ON TEACHER EDUCATION
Jointly Organized by
ISBN 978-979-3786-35-3
Editors :
Prof. Dr. H. Ahman, M.Pd.
Prof. Dr. Mustofa Kamil, M.Pd.
Dr. Iwa Kuntadi, M.Pd.
Dr. Ida Hamidah, M.Si.
Dr. Ari Widodo, M.A.
Dr. Sardin.
Dr. B. Lena Nuryanti, M.Pd.
Sri Harto, S.Pd., M.Pd.
Eri Kurniawan, M.A., Ph.D.
Publisher:
Universitas Pendidikan Indonesia Press
Jl. Setiabudhi No. 229 Bandung 40154
Telp. (022) 2013163-2013164
Fax. (022) 2013651
SAMBUTAN REKTOR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Konferensi internasional bersama antara UPI dengan UPSI ini diagendakan dan
dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Tujuan utama dari konferensi ini adalah untuk
merumuskan beberapa pemikiran mendasar mengenai pendidikan guru secara
menyeluruh dan terintegrasi berdasarkan analisis hasil penelitian dan pengalaman yang
relevan untuk dijadikan bahan rujukan yang terkait dengan standarisasi dan kerangka
pikir kualifikasi pendidikan guru baik di tingkat nasional maupun internasional,
khususnya di kawasan Asia. Pada tahun 2014 ini, konferensi bersama UPI-UPSI ke-6
digelar di UPI, Bandung-Indonesia, dengan mengambil tema “The Standardization of
Teacher Education: Asian Qualification Framework”.
Rektor,
i
FOREWORD FROM CHAIR OF THE CONFERENCE
iii
DAFTAR ISI
v
THE DEVELOPMENT OF PRE-TRAINING ASSESSMENT IN SCIENCE
LEARNING OF PGSD STUDENTS
Edi Hendri Mulyana, Ghullam Hamdu, Akhmad Nugraha ........................................115
vi
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN PROFESI GURU
VOKASIONAL BERBASIS KKNI DALAM STANDARISASI GURU
PROFESIONAL
Mukhidin, Mustika NH .............................................................................................232
vii
THE CONTRIBUTION OF THE SELF-EFFICACY OF CURRICULUM
DEVELOPMENT TEAM AND CURRICULUM DOCUMENT QUALITY TO THE
IMPLEMENTATION OF DIVERSIFIED CURRICULUM IN INDONESIA
Rudi Susilana ............................................................................................................352
viii
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI – NILAI IBADAH SALAT
Asep Sopian ..............................................................................................................480
ix
KEMAMPUAN PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (PCK) GURU
PESERTA MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) IPA
DI KOTA SUMEDANG
Neri Egi Rusmana, Ari Widodo, Riandi, Diana Rochintaniawati ..............................586
x
PENGEMBANGAN KAPASITAS MANAJEMEN SEKOLAH UNTUK
MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Cepi Triatna ...............................................................................................................713
xi
GLOBALISASI NILAI GUNA EKONOMI BERBASIS SUMBER DAYA
MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NON FORMAL
Iip Saripah .................................................................................................................829
xii
THE STRENGTHENING OF INSTITUTIONAL SYSTEM BASED ON
BUREAUCRATIC REFORM TO CREATE GOOD GOVERNANCE
Prayoga Bestari .........................................................................................................958
xiii
SCHOOLS REHABILITATION AFTER THE TSUNAMI IN ACEH
Jane Teng Yan Fang PhD, Qismullah Yusof PhD ...................................................1078
xiv
PERBANDINGAN TAHAP DAN KEPERLUAN KOMPETENSI PENYELIAAN
DAN PEMBIMBING PENGAJARAANKETUA PANITIA MATA PELAJARAN
Jamal @Nordin Yunus, Ibrahim Tamby Chek, Rozhan Abdul Rahim ....................1197
xv
PENDIDIKAN SASTERA REMAJA DI MALAYSIA DALAM MEMBINA
GENERASI UNGGUL BERASASKAN FALSAFAH PENDIDIKAN NEGARA
Profesor Madya Dr Ani Binti Haji Omar .................................................................1326
xvi
TEACHERS‟ EMOTIONAL INTELLIGENCE – WHAT TEACHER TRAINING
INSTITUTION SHOULD DO?
Dr. Norila binti Md. Salleh, Dr. Ikhsan bin Othman ................................................1445
xvii
MODEL PEER INTERACTIVE ASSESSMENT (PIA) BAGI PERMAINAN BOLA
JARING DALAM PENDIDIKAN JASMANI
Mohd Izwan Shahril, Azali Rahmat, Hasriya Muis .................................................1580
xviii
TAHAP PENGETAHUAN SEKSUAL BERKAITAN ANATOMI DAN
PROSES REPRODUKSI GOLONGAN AWAL REMAJA
Azali Rahmat, Mohd Izwan Shahril, Khadijah Shamsuddin, Khalib Abdul Latip1720
KOLABORASI DIPUSAT PERKHIDMATAN PENDIDIKAN KHAS (3PK)
DI MALAYSIA
Noreha Mohd Yusof, Abd. Rahim Razalli, Mohd Nasir Masran .............................1734
xix
PERHUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PENCAPAIAN
PRAKTIKUM DALAM KALANGAN GURU-GURU PELATIH PROGRAM
IJAZAH SARJANA MUDA PERGURUAN DI INSTITUT PENDIDIKAN GURU
Abd Aziz bin Abd Shukor, PhD, Tan Ai Lee dan Mahani bt Razali, PhD ...............1858
xx
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI – NILAI IBADAH SALAT
Asep Sopian
Indonesia University of Education
Email: asepsopian@upi.edu
Abstrak
Salat merupakan ibadah fisik dan jiwa. Hamba yang melaksanakan salat dengan benar,
niscaya akan memiliki atsar (daya pengaruh) baik bagi dirinya, antara dia dan Khaliq,
antar sesama, Salat yang dilakukan dengan benar akan berpengaruh baik dalam
hubungan manusia dengan Khaliq; dan manusia dengan manusia. Juga memiliki
pengaruh yang mendalam terhadap jiwa yang pada gilirannya melahirkan pendidikan
karakter atau akhlak mulia dan mencegahnya dari berbuat keji dan munkar karena
dengan salat, seorang hamba dapat mengingat Allah Ta’ala.
Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik Content Analysis melalui
pendekatan kualitatif, sehingga langkah-langkah yang dilakukan adalah menelaah
sejumlah kitab tafsir seperti fi zilalil quran, al-tusturi, ibnu Katsir, dan sebagainya
sebagai sumber data primer.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa salat selain ibadah ritual, juga memuat
ibadah sosial yang sarat dengan aneka nilai pendidikan karakter. Orang yang
melaksanakan salat sejatinya dapat menginternalisasikan aneka nilai ibadah salatnya
mulai dari kebiasaan hidup bersih, disiplin, pengembangan diri, demokratis, kerjasama,
saling menghargai, dan toleransi.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Nilai – Nilai Ibadah Salat
Pendahuluan
Fenomena dekadensi moral dan kemerosotan akhlak semakin hari semakin
memburuk. Hal ini dapat dilihat dari data menggambarkan betapa dekadensi moral dan
karakter buruk yang ditunjukkan siswa merupakan contoh bagian yang tidak
terpisahkan dalam dunia pendidikan kita saat ini. Setyaningrum dan Husamah (2011)
memaparkan aneka fenomena dekadensi moral sebagai berikut.
Pertama, perilaku free sex remaja. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) melaporkan bahwa 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan
seks pranikah. Beberapa wilayah lain di Indonesia melaporkan bahwa seks pranikah
juga dilakukan remaja, misalnya saja di Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47%, dan
di Medan 2%. Data ini tidak jauh berbeda dengan data yang dilansir sebelumnya oleh
Komnas Pelindungan Anak, PKBI, BKKBN pada tahun 2009 di mana 62,7% remaja
mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah, 21,2% remaja pernah aborsi,
93,7%, remaja SMP/SMA pernah melakukan ciuman serta oral seks,dan 97,0% remaja
SMP-SMA pernah menonton film porno. Hasil survey BKKBN-LDFE Universitas
Indonesia memperlihatkan di Indonesia terjadi 2,4 juta kasus aborsi per tahun dan
sekitar 21%-nya dilakukan oleh remaja. Angka penyakit menular seksual (PMS) pada
remaja mencapai 4,18%, 50% dari jumlah penderita HIV/AIDS di Jabar berusia sekisar
15-29 tahun dan pengguna narkoba mencapai 2.736 orang.
480
Kedua, jumlah pemakai narkoba di Indonesia mencapai 3,6 juta orang atau 2%
dari jumlah penduduk . Ironisnya, 78% dari jumlah pengguna narkoba adalah remaja
atau pelajar .
Ketiga, kasus korupsi dari pusat sampai daerah. Kasus korupsi di Indonesia-baik
legislatif, eksekutif maupun yudikatif- tidak jelas kapan akan selesai. Beberapa kasus
yang menarik perhatian publik adalah BLBI (Rp. 138,4 triliun), HPH dan Dana
Reboisasi (Rp. 15,025 triliun), Bank Century (Rp. 6,7 triliaun) dan Kasus MafiaPajak
Gayus Tambunan. Selain itu, total laporan korupsi seluruh Indonesia mencapai 40 ribu
kasus. Pemerintah pun telah berhasil menertibkan 39.477 rekening keuangan negara
dengan potensi penyelamatan sebesar Rp. 35,92 triliun, US$ 237,94 juta, dan € 2,86
juta.. Kasus korupsi semakin menggurita akibat maraknya mafia kasus, mafia pajak,
money laundering dan upaya kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pemeringkatan yang dilakukan Transpa-rency Internasional atau PERC, secara
konsisten menempatkan Indonesia ke dalam kelompok negara terkorup, di mana dalam
skala PERC 0 sampai 10 posisi Indonesia hanya 2,8 (PKS Bojonggede, 2009).
Berbagai permasalahan bangsa sebagaimana disebutkan di atas harus segera diakhiri.
Sejatinya semua pihak perlu introspeksi diri, segera mencari solusi jitu dan terlibat
secara intensif. Salah satu solusi yang sangat tepat adalah dengan optimalisasi
penerapan pendidikan karakter di sekolah menengah. Pola pendidikan saat ini hanya
menghasilkan siswayang kehilangan kepekaan sosial (sence of social crisis) atau
kehilangan kasadaran budi nurani manusia (social consciousness of men). Siswa hanya
memiliki kemampuan teknis (skill) dan menjadi manusia “siap pakai” layaknya robot.
Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu
persoalan sederhana. Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga
berawal dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Dunia pendidikan,
sesungguhnya mem-berikan kontribusi paling besar terhadap situasi ini. Dalam konteks
pendidikan formal di sekolah, salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia
lebih meninikberatkan pada pengembangan intelektual semata. Aspek-aspek lain yang
ada dalam diri siswa, yaitu aspek afektif dan kebajikan moral kurang mendapatkan
perhatian.
Oleh karena itu, pendidikan karakter sangat diperlukan di tengah emajuan yang
luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini tidak mendorong
manusia untuk lebih meyakini Tuhannya, apalagi mengamalkan ajarannya. Yang
terjadi adalah manusia menjadikan IPTEK laksana tuhan dan agama mulai
ditinggalkan. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh filsafat positivisme, rasionalisme, dan
materialisme. Begitu pula dalam urusan pendidikan. Dasar-dasar filsafat tersebut
dikembangkan dan diaplikasikan oleh paradigma behaviorisme yang tidak memberikan
ruang untuk mengembangkan aspek akhlak manusia secara utuh. Aspek-aspek ruh
hampir tidak tersentuh, padahal ia merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan
manusia.
Inilah potret pendidikan sekuler, yang mengabaikan aspek moral dan akhlak
dalam kehidupan manusia. Pantaslah bila yang dicetak adalah manusia pintar, cerdas,
tetapi kosong dari nilai-nilai ruhaniyah. Intelektualnya tinggi, tetapi mental dan
spiritualnya rendah. Dengan kata lain, miskin karakter yang diharapkan Tujuan
Pendidikan Nasional Indonesia.
481
Kajian Teoretik
Nurrohim (2011) dalam tesisnya berjudul Prinsip – Prinsisp Tahapan
pendidikan Profetik menyimpulkan bahwa dalam mentransformasi peradaban,
pendidikan profetik melakukan tiga tahapan, yaitu tilawah ayat, tazkiyah nafs, ta’lim
kitab wal hikmah. Dengan tahapan itu, pendidikan profetik membangun individu-
individu beradab yang mampu bersikap secara proporsional terhadap berbagai
persoalan mulai dari yang spiritual maupun individual. Setelah itu, individu-individu
bentukan pendidikan profetik ini menghimpun dalam komunitas ummah yang
dibangun di atas pondasi nilai (karakter). dengan demikian. Pendidikan karakter dapat
dilakukan melalui tiga tahapan pendidikan profetik ini.
Selanjutnya, Komalasari (2012) dalam Asia Pacific Journal of Educators and
Education, Vol. 27, 87–103, 2012 menulis artikel penelitian berjudul the effect of
contextual learning in civic education on students' character development. Dalam
artikel ini, dia menyimpulkan bahwa “that first, contextual learning in civic education
taught student's life skills, including the principles of interdependence, differen-tiation,
and self-regulation; second, conte-xtual learning in civic education encou-raged the
establishment of democratic learning; third, contextual learning in civic education
includes elements of character development; and fourth, character education in civic
education helped students discover and develop local moral values”.
Setyaningrum dan Husamah (2010) dalam penelitiann berjudul optimalisasi
penerapan pendidikan karakter di sekolah enengah berbasis keterampilan proses di
antaranya menyimpulkan: 1) Karakter mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan
berdasarkan nilai-nilai etika, meliputi aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari
kehidupan moral. Karakter terbentuk dengan dipengaruhi oleh paling sedikit 5 faktor,
yaitu: temperamendasar, keyakinan, wawasan,motivasi hidup dan perjalanan. Karakter
yang dapat membawa keberhasilan yaitu empati, tahan dan beriman. 2) Pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling),dan tindakan (action). Pendidikan karakter merupakan
berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan
bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu siswa agar
menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.
Pendidikan dalam konteks Islam dapat diidentikkan dengan At Ta'lim. Al Abrasyi
(1996:21) mendefinisikan at-ta'lim sebagai upaya menyiapkan individu dengan
mengacu pada aspek-aspek tertentu saja yaitu aspek kognitif. Dengan kata lain at-
ta'lim merupakan proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa
adanya batasan dan ketentuan tertentu. Karenanya, taklim ini diperuntukkan dalam
pengembangan kurikulum dan sistem instruksional.
Adapun at-ta'dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di
dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga dapat membimbing ke arah
pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud
dan keberadaannya (Muhaimin, 1993:133).
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, nampaklah dengan jelas perbedaan ketiga
istilah tersebut. At ta'dib lebih tepat ditujukan untuk istilah pendidikan akhlak, jadi
sasarannya hanyalah pada hati dan tingkah laku. At-ta'lim lebih tepat dipergunakan
482
untuk istilah pengajaran yang terbatas pada kegiatan penyampaian dan pemasukan ilmu
pengetahuan. sedangkan at-tarbiyah mempunyai pengertian yang lebih luas daripada at
ta'lim dan at-ta'dib.
Orang yang mendirikan salat akan merasa bahwa Allah Swt. selalu
memperhatikan gerak dan langkahnya, Allah selalu mendengar tutur katanya dan Allah
Mengetahui apa yang terlintas dalam qalbu, sehingga ia akan berhati-hati dalam
berucap dan berperilaku.
Salat merupakan tali penghubung antara makhluk dengan Khalik. Orang yang
tidak mendirikan salat, berarti memutuskan tali sillaturrahmi dengan Allah. Di waktu
salat, seorang Muslim akan mengingat ke-Mahaagungan Allah serta karunia-Nya,
bahkan tak ubahnya bagaikan ia berhadap-an langsung dengan-Nya, mengucapkan
syukur atas segala rahmat Nya.
Kata salat adakalanya disebutkan dalam bentuk tunggal, adakalanya jamak, atau
bentuk tunggal diidhafahkan atau jamak diidzafahkan, atau kata yang dimaknai salat
seperti fatahajjad dan qum al-laila. Demikian pula dalam usblub perintah dengan
menggunakan fiil amr aqimu ash-Salata dan shali.
Membaca dan mengkaji Al-Quran ini merupakan ibadah. Salat merupakan ibadah
yang ditegaskan dalam Al-Quran. Ia merupakan fondasi Islam yang kedua setelah
syahadatain. Ibadah salat merupa-kan aktualisasi makna keimanan yang bersemayam
di dalam qalbu, dan mening-galkan Salat merupakan perbuatan kufur terhadap
kewajiban yang diimaninya. Dengan ibadah salat , dimulai dari niat yang ikhlash
(awal) hingga salam (akhir) berarti mengingat Allah, mengingat hal-hal yang ghaib,
Al-Quran, para Rasul Allah, dan hari akhir. Ketika seorang Muslim sujud dalam salat,
ia akan merasakan betapa dekat hubungannya dengan Allah Swt.
Salat merupakan bukti keimanan seseorang. Meninggalkan salat berarti bukti
kekufuran. Baginda Rasulullah Saw. Bersabda, “pembeda antara hamba (seseorang
yang ta`at beribadah) dengan orang kafir adalah meninggalkan Salat”. (HR. Muslim).
Pada hadits lain diungkapkan: ”Ikatan antara mereka dengan kami adalah salat.
Barangsiapa meninggalkan Salat berarti ia sudah kafir”. (HR. Tirmidzi).
Oleh karena itu, ibadah salat merupakan ibadah yang sangat penting bagi setiap
orang muslim sebagai aktualisasi dari keyakiannya terhadap Allah Swt.. Orang yang
mendirikan Salat akan merasa bahwa Allah Swt. selalu memperhatikan gerak dan
langkahnya, Allah selalu mendengar tutur katanya dan Allah Mengetahui apa yang
terlintas dalam kalbu, sehingga ia akan berhati-hati dalam berucap dan berperilaku.
Salat merupakan tali penghubung antara makhluk dengan Khalik. Orang yang
tidak mendirikan salat, berarti memutuskan tali sillaturrahmi dengan Allah. Di waktu
salat, seorang muslim akan mengingat ke-Mahaagungan Allah serta karunia-Nya,
bahkan tak ubahnya bagaikan ia berhadapan langsung dengan-Nya, mengucapkan
syukur atas segala rahmatNya.
Salat juga merupakan amal pertama yang dipersyaratkan Rasulullah saw. setelah
tauhid. Rasulullah saw. bersabda,
وَذِرْوَةُ سَنَامِوِ الجِهادُ في سبيل اهلل،ُعمُىدُهُ الّصَالة
َ َ و،ُرأسُ األمْرِ اإلِسْالم
Pokok segala perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat dan puncaknya adalah
jihad fisabilillah. [HR. Tirmidzi]
483
Salat juga merupakan amal pertama yang akan Allah hisab di hari kiamat, yang
akan menentukan amal lainnya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,
وإن فسدث فسدث سائر عملو، فإن صلحج صلح سائر عملو،أول ما يحاسب بو العبد يىم القيامت الّصالة
Amal hamba yang pertama dihisab pada hari kiamat adalah salat. Jika salat nya
bagus, maka baguslah seluruh amalnya. Namun, bila salat nya rusak, maka rusaklah
seluruh amalnya. [HR. Muslim]
Berdasarkan paparan di atas, jelaslah bahwa masyarakat yang beradab, bermoral,
berakhlak, dan yang memiliki orientasi akhirat dapat dibentuk dari pribadi-pribadi
yang melaksanakan salat dengan benar.
Di antara temuan berkaitan dengan nilai – nilai salat, bila dihayati dan
diaplikasikan dalam pendidikan, niscaya akan mampu membentuk dan merubah
perilakunya, baik secara pribadi maupun sosial.
Metode Penelitian
Selaras dengan objek kajian penelitian ini yang memerlukan pendalaman serta
kajian mendalam, metode yang digunakannya adalah metode analisis deskriptif,
dengan content analysis. Sifat data yang dikumpulkan bersifat kualitatif, tidak
menggunakan alat ukur. Sedangkan pendekatannya bersifat kualitatif naturalistik,
karena lapangan penelitiannya bersifat wajar (natural); apa adanya; tanpa dimanipulasi;
tidak diatur dengan eksperimen, dan ataupun test.
Sumber data
Adapun yang menjadi sumber datanya adalah ayat-ayat Alquran dan Hadits
tentang salat sebagai sumber primer. Untuk memperjelas makna yang terkandung di
dalam ayat-ayat salat, peneliti menggunakan berbagai kitab tafsir.
Rancangan penelitian
Ayat-ayat Al-Quran yang berkenaan dengan ayat-ayat salat, baik yang
menggunakan kalimat Salat maupun yang bermakna Salat berhasil dihimpun,
selanjutnya penulis:
Menganalisis ayat di atas secara dari aspek tafsir
Menelusuri dan menelaah pendapat para ahli tentang salat dan nilai-nilai
ibadah salat
Menganalisis dan membahas hasil telaah di atas
Membuat model pendidikan karakter berbasis ibadah salat yang diselaraskan
dengan temuan dan hasil pembahasan.
Melakukan observasi implementasi model pendidikan karakter
Membuat Kesimpulan
484
Pembahasan
Menurut KBBI (2006: 963) nilai berarti ”sesuatu yang menyempurnakan manusia
sesuai dengan hakikatnya”. Sementara, Mulyana (2004: 7) memaparkan bahwa ”nilai
diterjemahkan dari value yang berasal dari bahasa latin valere atau dari bahasa
Perancis kuno valoir”. Lanjutnya, nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang
bertindak atas dasar pilihannya (Gordon Allport yang dikutip mulyana, 2004:9). Jadi,
nilai shalat dapat diartikan sesuatu yang dapat menyempurnakan kelangsungan hidup
manusia yang digali dari ibadah shalat dan menjadi hal yang diyakini kebenarannya
serta menjadi acuan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari
1. Thaharah
Kata thaharah berasal dari kata thahara - yath-huru - thaharatan, artinya
bersih dan suci. Kondisi seseorang yang bersih dan suci dari hadas dan najis layak
untuk melakukan kegiatan ibadah seperti salat dan haji. Thaharah atau bersuci
bertujuan untuk mensucikan diri dari hadats dan najis. Najis adalah kotoran yang
mewajibkan seorang Muslim untuk mensucikannya. Sedangkan hadats adalah suatu
kondisi yang seseorang mewajibkan berwudlu ataupun mandi junub. (Azra, dkk.;
2002)
Thaharah merupakan suatu perbuatan yang sangat penting dalam ajaran Islam,
dan menjadi syarat multak bagi setaip orang yang hendak melakukan hubungan
vertikal dengan Allah swt., melalui salat, tawaf dan lainnya.
Sarana yang dapat digunakan dalam bersuci (thaharah), meliputi air, tanah, batu
atau tisu yang memiliki sifat-sifat membersihkan. Bentuk-bentuk thaharah atau bersuci
adalah:
a. Menghilangkan najis
Yang termasuk benda najis adalah bangkai, darah, daging babi, muntah, kencing,
dan kotoran manusia ataupun binatang. Apabila benda-benda najis tersebut kena badan
ataupun tempat yang hendak digunakan salat, maka terlebih dahulu harus disucikan
dengan cara membersihkannya dengan air hingga hilang bau, rasa maupun warnanya. (
Azra, dkk.; 2002).
b. Menghilangkan Hadats
Hadats terdiri dari hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil adalah hadats yang
mewajibkan berwudlu, dan dihilang-kannya atau dibersihkannya hanya dengan
berwudlu, sedangkan hadats besar dihilangkannya dengan mandi janabah.
Berwudlu merupakan syarat mutlak bagi setiap orang yang hendak mendirikan
ibadah salat. Allah berfirman:
…Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah,
dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
485
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
486
diimaninya. Dengan ibadah salat, dimulai dari niat yang ikhlas (awal) hingga salam
(akhir) berarti mengingat Allah, mengingat hal-hal yang ghaib, Al-Qur`an, para Rasul
Allah, dan hari akhir. Ketika seorang Musim sujud dalam salat, ia akan merasakan
betapa dekat hubungan-nya dengan Allah Swt.
Salat merupakan bukti keimanan seseorang, meninggalkan salat berarti bukti
kekufuran. Baginda Rasulullah Saw. bersabda: ”Batas atau pembeda antara hamba
(seseorang yang ta`at beribadah) dengan orang kafir adalah meninggalkan salat”.
(HR. Muslim). Pada hadits lain diungkapkan:”Ikatan antara mereka dengan kami
adalah salat. Barangsiapa meninggalkan salat, berarti ia sudah kafir”. (HR.
Tirmidzi). Oleh karena itu, ibadah salat merupakan ibadah yang sangat penting bagi
setiap orang Muslim sebagai aktualisasi dari keyakiannya terhadap Allah Swt.
Tujuan pokok mendirikan salat adalah mentaati perintah Allah swt. yang wajib
dilaksanakan pada setiap hari sebanyak lima kali. Salat merupakan wahana dialog
antara makhluk dengan Khaliknya. Di dalam pelaksanaan ibadah salat, seorang Muslim
berhubungan langsung dengan Allah sambil memusatkan pikirannya untuk mengingat
Sang Khaliq. Dalam kandungan kata mengingat Allah, termasuk di dalamnya
pengertian menghadapkan diri, pikiran dan perasaan ke hadliratNya. Dengan segala
kerendahan hati dan penuh kekhusyuan, manusia dapat berbicara dan mengadu kepada
Allah. Dari sudut kejiwaan, salat merupakan hubungan khas antara makhluk dengan
Kahlik. Bagi makhluk harus merasakan akan kebesaran dan keagungan Allah sebagai
pengabdian hakiki kepadaNya.
Shaleh dkk., (1993) mengungkap-kan bahwa dengan ucapan:”Iyyaaka na`budu
(hanya kepadaMu aku beribadah). Ini berarti hanya kepadaNya beribadah dan ma`rifat,
karena sesungguhnya Allah itu sembahan yang mutlak dan tidak layak beribadah
kecuali hanya kepadaNya. Hal ini sangat nyata karena ibadah itu merupakan bentuk
tertinggi untuk mengagungkan Allah. Tidak layak meng-agungkan, kecuali kepada
Dzat Yang memberikan kenikmatan sempurna, yakni Allah Swt.
Orang yang mendirikan salat akan merasa bahwa Allah Swt. selalu
memperhatikan gerak dan langkahnya, Allah selalu mendengar tutur katanya dan Allah
Mengetahui apa yang terlintas dalam qalbu, sehingga ia akan berhati-hati dalam
berucap dan berperilaku.
Salat bagi seorang Muslim di samping merupakan kegiatan ritual, juga memiliki
makna yang dalam bagi kehidupan, baik sebagai individu dan ataupun anggota
masyarakat. Zulkabir, dkk. (1993) mengungkapkan lima makna yang terkandung
dalam ibadah salat, yakni:
487
dikemukakan tujuan yang hendak dicapainya, yaitu muflihun (orang-orang yang
berbahagia).
Kata muflih berasal dari kata Bahasa Arab, falaha yang mempunyai arti membelah
sesuatu. Kata al-falaah bentuk infinitif dari kata muflih, artinya sukses dan mencapai
sesuatu yang diinginkan secara sempurna. `Ali (1976: 240) menerangkan bahwa falah
(kesuksesan) ada dua macam. Pertama kesuksesan yang berhubungan dengan
kebahagiaan dunia, dan kedua, kesuksesan yang bertalian dengan kebahagiaan di
akhirat.
Tercapainya kebahagiaan dunia berarti membuat kehidupan dunia menjadi baik
dan tercapainya kehidupan dunia yang baik. Sesuatu yang baik sifatnya baqa (serba
ada), gina (serba kecukupan), dan `izz (serta terhormat). Orang yang mendirikan salat
seharusnya mengem-bangkan dirinya untuk meraih sifat-sifat di atas.
Tercapainya kehidupan yang baik di akhirat menurut Imam Raghib sebagai-mana
dituliskan oleh `Ali (1976: 240) menyangkut empat hal, yakni: 1) hidup yang tak
mengenal mati, 2) kaya yang tak mengenal kekurangan, 3) kehormatan yang tak
mengenal kehinaan, dan 4) ilmu yang tak menganal kebodohan. Jadi salat yang
didirikan itu, seyogianya mencapai kebahagiaan dalam arti perkembangan lahir dan
batin manusia secara sempurna dan manusiawi.
Hikmah pokok dari ibadah salat itu menyangkut pendidikan untuk memperbaiki
akhlak. Orang-orang yang mendirikan salat, seyogianya melahirkan bekas dan kesan
yang mendasar dalam tingkah laku, sikap dan budi pekerti orang yang melakukan salat
itu sendiri.
Al-Maraghy (1365 H) mengungkapkan bahwa ayat di atas mengandung
makna;”Lakukanlah salat dengan penuh kesungguhan untuk menggapai ridla Allah
swt, karena hanya dengan penuh kekhusyuan dan keikhlasanlah salat iru dapat
mencegah dari perbuatan keji dan munkar”.
488
menerus dengan Zat Allah swt. Salat didirikan untuk mengingat Allah serta menjalin
komunikasi dengan-Nya. Lihat QS. 20: 14. Ruhani yang kotor akan mendorong pada
perbuatan yang kotor dan jahat, sedangkan ruhani yang bersih akan mendorong pada
perbuatan terpuji yang diridlai Allah.
Dengan ibadah salat, jiwa akan menjadi bersih dan suci, badan menjadi sehat,
pikiran menjadi cerdas, dan memiliki kemampuan untuk menimbang dan mengambil
keputusan yang tepat, sehingga dapat memperoleh kebahagiaan dalam hidup dan
kehidupannya.
Dilihat dari sudut kesehatan, setiap gerakan dan sikap perubahan tubuh di waktu
salat adalah paling sempurna dalam memelihara kesehatan. Setiap gerakan dalam salat
sesuai dengan tuntutan ilmu kesehatan.---untuk mempertajam otak kiri adalah dengan
banyaknya menggerakkan tangan kanan. Demikian sebaliknya, untuk mempertajam
otak kanan adalah dengan banyak menggerakkan tangan kiri. Dengan takbiratul ihram,
kedua tangan kanan dan kiri digerakkan, insya Allah otak kanan dan kiri akan dapat
dipertajam.
Dilihat dari sudut ruhani, sikap qiyam dan takbiratul ihram mengandung ajaran
agar manusia tidak mempunyai sikap pesimis. Dengan ucapan “Allahu Akbar”, kita
serahkan segala urusan kepada Allah, hanya Allah-lah Zat Yang Mahaakbar. Kita
berdiri di hadapan Rabbul `Izzah lima kali dalam sehari semalam dengan penuh
tawadlu dan khusyuk, kita sadar bahwa tiada yang wajib disembah, disanjung dan
diminta pertolonganNya, kecuali Allah semata.
Dengan sikap qiyam, kita dididik untuk hidup disiplin dan dilatih untuk
berkonsentrasi serta istiqamah dalam menjalani hidup. Di saat itu pula kita berikrar di
hadapan Allah: ”Ya Rabbi, sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku,
semuanya adalah untuk-Mu. Dengan demikian, kita dibina untuk menjadi manusia
yang rela beramal dan ikhlas dalam berbuat, yang pada gilirannya kita akan memiliki
hati yang tentram dan jiwa yang tenang, jujur dalam ucap, indah dalam perilaku.
489
menimpa dirinya merupakan yang terbaik bagi dirinya dan akan memperoleh hikmah
dari apa yang ia hadapi. Ketenangan dan ketentraman merupakan kekayaan yang amat
berharga lebih dari kekayaan yang bersifat materi.
Kesimpulan
Salat bukan hanya ibadah ritual, tetapi memuat juga ibadah sosial yang sarat
dengan aneka nilai pendidikan karakter. Orang yang melaksanakan salat sejatinya
dapat menginternalisasikan aneka nilai ibadah salatnya mulai dari kebiasaan hidup
bersih, disiplin, pengembangan diri, demokratis, kerjasama, saling menghargai, dan
toleransi. Adapun dalam implementasinya dapat dibuat model mulai lingukungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tahap awal di setiap lingkungan dimulai dengan
sosialiasasi, pendidikan (teaching and learning), pemberdayaan keluarga dan
masyarakat, habituation, dan role model.
Daftar Rujukan
Alquran al-Karim
Alwi, H. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Al-Jurjawi (1961), Hikmatu Al-Tasyri Wa Falsafatuhu, Mesir.
Al-Maraghy (1365. H), Tafsir Al-Maragi, Jilid IV, Juz XI, Darul Fikri.
Mulyana, R (2004). Mengartikulasi Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta
Muhaimin (1993), Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya.
490
PKS Bojonggede. 2009. Kondisi Nasional dan Akar Permasalahan Bangsa (bagian I).
(Online). (pksbojonggede.blogspot.com, diakses 20 Februari 2013).
Shaleh, M. (2002), Takwa; Makna dan Hikmahnya dalam Al-Qur`an, Jakarta:
Erlangga.
Setyaningrum, Y. dan Husamah (2011). Optimalisasi Penerapan Pendidikan Karakter
Di Sekolah Menengah Berbasis Keterampilan Proses. Jurnal Penelitian Dan
Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011.Tersedia:
http://www.e-journal.umm.ac.id. Diakses tanggal 25 februari 2013.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Komalasari (2012). The effect of contextual learning in civic education on students'
character development Asia Pacific Journal of Educators and Education, Vol. 27,
87–103, 2012. Tersedia: http://ums.my. Diakses tanggal 25 Februari 2013.
Nurrohim, A. (2011) Tesis: Prinsip-prinsip Tahapan Pendidikan Profetik dalam Al-
Quran. Tersedia: uin-suka.ac.id. Diakses tanggal 25 Februari 2013
Riwayat Penulis
Asep Sopian adalah Lektor Kepala pada UPI Kampus Purwakarta Pengampu Mata
Kuliah Bahasa Arab dan Pendidikan Agama Islam. Email: asepsopian@upi.edu, Hp.
082111511598
491