Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PARTUS PREMATURUS IMMINENS


A. Definisi5
Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir dengan berat
badan lahir 1000 sampai 2500 gram.
B. Epidemiologi6
Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas
indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2)
PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini,
terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar
30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan
selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini.
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada
wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh,
sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini
sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi
pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia
kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan
34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian
PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran preterm
atas indikasi
C. Etiologi dan faktor risiko7,8
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah
 Janin dan plasenta
1. Perdarahan trimester awal
2. Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
3. Ketuban pecah dini (KPD)
4. Pertumbuhan janin terhambat
5. Cacat bawaan njanin
6. Kehamilan ganda
7. Polihidramnion
 Ibu
1. Penyakit berat pada ibu
2. Diabetes Mellitus
3. Preeklamsia/ hipertensi
4. Infeksi saluran kemih/genital/gemeli
5. Penyakit infeksi dengan demam
6. Stress patologik
7. Kelainan bentuk uterus
8. Trauma
9. Perokok berat
10. Kelainan imunologik
11. Riwayat persalinan pretem/abortus berulang
12. Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
D. Diagnosis3,7
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika. Kriteria lain yang diusulkan
oleh American Academy of Pediatrics dan The American Collage of Obstetricians and
Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan
kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
E. Pemeriksaan penunjang3,4
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur urine
b. Pemeriksaan gas dan pH darah janin
c. Pemeriksaan darah tepi ibu
d. Jumlah lekosit
e. C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi
akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi
C. CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks < 3 cm
(USG), dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks
transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina
terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
F. Penatalaksanaan3,8,9
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan
tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul
kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih
kecil.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4
mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-
15 µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5
mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema
paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah
edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide
dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat
cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin.
Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun
menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin.
Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin.
Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan
klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual. Kontraindikasi
relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak
baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien
stabil dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan
paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS),
mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus
arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid
perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang
diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini tidak
diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal
kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing
hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang
kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian
suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid
yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian
korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana
kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD.
Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama
3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau
dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.
G. Kontraindikasi penundaan persalinan3,4,9
1. Mutlak
Gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak.
2. Relatif
Gestosis; diabetes mellitus (beta-mimetik), pertumbuhan janin terhambat,
pembukaan serviks lebih dari 4 cm.
H. Cara persalinan3,4,9
1. Janin presentasi kepala
Pervaginam dengan episiotomi lebar dan perlindungan forseps terutama pada
bayi < 35 minggu.
2. Indikasi seksio sesarea :
a. Janin sungsang
b. Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih kontroversial)
c. Gawat janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
d. Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin melemah,
ologohidramnion, dan cairan amnion berbau. bila syarat pervaginam tidak
terpenuhi
e. Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa, dan
sebagainya).
Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-37C (rawat
intensif di bagian NICU ), perlu dibahas dengan dokter bagian anak.
Bila bayi ternyata tidak mempunyai kesulitan (minum, nafas, tanpa cacat)
maka perawatan cara kangguru dapat diberikan agar lama perawatan di
rumah sakit berkurang.
I. Komplikasi9
1. Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi
preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987) menyatakan
bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki risiko
mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis neonatal,
necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar.
2. Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas
dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh udara
dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang
disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan
tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan
dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya
terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan
lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan
oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu ditempatkan dalam
sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa diteteskan secara langsung
melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan trakea bayi).
3. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks
menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau
serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa menyebabkan
apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin belum matang.
Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu bisa digunakan obat-
obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak yang sangat tidak
matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler) atau
cedera .
4. Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan membatasi
jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu
banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung yang berukuran
kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga
pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.
5. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
6. Displasia bronkopulmoner.
7. Penyakit jantung.
8. Jaundice
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk
membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)
dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,
memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang
dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice).
9. Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum matang dan karena
kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum sempurna.
Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan
perbaikan fungsi pencernaan bayi.
10. Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka
belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta.
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi.
Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan
pada usus).
11. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
II. KETUBAN PECAH DINI
A. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau usia gestasi >37 minggu
dan disebut KPD aterm dan usia gestasi <37 minggu atau KPD preterm.10 Ketuban Pecah
Dini disebut KPD preterm bila membran selaput ketuban pecah sebelum usia
kehamilan 37 minggu, sedangkan KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi
lebih dari 12 jam sebelum waktu melahirkan.8,9
Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. Persalinan bisa terjadi secara spontan dalam beberapa jam, apa bila
persalinan tidak terjadi dalam 24 jam beresiko terjadinya infeksi intrauterin.1
B. Klasifikasi11,12
1. KPD preterm
a. KPD preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes
nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum onset
persalinan.
b. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24
sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan
c. KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37
minggu.
2. KPD aterm
KPD pada Kehamilan Aterm Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu
C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi KPD adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau
amoniak. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran, tetapi bila ibu duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak di bawah
bisanya mengganjal atau menyumbat kebocoran sementara. Keluarnya ketuban yang
disertai dengan demam, juga nyeri pada perut, keadaan seperti ini di curigai
amnionitis.
Adapun tanda dan gejala yang tidak selalu ada timbul pada KPD seperti
ketuban pecah secara tiba-tiba, kemudian cairan tampak diintroitus dan tidak adanya
his dalam satu jam. 9
D. Etiologi dan faktor risiko
Ketuban pecah dini secara langsung belum diketahui penyebab pastinya. Beberapa
keadaan yang berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini, antara lain infeksi
maternal, serviks inkompeten, trauma, kehamilan ganda, makrosomia, kelainan letak
dan anemia. Adapun faktor resiko yang didapatkan secara klinis:
1. Penyakit infeksi
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorgaisme yang
menyebabkan pelepasan sitokinin inflamasi, seperti intraleukin dan tumor
necrosis factor (TNF), yang kemudian merangsang produksi prostaglandin
(PGD). Prostaglandin (PGD) merangsang kontraksi rahim sehingga
menyebabkan degradasi matrix ekstraseluler pada membran janin dan
mengakibatkan KPD.
Salah satu contoh infeksi adalah vaginosis bakterial dimana flora normal,
dominan memproduksi hidrogen peroksida yang di gantikan dengan kuman
anaerob. Kuman anaerob meliputi gardnerella vaginalis, mobiluncus spesies
dan spesies lainnya. Vaginosis bakterial sering dikaitkan dengan abortus
spontan, persalinan kurang bulan, KPD, korioamnionitis, dan infeksi cairan
amnion.13
2. Inkompetensi Serviks (leher lahir)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebab kelainan pada otot–otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah - tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
yang semakin besar.14
3. Trauma
Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor prediposisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat akibat hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis. Trauma menyebabkan terjadinya KPD karena
biasanya disertai infeksi.15
4. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
ganda terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih,
isi rahimnya yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil
sedangkan di bagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.16
5. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000gram. Kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
yang mengakibatkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban. Selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan
membran menjadi berkurang, sehingga selaput ketuban mudah pecah.17
6. Kelainan letak janin
Pada kehamilan trimester III janin tumbuh lebih cepat dan jumlah air ketuban
relatif berkurang. pada letak sungsang dapat memungkinkan ketegangan pada
rahim meningkat, sedangkan pada letak lintang bagian terendah adalah bahu
sehingga tidak dapat menutupi PAP yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah, maupun pembukaan serviks dan mengakibatkan
ketegangan pada selaput ketuban.18
7. Anemia
Anemia dalam kehamilan adalah keadaan penurunan konsentrasi hemoglobin
dalam darah sampai kadar Hb <11 gr%. Kondisi ini dimana berkurangan
eritrosit di dalam aliran darah atau massa hemoglobin, sehingga eritrosit tidak
mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh tubuh.
Berkurangnya oksigen di dalam jaringan ketuban, menimbulkan kerapuhan pada
selaput ketuban dan mengakibatkan selaput ketuban menjadi pecah. 19
E. Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus meliputi
3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan
penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua pemeriksaan penunjang
terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan dapat memperbaiki luaran. Oleh
karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan yang perlu dilakukan dan mana yang
tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum)
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu
diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan
taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya.
Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya
dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus.
Spekulum yang digunakan dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang
dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh
serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai adanya
servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada
presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks,
mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual.
Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus
diperhatikan dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua
swab dari serviks (satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan
pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan di medium transport untuk
dikultur.20
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak
diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika
diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior
vagina (pH cairan amnion biasanya~7.1-7.3 sedangkan sekret vagina~4.5-6) dan
cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak
terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari
rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini.
Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD aterm
harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan
adanya prolaps tali pusat.21
2. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks
cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan
tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan
ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban
tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai
taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital
janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan
kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis
KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin
dan tes fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth
factor binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm,
kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas
yang rendah.22 Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi
alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP
pada cairan vagina tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm.23
F. Penatalaksanaan
Adapun beberapa hal untuk menangani pasien KPD:
a. Konservatif
Perawatan secara konservatif berupa rawat di rumah sakit. Berikan antibiotik
(ampisin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol
2 x 500 mg selama 7 hari). Apabila usia kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat
selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika
usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu tidak ada infeksi berikan
deksametason, observasi tanda - tanda infeksi. Jika uisa kehamilan 32 – 37
minggu, ada infeksi, berikan antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda
infeksi belum inpartu. Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut,
curigai adanya kemungkinan solusio plasenta. Jika ada tanda - tanda infeksi
seperti demam dan cairan vagina berbau berikan antibiotika, berikan ampisilin 4
x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan.2 Tidak ada infeksi berikan
dexametason. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, sudah inpartu, tidak infeksi,
berikan tokolitik atau salbutanol, deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
Apabila pada usia 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, kemudian nilai tanda - tanda infeksi. 24,25
b. Aktif
Kehamilan lebih dari 37 minggu diberikan induksi dengan oksitosin. Bila gagal
bisa dilakukan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg - 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan
antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor pelvic < 5, lakukan
pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan
dengan seksio sesarea. Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan.26,27

Skema 2.2 Tatalaksana Ketuban Pecah Dini 9,16


G. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan akibat KPD tergantung dari usia kehamilan adapun
sebagai berikut:
a. Persalinan premature
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu.16
b. Korioamnionitis
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion,
amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan
komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, dapat berlanjut menjadi sepsis.
Penyebab korioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama berasal dari
traktur urogenital ibu.9
c. Hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal,
yaitu kurang dari 300cc. Oligohidramnion menyebabkan terhentinya
perkembangan paru-paru, sehingga pada saat lahir paru-paru tidak berfungsi
sebagai mana mestinya. Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion
yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Semakin sedikit
air ketuban janin semakin gawat.28,29
III. LETAK SUNGSANG
A. DEFINISI
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Penyebab dari letak sungsang tidak diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
kondisi yang mendorong terjadinya presentasi bokong diantaranya
a. Sudut Ibu
 Keadaan Rahim
 Rahim arkuatus
 Septum pada Rahim
 Uterus dupleks
 Mioma bersama kehamilan
 Keadaan plasenta
 Plasenta letak rendah
 Plasenta previa
 Keadaan jalan lahir
 Kesempitan panggul
 Deformitas tulang panggul
 Terdapat tumor menjalani jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala
b. Sudut Janin
Pada janin tedapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang :
 Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
 Hedrosefalus atau anesefalus
 Kehamilan kembar
 Hidroamnion atau aligohidromion
 Prematuritas
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi letak sungsang dibagi menjadi :
1. Presentasi Bokong Frank
Presentasi bokong murni, dalam bahasa inggris “Frank breech". Bokong saja
yang menjadi bagian depan, sedangkan kedua tungkai lurus ke atas

Gambar 3.1 Presentasi bokong Frank


2. Presentasi Bokong Komplet
Presentasi bokong kaki di samping bokong teraba kaki, dalam bahasa inggris
"Complete breech". Disebut letak bokong kaki sempurna atau tidak sempurna
jika disamping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.

Gambar 3.2 Presentasi bokong komplit


3. Presentasi bokong inkomplet
Letak bokong "Incomplete breech presentation", yaitu letak sungsang dimana
hanya satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke
atas.14

Gambar 3.3 Presentasi bokong inkomplit


D. CARA PERTOLONGAN PERSALINAN
Terdapat 3 metode umum persalinan presentasi bokong melalui vagina:
a. Spontan Bracht
b. Janin di lahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini disebut cara
Bracht. Berikut persalinan secara Bracht :
b. Biarkan persalinan berlangsung dengan sendirinya (tanpa intervensi apapun) hingga
bokong tampak di vulva.
c. Pastikan bahwa pembukaan sudah lengkap sebelum memperkenankan ibu mengejan.
d. Perhatikan hingga bokong membuka vulva.
e. Lakukan episiotomi bila perlu (pada perineum yang cukup elastis dengan introitus
yang sudah lebar, episiotomi mungkin tidak diperlukan). Gunakan anastesi lokal
sebelumnya.
f. Biarkan bokong lahir, bila tali pusat sudah tampak dikendorkan. Perhatikan hingga
tampak tulang belikat (scapula) janin mulai tampak di vulva. Awas jangan melakukan
tarikan atau tindakan apa pun pada tahap ini. Peganglah bokong dengan kedua ibu jari
penolong sejajar sumbu panggul, sedangkan jari-jari yang lain memegang belakang
pinggul janin.
g. Tanpa melakukan tarikan, angkatlah kaki, bokong, dan badan janin dengan kedua
tangan penolong disesuaikan dengan sumbu panggul ibu sehingga berturut-turut lahir
perut, dada, bahu dan lengan, dagu, mulut dan seluruh kepala15
i. Pada persalinan spontan bracht ada 3 tahapan yaitu tahapan pertama
yaitu
h. Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai melahirkan bokong sampai pusat (skapula
depan). Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu ditangani secara
tergesa-gesa mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak yang mungkin terjadi.
i. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusat sampai lahirnya mulut. Pada
fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi oklusi pembuluh darah tali pusat
antara kepala dengan tulang panggul sehingga sirkulasi uteroplasenta terganggu.
Tahapan ini harus terselesaikan dalam 1 sampai 2 kali kontraksi uterus (sekitar 8
menit).
j. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir.
Fase ini tidak dilakukan secara tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala
yang terlampau cepat yang dapat menyebabkan perdarahan intracranial.
i. Partial Extraction/Manual Aid14
ii. Melahirkan bahu dengan cara/teknik
k. Cara Muller
1. Setelah bokong lahir bokong dipegang dengan kedua ibu jari
sejajar sacrum anak dari jari lain pada lipat paha. Tali pusat
dilahirkan dengan dikendurkan. Tubuh anak ditarik curam
kebawah (mendekati vertikal) supaya gelang bahu anak masuk
PAP, sampai bahu anak nampak divulva bawah symphisis.
Biasanya siku dan lengan lahir sendiri bersama bahu. Untuk
melahirkan tulang belakang maka kedua kaki dipegang dengan
jari telunjuk diantara kedua kaki, dinaikkan setinggi-tingginya
sehingga bahu dan lengan belakang lahir dengan mudah

2.
3.
Gambar 3.4 Pengeluaran lengan secara muller13,14
l. Cara klasik
1. Setelah bokong, bokong dipegang dengan kedua ibu jari sejajar
sacrum anak dan jari lahir dilipat paha anak, kemudian
dilakukan interofleksi dan lordose. Kedua kaki dibawa sejauh
mungkin kearah kanan bawah dengan jari tengah dan jari
telunjuk kanan sebagai bidai lengan bayi dilakukan seperti

2.

Gambar 3.5 Pengeluaran lengan secara klasik13,4


m. Cara Lovset
1. Setelah bokong dan kaki bayi lahir dengan kedua tangan. Putar
bayi 180 derajat sambil ditarik kebawah dengan lengan bayi
yang terjungkit kearah petunjuk jari tangan yang menjungkir,
sehingga lengan posterior berada dibawah shympisis
2.
3.
Gambar 3.6 Pengeluaran secara lovser13,14
n. Melahirkan kepala dengan cara/teknik13
i. Mauriceu
ii. Masukkan tangan kiri penolong kedalam vagina. Letakkan badan bayi
diatas tangan kiri sehingga badan bayi seolah-olah menunggang kuda
(untuk penolong kidal letakkan badan bayi diatas tangan kanan).
Letakkan jari telunjuk dan jari manis kiri pada maksila bayi dan jari
tengah didalam mulut bayi. Tangan kanan memegang tengkuk bahu
bayi dan jari tengah mendorong oksipital sehingga kepala menjadi
flexi dengan koordinasi tangan kiri dan kanan secara hati-hati tariklah
kepala dengan gerakkan memutar sesuai dengan jalan lahir
iii. Bila kemacetan pada kelahiran kepala (after coming head) perlu
dilakukan tindakan atau manuver-manuver sebagai berikut :
o. Forceps piper
p. Noujok bila kepala masih tinggi
q. Wigand Martin wingkel
i. Full Extraction
ii. Dilakukan bila ada indikasi mengakhiri persalinan atau memperingan
kala II :
a. Ekstraksi bokong
iii. Janin di lahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
Ekstrasi bokong merupakan pelahiran manipulatif yang dilakukan oleh
dokter spesialis obstetrik dan dilakukan untuk mempercepat persalinan
dalam situasi gawat seperti gangguan kondisi janin.17 Ekstraksi total
terdiri dari :
r. Ekstraksi bokong Frank14
1. Apabila traksi sedeng tidak berhasil, perlahiran pervaginam
hanya dapat dilakukan dengan dekomposisi bokong. Prosedur
ini berupa manipulasi dalam jalan lahir untuk mengubah
presentasi bokong menjadi presentasi kaki. Hal ini mudah
dilakukan jika memberan telah ruptur, dan tetapi menjadi lebih
sulit jika jumlah cairan amnoin minimal.
s. Ekstraksi bokong komplet dan inkomplet
1. Selama ekstraksi total pada presentasi bokong tangan
dimasukkan kedalam vagina dan menggenggam kedua kaki
janin. Pergelangan kaki dipegang dengan jari telunjuk dan kaki
ditarik melalui vulva dengan traksi perlahan. Bila sulit
menggenggam kedua kaki, pertama salah satu kaki harus
ditarik kedalam vagina tetapi tidak melewati introitus,
kemudian kaki yang lain ditarik dengan cara serupa.
Selanjutnya kedua kaki digenggam dan ditarik melalui vulva
secara bersamaan.
ii. Syarat dilakukan ekstraksi bokong
t. Panggul harus cukup lebar, tanpa disproporsi
u. Pembukaan harus lengkap
v. Vesica Urinaria dan rectum harus kosong
w. Anestesi yang dalam dan ahlinya sangat diperlukan
x. Diperlukan asisten yang terlatih
y. Anak harus hidup
a. Ekstraksi kaki14
ii. Ekstraksi kaki adalah persalinan pada letak sungsang dengan tarikan
pada satu atau dua kaki. Berikut cara ekstraksi kaki :
z. Setelah bokong lahir, bokong dan paha dipegang dengan kedua tangan hingga ibu jari
sejajar pada pangkal paha dan 4 jari lainnya menggenggam bokong disertai ekspresi
kristeller oleh pembantu
aa. Setelah ujung tulang scapula lahir, bokong diarahkan keatas perut untuk menambah
lordose. Tidak boleh melakukan tarikan pada janin karena lengan dapatb menjungkit
keatas
bb. Bokong tetap dilahirkan ke perut ibu, hingga kedua lengan lahir
cc. Ekspresi dari luar tetap hingga mulut dan hidung bayi tampak dari vulva. Sisa kepala
dilahirkan dengan mengarahkan punggung ke perut ibu
i. Syarat ekstraksi kaki :
dd. Pembukaan lengkap
ee. Panggul baik
ff. Ketuban pecah dini
E. PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
F. PENATALAKSANAAN
G. KOMPLIKASI
H. PROGNOSIS

Anda mungkin juga menyukai