Anda di halaman 1dari 28

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Hipertensi adalah tekanan darah yang tinggi yang abnormal dan diukur paling

tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009).

Hipertensi merupakan kondisi peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang

berlangsung persisten (Natalia, Diana; dkk, 2014)

Hipertensi atau darah tinggi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara

terus menerus sehingga melebihi batas normal (Situmorang, 2015)

Hipertensi adalah kondisi peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang

berlangsung secara terus menerus dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang

berbeda.

2. Klasifikasi

Klasifikasi Hipertensi pada klien berusia >18 tahun oleh The Joint National

Committee on Detection,Evaluation,and Treatment o High Blood Pressure, yang

dimuat didalam buku (Udjianti, 2010)

Tabel 2.1

Batasan Tekanan Darah(mmHg) Kategori

Diastolik

<85 Tekanan normal


85-89 Tekanan darah normal-tinggi

90-104 Hipertensi ringan

105-144 Hipertensi sedang

>115 Hipertens berat

Sistolik, saat diastolik <90 mmHg

<140 Tekanan darah normal

140-159 Garis batas hipertensi sistolik terisolasi

>160 Hipertensi sistoik terisolasi

Sumber : (Udjianti, 2010)

3. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1

Anatomi Jantung

https://www.google.com/search?q=anfis+hipertensi&client=firefox-b-
ab&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjWp_iu-
ufTAhVIvI8KHeJEDygQ_AUICigB&biw=1366&bih=635#imgrc=ugQ3Sd8f7O2_vM:
sistem sirkulasi terdiri dari:
a. Jantung, yangberfungsi sebagai alat pemompa darah, ke arteri dan selanjutnya ke

kapiler darah kemudian kembali kejantung

b. Pembuluh darah, merupakan jalan darah dari jantung ke seluruh tubuh dan

kembali ke jantung

c. Darah, sebagai alat transport yag befungsi mengangut zat zat yang diperlukan

tubuh.

Sistem sirkulasi terdri atas sirkulasi sistemik/sirkulasi besar dan sirkulasi

paru/sirkulasi kecil. Proses sirkulasi sistemik yaitu darah yag mengandung oksigen

didistribusikan ke seluruh tubuh yang berasal dari paru. Darah dari ventrikel kiri

yang kaya akan oksigen menuju aorta-arteri besar-cabang arteri-arteriol-kapiler-

venula-vena kecil-vena besar-vena kava(superior dan inferior)- atrium kanan. Sejak

dari venula inilah wara darah berbah yang semla merah terang kaya akan oksigen

kemudian menjadi merah gelap kaya akan karbon dioksida, sedangkan sirkulasi paru

dimulai pompa darah dari ventrikel kanan melalui arteri pulmonal menuju paru, dari

paru melalui pulmonali dan terus ke atrium kiri

a. Jantung

Merupakan organ otot yang berongga berukuran sekepalan tangan, terletak

dibagian tengah rongga thoraks. Jantung terdiri dari atrium kanan dan kiri, serta

vetrikel kanan dan kiri. Antara atrium da ventrikel dibatasi oleh anulus fibrosus.

Karena fungsi vitalnya,maka setiap kerusakan jantung akan menimbulkan

dampak yang berat bagi tubuh, pada awalya terjadi dekompensasio kordis

sebagai respon usaha jantung dalam usaha memenuhi kebutuhan suplai darah
dalam tubuh. Apabila faktor penyebab dari kerja jantung ini diatasi maka secara

perlahan tapi pasti ukuran jantung akan kembali pada posisi semula.

Pada jantung terdapat empat katup yaitu:

1) Katup arterioventrikular: katup antara atrium dan ventrikel. Antara atrium dan

ventrikel kiri disebut katup mitral. Katup antara atrium dan venrikel kanan

disebut katup trikuspidalis.

2) Katup semiluaris: katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut semilunaris

aorta dan katup antara ventrikel kanan dgn arteri pulmonalis disebut katup

semilunari pulmonal

Sistem penghantar jantung

Jantung merupakan organ vital tubuh, kaena fungsinya ini maka jantung memiliki

sisem tersendiri khususnya pada penghantar listriknya. Sistem penghantar jantung

memiliki sifat sebagai berikut:

1) Otomatisasi, yaitu kemampuan untuk menghasikan denyutan atau impuls

secara spontan

2) Ritmisasi, pembangkit listrik yang dihaslikan bersifat teratur

3) Konduktivitas, serabut jantung meiliki kemampuan mengantarkan arus listrik

4) Daya rangsang, jaringan konduksi jantung memiliki kemampuan untuk

menanggapi rangsangan atau stimulus pada tubuh kita.

Jantung mempunyai kemampuan mencetuskan impuls sendiri, sistem ini terdiri

atas:
1) Simpul SA Node ( Sinotrial Node) : mencetuskan impuls 70-80/menit dalam

keadaan normal sampao 200/menit pada ola raga berat, kerusakan pada SA

Node harus dibantu dengan alat pacu jantung

2) Simpul AV Node (Atrioventrikular Node) : Dalam keadaan normal hanya

menerima dan mengikuti irama dari simpul SA, namun apabila SA rusak

maka AV Node ini akan mengambil alih fungsi pencetus impuls tapi dengan

frekuensi lebih rendah antara 40-60/menit.

3) Bundel His: merupakan kumpulan dari serabut-serabut purkinye yang bersatu

membentuk ikatan.

4) Serabut Purkinye: merupakan serabut saraf jantung yang mengantarkan arus

listrik ke seluruh bagian jantung.

Perubahan pada siklus jantung bagian kiri berupa:

1) Pada waktu systole :

a) Kontraksi isovolumetrik kontraksi ventrikel menyebabkan katup mitral

tertutup, tekanan dalam ventrikel meningkat mencapai dalam aorta

b) Fase ejeksi: Tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam aorta,

akibatnya katup semilunaris aorta terbuka, darah di dorong keluar dari

ventrikel ke aorta, karena sifat elastisitas dinding aorta maka darah di

tampung terlebih dahulu untuk selanjutnya di dorong ke arteri.

2) Pada waktu diastole :

a) Fase relaksasi isovolumetrik, tekanan dalam ventrikel kiri lebih rendah

dari pada dalam aorta sehingga katup semilunaris aorta tertutup dan

menahan darh agr tidak kembali ke ventrikel


b) Fase pengisian panjang, adalah darah masuk ke ventrikel dari atrium

karena tekanan ventrikel lebih rendah dari atrium

c) Fase pengsian lambat,darah dari atrium masih mengalir sedikit ke ventrikel

d) Fase sitol atrium, memompakan sedikit lagi darah yang ada diatrium.

b. Pembuluh darah

Gambar 2.2

Anatomi Pembuluh Darah

https://www.google.com/search?q=anfis+hipertensi&client=firefox-b-
ab&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjWp_iu-
ufTAhVIvI8KHeJEDygQ_AUICigB&biw=1366&bih=635#tbm=isch&q=anfis+pembuluh+darh&imgrc=OrXCGBb
xx3EoLM:

1) Pembuluh darah arteri

Kontraksi ventrikel kiri mendorong darah ke aorta, akibatnya aorta

terenggang dan berdilatasi, karena daya elastisitas ini kemudian dinding aorta

kembali mengecil, pengembangan dan pengecilan ini dirasakan sebagai

denyut nadi

2) Pembuluh darah vena


Vena dalam tubuh dibagi menjadi dua yaitu yang dbiawah kulitatau

superficial dan vena dalam atau profunda yan terleta diantara otot dan organ

dalam, sedangkan vena superficialis ada didekat permukaan kulit. Tenaga

untuk mendorog darah yang ada di vena bersasal dari :

a) Tekanan Hidrostatik Jantung masih tersisa.

b) Tekanan yang berasal dari otot yang berkontraksi karena sebagian vena

berada diantara otot

c) Daya hisap rongga thoraks saat inspirasi, daya hisap jantung saat sisole

3) Kapiler

Merupakan pembuluh darah yang halus berdinding selapis endothel dan

tersebar diseluruh jaringan yang hidup dan berfungsi sebagai suplai makanan

diawal kapiler terjadi filtrasi cairan plasma darah karena tenaga hidrostatik

dari jantung, tenaga ini dilawan oleh tenaga tekanan osmotik koloid dari

protein plasma. Ada sedikit cairan yang tersisa diruang antar sel yang

kemudian dikumpulkan dan kemudian dialirkan kembali melalui saluran limfe

kembali kejantung.

4. Etiologi

Defek awal perkiraan pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan faktor

hereditas berperan penting bilamana ketidak mampuan genetik dalam mengelola

kadar natrium normal. Kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatan

volume cairan dan curah jantung pembuluh darah memberikan reaksi atas
peningkatan aliran darah melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer. Tekanan

darah tinggi adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung

Etiologi hipertensi sekunder pada umumnya diketahui:

a. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)

Oral kontrasepsi yang berisi esterogen dapat menyebabkan hipertensi melalui

mekanisme renin-aldosteron-mediated-volume expansion.

b. Penyakit parenkim dan vaskuler ginjal

Merupakan penyebab utam hipertensi skunder. Hipertensi renovaskular

berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar yang secara

langsung membawa darah ke ginjal. Penyakit parenkim ginjal terkait dengan

infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur, secara fungsi ginjal.

c. Gangguan endokrin

Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi

skunder. Adrenal-mediated hypertention disebabkan oleh kelebihan primer,

kelbihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokalemia.

d. Coarctation aorta

Penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta

torasik atu aorta abdominal

e. Neurogenik : tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatrik

f. Merokok

Nikotin dalam rokok meragsang pelepasan katekolamin. Peningkatan

katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung,


dan menyebabkan vasokontriksi, yang pada akhirnya meningkatkan tekanan

darah (Udjianti, 2010) .

5. Patofisiologi

Karena tekanan darah tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup, dan TPR, peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak

dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan denyut jantung dapat

terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal yg abnormal pada Nodus SA.

Peningkatan denyut jantung yang kronis sering kali menyebabkan tiroidisme akan

tetapi peningkatan denyut jantung biasanya dikompensasi dengan volume

sekuncup/TPR, sehingga tidak menyebabkan hipertensi. Peningkatan volume

sekuncup yang kronis dapat terjadi bila volume plasma meningkat dalam waktu lama,

karena peningkatan volume plasma direfleksikan dengan peningkatan volume

diastolik akhir sehingga volume sekuncup dan tekanan darah meningkat. Peningkatan

volume diastolik dihubungkan dengan peningkatan preload jantung. Hal ini biasanya

dihubungkan dengan peningkatan hasil pengukuran tekanan darah sistolik .

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi akibat

gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsusmsi darah yang

berlebihan. Selain peningkatan asupan diet garam, peningkatan abnormal kadar renin

dan aldosteron atau penurunan darah kehginjal juga dapat menggangu pengendalian

garam dalam air Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan

tekanan saraf simpatis aau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan

dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan TPR jantung harus memompa lebih

kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanana yang lebih besar untuk mendorong

darah melintasi pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut dengan afterload

jantung biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik.

Apabila terjadi afterload dalam waktu lama, ventrikel kiri mungkin mengalami

hipertropi. Dengan hipertropi, kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat

sehingga ventrikel harus memompa darah lebih kuat lagi untuk memenuhi kebutuhan

tersebut. (Corwin, 2009)

6. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan

tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.

Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri

tidak teratur

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri

kepala dan kelelahan.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:

1) Mengeluh sakit kepala, pusing

2) Lemas, kelelahan

3) Sesak nafas
4) Gelisah

5) Mual

6) Muntah

7) Epitaksis

8) Kesadaran menurun

(Nurarif & Kusuma, 2015)

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan darah lengkap : Hemoglobin,hematokrit untuk menilai viskositas

dan indikator faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia

b. Pemeriksaan kimia darah

1) BUN, Kreatinin : peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi/faal renal

2) Serum glukosa : hiperglsemia akibat dari peningkatan kadar katekolamin

3) Kadar kolesterol/trigliserida : peningkatan kadar mengindkasikan predisposisi

pembentukan plaque atheromatus

4) Kadar serum aldosteron : Menilai adanya aldosteronisme primer

5) Studi tiroid: menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap

vasokotriks dan hipertensi

6) Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi

c. Elektrolit

1) Serum potasium/kalium

2) Serum Kalsium bila meningkat berkontribusi tehadap hipertensi

d. Urine
1) Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan

disfungsi renal/ diabetes

2) Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochormacytoma

3) Steroid urine : Peningkatan mengindikasikan hiperadrenalisme,

pheochormacytoma/ disfungsi pituitary, syndrome chusing ; kadar renin juga

meningkat

e. Radiologi

1) Intra Venous Pyelography (IVP) mengidentifikasi penyeba hipertensi

2) Rongten Thoraks : menilai adanya klasifikasi obstukif katup jantung, deposit

kalsium pada aorta dan pembesaran jantung

f. EKG (Elektrokardiogram)

Menilai adanya hypertropi miokard, pola strain, gangguan konduksi/ disritmia.

(Udjianti, 2010)

8. Penatalaksanaan Medik

Untuk mengobati hipertensi, dapat dilakukan dengan menurunkan kecepatan

denyut jantung, volume sekuncup, atau TPR. Intervensi farmakologis dan non

farmakologis dapat membantu individu menguangi tekanan darahnya.

a. Pada sebagian orang penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah,

kemungkinan dengan menguangi beban kerja jantung sehingga kecepatan deyut

jantung dan volume sekuncup juga berkurang.

b. Olahaga, terutama bila disertai penurunan berat, menurunkan tekanan darah

dengan menurunkan kecepata denyut jantung isirahat dan mungkn TPR.


c. Tehnik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara

mengambat proses stress saraf simpatis

d. Berhenti merokok, asap rokok dketahui menurunkan aliran darah ke beragai organ

dan dapat meningkatkan kerja jantung

e. Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung

degan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan air

f. Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri

dengan megintefensi influks kalsium yang dibutukan untuk kontraks. Sebagian

penyekat saluran kalsium bersifa lebih spesifik untuk saluran lambat alsium otot

jantung

g. Vasodilatorn arteriol langsung dapat digunakan unuk menurunkan TPR.

h. Pada beberapa individu dapat mungkin mendapat manfaat dari diit pembatasan

natrium. (Corwin, 2009)

9. Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka

panjang akan menyebabkan kerusakan arteriddalam tubuh sampai organ yang

mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada

organ organ sebagai berikut:

a. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit

jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan mengendor

dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung


tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan diparu maupun

jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau edema, kondisi ini

disebut gagal jantung

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak diobat,

resiko stroke 7 kali lebih besar.

c. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi

dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan didalam ginjal akibatnya

lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh

yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan didalam tubuh.

d. Mata

Pada mata, hipertensi dapat mengakibatkan teradinya retinopati daan dapat

menimbulkan kebutaan (Wijaya & Putri, 2013).

10. Pencegahan
Berbagai intervensi sangat efektif untuk mencegah hipertensi, misalnya pengendalian

berat badan,mengurangi asupan sodium chloride, meningkatnya aktifitas

fisik,mengurangi konsumsi alcohol, danmanajemen stress. Tujuan utama dari

pengobatan farmakologi untuk hipertensi adalah mencegahterjadinya komplikasi

kardiovaskular seperti stroke. Empat jenis obat anti-hipertensi untuk pasiendewasa

yang paling banyak digunakan adalah diuretic, beta-bloker, kalsium antagonis,

danangiotensin-converting enzymen (ACE) inhibitors. (Muljadi Budisetio, 2001)

B. Konsep aktivitas
Aktivitas adalah mengegerakan bagian-bagian tubuh (mobilitas), melakukan pekerjaan, atau

melakukan aktivitas dengan sering (tetapi tidak selalu) sesuai kekuatan. Salah satu masalah

yang biasa timbul pada aktivitas adalah hambatan mobilitas fisik.

1. Mobilitas

a. Defenisi

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara

bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna

mempertahankan kesehatan (Heriana, 2014)

b. Jenis mobilitas

1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh

dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-

hari.

2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan

batasan jelas dan tidak ampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh

gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilitas sebagian ini

dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak

dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh

trauma reversibel pada sistem muskuluskeletal, contohnya adalah adanya

dislokasi sendi dan tulang.

b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak

dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya

saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke


c. Faktor yang mempengaruhi mobilitas

1) Gaya hidup

Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang

karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari. Perokok

yang berat akan cenderung mempunyai pola pernapasan yang pendek.

2) Proses penyakit / cedera

Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat

mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai Contoh, pasien pasca-operasi atau

yang mengalami nyeri cenderung membatasi gerakan

3) Kebudayaan

Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi oleh kebudayaan.

Contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan

mobilitas yang kuat.

4) Tingkat energi

Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat

melakukan mobilitas yang baik, diperlukan energi yang cukup.

5) Usia dan status perkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini

dikarena kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan

perkembangan usia. Misalnya orang pada usia pertengahan cenderung mengalami

penurunan aktivitas yang berlanjut sampai usia tua.

2. Hambatan mobilitas fisik


a. Defenisi

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri dan terarah (Keliat dkk, 2015)

b. Batasan karakteristik

1) Dispnea setelah beraktivitas

2) Gangguan sikap berjalan

3) Gerakan lambat

4) Gerakan spastik

5) Gerakan tidak terkoordinasi

6) Instabilitas postur

7) Kesulitan membolak-balik posisi

8) Kekerabatan rentang gerak

9) Ketidaknyamanan

10) Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan

11) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus

12) Penurunan kemampuan keterampilan melakukan motorik kasar

13) Penurunan waktu reaksi

14) Tremor akibat bergerak

c. Faktor yang berhubungan

1) Ansietas

2) Depresi

3) Disuse

4) Fisik tidak bugar


5) Gangguan fungsi kognitif

6) Gangguan metabolisme

7) Gangguan muskuloskeletal

8) Gangguan neuromuskular

9) Gangguan sensori persepsi

10) Gaya hidup kurang gerak

11) Intoleransi aktivitas

12) Kaku sendi

13) Keengganan memulai pergerakan

14) Kerusakan integritas struktur tulang

15) Keterlambatan perkembangan

16) Kontraktor

17) Kurang dukungan lingkungan

18) Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik

19) Malnutrisi

20) Nyeri

21) Penurunan kekuatan otot

22) Penurunan kendali otot

23) Penurunan ketahanan tubuh

24) Penurunan massa otot

25) Program pembatasan gerak

C. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian

a. Pola persepsi kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

a) Riwayat hipertensi

b) Riwayat Penyakit sirkulasi dan respirasi

c) Riwayat tinggi kolesterol

d) Obesitas

e) Riwayat DM

f) Persepsi pasien pada toleransi aktivitas

g) Merokok

h) Riwayat pemakaian kontrasepsi yang disertai hipertensi dan meningkatnya

estrogen

i) Riwayat konsumsi alkohol

2) Riwayat kesehatan sekarang

a) Kehilangan komunikasi

b) Gangguan persepsi

c) Kehilangan motorik

d) Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan

sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah beristirahat

(nyeri, kejang otot)

3) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada riwayat penyakit degeneratif dalam keluarga


b. Pola nutrisi dan metabolic

1) Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut / peningkatan TIK

2) Kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah, pipi dan tengkorak)

3) Disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah

4) Kesulitan menelan (gangguan pola refleks palatum dan faringeal), obesitas

c. Pola eliminasi

1) Perubahan pola berkemih seperti : inkontenensia Turin, anuria

2) Asistensi abdomen, bising usus (-)

d. Pola aktivitas dan latihan

1) Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena lemah, kehilangan sensasi

atau paralisis (hemiplegia)

2) Merasa mudah lelah, susah beristirahat (nyeri, kejang otot)

3) Gangguan tonus otot (flaksid, spastik, paralitikhemiplegia) dan terjadi

kelemahan umum

4) Gangguan penglihatan

5) Gangguan tingkat kesadaran

d. Pola tidur dan istirahat

1) Kaji frekuensi tidur

2) Adakah kualitas tidur tidak cukup

e. Pola kognitif dan persepsi

1) Adanya sinkope / pusing, sakit kepala berat

2) Kelemahan, kesemutan, kebas pada sisi terkena seperti mati / lumpuh


3) Penglihatan menurun : buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan

monokultur), penglihatan ganda (diplopia)

4) Sentuhan : hilangnya rangsangan sensori kontra lateral (ada sisi tubuh yang

berlawanan / pada ekstremitas dan kadang pada ipsilateral satu sisi) pada wajah

5) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

6) Status mental / tingkat kesadaran : koma pada tahap awal hemorrhagik, sadar

jika trombosis alami

7) Gangguan fungsi kognitif : penurunan memori

8) Ekstremitas : kelemahan / paralise (kontralateral), tidak dapat menggengam,

refleks tendon melemah secara kontralateral

9) Afasia : gangguan fungsi bahasa, afasia motorik (kesulitan mengucapkan kata)

atau afasia sensorik (kesulitan memahami kata-kata bermakna)

10) Kehilangan kemampuan mengenali /menghayati masuknya sensasi visual,

pendengaran, taktil (agnosia seperti gangguan kesadaran terhadap Citra diri,

kewaspadaan kelainan terhadap bagian yang terkena, gangguan persepsi,

kehilangan kemampuan mengguanakan motorik saat pasien ingin

menggunakannya (perdarahan /hernia)

f. Pola persepsi dan konsep diri

1) Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

2) Emosi labil, ketidaksiapan untuk makan sendiri dan gembira

3) Kesulitan untuk mengekspresikan diri

g. Pola peran dan hubungan dengan sesama

Masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi


h. Pola reproduksi-seksualitas

i. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres

1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, letupan suara hati, gelisah.

2) Hal yang membuat pasien marah, takut, cemas, tegang.

j. Nilai dan kepercayaan

1) Bagaimana kepercayaan klien, apakah sebelum dan sejak sakit sering berdoa

2) Apakah klien menyerahkan sakitnya sepenuhnya kepada Tuhan.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015)

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi,

hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard

b. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan vaskuler serebral dan iskemia

c. Kelebihan volume cairan

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen

e. Ketidakefektifan koping

f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

g. Resiko cidera

h. Defesiensi pengetahuan

i. Ansietas

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

b. Tujuan : Masalah Intoleransi Aktivitas Teratasi

c. Kriteria Hasil :

- Pasien menyatakan keinginanya untuk meningkatkan aktivitas

- Pasien menyatakan mengerti tentang kebutuhanya untuk meningkatkan akivitas

secara bertahap

- Pasien mengidentifikasi faktor faktor terkontrol yang menyebabkan kelemahan

- Tekanan darah, kecepatan nadi dan respirasi, tetap dalam batas yang ditetapkan

selama aktivitas

- Pasien menyatakan rasa puas dengan setiap tingkat aktivitas baru yang dapat

dicapai

- Pasien mendemostrasikan keterampilan dalam menghemat energi ketika

melakukan aktivitas hidup sehari hari pada tingkat yang dapat ditoleransi

- Pasien menjelaskan penyakit dan menghubungkan gejala gejala intoleransi

aktivitas dengan defisit suplai atau penggunaan oksigen

d. Invertensi :

1) Diskusikan dengan pasien tentang perlunya beraktivitas

Rasional : Mengkomunikasikan dengan pasien bahwa aktivitas akan

meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikososial.

2) Identifikasi aktivitas-aktivitas pasien yang diinginkan dan sangat berarti baginya

Rasional : meningkatkan motivasinya agar lebih aktif


3) Dorong pasien untuk membantu merencanakan kemajuan aktivitas, yang

mencakup aktivitas yang diyakini sangat penting oleh pasien

Rasional : Partisipasi pasien dalam perencanaan dapat membantu memperkuat

keyakinan pasien

4) Instruksikan dan bantu pasien untuk beraktivitas diselingi istirahat

Rasional : Menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah keletihan

5) Identifikasi dan minimalkan faktor-faktor yang dapat menurunkan toleransi

latihan pasien

Rasional : membantu meningkatkan aktivitas

6) Pantau respons fisiologi terhadap peningkatan aktivitas( termasuk respirasi,

denyut ,irama jantung, tekanan darah)

Rasional : Meyakinkan bahwa frekuensinya kembali

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tindakan nyata yang diberikan langsung kepada

pasien yang di dasarkan pada rencana tindakan yang telah disusun, yang di tujukan

untuk mencapai tujuan yang spesifik yaitu perbaikan kondisi pasien menuju kearah

sehat, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan dampak lanjut, pemulihan

kesehatan, dan manifestasi koping.

Selama tahap penatalaksanaan perawat harus mengumpulkan dan memilih

tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan

keperawatan yang di berikan kepada pasien harus segera di dokumentasikan dalam

format yang telah di sediakan oleh semua institusi.


5. Evaluasi Keperawatan

Adalah sesuatu yang digunakan untuk mencatat hasil akhir dari tindakan yang

dilaksanakan dan supaya dapat mengetahui tingkat keberhasilan dari implementasi yang

dilakukan.
PATOFLOWDIAGRAM

Umur Jenis kelamin Gaya hidup Obesitas

Stimulasi baroreceptor dari sinus korotis & arkus aorta

 saraf simpatis (pe pelepasan kolekolamin)

Aktivasi epineprin dan norepineprin


Retina
Vasokonstriksi
Spasme artriole
Peningkatan tekanan darah Resti
Diplopia
injury/
Gangguan sirkulasi
cidera

Otak Ginjal

Resistensi Vasokontriksi Sistemik Koroner


 suply O2
pembuluh pembuluh
darah ginjal Vasokontriksi Iskemi myoca
darah otak Sinkop
 aliran renal  after load Nyeri
Gangguan Nyeri Gangguan
pola tidur kepala perfusi Renin dada
jaringan angiotensin I pe COP Fatique

Angiotensin II Intoleransi
aktivitas
Rancang aldosteron

Retensi natrium

di tubulus ginjal
pe volume cairan
extra selular (edema)

Gangguan
keseimbangan
elektrolit
DAFTAR PUSTAKA

Anggara, F. H., & Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan
Darah Di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah
Kesehatan .

Corwin, J. E. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.

Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

Heriana, P. (2014). Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang Selatan.

Isral, G. N., Afriwardi, & Sulastri, D. (2014). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Nitric
Oxide (NO) Plasma pada Masyarakat di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas .

Judha, M., Erwanto, R., & Retnaningsih, L. N. (2012). ANATOMI & FISIOLOGI,
Rangkuman Sederhana Belajar Anatomi Fisiologi. Yogyakarta: Goysen Publishing.

Muljadi Budisetio. (2001). Pencegahan dan pengobatan hipertensi pada. Bagian Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti , 104.

Natalia, Diana; dkk. (2014). Hubungan Obesitas dengan Hipertensi Pada Penduduk Kecamatan
Sintang,Kalimantan Barat. Hubungan Obesitas dengan Hipertensi , 156.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC NOC. Yoyakarta: Mediaction Jogja.

Safriada, E. (2015). EFEKTIVITAS TERAPI BEKAM BASAH TERHADAP


PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI.
NASKAH PUBIKASI , 1.

Setyanda, Y. O., Sulastri, D., & Lestari, Y. (2015). Hubungan Merokok dengan Kejadian
Hipertensi pada Laki-Laki Usia 35-65 Tahun di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas ,
435.

Sinubu, R. B., Rondonuwu, R., & Onibala, F. (2015). HUBUNGAN BEBAN KERJA
DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI. e-Journal Keperawatan (e-Kp) , 2.

Situmorang, P. R. (2015). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi


Pada Penderita Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Pada Tahun 2014.
Jurnal Ilmiah Keperawatan , 67.
Taylor, M. C., & Ralph, S. S. (2003). DIAGNOSIS KEPERAWATAN dengan Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai