya ingin dia menjadi orang biasa.” Kataku dengan senyuman. Itu adalah pemikiran yang indah
setidaknya, “aku tidak perlu seorang pahlawan atau seorang pangeran untuk kuncintai. Aku hanya ingin
dia biasa saja. Orang pada umumnya di sebuah dongeng atau seorang yang numpang lewat di kisah
kepahlawanan. Aku hanya ingin dia menjadi dia—bukanya pikiran elegan lainnya. Selain itu, aku tidak
memerlukan komplikasi dalam kisah cintaku.”
Lalu aku berbalik melihatnya. Dia melihatku dengan intensif lagi sehingga aku mengangkat tanganku dan
melambaikannya di wajahnya. Dan kami berdua tertawa.
Aku mengangguk.
~~~
“Wow!” Teriakku senang ketika dia berjalan selangkah di depanku menghilangkan misterius yang
kurasakan. Kami tiba tengah hari di mana banyak pengunjung. Aku selalu penasaran bagaimana rasanya
berada di sini—ini sudah menjadi impianku di mana semuanya sempurna dan semua orang kelihatan
bahagia.
“Seohyun…”
Aku mendengarnya memanggilku jadi aku berbalik ke arah dia berdiri dan menemukannya
membentangkan tangannya. Aku melihatnya dan melihat kembali kepadanya dan akupun mengangguk.
Dia tersenyum dengan kenyamanan seraya aku mengambil tangannya sampai dia menguncinya dengan
lembut dengan tangannya. Perasaan ini sangat familiar.
“Aku ingin coba yang itu,” Tunjukku ke Vking Ship dan dia mengangguk seraya berpikir hati-hati. “Kita
bisa mngendarainya kan?”
“Yeah, dan kita akan melakukan itu juga...” tunjuknya dengan bibirnya.
“Tapi aku akan berada di sampingmu! Kau belum pernah mencobanya sebelumnya?”
“Tidak...” gumamku masih melihat ke roller coaster itu. Mendengar orang-orang yang menjerit itu
membutku lebih gugup lagi.
“Aku juga!”
“Hahahahaha! Kau kelihatan lucu!” Aku lanjut ketawa di mana dia melototiku, “dan kau bahkan
menyarankan roller-coaster itu.”
“Aniyo...” Aku menarik lengan bajunya dan melihat foto booth, “Oppa, ayo kita ambil gambar kita.”
Setelah beberapa menit, kami keluar dan mengamati gambar kami. Dia mendesakku karena aku
menyimpannya darinya untukku, memastikan aku hanya memperlihatkan gambar di mana aku terlihat
bagus di dalamnya. Aku tertawa beberapa kali untuk terlihat lucu dan keren tapi beberapa di antara pose
kami terlihat memalukan.
“Lihat ini!” Aku bergeser kepadanya untuk memperlihatkannya, “harusnya kita memperlihatkan puppy
look di sini tapi kau…” suaraku menghilang seraya aku melihatnya lebih dekat. Aku berpose dengan cara
yang benar dengan mataku terbuka lebar, menaruh kepalan tanganku di dekat daguku dan sedikit
cemberut. Itu harusnya yang kami lakukan tapi dia berdiri di sana memandangku intensif. Aku merasa
bergidik lagi. “Ngomong-ngomong, ini adalah gambar yang bagus …”
“Y..yeah…” gumamnya tidak pasti dengan dirinya sendiri, lalu nyengir. “Ini sudah mulai malam. Aku
berjanji pada ibumu kalau aku akan membawamu pulang lebih cepat dari kemarin.”
“Aku tau…” aku memaksakan suaraku terdengar baik, “tapi Oppa, aku punya permohonan.”
Aku menunjuk ke carousel. Dan dia mengangguk mengambil tanganku lagi, tapi aku punya sesuatu yang
lebih baik di pikiranku.
“Tapi Seohyun, Aku tidak bisa naik sendirian.” Gumamnya sewaktu aku memberitahunya, “kau harus
naik denganku...Atau aku akan kelihatan konyol!”
“Oppa, kenchanayo,” balasku. “Aku suka yang ini tapi aku merasa tidak senang mengendarainya
sekarang, jadi bisakah kau mengendarainya?” Kulekatkan kedua telapak tanganku dan didekatnya bibirku
memohon, “untukku, tolonglah?”
Tiba-tiba aku mempunyai pemikiran tentang itu. Melihatnya jauh dariku—mucul dan hilang di depan
mataku. Aku ingin meyakinkan perasaanku.
Sekali putaran dan dia hilang dari hadapanku. Walaupun gerakannya sangat lambat, terasa sangat aneh
mengapa tiba-tiba dia menghilang dari mataku. Aku tidak dapat melihatnya. Kuputuskan untuk berputar
mencarinya lalu berhenti karena mungkin saja aku kehilangannya. Lalu dia di sana melambaikan
tangannya dan mengacungkan jempolnya. Aku melambai dan bertepuk tangan dengan pergerakan.
Lalu dia lenyap lagi. Perutku terasa aneh lagi. Perasaan yang sama yang kurasakan ketika aku merasakan
tangannya di atas tanganku. Apakah aku merasakan efek butterfly itu selama ini? Aku meletakkan
tanganku di dadaku merasakannya berdetak kencang. Kemudian dia muncul lagi. Jantungku serasa
membengkak. Kupikir akan segera meledak.
Aku terengah-engah ketika akhirnya aku berdiri di depan air terjun. Aku memintanya menaiki mainan itu
hanya untuk melihat apakah aku akan merasakan apa yang Yoona rasakan sewaktu Nickhun muncul tiba-
tiba. Itu tidak mungkin. Akubaru saja bertemu dengannya dan ini adalah hari terakhir kami. Aku
menggelengkan kepalaku...ini tidak mungkin terjadi …
“Seohyun?”
Semuanya adalah kesalahan! Aku berhasil menahan tangisku, “Ani… aku hanya…”
“Kau pasti lelah. Ayo, kita ambil sepeda kit di taman dan pulang ke rumah.”
Aku mengangguk menahan tangisku. Kami mengendarai bis dengan diam seraya aku melihat keluar
jendela seakan dia tidak duduk di sebelahku. Dan dia, kurasa, melakukan hal yang sama. Mungkin,
momen yang singkat ini telah membuka hatiku ke emosi berbeda dari emosi alien yang melekat padaku
sejak lama. Itu pemikiran yang menakutkan karena aku tau ada kemungkinan itu tidak akan terarah
kemana-mana. Tapi setidaknya, aku bisa merasakannya.
~~~
“Apakah kau yakin kau tidak ingin kuantar pulang?” katanya setelah kita berhadapan satu sama lain,
sama-sama berpegangan pada sepeda kami. Langit sudah berangsur berubah dari warna ungu tua ke
oranye keemasan membentangi disertai awan-awan. Ini sudah senja—malam sebentar lagi tiba dan
udara malam memberitahuku.
“Yes, Oppa. Maafkan aku tidak mempunyai sesuatu untuk diberikan padamu tapi ini...” aku memberinya
satu gambar—gambar yang aneh. Dan dia tertawa melihatnya.
“Mengapa ini? Dan hanya ini saja?” tanyanya tanpa melepaskan tatapannya dari gambar itu.
“Yeah, aku merinding,” ujarku. Sejujurnya, aku menyukai semuanya dan menyesal hanya mengambil satu
lembar untuk satu gambar, “dan aku memberinya kepadamu karena itu akan benar-benar membuatmu
tertawa ketika melihatnya.”
“Tidak, terima kasih. Walaupun ini hanya untuk lima hari, aku sudah bisa mengenalmu dan aku harap hal
yang sama juga buatmu.”
“Yes, tentunya. Walaupun ini waktu yang singkat tapi aku sangat berterima kasih ke Oppa yang telah
menjagaku.” Aku bisa merasakan tenggorokanku tercekat tapi aku berusaha menahan tangisku.
“Tentu!” Senyumku, “dan kau harus tetap mengirimkan pesan dan meneleponku.”
“Aku akan mempertimbangkannya...” aku setengah tertawa padanya seraya dia melototiku penuh canda.
“Arasso...” katanya dengan sebuah cengran lalu melanjutkannya dengan lebih serius, “senang berjumpa
denganmu, Seohyun-ssi.”
“Senang berjumpa denganmu juga,” Aku menerima jabat tangannya. Dia memegang tanganku dengan
jabatan yang keras yang kelihatannya tidak rela untuk dia lepaskan, “jadi? ini saatnya perpisahan?”
“Kupikir tidak begitu...” digelengkannya kepalanya, “ini hanya selamat tinggal untuk saat ini
saja...selamat malam lebih tepat.”
Akulah yang membalikkan badan dan pergi menuju jalanku sewaktu dia berdiri di sanan dengan
sepedanya disisinya. Aku menarik sepedaku dengan pelan di mana suaranya menemaniku. Ini lebih
seperti janji daripada sebuah perpisahan dan aku tidak menginginkan yang sebaliknya. Aku tersenyum
sendiri menjadi tidak yakin dengan diriku sendiri. Ahhh, jadi ini pasti cinta? Walaupun dia tidak tau tapi
setidaknya, aku tau perasaan ini sekarang dan aku tidak bisa meminta lebih dari ini. Selain itu, aku tidak
tau perasaannya. Sesedih kelihatannya, mungkin dia hanya melakuakan apa yang harus dilakukannya jadi
aku tidak perlu melankolis begini tentangnya. Aku bersyukur untuk perasaan ini tapi ini tetap saja sakit
mengetahui ini sudah berakhir.
Aku berjalan terus, menolak untuk berbalik ke belakang. Untuk memandangnya dan melihatnya pergi.
Ngomong-ngomong, lebih baik begini karena aku akan lebih sedih kalau aku yang melihatnya pergi
meninggalkanku.
Oppa, aku akan mengenang momen ini. Perasaan yang kudapat yang tersembunyi dalamku. Mengetahui
kemampuanku untuk mencintai dengan cara begini. Hatiku terbakar, hampir menyakitkan, tapi
akuberterima kasih padamu.
*saranghe = menyayangimu
*umma = ibu
*appa = ayah
*ne = ya
*na-ah = tidak
*aniyo = tidak
*waeyo = mengapa
*chincha = benar
*illuwa = kemari
*ottoke = bagaimana
*aigoo = aduh
*appeuda = sakit
*arasso = mengerti