Anda di halaman 1dari 3

Apa bukti tuhan tidak ada??

Pertanyaan ini hanya bisa dijawab apabila kata “Tuhan” didefinisikan secara jelas. Tanpa definisi yang
jelas, tidak mungkin apa pun dibuktikan ada atau tidak ada. Bayangkan Anda diminta membuktikan
keberadaan X tanpa disebutkan secara sangat jelas, apa itu X. Permasalahan sama tentang Tuhan
mengingat hampir semua agama memiliki deskripsi sendiri tentang Tuhan. Ada yang menganggapnya
sosok yang bisa marah dan berkehendak, ada yang berkata Tuhan adalah kesadaran manusia itu sendiri.
Ini membuat pembuktian Tuhan menjadi mustahil ketika semua memiliki definisi berbeda.

Persoalan kedua adalah dalam skala sebesar alam semesta, membuktikan ketiadaan sesuatu adalah
mustahil. Contoh, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa Sinterklas tidak ada. Tidak ada yang pernah
merekam dan menjelajahi setiap jengkal bumi untuk menunjukkan bahwa tidak ada Sinterklas.
Bagaimana jika Sinterklas bersembunyi di Bulan? Bagaimana jika Sinterklas bersembunyi di dimensi lain?
Ini jugalah yang terjadi pada jin. Tidak ada yang bisa membuktikan jin tidak ada, tidak ada yang bisa
membuktikan Doraemon tidak ada.

Secara umum, orang yang mengklaim keberadaan sesuatulah yang memiliki kewajiban untuk
membuktikan. Tertama jika klaim tersebut berlawanan dengan hukum fisika dan azas kenormalan yang
ada. Prinsipnya, an extraordinary claim requires extraordinary evidence. Jika ada orang mengatakan
memiliki pensil, maka saya tidak perlu menuntut pembuktian karena memiliki pensil adalah hal yang
biasa. Berbeda, misalnya, dengan seseorang mengaku memiliki pensil emas tidak kasat mata yang
mampu mengabulkan segala keinginan. Klaim tersebut terlalu luar biasa untuk dipercaya tanpa bukti.

Kembali kepada pembuktian Tuhan tidak ada, mari kita tinjau dari deskripsi agama mayoritas tentang
Tuhan, melalui sifat-sifatnya. Ada kesamaan konsep Tuhan yang diagungkan agama-agama mayoritas saat
ini. Dengan menggunakan Logika, kita bisa membuktikan bahwa konsep tuhan yang sering diajukan
memiliki kontradiksi. Ini berarti kalau pun ada Tuhan, pastinya bukan seperti yang digambarkan sesuai
konsep berikut:

1. Maha-Kuasa versus Maha-Kasih versus Maha-Tahu

Epicurus, seorang filsuf Yunani memiliki ungkapan terkenal “Epicurus’ Problems of Evil” yang kurang
lebih berbunyi
“Kalau Tuhan sanggup tetapi tidak mau menghilangkan penderitaan manusia, maka dia jahat.

Kalau Tuhan mau tetapi tidak sanggup menghilangkan penderitaan, maka dia tak maha kuasa.

Kalau Tuhan sanggup dan mau menghilangkan penderitaan, maka penderitaan tidak seharusnya ada.

Kalau Tuhan tidak mau dan tidak sanggup menghilangkan penderitaan, kenapa disebut Tuhan?”

Jawaban paling logis dari pertanyaan Epicurus di atas adalah “Karena tuhan tidak tahu kalau ada
penderitaan.” Hanya saja atribut Maha-Tahu yang juga diberikan kepada sosok tuhan, membuat jawaban
logis yang tersisa adalah “Di dunia yang memiliki penderitaan tidak mungkin ada tuhan yang Maha-Kuasa
sekaligus Maha-Baik sekaligus Maha-Tahu.”

Andai pun ada sosok yang bisa dianggap tuhan, maka sosok itu entah tidak Maha-Kuasa, atau tidak
Maha-Baik, atau tidak Maha-Tahu.

2. Maha-Adil dengan Neraka bagi orang yang tidak menyembahnya/Kafir/Infidel/Non-Believer

Adil adalah memberikan apa yang sepantasnya.

Adil adalah memberikan semua orang kesempatan yang sama.

Keberadaan konsep “Seluruh kafir pasti masuk neraka” bertentangan dengan konsep Keadilan, apalagi
konsep Maha-Adil.

Tidak ada orang yang setuju bahwa “Pencuri Ayam yang tidak kenal Hakim dihukum 1 tahun penjara,
sedangkan Pencuri Ayang yang kenal Hakim dibebaskan” itu adil.

Mengenal sang Hakim tidak lantas merubah hukuman atas apa yang diperbuat seseorang.

justru konsep “Keringanan hukuman karena kenal dengan Hakim” adalah salah satu konsep yang paling
ditentang, yaitu Nepotisme.

Jadi konsep “seseorang yang percaya masuk surga, walaupun dia membunuh orang.

sedangkan orang lain yang tidak percaya, walaupun dia juga membunuh orang”

bukanlah keadilan, melainkan Nepotisme.

Dalam sistem yang adil, maka kedua orang tersebut haruslah mendapat perlakuan yang sama, sama-
sama masuk neraka atau sama-sama masuk surga.
Bagaimana jika ada hukum bahwa “Hanya Jika orang percaya maka dia masuk surga, tidak peduli apapun
perbuatannya, dan hanya Jika orang tidak percaya maka dia masuk neraka, tidak peduli apapun
perbuatannya”?

Sekali lagi ini juga menyalahkan konsep Keadilan, karena kesempatan masing-masing orang untuk
percaya tidaklah sama besar.

Seperti kita ketahui, setiap daerah dan jaman memiliki agamanya masing-masing.

Apa agama Anda, 90% berasal dari keluarga Anda, 9% dari lingkungan Anda dibesarkan.

Kalau kebetulan Anda lahir di keluarga yang benar dan lingkungan yang benar, maka ada 99%
kemungkinan Anda menganut agama yang benar.

Kalau kebetulan Anda lahir di keluarga yang salah dan lingkungan yang salah, maka ada 99%
kemungkinan Anda menganut agama yang salah. Dan artinya 99% kemungkinan Anda masuk neraka. Ini
tentunya tidak adil karena hanya 1 persen saja masuk neraka.

Seharusnya semua orang memiliki kesempatan yang sama besar untuk mengenal agama yang benar,
kalau memang ada.

Kedua konsep tersebut adalah konsep yang paling banyak dipakai dalam menggambarkan tuhan.

Walaupun tidak menutup kemungkinan adanya tuhan yang tidak sesuai konsep tersebut, tapi ini sudah
cukup untuk membuat sebagian orang ragu, apakah konsep tuhan itu sendiri benar.

Anda mungkin juga menyukai