Anda di halaman 1dari 106

Presentasi Kasus:

TB-HIV
Diajeng A, Dian A, Eugene Satryo, Frisky M, Jasmine W,

Nabilla M, Prisca G, Rizky A, Ribka H

Modul Praktik Klinik Pulmonologi


Identitas Pasien
Nama : Tn. MIL

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 23 tahun

Tanggal Lahir : 2 April 1996

No. Rekam Medis : 00395247

Alamat : Tangerang Selatan

Pekerjaan : Tidak berkerja

Agama : Islam

Status pernikahan : Belum menikah

Pembiayaan : BPJS
Keluhan Utama

Nyeri dada kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit


Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari SMRS

- nyeri dada kiri tiba-tiba, hilang-timbul tanpa pencetus, tidak diperberat nafas atau batuk, tidak membaik dengan
berubah posisi

- Nyeri dikatakan tajam seperti tertusuk-tusuk, dan tidak menjalar ke daerah lain seperti punggung atau lengan

- Nyeri awal dinilai VAS 5 dari 10, namun semakin memburuk hingga VAS 7 dari 10 saat HMRS sehingga pasien
dibawa ke IGD RSPISS

- Keluhan sesak nafas disangkal

- Keluhan disertai nyeri tumpul pada perut bagian kiri atas sejak 1 minggu SMRS, dan batuk berdahak sejak 7 bulan
yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang

5 bulan SMRS

● Berobat ke Poli Paru RSPISS dengan keluhan batuk berdahak sejak 3 bulan sebelumnya

● Dahak warna hijau, dikatakan banyak, mudah keluar, berbusa, tidak tercampur darah

● D disertai keringat malam, penurunan berat badan sebanyak 4 kg dalam 2 bulan serta penurunan nafsu makan, lemas
tidak bertenaga, dan demam yang hilang timbul tanpa pemberian obat, suhu tidak diukur

● Pasien dikatakan sakit TB atas dasar gejala dan foto toraks lalu diberikan obat OAT warna merah, Periksa dahak
dilakukan namun hasil negatif


Riwayat Penyakit Sekaranh

● Setelah mulai pengobatan, pasien mengatakan keluhan membaik, dan mulai ada BAK warna merah

● Pasien menyangkal keluhan nyeri sendi, baal atau nyeri pada ujung jari dan kaki, gangguan penglihatan, mual
muntah. Setelah minum obat hari ke-15, pasien mulai mengeluhkan gatal-gatal dan ruam merah pada seluruh badan.
Pasien dikatakan alergi obat, OAT dihentikan, gatal membaik meskipun masih dirasakan, lalu dilakukan challenge
obat secara rawat jalan, saat itu dikatakan alergi Rifampicin (saat mulai Rifampicin, keluhan ruam merah gatal
kembali). Pasien sempat tidak kembali berobat selama 5 bulan terakhir karena masalah BPJS yang tidak dibayar,
keluhan gatal dikatakan membaik perlahan dengan beli obat sendiri yaitu Cetirizine dan bedak, ruam merah
perlahan menjadi bercak-bercak coklat gelap. Sejak henti obat, keluhan batuk, keringat malam, penurunan berat
badan dan lemas mulai dirasakan lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien lahir normal, dengan imunisasi yang lengkap serta ASI eksklusif

Tidak ada riwayat sakit jantung, ginjal, atau kuning/hati. Pasien tidak ada riwayat rawat inap atau operasi.

Pasien tidak ada riwayat DM, Hipertensi, dan konsumsi obat harian/rutin. Pasien tidak ada riwayat asma atau
alergi obat dan makanan. Pasien tidak ada riwayat kulit mudah gatal dan merah, dan hidung meler.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keluhan serupa, riwayat penyakit TB, keganasan, asma alergi pada keluarga.

Riwayat Sosial Ekonomi


- Pasien sekarang tidak berkerja karena baru lulus SMA
- Pasien tinggal serumah dengan ayah, ibu, kakak, dan 3 adik. Rumah pasien berupa kontrakan, dibilang
ventilasi dan pencahayaan cukup namun padat dan dekat dengan tetangga lain
- Pasien tidak merokok, tidak ada riwayat penggunaan narkoba, atau riwayat seksual
- Pasien berkata dari dulu memang sudah tidak suka makan banyak dan tinggi dan berat badan lebih kecil
dibanding sebaya sejak dulu
- Pasien dibiayai oleh BPJS
Pembahasan
Anamnesis
Pembahasan Anamnesis

● Keluhan sesak 2 hari SMRS


○ Tiba-tiba → tidak ada tanda bahaya (penurunan kesadaran, sianosis, sesak
ketika bicara, dan kelelahan bernapas)
○ Tidak ada bunyi mengik, tidak ada riwayat asma, tidak merokok, tidak
ada pencetus yang diketahui → obstruksi dapat disingkirkan
○ Perempuan, usia muda, tidak ada penyakit sebelumnya, sesak tidak
dipengaruhi posisi, aktivitas → kemungkinan sesak karena penyakit
jantung disingkirkan
Pembahasan Anamnesis

● Keluhan lain
○ Demam
■ Dirasakan ketika pasien sesak, tidak diukur
○ Batuk
■ Sejak 1 bulan, berdahak putih tidak banyak. Tidak ada batuk darah.
● Kesan
○ Infeksi → pneumonia, TB
○ Keluhan akut, tidak ada penurunan berat badan, tidak ada riwayat TB
sebelumnya
○ TB sebagai diagnosis banding → batuk lama (1 bulan)
Pemeriksaan Fisis (3 Februari 2020)
Keadaan umum Tampak sakit sedang

Kesadaran Compos mentis

Tekanan darah 106/78 mmHg

Nadi 115x/menit, reguler, isi cukup

Napas 20x/menit, reguler, abdominotorakal

Saturasi O2 98%

Suhu 36.50C

Berat badan 22,6 kg

Tinggi badan 135 cm

IMT 12,4 kg/m2


Status Generalis
Kulit Tidak ada kelainan warna, tanda inflamasi, dan jaringan parut

Kepala/rambut Normosefal, tidak ada benjolan/masa, rambut tidak mudah dicabut, hitam

Mata Konjunctiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya langsung +/+, tidak langsung +/+

Hidung Tidak ada deformitas, deviasi septum, nyeri tekan sinus maupun napas cuping hidung

Mulut Mukosa mulut basah, tidak tampak lesi pada mukosa, oral thrush -, faring tidak hiperemis, arkus faring
simetris, tonsil T1/T1

Telinga Normotia, liang telinga lapang, membrane timpani intak, tidak ada nyeri tekan mastoid

Leher KGB tidak teraba membesar, tidak ada deviasi trakea, tidak ada penggunaan otot bantu napas

Dada Sagital:anteroposterior = 2:1, tidak tampak kelainan (tanda inflamasi, venektasi, spider naevi). Tidak
ada pectus carinatum maupun excavatum, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada bantuan otot
pernapasan

Ekstremitas Akral hangat, CRT<2detik


Status Generalis (3 Februari 2020)
Paru Inspeksi Pernapasan abdominotorakal, pola nafas reguler, kedalaman cukup. Tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan. Sela iga tidak melebar/menyempit. Tidak tampak
pectus carinatum maupun excavatum, diameter AP:S = 1:2, tidak ada sianosis, tidak
inflamasi, atau massa, pasien dalam posisi duduk, simetris saat statis dinamis

Palpasi Nyeri tekan (-), Massa (-), emfisema subkutis (-), ekspansi dada simetris, fremitus sama
kuat

Perkusi Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi Vesikuler pada kedua lapang paru, ronkhi +/-, wheezing -/-
Status Generalis (3 Februari 2020)
Jantung Inspeksi Iktus kordis terlihat pada ICS 5 midklavikula kiri

Palpasi Iktus kordis teraba pada ICS 5 midklavikula kiri, thrilling(-), heaving(-), lifting(-)

Perkusi Batas jantung kanan di linea sternalis kanan ICS 4, batas jantung kiri di sela
iga 5 linea midklavikula kiri,, pinggang jantung di parasternalis kiri sela iga 3

Auskultasi BJ I-II reguler, murmur -/-, gallop -/-

Abdomen Inspeksi Warna kulit normal, tidak tampak tanda-tanda inflamasi, tidak ada spider
naevi

Palpasi Tidak ada nyeri tekan, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ballotement
negatif kanan dan kiri

Perkusi Timpani, shifting dullness -

Auskultasi Bising usus tidak meningkat


Pembahasan
Pemeriksaan Fisis
Pembahasan Pemeriksaan Fisis

● Status generalis
○ Konjungtiva pucat
○ Tidak ada penurunan kesadaran
○ Demam, takipnea, nyeri dada, peningkatan frekuensi napas, pembesaran
KGB tidak ditemukan → perawatan hari ke 7
● Status lokalis paru
○ Tidak ada otot bantu napas
○ Auskultasi → ronki pada lapang paru kanan
● Kesan
○ Sesuai dengan diagnosis kerja pneumonia
○ Anemia bisa dipikirkan karena malnutrisi
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (27/1/2020)
Darah Rutin

Hemoglobin L 8.2 g/dL 11.7 – 15.5


● Anemia mikrositik hipokromik →
defisiensi besi
Hematokrit L 29 % 35 - 47
● Trombositosis reaktif
Eritrosit H 5.3 106/µL 3.80 – 5.20 ○ Infeksi akut
Leukosit 10.1 103/µL 3.8 – 11.0 ○ Inflamasi
○ Anemia defisiensi besi
Trombosit H 641 103/µL 154 – 386

MCV/VER L 54 fL 82.0 – 92.0

MCH/HER L 15 pg 27.0 – 31.0

MCHC/KHER L 28 g/dL 32.0 – 36.0 Bleeker JS, Hogan WJ. Throbocytosis: diagnostic evaluation, thrombotic risk
stratification, and risk-based management strategies. Thrombosis. 2011; 2011:
536062
Pemeriksaan Laboratorium (27/1/2020)
Hitung Jenis
● Monositosis
○ Infeksi kronik
Basofil 1 % 0–1

Eosinofil L 1 % 2–4 ○ Curiga TB


Neutrofil 53 % 50 – 70 ● LED tinggi
○ Inflamasi
Limfosit 26 % 25 – 40
○ Infeksi → akut/kronik
Monosit H 19 % 2–8
○ Anemia
Laju Endap Darah H 45 mm/jam 0-20

Dutta P, Nahrendorf M. Regulation and consequences of monocytosis. Immunol Rev. 2014; 262(1): 167-78
Bridgen ML. Clinical utility of the erythrocyte sedimentation rate. Am Fam Physician. 1999;60(5): 1443-50
Pemeriksaan Laboratorium (27/1/2020)
KIMIA KLINIK
● Tidak ada kerusakan organ
SGOT (AST) 18 U/L 5 – 34
● Hipoalbuminemia → malnutrisi
SGPT (ALT) 9 U/L 0 – 55

Ureum 15 mg/dL 10-50

Kreatinin 0.53 mg/dL 0.6 – 1.2

Albumin L 3.3 g/dL 3.4-4.8

ELEKTROLIT

Natrium (Na) Darah 137 mEq/L 136 – 145

Kalium (K) Darah 4.06 mEq/L 3.5 – 5.1

Klorida (Cl) Darah 100 mEq/L 98.0 – 107.0


Pemeriksaan Laboratorium (2/2/2020)
Darah Rutin Hitung Jenis

Hemoglobin L 11.4 g/dL 11.7 – 15.5 Basofil 1 % 0–1

Hematokrit 37 % 35 - 47 Eosinofil L 1 % 2–4

Eritrosit H 6.10 106/µL 3.80 – 5.20 Neutrofil 62 % 50 – 70

Leukosit 7.7 103/µL 3.8 – 11.0 Limfosit L 20 % 25 – 40

Trombosit H 404 103/µL 154 – 386 Monosit H 16 % 2–8

MCV/VER L 61 fL 82.0 – 92.0


● Perbaikan Hb & Ht →
MCH/HER L 19 pg 27.0 – 31.0
post-transfusi
MCHC/KHER L 31 g/dL 32.0 – 36.0 ● Perbaikan trombositosis
Pemeriksaan Laboratorium

● Dilakukan rutin pada pneumonia


○ Evaluasi inflamasi
○ Kerusakan organ
○ Tingkat keparahan penyakit sesuai sistem skoring → CURB-65, PSI
Ureum, natrium, glukosa, hematokrit, pH darah dan pO2 arteri
● Temuan yang umum → leukositosis, neutrofilia
○ Pada pasien tidak ditemukan
○ Furer, et al. → 20% pasien pneumonia memiliki leukosit yang normal,
tetap bergantung pada gejala klinis dan pemeriksaan radiologis

Prina E, Ranzani OT, Torres A. Community-acquired pneumonia. Lancet 2015;386(1):12


Furer V, Raveh D, Picard E, Goldberg S, Izbicki G. Absence of leukocytosis in bacteraemic pneumococcal pneumonia. Primary Care Respiratory Journal. 2011; 20(3): 276-81.
Pemeriksaan Radiologis

● Esensial dalam menegakkan pneumonia


● Konfirmasi gejala klinis
● Foto polos toraks memiliki akurasi diagnostik hingga 75% untuk konsolidasi
alveolus
● Pemilihan modalitas lain
○ CT-scan → akurat
○ Ultrasound paru

Prina E, Ranzani OT, Torres A. Community-acquired pneumonia. Lancet 2015;386(1):12


Rontgen Thorax PA (27/1/2020)

● Gambaran fibroinfiltrat pada bagian paru


kanan bawah (middle-lower zone)
○ Konfirmasi pneumonia
○ Diagnosis banding: tuberkulosis
paru
● CTR < 50%
○ Tidak ada perbesaran jantung
● Kedua sudut kostofrenikus tumpul
○ Efusi pleura bilateral minimal
Daftar Masalah Diagnosis Kerja
1. Dyspnea 1. CAP PSI 49
2. Batuk 2. Suspek TB Paru
3. Dyspepsia 3. Malnutrisi Berat
4. Amenorrhea 4. Curiga Kelainan Endokrin
5. Gangguan pertumbuhan
6. Anemia Mikrositik Hipokrom
7. Hipoalbumin
Pembahasan
Diagnosis
Pembahasan diagnosis - TB paru klinis, BTA (-), alergi rifampicin dengan
riwayat putus obat, off OAT, HIV (+)

● PF: konsolidasi → nafas bronkial,


Permenkes TB 67 tahun 2016 ronki
Diagnosis bisa ditegakkan jika: ● Lab:
○ jumlah sel darah putih diatas
● Mikroskopis dahak 10.000uL atau dibawah 4.500uL
○ ODHA biasanya BTA (-)
PSI → 49
● Gejala klinis biasanya tidak
spesifik Umur (+19), kelamin (-10), RR≥30x/mnt,
HT <30%, efusi pleura (+10)

CURB-65 → tidak perlu karena ada


fasilitas
Pembahasan diagnosis - CAP PSI 49

● Memenuhi kriteria pneumonia


berat (IDSA/ATS 2007)
○ Minimal 1 kriteria:

■ Pada pasien ini ada:


RR≥30x/mnt & gambaran
infiltrat multilobus
Pembahasan diagnosis - Suspek TB
Pada pasien ini:

● Batuk lebih dari 2 minggu


● Faktor immunikompromais →
Malnutrisi
● Efusi pleura dan infiltrat
● Monositosis → infeksi kronik

Tidak ada pada pasien ini:

● Penurunan berat badan


● Keringat malam
● Hemoptysis
Pembahasan diagnosis - Malnutrisi Berat
Pada pasien ini:

● IMT yang sangat rendah (12.4)


● Massa otot yang kurang
● Intake menurun (ec mual muntah)
● Inflamasi (LED tinggi)) → pneumonia dan TB (?)

Akibat:

● Anemia mikrositik hipokrom → dietary iron yang rendah


○ Anemia dapat menyebabkan sesak
● Hipoalbumin ringan (3.3)
● Thrombositosis (ec infeksi DAN malnutrisi)
Pembahasan diagnosis - Kelainan Endokrin

● Pasien sudah 19 tahun namun belum menstruasi


● Organ seks sekunder belum terlihat
Tatalaksana Rencana tatalaksana
● Tatalaksana OAT tanpa Rifampisin
○ 2HES/10HE

Rencana pemeriksaan penunjang: ● Konsul gizi


○ Mulai dengan kebutuhan kalori pada
● Kultur sensitivitas obat
pasien yang sedang rawat inap ;
● Serologi hepatitis (HBeAg, DNA ○ 30-35 kcal/BB/hari (berdasarkan IMT)
HBV) ○ Kebutuhan kalori pasien : 1290 - 1505

● Bilirubin kcal / hari


● Mulai ARV apabila OAT dapat ditoleransi
● Pengobatan empiris meningitis kriptokokal
Pembahasan Tatalaksana - Diagnostik
BTA dan Kultur sputum

● Pasien pernah tidak minum obat selama 5 bulan → loss to follow up


● Sebaiknya OAT dihentikan sambil menunggu hasil
● Hasil BTA negatif → belum ada perbaikan nyata sehingga obat yang sebelumnya dapat teruskan dengan dosis yang tersisa

Untuk diagnosis kerja lainnya, kami memikirkan untuk mengkonsultasikan pasien ini → spesialis gizi, spesialis penyakit dalam
hepatologi guna tatalaksana dalam bidang tersebut.
Pembahasan Tatalaksana - Pengobatan
Tatalaksana OAT

● Sudah terbukti alergi rifampisin → drug challenge di RSPISS


○ Regimen yang dibutuhkan 2HES/10HE
● Pasien Hepatitis B
○ Fungsi hati baik
■ Bukan merupakan hepatitis kronik aktif (OT/PT > 2x, HBeAg(+), HBV DNA (+)
■ Hati-hati hepatic flare up, pantau fungsi hati berkala (ditandai OT/PT meningkat dan klinis)
○ Dapat meneruskan obat sambil kontrol untuk monitor fungsi hati
○ Apabila aktif -> rubah 2NRTI menjadi TDF+FTC(FDC)
Tatalaksana ARV

● Dapat dimulai dalam 2-8 minggu


setelah OAT ditoleransi
(drug-challenging)
● Alergi nevirapine derajat 4
● Subtitusi NVP dengan PI, sehingga regimen menjadi:
2NRTIs + PI/r
● Pertimbangan lain triple NRTI: maksimal 3 bulan, tidak efektif menekan
virus
● PI/r dapat berinteraksi dengan rifampisin (kadar darah turn 80%),
namun dapat diabaikan dengan pasien ini
● 2 NRTI pilihan = FDC berupa AZT+3CT dengan dosis 300mg/150 mg tiap 12
jam
● PI/r : LPV/r + ritonavir (mengurangi dosis PI) = 400mg/100mg dalam 12 jam
Profilaksis Kotrimoksazol

● Alergi derajat
ringan-sedang >
desensitasi
● Alergi berat = tidak
dianjurkan pemberian
kotrimoksazol
Tatalaksana pengobatan
● Riwayat toksoplasmosis:
○ Pengobatan: pirimetamin 100mg, diikuti
dengan 50 mg per hari dan klindamisin
4x600mg, diterapi selama 6 minggu
○ asam folinat 15 mg tiap 2 hari untuk
menghindari efek samping hematologik
○ Lanjutan
■ pirimetamin 25 mg/hari ditambah
klindamisin 600 mg untuk mencegah
relapse
■ dipertahankan hingga CD4+ sudah
diatas 200 sel per mikroliter
■ CD4+ pasien <200 sel/mikroliter

Tatalaksana Malnutrisi

Tatalaksana inisial gizi

Konsul bagian gizi:

● 1290 - 1505 kcal/hari → sesuai


dengan IMT 16,3
Pembahasan Komplikasi
dan Prognosis
Pembahasan Komplikasi
● Pasien mengalami komplikasi dalam pengobatan
○ Hipersensitivitas terhadap Rifampicin (sampai SSJ), Nevirapin dan Cotrimoxazole
● Umumnya alergi terhadap OAT jarang → 4-6%
● Sangat jarang terjadi SSJ karena OAT → 0.96%
● Pasien HIV → Meningkat risiko toksisitas dan hipersensitivitas terhadap OAT dan ARV
○ Cotrimoxazole 40-80% menyebabkan reaksi pada HIV (normal hanya 3-5%)
○ Risiko SSJ dari OAT → naik hampir 5x lipat
○ Nevirapine 15-32% menyebabkan ruam
Drug
Provocation
Testing
● Cara yang aman dan efektif
untuk mendeteksi penyebab
hipersentivitas
● Dianjurkan untuk tidak
dilakukan pada SSJ-TEN
Shared
Toxicity
ARV dan
OAT
Prognosis

● CD4 rendah dan masalah dalam pengobatan → Faktor memperburuk


● Pasien tidak dapat minum Cotrimoxazole → rentan terhadap infeksi
● Pasien dalam regimen terapi basis RHZ dan ARV → memperbaiki prognosis
Tinjauan Pustaka
Definisi
Pendahuluan
● Pneumonia merupakan peradangan akut pada parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
seperti virus, bakteri, jamur dan parasit
● Pneumonitis disebabkan oleh non-mikroorganisme seperti bahan kimia, radiasi, aspirasi toksik,
obat-obatan dan sejenisnya.
● Pneumonia dapat dibedakan menurut gambaran klinis dan epidemiologinya menjadi pneumonia
komunitas atau Community Acquired Pneumonia (CAP), Hospital Acquired Pneumonia (HAP),
Health-care Associated Pneumonia (HCAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP).
● Pneumonia merupakan penyakit yang menyerang manusia dengan 450 juta kasus di dunia setiap
tahunnya.
Community Acquired Pneumonia
● Pneumonia komunitas merupakan jenis yang ● Di Indonesia: pneumonia komunitas menjadi
paling sering terjadi dan berkaitan dengan 10 besar penyakit penyebab rawat inap
kesakitan dan kematian yang tinggi di dunia terbanyak
● Pneumonia komunitas sendiri dapat diartikan ○ Laki-laki (53.95%) vs. perempuan
sebagai peradangan akut pada parenkim paru (46.05%)
yang terjadi atau didapat di masyarakat ● Etiologi tersering pada CAP ialah karena
● Secara epidemiologi, CAP banyak diderita adanya bakteri Gram negatif yaitu Klebsiella
oleh orang lanjut usia, anak dibawah 5 tahun pneumoniae, Acinetobacter baumanii,
atau pasien-pasien dengan komorbid Pseudomonas aeruginosa
● Secara global, angka kematian CAP mencapai ● Pneumonia komunitas di negara lainnya
1,4 juta setiap tahunnya (7% penyebab adalah Gram positif yaitu Streptococcus
kematian di dunia) pneumoniae, Mycoplasma pneumonia,
Haemophilus influenza.
Patofisiologi
Patogenesis Pneumonia
Masuknya mikroorganisme ke sel napas bawah:

● Inhalasi
○ Organisme airborne
● Aspirasi
○ Terjadi pada 50% individu sehat saat tidur
○ Bergantung pada faktor virulensi organisme: adhesins/pili
● Perkontinuatum/inokulasi langsung
● Penyebaran hematogen
● Kolonisasi kronik di mukosa
Patogenesis Pneumonia
● Ketidakseimbangan antar mekanisme defens saluran respiratorik, faktor
virulensi dan kuantitas mikroorganisme penyebab

○ Refleks batuk yang menurun, kesadaran menurun, kerusakkan pada


sistem bersihan mukosilier, dan keadaan imunosupresi

○ Penggunaan antibiotik dan hospitalisasi berkepanjangan, intubasi,


perokok, konsumsi alkohol, malnutrisi, dan plak gigi

○ Zat antimikrobial: defensin, katelicidin, protein A dan C surfaktan,


komplemen dan IgA serta flora normal
Tipe Pneumonia
Histopatologi Pneumonia Lobaris

● Berlangsung 2-4 hari


● 24 jam pertama ● Padat seperti jaringan ● Berlangsung 4-8 hari
● Sel paru akan terlihat hati ● Paru-paru terlihat
membesar, hiperemis ● Merah, kering, granular, abu-abu
sedikit udara, septa
alveolus menghilang
● Dimulai pada hari ke -8
● Reaksi enzimatik dari
central ke perifer
Diagnosis
Anamnesis & Pemeriksaan Fisis

● Anamnesis
○ Gejala respirasi
■ Batuk, dahak, nyeri dada, sesak napas
○ Gejala umum infeksi
■ Demam, hipotermia, malaise, gejala flu, gangguan kesadaran
● Pemeriksaan Fisis
○ Takipnea, takikardia, hipotensi, kelainan auskultasi
Anamnesis & Pemeriksaan Fisis

● Beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan pretest probability akan
ditemukannya infiltrat pada foto polos, jika ditemukan dua atau lebih:
○ Tidak adanya rinorea
○ Sesak napas dan/atau peningkatan frekuensi napas
○ Kelainan pada auskultasi
○ Tanda-tanda vital abnormal (demam, takikardia)
○ Peningkatan biomarker (protein reaktif C > 20-30 mg/L)
Anamnesis & Pemeriksaan Fisis

● Beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berpengaruh terhadap tingkat


keparahan penyakit
○ Usia tua
○ Penyakit kardiopulmoner
○ Status fungsional rendah
○ Status ekonomi rendah
○ Penurunan berat badan (underweight)
Pemeriksaan Pencitraan

● Chest X-ray
○ Akurasi 75% untuk konsolidasi alveolus, 47% untuk efusi pleura
○ PA + Lateral meningkatkan akurasi
○ Berkurang akurasi pada
■ Tirah baring
■ Obese
■ Immunodefisiensi
■ Kelainan pada foto toraks sebelumnya
Pemeriksaan Pencitraan

● CT Scan
○ Gold standard
○ Informasi detil tentang parenkim dan mediastinum
○ Kekurangan?
■ Biaya, pajanan radiasi, tidak memungkinkan untuk dilakukan secara
bedside
○ Hanya dilakukan pada kondisi tertentu
■ Eksklusi diagnosis lain, kecurigaan infeksi jamur, gambaran
inkonklusif
Pemeriksaan Pencitraan

● Ultrasonografi (USG)
○ Sensitivitas 94%, spesifisitas 96%
○ Tidak memancarkan radiasi
○ Mudah dikerjakan
■ Bedside, ibu hamil
○ Kekurangan
■ Operator dependent
Pemeriksaan Laboratorium

● Fungsi?
○ Mengevaluasi
■ inflammatory state (leukosit, CRP), kerusakan organ (ureum dan
kreatinin), tingkat keparahan penyakit
● C-reactive protein
○ Mengurangi pajanan antibiotik
○ Antibiotik tidak direkomendasikan pada pasien tanpa temuan klinis
yang meyakinkan pneumonia dengan CRP <20 mg/L
Pemeriksaan Laboratorium

● Procalcitonin (PCT)
○ Membedakan infeksi bakteri dan virus
■ Outpatient
● >0,25 µg/L → recommended
● >0,5 µg/L → strongly recommended
■ Inpatient (ICU)
● >0,25 µg/L → always encouraged
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pneumonia Tipikal vs. Atipikal
Penilaian Derajat Keparahan
● Menentukan berobat rawat jalan, rawat inap, atau ICU (Level 1)
● Skor:
○ CURB-65
■ Lebih cepat, hanya 5 variabel (ideal untuk identifikasi pasien dengan tingkat
angka kematian tinggi)
■ Tidak dapat menentukan penyakit dasar
○ Pneumonia Severity Index
■ 20 variabel
■ Direkomendasikan bila RS memiliki fasilitas lengkap
○ Kriteria IDSA/ART 2007
CURB-65
Confusion Menggunakan abbreviated mental test

Urea Blood Urea Nitrogen >19 mg/dL; dengan konversi serumUr/2,14

Respiratory Rate >= 30 kali per menit

Blood pressure Sistol < 90 mmHg; Diastol <= 60 mmHg

Umur >= 65 tahun

Setiap kriteria yang (+) diberikan 1 poin


CURB-65: Confusion
CURB-65: Interpretasi
● Skor 0-1 : Risiko kematian rendah; rawat jalan
● Skor 2 : Risiko kematian sedang; pertimbangkan dirawat
● Skor >3 : Risiko kematian tinggi, dirawat harus ditatalaksana sebagai
pneumonia berat
● Skor 4-5 : Harus dipertimbangkan perawatan intensif
CURB-65: Interpretasi

● Skor 0-1 : Risiko kematian rendah;


rawat jalan
● Skor 2 : Risiko kematian sedang;
pertimbangkan dirawat
● Skor >3 : Risiko kematian tinggi,
dirawat harus ditatalaksana sebagai
pneumonia berat
● Skor 4-5 : Harus dipertimbangkan
perawatan intensif
Pneumonia Severity Index (PSI)
Rekomendasi PDPI:
Indikasi rawat inap bila:

● PSI > 70
● PSI < 70, tetapi terdapat salah satu kriteria:
○ RR > 30 x/menit
○ PaO2/FiO2 < 250 mmHg
○ Ro toraks terdapat infiltrat multilobus
○ Sistol < 90 mmHg
○ Diastol < 60 mmHg
● Pneumonia pada pengguna NAPZA
Derajat Skor Risiko PSI
Pneumonia Berat (IDSA/ATS 2007)
3 kriteria minor, 2 kriteria mayor merupakan indikasi ICU
Kriteria Minor Kriteria Mayor

● RR >= 30 x/menit ● Membutuhkan ventilasi mekanis


● PaO2/FiO2 <= 250 mmHg ● Syok septik yang membutuhkan vasopresor
● Ro toraks ada infiltrat multilobus
● Disorientasi/penurunan kesadaran
● Uremia (BUN >= 20 mg/dL)
● Leukopenia (< 4000 sel/mm3)
● Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3)
● Hipotermia (< 36)
● Hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan agresif
Alur
Diagnosis
Diagnosis
Differensial
Introduksi

● CAP → diagnosis kerja umum digunakan → infiltrat dan batuk, infeksi saluran
pernafasan dan sepsis
● Membedakkan pneumonia dari patologi pulmoner lain sulit → terutama
dengan underlying disease (eg. PPOK, asma)
● CRP dan PCT → membantu memisahkan CAP dan eksaserbasi pada penyakit
non-infeksius
● Differensiasi CAP, HCAP, HAP dan patologi paru lain penting → mendikte tx
empiris yang paling efektif
CAP?

● Biasanya takipnu, takikardi, dan demam membaik sekitar 72 jam terapi


antibiotik → perbaikan pada hasi radiografis 12 mgg (namun pengurangan
infiltrat terjadi lebih cepat)
● Bisa dibilang gagal jika:
○ Progresifitas pada penyakit
○ Perbaikan klinis sangat lambat → lebih lama dari 72jam
○ Perbaikan radiografis → lebih dari 2 minggu
○ Tidak responsif → infiltrat tetap ada 12 minggu kemudian
CAP?
● Infiltrat cepat menghilang? → ● Penyakit yang menyerupai/ muncul
diagnosis lain dipertimbangkan bersamaan lain:
○ Infiltrat paru pada CAP ○ Eksaserbasi akut pada PPOK
diakibatkan akumulasi sel ○ Influenza atau infeksi viral lain
darah putih pada ruangan ○ Bronkitis akut
alveolar ○ Eksaserbasi asma
■ Butuh waktu mingguan ● Febris dan atau sepsis?:
untuk hilang ○ Infeksi saluran kemih
○ Jika infiltrat hilang dalam ○ Infeksi intra-abdominal
waktu hanya berberapa hari → ○ Endocarditis
akumulasi cairan pada alveoli
(eg edem paru) ATAU kolaps
pada alveoli (eg atelektasis)
Penyakit non-infeksius
● Penyakit non-infeksius → dapat menyerupai atau terjadi bersamaan → datang
dengan infiltrat dan batuk:
○ CHF dengan edem paru
○ Emboli paru
○ Pulmonary hemmorhage
○ Atelektasis
○ aspirasi/pneumonitis kimiawi
○ Reaksi obat
○ Kanker paru
○ Penyakit vaskuler
○ Eksaserbasi akut pada bronkiektasis
○ ILD
Penyakit non-infeksius

● Lesi neoplasma:
○ Lesi endobronkial → primer atau metastasis → obstruksi→ akumulasi
sekresi → predisposisi infeksi distal
○ Bisa ada infiltrasi dan konsolidasi tanpa obstruksi bronkus
● Edem paru → ec bullae, PPOK, penyakit katup
○ Infiltrat terlokalisir pada rongen toraks
○ Mempredisposisikan ke pneumonia infeksi → yang akan memburuk
patologi pada jantung
○ Jika tetap ada perburukan klinis walaupun dengan AB→ ACS ato
arrythmia
Penyakit non-infeksius

● Emboli paru → CRP, PCT, D-dimer bisa naik (sama seperti CAP)
○ Sebaiknya dinilai dengan Wells criteria → pertimbangkn CT-Pulmonary
angiograph
● Pneumonitis akibat obat (ec. Heroine, crack cocaine)
○ datang dengan demam, batuk non-produktif, dyspneu → muncul
berminggu-minggu setelah penggunaan
● Pendarahan dalam alveolus
○ Ec gangguan vaskular/reumatologis → gambaran opak bilateral difus
ATAU infiltrat lokal (yang menyerupai pneumonia)
○ Perlu bronkoskopi dan bronkoalveolar lavage
Tatalaksana
Tatalaksana

● Inisiasi antibiotik secepat mungkin pada pasien dengan gejala klinis


pneumonia yang terkonfirmasi secara radiologi
○ Tanpa menunggu hasil procalcitonin
○ Setelah spesimen sputum diambil
○ IGD → setidaknya dalam 8 jam, jika <4 jam dapat menurunkan mortalitas
● Pemilihan antibiotik
○ Kemungkinan jenis kuman penyebab → berdasarkan pola kuman
setempat
○ Obat terbukti efektif berdasarkan penelitian
○ Faktor risiko resisten antibiotik atau infeksi kuman tertentu
Faktor Risiko Infeksi Kuman Tertentu
● Umur > 65 tahun
● Penggunaan beta laktam selama 3 bulan terakhir
Pneumokokus resisten
● Pecandu alkohol
terhadap penisilin ● Immunocompromised
● Penyakit penyerta multipel

● Penghuni panti jompo


● Kelainan jantung dan paru
Bakteri enterik gram negatif
● Kelainan penyakit multipel
● Riwayat penggunaan antibiotik

● Bronkiektasis
● Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pseudomonas aeruginosa ● Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada
bulan terakhir
● Gizi kurang
Tatalaksana: Antibiotik
● Mempertimbangkan: pola kuman setempat, evaluasi gejala klinis, uji
sensitivitas
● Evaluasi pada 72 jam pertama
○ Perbaikan → lanjutkan
○ Perburukan → ganti sesuai hasil kultur atau pedoman empiris
● Durasi: minimal 5 hari dan tidak demam 48-72 jam, umumnya: 7-10 hari
● Syarat menghentikan terapi
○ Tidak membutuhkan suplemen oksigen (kecuali untuk penyakit dasar)
○ Tidak lebih dari satu tanda klinis tidak stabil
● Nadi > 100x/menit
● Frekuensi nafas > 24x/menit
● Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg
Algoritme
Tatalaksana CAP
● Berdasarkan skor PSI atau
CURB-65
● Diklasifikasikan menjadi
○ Rawat jalan
○ Rawat inap
■ Rawat biasa
■ Rawat intensif
Tatalaksana CAP: Rawat Jalan

● Antibiotik
● Terapi suportif atau simptomatik
○ Istirahat
○ Minum yang cukup
○ Kompres dan obat penurun panas
○ Mukolitik atau ekspektoran
Terapi Empiris CAP Rawat Jalan (PDPI 2014)
Terapi
Empiris CAP
Rawat Jalan
(ATSA/IDSA
2019)
Tatalaksana Pasien Rawat
● Rawat inap ruang biasa

Pemberian terapi oksigen, rehidrasi dengan pemberian infus, serta koreksi kalori
dan elektrolit

Antipiretik dan mukolitik dapat diberikan sebagai obat simptomatik

Segera mungkin diberikan antibiotik

● Rawat inap ruang intensif

Tatalaksana sama dengan ruang rawat inap biasa namun dengan dengan
pemasangan ventilasi mekanis jika terdapat indikasi
Rawat inap non •Florokuinolon respirasi (levofloxacin 1 x 750 mg selama 5 hari)
ICU ATAU
•B lactam ditambah makrolid (cefotaxime 2 x 1 g IV + klaritromisin
IV 1 x 1 g)

Ruang rawat Apabila tidak ada faktor risiko infeksi Pseudomonas:


intensif •B lactam (cefotaxime, ceftriaxone atau ampisillin sulbactam)
ditambah makrolid baru atau florokuinolon respirasi (IV)

Pertimbangan Faktor risiko Pseudomonas:


khusus •Antipneumokokal, antipseudomonas B lactam
(piperacillin-tazobactam, sefepim, imipenem atau meropenem)
ditambah levofloksasin 750mg ATAU
•Ditambah Aminoglikosida dan azitromisin ATAU
Bila dicurigai MRSA
•Tambahkan vankomisin atau linezolid
Pneumonia Atipik

● Pengobatan utama ⇒ antibiotik

● Antibiotik terpilih yang dapat diberikan adalah golongan makrolid baru


berupa azitromisin, roksitromisin, dan klaritromisin

● Untuk fluorokuinolon respirasi yang dapat diberikan adalah levofloksasin dan


moksifloksasin
Pneumonia Virus
● Antiviral diberikan secepat mungkin dalam 48 jam pertama
● Pasien dewasa atau anak dengan usia ≥13 tahun, diberikan osetalmivir 2x75
mg per hari selama 5 hari
● Pasien anak dengan usia ≥1 tahun diberikan osetalmivir 2 mg/kgBB 2 kali
sehari selama 5 hari
● Pemberian osetalmivir dapat juga disesuaikan dengan berat badan sesuai
dengan tabel berikut
Lama Pengobatan
● Pemberian antibiotik ⇒ paling sedikit 5 hari dengan tidak adanya demam selama
48-72 jam
● Beberapa keadaan pasien yang perlu diperhatikan sebelum terapi dihentikan
adalah:
○ Suplemen oksigen sudah tidak diperlukan, kecuali suplemen oksigen untuk
penyakit dasarnya
○ Tanda-tanda ketidakstabilan klinis berikut tidak terdapat lebih dari satu,
yaitu:
■ Frekuensi napas lebih dari 100x/menit
■ Frekuensi nadi lebih dari 24x/menit
■ Tekanan darah sistolik ≤90 mmHg
Pasien Pneumonia Tidak Respons
Pola dan Tipe
Penyebab
Pneumonia
Komunitas Tidak
Respons
Tatalaksana Pasien Pneumonia Komunitas
Tidak Respons
● Rujuk pasien ke pelayanan yang lebih tinggi
● Diagnosis perlu ditinjau kembali dengan melakukan pemeriksaan ulang
● Pemeriksaan ulang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan mikrobiologi,
bronkoskopi, CT scan, maupun pungsi pleura
● Berikan eskalasi antibiotik
Komplikasi dan
Prognosis
Komplikasi

● Sepsis

life threatening organ dysfunction caused by a dysregulated host response to


infection

● Acute Respiratory Distress Syndrome

kerusakan pada tipe 1 sel epitel alveolar dan sel endotel kapiler yang mengarah
pada peningkatan permeabilitas membran dan penumpukan cairan pada alveoli
dan interstitium.
Komplikasi
● Efusi Pleura dan Empiema

Eksudat → pembuluh darah kapiler mengalami inflamasi.

Empiema →

tahap eksudatif - akumulasi cairan dalam rongga pleura tanpa lokasi,

tahap fibropurulen - adanya nanah dan deposisi fibrin

tahap organisasi - empiema terorganisir dengan banyak lokasi yang menjebak


paru-paru dan pembentukan kulit yang keras.

● Abses Paru
Prognosis CAP

Dipengaruhi oleh berbagai faktor


Mortalitas - Tempat
Pasien Ditangani
● Rawat Jalan - 3%
● Rawat Inap (tanpa ICU) - 5-10% “Mortalitas 5 tahun
● ICU - 25% sebesar 50%”
● Memperlukan Intubasi - 40%
Faktor Yang Memperburuk Prognosis
● Geriatri
● Ras kulit hitam
● Laki-laki
● Memiliki komorbiditas
● Pemberian Antibiotik yang terlambat
● Derajat Keparahan Penyakit
Referensi
1. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia komunitas: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014)
2. Cillóniz C, Cardozo C, García-Vidal C. Epidemiology, pathophysiology, and microbiology of community-acquired pneumonia. Annals of Research Hospitals. 2018;2:1-1)
3. Murray J, Nadel J, Broaddus V, Mason R, Ernst J, King T. Murray & Nadel's textbook of respiratory medicine. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2016. p358-60)
4. Atkuri, L.V., & King, B.R. (2006). Pediatrics, Pneumonia. Disunting: 2 Februari 2019 from http://emedicine.medscape.com/article/803364-overview
5. Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, Agustin H, et al. Pneumonia Komunitas: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2 ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014.
6. Kolditz M, Ewig S. Community-Acquired Pneumonia in Adults. Dtsch Arztebl Int 2017;114(49):838-48.
7. Kaysin A, Viera AJ. Community-Acquired Pneumonia in Adults: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2016;94(9):698-706.
8. Prina E, Ranzani OT, Torres A. Community-acquired pneumonia. Lancet 2015;386(1):12.
9. Metlay JP, Waterer GW, Ling AC, Anzueto A, Brozek J, Corthers K, Cooley L, et al. Diagnosis and treatment of adults with community-acquired pneumonia: an official clinical practice guideline of the american thoracic
society and infectious disease society of america. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2019; 200(7): e45-67
10. Black A. Non-infectious mimics of community-acquired pneumonia. Pneumonia. 2016;8(1).
11. Bafadhel M, Clark T, Reid C, Medina M, Batham S, Barer M et al. Procalcitonin and C-Reactive Protein in Hospitalized Adult Patients With Community-Acquired Pneumonia or Exacerbation of Asthma or COPD. Chest.
2011;139(6):1410-1418.
12. Ramirez J. Overview of community-acquired pneumonia in adults [Internet]. Uptodate.com. 2019 [cited 2 February 2020]. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/overview-of-community-acquired-pneumonia-in-adults?search=pneumonia&source=search_result&selectedTitle=5~150&usage_type=default&display_rank=
5#H1722177350
13. Thomas MF, Wort A, Spencer DA. Management and complications of pneumonia. Paediatrics and Child Health. 2015;25(4):172-8.
14. Restrepo M, Faverio P, Anzueto A. Long-term prognosis in community-acquired pneumonia. Current Opinion in Infectious Diseases. 2013;26(2):151-158.
15. Jameson J, Kasper D, Longo D, Fauci A, Hauser S, Loscalzo J. Harrison's principles of internal medicine. 18th ed. New York: McGraw Hill-Education; 2018.
16. Berliner D, Schneider N, Welte T, Bauersachs J. The Differential Diagnosis of Dyspnea. Dtsch Arztebl Int 2016;113(49):834-45.
17. DeVos E, Jacobson L. Approach to Adult Patients with Acute Dyspnea. Emerg Med Clin N Am 2016;34:21.
18. Bleeker JS, Hogan WJ. Throbocytosis: diagnostic evaluation, thrombotic risk stratification, and risk-based management strategies. Thrombosis. 2011; 2011: 536062).
19. (Dutta P, Nahrendorf M. Regulation and consequences of monocytosis. Immunol Rev. 2014; 262(1): 167-78).
20. (Bridgen ML. Clinical utility of the erythrocyte sedimentation rate. Am Fam Physician. 1999;60(5): 1443-50).
21. (Furer V, Raveh D, Picard E, Goldberg S, Izbicki G. Absence of leukocytosis in bacteraemic pneumococcal pneumonia. Primary Care Respiratory Journal. 2011; 20(3): 276-81.),
22. Community-Acquired Pneumonia Empiric Therapy: Empiric Therapy Regimens [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2020 [cited 4 February 2020]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/2011819-overview

Anda mungkin juga menyukai