Anda di halaman 1dari 6

Kerang Hijau

Klasifikasi ilmiah

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Bivalvia

Subkelas : Peteriomorphia

Ordo : Mytiloida

Famili : Mytilidae

Genus : Perna

Spesies : P.viridis

Kerang hijau (Perna viridis) atau dikenal sebagai green mussel adalah binatang lunak (moluska) yang
hidup di laut, bercangkang dua dan berwarna hijau. Kerang hijau merupakan organisme yang
termasuk kelas Pelecypoda. Golongan biota yang bertubuh lunak (mollusca). Kerang hijau termasuk
Hewan dari kelas pelecipoda, kelas ini selalu mempunyai cangkang katup sepasang maka disebut
sebagai Bivalvia.Hewan ini disebut juga pelecys yang artinya kapak kecil dan podos yang artinya kaki.
Jadi Pelecypoda berarti hewan berkaki pipih seperti mata kapak. Hewan kelas ini pun berinsang
berlapis-lapis sering disebut Lamelli branchiata. Kerang hijau juga memiliki nama-nama lokal antara
lain kijing (Jakarta), kemudi kapal (Riau), kedaung (Banten), [pranala nonaktif], bia tamako (Maluku
Utara). (1)

Penyebaran:

Kerang hijau memiliki sebaran yang luas yaitu mulai dari laut India bagian barat hingga Pasifik Barat,
dari Teluk Persia hingga Filipina, bagian utara dan timur Laut China, hingga Taiwan. Kerang ini jg
tersebar luas di perairan Indonesia dan ditemukan melimpah pada perairan pesisir, daerah
mangrove dan muara sungai. Di Indonesia jenis ini ditemukan melimpah pada bulan Maret hingga
Juli pada areal pasang surut dan subtidal, hidup bergerombol dan menempel kuat dengan
menggunakan benang byssusnya pada benda-benda keras seperti kayu, bambu, batu ataupun
substrat yang keras.[2]

Ciri"

Kerang hijau memiliki anatomi dengan Panjang tubuh antara 6,5 – 8,5 cm dan diameter sekitar 1,5
cm. [pranala nonaktif] Ciri khas kerang hijau terletak pada warna cangkangnya yang menimbulkan
gradasi warna gelap ke gradasi warna cerah kehijauan. [pranala nonaktif] Kerang ini tidak memiliki
kepala (termasuk otak), organ yang terdapat dalam kerang adalah ginjal, jantung, mulut, dan anus.
[pranala nonaktif] Jika dibuat sayatan memanjang dan melintang, tubuh kerang akan tampak bagian-
bagiannya. Paling luar adalah cangkang yang berjumlah sepasang, fungsinya untuk melindungi
seluruh tubuh kerang. Mantel, jaringan khusus, tipis dan kuat sebagai pembungkus seluruh tubuh
yang lunak. Pada bagian belakang mantel terdapat dua lubang yang disebut sifon. Sifon atas
berfungsi untuk keluarnya air, sedangkan sifon bawah sebagai tempat masuknya air. Insang,
berlapis-lapis dan berjumlah dua pasang. Dalam insang ini banyak mengandung pembuluh darah.
Kaki pipih, bila akan berjalan kaki dijulurkan ke anterior. Di dalam rongga tubuhnya terdapat
berbagai alat dalam seperti saluran pencernaan yang menembus jantung, alat peredaran, dan alat
ekskresi (ginjal).[4]

Perkembangbiakan dan pertumbuhan

Kerang berkembang biak secara kawin. Umumnya berumah dua dan pembuahannya internal. Telur
yang dibuahi sperma akan berkembang manjadi larva glosidium yang terlintang oleh dua buah
katup. Ada beberapa jenis yang dari katupnya keluar larva panjang dan hidup sebagai parasit pada
hewan lain, misalnya pada ikan. Setelah beberapa lama larva akan keluar dan hidup sebagaimana
nenek moyangnya (kerang itu sendiri). Dalam reproduksinya, hewan ini memiliki alat kelamin yang
terpisah atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dan sperma yang berjumlah banyak dan
mikroskopik. Induk kerang hijau yang telah matang kelaminnya mengeluarkan sperma dan sel telur
kedalam air sehingga bercampur dan kemudian terjadi pembuahan, telur yang telah dibuahi
tersebut setelah 24 jam kemudian menetas dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian
menjadi spat yang masih bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari, kemudian benih/spat
tersebut menempel pada substrat dan akan menjadi kerang hijau dewasa (Induk) setelah 5 - 6 bulan
kemudian.[6]

Habitat

Kerang hijau hidup pada perairan estuari, teluk dan daerah mangrove dengan substrat pasir
lumpuran serta salinitas yang tidak terlalu tinggi. Umumnya hidup menempel dan bergerombol pada
dasar substrat yang keras, yaitu batu karang, kayu, bambu atau lumpur keras dengan bantuan bysus.
Kerang hijau tergolong dalam organisme/hewan sesil yang hidup bergantung pada ketersediaan
zooplankton, fitoplankton dan material yang kaya akan kandungan organik. Dilihat dari cara makan,
maka kerang hijau termasuk dalam kelompok suspension feeder, artinya untuk mendapatkan
makanan, yaitu fitoplankton, detritus, diatom dan bahan organik lainnya yang tersuspensi dalam air
adalah dengan cara menyaring air tersebut. [2]

Budidaya

Kerang hijau merupakan salah satu biota laut yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak
pada tekanan ekologis yang tinggi tanpa mengalami gangguan yang berarti. Dengan sifat dan
kemampuan adaptasi tersebut, maka kerang hijau telah banyak digunakan dalam usaha budidaya.
Dengan hanya menggunakan/menancapkan bambu/kayu ke dalam perairan yang terdapat banyak
bibit kerang hijau, maka kerang tersebut dengan mudah menepel dan berkembang tanpa harus
memberi makan. [2]

Pastikan lokasi yang dipilih bebas dari limbah beracun seperti tembaga, seng, merkuri, cadmium,
timah dan lainnya. Hindari juga lokasi yang berdekatan dengan sungai untuk menghindari limbah
rumah tangga seperi detergen dan sabun mandi. Limbah tersebut dapat memicu munculnya
berbagai bakteri seperti Eschericia coli, Salmonella, dan Shigella yang bisa berbahaya bagi manusia
yang mengkonsumsi kerang hijau. Lokasi yang baik adalah lokasi yang memiliki suhu berkisar antara
27-37 derajat celcius dan tingkat pH di angka 6-8. [7]

Cara budidaya kerang hijau ada empat, yaitu tancap, rakit tancap, rakit apung dan rawai. Metode
rakit tancap adalah metode yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Cara ini merupakan gabungan
dari dua cara ternak, yaitu tancap dan rakit apung. Caranya adalah dengan menancapkan bambu
sampai dasar perairan. Pastikan lokasi rakit sudah dihitung berdasarkan tinggi rendahnya air apabila
sedang pasang atau surut. Hal ini penting supaya rakit tidak mengalami kekeringan. Kemudian
menempatkan tali kolektor di rakit tancap. Jarak yang direkomendasikan untuk masing-masing tali
adalah satu meter. Dalam waktu sekitar 6 bulan, bisa didapat hasil sekitar 20-25 kg untuk masing-
masing tali. [7]

Dalam siklus hidupnya, kerang hijau juga menghadapi banyak musuh di alam, di antaranya yaitu
rajungan (Portunus sp.), gurita (Octopus sp.), ikan (Monacanthus sp.) dan bintang laut yang
merupakan predator utama dan paling aktif.[9] Pencemaran lingkungan merupakan faktor utama
yang dapat menghambat kelangsungan hidup kerang hijau.[2]

Kandungan gizi

Kandungan gizi yang terdapat pada kerang hijau, yaitu terdiri dari 40,8 % air, 21,9 % protein, 14,5 %
lemak, 18,5 % karbohidrat dan 4,3 % abu sehingga menjadikan kerang hijau sebanding dengan
daging sapi, telur maupun daging ayam. Meskipun daging kerang hijau hanya sekitar 30% dari bobot
keseluruhan (daging dan cangkang), tetapi dalam 100 gr daging kerang hijau mengandung 100 kalori
yang tentunya sangat bermanfaat untuk ketahanan tubuh manusia.[10]

Reverensi

Kastawi, Yusuf. dkk. 2008. Zoologi Avertebrata. Malang: Jica.

Oseana, Volume XXXIII, Nomor l, Tahun 2008: 33-40 ISSN 0216-1877.

POWER A.J.; R.L. WALKER; K. PAYNE and D. HURLEY 2004. First occurrence of the nonindigenous
green mussel, Perna viridis in coastal Georgia, United States. Journal of Shellfish Research 23:741-
744

"Rumah Segar". Kerang Hijau. Diakses tanggal 10 Mei 2014.[pranala nonaktif]

CARPENTER, K.E. and V.H. NIEM (1998). The living marine reaources of the Western Central Pasific.
Seaweeds, coral, bivalvia and gastropods. Vol. 1. Rome FAO: 686 pp.

Sa’adah, Sumiyati. 2010. Materi Pokok Zoolologi Invertebrata. (Bandung: Universitas Islam Sunan
Gunung Djati).

"Agraris". Teknik Budidaya Kerang Hijau. Diakses tanggal 10 Mei 2014.

^ (Inggris) UNAR, M.; N. FATUCHRI and A. ANDAMARI (1982). Country Report. In: Bivalvia culture in
Asia and Pacific. (E.F. DAVY and M. GRAHAM, eds). Proceeding of a workshop held in Singapore, 16-
19 February: 74-83.
TAN, W.H. (1975) Eggs and larva development in the green mussels, Mytilus viridis Linnaeus. The
Veliger 18: 151-155.

SUWIGNYO P.; J. BASMI dan L. B. DJAMAR (1984). Studi Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau Mytilus
viridis L., Di Teluk Jakarta. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor: 101 hal.

Gleteng pasir

Klasifikasi ilmiah

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Sub filum : Crustacea

Kelas : Malacostrata

Ordo : Decapoda

Invraordo : Brachyura

Famili : Ocypodidae

Genus : Ocypode

Spesies : O.kuhlii

Geleteng pasir (Ocypode kuhlii) adalah sejenis kepiting hantu anggota suku Ocypodidae.
Ketam atau yuyu kecil penghuni pantai berpasir ini menyebar terutama di Indonesia; juga di Nikobar,
Thailand selatan, dan Papua Nugini.

Etimologi

Ocypode berarti berkaki lincah; menunjuk pada kegesitan hewan ini berlarian di pasir pantai.
Sedangkan kuhlii diambil dari nama Heinrich Kuhl (1797–1821), yakni seorang peneliti fauna
berkebangsaan Jerman yang berdinas dan wafat dalam usia muda di Hindia Belanda. (2)

Pengenalan

Kepiting bertubuh kecil; karapas hewan dewasa dari spesimen tipe berukuran 33 × 43 mm. Karapas
lebih lebar daripada panjang; mencembung di arah panjangnya; berbintil-bintil halus, lebih kasar di
sisi lateral daripada di tengahnya. Mata bertangkai, namun tanpa perpanjangan tangkai. Tungkai
yang pertama berbentuk sapit, yang tidak sama ukurannya antara kanan dan kiri; tekstur
permukaannya berbintil-bintil. Kepala sapit (palm) dengan sisi atas yang membundar dan berbintil
kasar; sisi dalamnya dengan serangkaian (8-10) bintil yang berderet melintang, berjarak, membentuk
rigi pengerik untuk menghasilkan suara desik geleteng. Ruas-ruas carpus dan propodus pada kaki-
kaki P2 dan P3 (pereiopod no 2 dan 3) gundul, tak berambut, pada permukaan anterior dan
posteriornya. Gonopod G1 (pleopod no 1) berupa pipa yang tiba-tiba membengkok tajam ke arah
lateral, dan sedikit mengecil, di dekat ujungnya.[6]
Sebagaimana namanya, geleteng pasir hidup sebagai benthos di pasir pantai. Namun ekologi yuyu ini
belum banyak dilaporkan. Kerabatnya, O. cordimanus yang terdapat di Pulau Air, Kepulauan Seribu,
dilaporkan membuat lubang-lubang pada pantai berpasir yang sebelah atas, pada tempat-tempat
yang berpasir halus dan gembur, yang terendam air laut tatkala pasang tinggi.[11]

Kepiting pasir ini mencari makanan di area yang tidak jauh dari lubang persembunyiannya.
Kerabatnya yang lain, O. ceratophthalmus di Singapura, diketahui berperan sebagai pemakan
bangkai (scavenger) di habitatnya, sementara O. ryderi di Kenya bersifat pemakan segala
(omnivora).[13]

Kepiting Ocypode betina meletakkan telur-telurnya di air laut. Setelah telur-telur itu menetas, anak-
anak kepiting akan berenang di laut sebagai plankton sebelum pada akhirnya kembali mendarat
untuk tumbuh menjadi dewasa di pantai.[3]

Manfaat

Meskipun tidak banyak dieksploitasi, di beberapa tempat di pantai selatan Jawa kepiting kecil ini
acap ditangkap untuk dijadikan makanan. Di selatan Jogya, untuk sebagian, yuyu ini juga dikenal
sebagai jingking.

Dapus

^ Haan, W. de. 1835. "Crustacea". In: PF. von Siebold. Fauna Japonica sive Descriptio animalium,
quae in itinere per Japoniam,... fasc. 1: 29, & 58. Lugduni Batavorum.

^ EoL: Ocypode quadrata

^ a b Western Aus. Mus.: Creature Feature - Haunted beaches: the fleet-footed ghost-crabs

^ a b Wild Singapore: Ocypode ceratophthalmus

^ a b Man, J.G. de. 1881. "Carcinological studies in the Leyden Museum. No. 2." Notes from the
Leyden Museum, 3: 245-256.

^ a b c Sakai, K. & M. Türkay. 2013. "Revision of the genus Ocypode with the description of a new
genus, Hoplocypode (Crustacea: Decapoda: Brachyura)". Memoirs of the Queensland Museum –
Nature 56(2): 665–793.

^ Pratiwi, R., E. Widyastuti, D.L. Rahayu & S. Unyang. 2002. “Koleksi kepiting, suku Ocypodidae
(Crustacea: Decapoda) yang tersimpan dalam ruang koleksi rujukan (koleksi basah) Pusat Penelitian
Oseanografi”. dalam D.L. Rahayu & R. Pratiwi (eds.) Katalog koleksi biota laut Pusat Penelitian
Oseanografi – LIPI, jil. V: 15-26. Jakarta: Puslit Oseanografi – LIPI.

^ Sealife Base: Ocypode kuhlii De Haan, 1835

^ Coremap - CTI: Ocypode kuhlii De Haan, 1835

^ Crabs of Christmas Island: Ghost crab, Ocypode kuhlii De Haan, 1835


^ Romimohtarto, K. & Moosa, M.K. 1977. “Fauna Crustacea dari Pulau Air, Pulau-pulau Seribu.”
dalam … Teluk Jakarta: sumber daya, sifat-sifat ekologis serta permasalahannya: hlm 311-26. Seri
Penerbitan LIPI SDE-44. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI.

^ Evans, S.M., A. Cram, K. Eaton, R. Torrance & V. Wood. 1976. "Foraging and agonistic behaviour in
the ghost crab Ocypode kuhlii de Haan." Marine Behaviour and Physiology, Vol 4(2): 121-35, 1976.
DOI 10.1080/10236247609386946. (abstract)

Anda mungkin juga menyukai