Anda di halaman 1dari 26

BIOKIMIA

TUGAS VI

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Salma Shakira 1855041003
Valerie Ixion 1815041043
Verna Dwi Lestari Pesema 1815041061

Mata Kuliah : Rekayasa Biokimia


Dosen : Panca Nugrahini F, S.T., M.T.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metabolisme energi adalah suatu ukuran dari intensitas dari hidup, suatu statistik ringkasan dari tingkat energi gunakan.
Tingkat metabolisme mengacu pada metabolisme energi setiap waktu per unit. Dengan begitu jika satu binatang mempunyai
suatu tingkat relatif tinggi yang berkenaan dengan metabolisme, fisiologi keseluruhannya sedang bekerja lebih cepat. Bila
ditinjau pada tingkat sel, tubuh manusia disusun dari 100 triliun sel dan mempunyai sifat dasar tertentu yang
sama. Setiap sel digabung oleh struktur penyokong intrasel, dan secara khusus beradaptasi untuk melakukan fungsi tertentu.
Dari total sel yang ada tersebut, 25 triliun sel merupakan sel darah merah yang mempunyai fungsi sebagai alat transportasi
bahan makanan dan oksigen di dalam tubuh dan membawa karbon dioksida menuju paru-paru untuk dikeluarkan. Semua sel
menggunakan oksigen sebagai salah satu zat utama untuk membentuk energi, dimana mekanisme umum perubahan zat gizi
menjadi energi di semua sel pada dasarnya sama.

Metabolisme adalah serangkaian reaksi kimia yang terjadi dalam organisme hidup untuk mempertahankan hidup.
Proses ini memungkinkan organisme untuk tumbuh dan berkembang biak, menjaga struktur mereka, dan merespon
lingkungan mereka. Metabolisme biasanya dibagi menjadi dua kategori. Katabolisme memecah bahan organik, misalnya untuk
energi panen dalam respirasi selular. Anabolisme, menggunakan energi untuk membangun komponen sel seperti protein dan
asam nukleat. Metabolisme juga kerap disamakan dengan makna proses mencerna padahal keduanya memiliki beda yang
mencolok yang belum banyak diketahui. Proses mencerna adalah proses yang ada di dalam tubuh dengan ciri mengolah dan
memecah makanan yang masuk menjadi zat gizi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi proses mencerna dahulu
sebelum metabolisme itu sendiri terjadi.

Metabolisme merupakan modifikasi senyawa kimia secara biokimia didalam organisme dan sel. Metabolisme mencakup
sintesis (anabolisme) dan penguraian (katabolisme) molekul organik kompleks. Metabolisme biasanya terdiri atas tahapan-
tahapan yang melibatkan enzim, yang dikenal pula sebagai jalur metabolisme. Metabolisme total merupakan semua proses
biokimia di dalam organisme. Metabolisme sel mencakup semua proses kimia di dalam sel. Tanpa metabolisme, makhluk hidup
tidak dapat bertahan hidup. Produk metabolisme disebut metabolit. Cabang biologi yang mempelajari komposisi metabolit
secara keseluruhan pada suatu tahap perkembangan atau pada suatu bagian tubuh dinamakan metabolomika.

1.2 Tujuan Topik Pembahasan


Adapun tujuan dari penulisan topik pembahasan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian metabolisme energi.
2. Untuk mengetahui pengertian dari kecepatan metabolisme basal.
3. Untuk megetahui bagaimana cara menjaga keseimbangan antara perolehan dan pengeluaran panas tubuh.
4. Untuk mengetahui bagaimana mengatur keseimbangan energi di dalam tubuh manusia.
5. Untuk mengetahui cara pengaturan suhu tubuh pada manusia.

1.3 Capaian Pembelajaran


Adapun capaian yang ingin dicapai melalui pembelajaran dari makalah ini yaitu:
1. Melalui makalah ini dapat menjelaskan pengertian metabolisme energi
2. Dapat menjelaskan dan memahami cara pengaturan suhu tubuh pada manusia
3. Dapat mengetahui dan menjelaskan dengan benar bagaimana cara menjaga keseimbangan antara perolehan dan
pengeluaran panas tubuh.
4. Dapat menjelaskan pengertian dari kecepatan metabolisme basal.
5. Memahami dan dapat dengan jelas menjelaskan bagaimana mengatur keseimbangan energi di dalam tubuh manusia.
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Metabolisme Energi

Metabolisme merupakan salah satu ciri dari mahkluk hidup. Metabolisme berasaldari bahasa yunani yaitu dari kata
metabole yang berarti “perubahan” yang dipakai untuk menunjukan semua transformasi kimia dan tenaga yang timbul didalam
tubuh.Metabolisme adalah suatu proses komplek yang terjadi didalam sel dimana
terjadi perubahan makanan menjadi energi dan panas melalui suatu proses kimia, berupa proses pembentukan dan penguraian z
at didalam tubuh. Metabolisme bertujuan untukmenghasilkan energi yang berguna bagi kelangsungan hidup, baik tingkat
seluler(pembelahan sel, transpor molekul ke luar dan ke dalam sel) maupun tingkat individu(membaca, menulis, berjalan,
berlari, dsb). Metabolisme sering disebut dengan reaksienzimatis, karena metabolisme terjadi selalu menggunakan katalisator
enzim (Lehninger, 2000).

Metabolisme dapat dibedakan menjadi anabolisme dan katabolisme. Anabolismeadalah suatu reaksi kimia untuk
membentuk kompleks molekul yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pertahanan kehidupan, disintesis dari zat yang lebih
simpel yang disertaidengan penggunaan energi. Pada reaksi ini diperlukan energi dari luar. Fungsi energitersebut untuk
mengikat senyawa – senyawa sederhana menjadi senyawa yang kompleks.Energi yang diperlukan tidak dibuang, melainkan
disimpan dalam bentuk ikatan – ikatankimia pada senyawa kompleks yang baru terbentuk. Contoh : Pembentukan ikatan
peptida dari asam amino dalam penyusunan molekul protein (Lehninger, 2000).

Sedangkan katabolisme adalah suatu proses reaksi kimia untuk memecahkankompleks molekul menjadi molekul yang
berukuran lebih kecil disertai pelepasan energi.Pada reaksi ini energi kimia yang terikat akan lepas sehingga dihasilkan energi.
Contoh:Glukosa CO2 + H2O + Energi (Lehninger, 2000).

Dalam tubuh mahkluk hidup peristiwa katabolisme dan anabolisme berlangsungsecara bersamaan. Untuk
berlangsungnya proses katabolisme dan anabolisme
diperlukan berbagai molekul zat sebagai bahan reaksi kimia. Makanan yang masuk ke dalam tubuhakan mengalami pencernaan
melalui saluran pencernaan. Sehingga akan diperoleh zatzat makanan yang dapat diserap oleh tubuh dan digunakan oleh
tubuh.Namun untuk zatmakanan yang tidak dapat dicerna dan diserap oleh tubuh akan dikeluarkan melalui alat ekskresi
(Lehninger, 2000).

2.2 Keseimbangan Energi

Keseimbangan energi di perlukan dalam tubuh manusia. Energi yang ada di dalam tubuh kita di katakan seimbang
apabila energi yang masuk melalui makanan yang di makan sama besar dengan energi yang dikeluarkan oleh tubuh untuk
kelangsungan hidup. Keadaan energi yang seimbang didalam tubuh ini akan menghasilkan berat badan ideal atau normal.
(Lehninger, 2000).

Ada cara untuk menentukan berat badan ideal orang dewasa adalah dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT)
(Body Mass Index/BMI).

Keterangan:
BB = Berat badan (kg)
TB = Tinggi badan (m)

Nilai IMT didapat dihubungkan dengan risiko terhadap penyakit. Berikut hubungan antara keduanya:
IMT Risiko terhadap penyakit
20-25 Sangat rendah
25-30 Rendah
30-35 Sedang
35-40 Tinggi
>40 Sangat tinggi

Adapun klasifikasi Indeks Masa Tubuh di Indonesia dapat dilihat di bawah ini:

Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,5
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan >27,0

2.3 Pengertian Kecepatan Metabolisme Basal

Basal metabolisme atau sering disebut dengan Energi Pengeluaran Basal (Basal Energy Expenditure [BEE])
merupakan jumlah keseluruhan aktivitas metabolisme dalam keadaan istirahat fisik dan mental. Dalam hal ini oksigen di
perlukan sedikit karena jaringan bekerja paling sedikit. Kecepatan metabolisme basal diukur pada orang yang istirahat di
tempat tidur, sebelum makan, sebelum minum dan malam hari (Lehninger, 2000).
Disamping itu belum terganggu pemasukan oksigen maupun pengeluaran karbon dioksida.
Kecepatan metabolisme bergantung pada kegiatan seseorang, ketegangan saraf juga merupakan faktor penting yang
mempengaruhi pernapasan dan kerja jantung. Ada beberapa penyakit kelainan tiroid, kegiatan kelenjar tiroid yang
berlebihan menaikkan kecepatan metabolisme, misalnya penyakit hipertiroidisme. Pada penyakit kreatinisme dan
miksedema, kecepatan metabolisme akan menurun (Lehninger, 2000).
Kalori dalam tubuh digunakan untuk menghindari kehilangan berat badan, mempertahankan suhu tubuh dan
membiarkan persendian untuk aktivitas fingsional semua jaringan, kelenjar dan organ (Lehninger, 2000).
Tujuan dari BEE ini adalah untuk memenuhi kebutuhan energi untuk mempertahankan kehidupan atau energi yang
mendukung proses dasar kehidupan, contohnya : mempertahankan temperature tubuh, kerja paru-paru, pembuatan sel
darah merah, detak jantung, filtrasi ginjal, dan lain sebagainya. Untuk menentukan nilai dari BEE ini harus dalam kondisi
basal. Kondisi basal tersebut meliputi : 12-16 jam setelah makan, posisi berbaring, tidak ada aktivitas fisik satu jam
sebelum pemeriksaan, kondisi rileks, temperature tubuh normal, temperature ruangan harus 21-250C, dan dalam kondisi
yang kelembapannya normal (Lehninger, 2000).
BMR rata-rata yang harus dimilki oleh setiap orang adalah 2.000 kalori / hari. Kebutuhan energi manusia lebih dari
2.000 kalori / hari yang dipergunakan untuk BMR, Kegiatan fisik dan aksi dinamik spesifik ( SDA). SDA ( specifik
Dinamic Action) yaitu energi yang dibutuhkan untuk metabolisme makanan (Lehninger, 2000).
Untuk menghitung kebutuhan energi seseorang, maka harus diketahui BMR nya dan kegiatan fisiknya, dan untuk
memperkirakan jumlah energi yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
Dalam menentukan nilai Basal Energy Expenditure (BEE) ini, Harris dan Benedict menemukan sebuah metoda
dengan cara perhitungan :

Laki-laki 66 + (13,7 x BB kg) + (5 x TB cm) - (6,8 x umur)


Perempuan 665 + (9,6 x BB kg) + (1,7 x TB cm) - (4,7 x umur)

Dengan BB adalah nilai dari berat badan normal. Dapat dihitung dengan cara :
Jika umurnya kurang dari 30 tahun (<30)
BB = (TB-100)-(10%(TB-100))
Jika umurnya lebih dari 30 tahun (>30)
BB = (TB-100) → 100%
Over weight → 110-120 %
Obesitas → > 120 %

Dan apabila ingin mengkoreksi berat badan (digunakan untuk pasien obesitas), dapat dihitung dengan jalan :

Adjusted Body Weight = BB saat ini – (25% (BB saat ini – BB normal)

Cara mudah mempercepat metabolisme adalah dengan memperbanyak olahraga. Semakin banyak membakar kalori
berarti semakin sedikit yang disimpan dalam tubuh. Menurut Profesor Don Chisholm, olahraga dapat meningkatkan
mrtabolisme tubuh antara 20 hingga 30 persen bahkan bisa lebih dari 50%. Sebenarnya perbedaan kecepatan metabolisme
pada setiap orang bukan sesuatu yang alami. Perbedaan itu umumnya lebih terjadi karena perbedaan jumlah konsumsi
makanan dan olahraga. Setiap bentuk olahraga akan membantu membakar kalori terutama aerobic (Lehninger, 2000).

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecepatan Metabolisme

Kecepatan metabolisme dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu:

1. Ukuran tubuh dan Berat Tubuh


Tubuh tentu saja besar berarti lebih banyak sel untuk mempertahankan. Ini berarti bahwa tubuh membutuhkan lebih
banyak kalori untuk berfungsi dan memiliki lebih cepat metabolik tingkat tubuh orang kecil. Inilah sebabnya mengapa
orang-orang yang lebih besar memerlukan lebih banyak makanan. Hal ini penting untuk memahami bahwa komposisi
tubuh Anda menentukan kecepatan metabolisme Anda. Persentase yang lebih tinggi dari berat badan ramping
mengakibatkan kadar metabolik yang tinggi jika dibandingkan dengan individu-individu dari badan yang sama dengan
persentase lemak yang lebih tinggi. Otot-otot lebih berarti metabolisme yang lebih cepat. Ini berarti bahwa pelatihan
kebugaran biasa dapat membantu seseorang untuk mempercepat nya atau miliknya metabolik menilai dan menurunkan
berat badan lebih mudah daripada tanpa latihan rutin. Namun, penting untuk mengetahui bahwa laki-laki secara alami
memiliki tingkat yang lebih tinggi dari otot daripada wanita dan dapat tumbuh otot-otot lebih cepat (Kimbal, 1994).

2. Umur
Usia mempengaruhi metabolisme untuk pria dan wanita. Pada umur di atas 20 tahun, maka BEE akan menurun 2%
setiap 10 tahunnya. Setelah berusia lebih dari tiga puluh, kecepatan metabolisme akan lambat karena perubahan
hormon. Akibatnya, setiap orang yang tidak aktif secara fisik mulai kehilangan jaringan otot dan mendapatkan lemak.
Kenaikan dalam beberapa hormon penting tubuh melalui latihan teratur dapat meningkatkan berat badan berat badan
dan kontrol yang ramping (Kimbal, 1994).

3. Suhu lingkungan yang tinggi atau rendah


Jika suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh, diaktifkan mekanisme penghasil panas seperti menggigil dan
kecepatan metabolisme pun meningkat. Ketika peningkatan suhu tersebut sudah cukup untuk dapat meningkatkan
suhu tubuh, proses metabolismenya umumnya bertambah cepat. Setiap peningkatan temperature sebesar 10C (di atas
temperature normal, 370C) BEE akan meningkat 13%. (Kimbal, 1994)..

4. Jenis kelamin
BEE pada laki-laki lebih besar dari wanita pada umur lebih dari 10 tahun (Kimbal, 1994).

5. Iklim
Iklim di sekitar kita mempengaruhi kecepatan metabolisme. Jika Iklim disekitar kita terlalu dingin sel-sel kita akan
membakar lebih banyak energi daripada biasanya. Pembakaran ini tujuannya untuk menghasilkan panas untuk
menjaga suhu tubuh agar tetap konstan (Kimbal, 1994).

6. Tidur
Tidur juga akan mempengarui kecepatan metabolisme basal kita. Pada saat Tidur kecepatan metabolisme kita akan
berkurang sebanyak 10%. Kehamilan juga mempengaruhi Kecepatan metabolisme basal kita yaitu akan meningkat
15-25% (Kimbal, 1994).

7. pengerahan otot selama atau sebelum pengukuran


faktor ini yang paling peting yaitu pengerahan otot(muscle exertion). Konsumsi O2 meningkat bukan saja selama masa
pengerahan otot . masa BEE akan lebih tinggi pada masa otot yang lebih banyak (Kimbal, 1994).
8. Tinggi badan, Berat Badan, dan Luas Permukaan Tubuh
BEE paling tinggi pada saat masa pertumbuhan ( masa bayi adan remaja). Orang yang lebih tinggi maka akan
memiliki BEE yang lebih tinggi pula (Kimbal, 1994).

9. Kehamilan
Kehamilan juga mempengaruhi Kecepatan metabolisme basal kita yaitu akan meningkat 15-25% (Kimbal, 1994).

10. Hormon
Hormon juga mempengaruhi kecepatan metabolisme bassal. Jika kandungan hormon tiroid tinggi ( Hipertiroid )
kecepatan metabolisme basal akan meningkat 75-100%. Sedangkan jika Hormon tiroid rendah makan kecepatan
metabolisme basal akan menurun 30-40% (Kimbal, 1994).

2.5 Kontrol Homeostatis metabolisme

Homeostasis dalam bidang biologi diartikan sebagai suatu mekanisme di dalam tubuh suatu organisme yang
senantiasa mengupayakan keadaan setimbang atau stabil. Istilah ini dikemukakan pertama kali oleh Walter Bradford
Cannon pada tahun 1932 dari istilah Yunani homoios yang berarti sama, serupa atau menyerupai dan stasis yang berarti
kedudukan atau keadaan (Kimbal, 1994).

Sebagai contoh: Dalam keadaan homeostase yang terjaga, suhu normal tubuh manusia adalah 36,5º. Dalam cuaca
yang panas, agar supaya suhu tubuh tetap terjaga pada kondisi homeostase, terjadi reaksi homeostasis berupa pembuangan
panas tubuh melalui berkeringat dan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) pada kulit sehingga wajah dan kulit
memerah, rasa haus agar banyak minum sehingga terjadi pendinginan badan di samping mengganti kembali cairan yang
banyak keluar, nafsu makan berkurang agar tidak terjadi peningkatan metabolisme yang menghasilkan panas, rasa lesu
dan kantuk agar badan beristirahat sehingga mengurangi metabolisme, dsb (Kimbal, 1994).

Homeostasis adalah suatu kondisi keseimbangan internal yang ideal, di mana semua sistem tubuh bekerja dan
berinteraksi dalam cara yang tepat untuk memenuhi semua kebutuhan dari tubuh. Semua organisme hidup berusaha untuk
homeostasis. Ketika homeostasis terganggu (misalnya sebagai respon terhadap stressor), tubuh mencoba untuk
mengembalikannya dengan menyesuaikan satu atau lebih proses fisiologis dari mulai pelepasan hormon-hormon sampai
reaksi fisik seperti berkeringat atau terengah-engah. Sebagai contoh sederhana dari homeostasis, tubuh manusia
menggunakan beberapa proses untuk mengatur suhu agar tetap dalam rentang yang optimal untuk kesehatan. Kenaikan
atau penurunan suhu tubuh mencerminkan ketidakmampuan untuk mempertahankan homeostasis, dan masalah terkait
(Kimbal, 1994).

Stres berat dan lama dapat menyebabkan ketidakseimbangan parah kondisi keseimbangan ini. Hal ini dapat
menyebabkan tidak hanya tekanan psikologis tetapi juga gangguan psikosomatis. Prinsip mekanisme kontrol homeostasis
dalam bidang fisiologi ditentukan oleh 3 faktor penting, yakni:

1. Reseptor

Reseptor adalah faktor yang menerima dan mengolah setiap rangsang yang timbul dari setiap perubahan
lingkungan sekitar, untuk dijadikan stimulus dan dikirim (dilaporkan) ke pusat kontrol (Kimbal, 1994).

 Reseptor mendeteksi perubahan lingkungan, baik lingkungan eksternal dimana hewan itu hidup (misalnya
perubahan suhu lingkungan) atau lingkungan internalnya (misalnya pH intraseluler).
 Reseptor banyak jumlahnya dan masing-masing hanya dapat memantau aspek lingkungan tertentu.
 Fungsi reseptor adalah mengkonversi perubahan lingkungan yang terdeteksi menjadi potensial aksi yang dikirim
melalui sistem saraf ke pusat integrasi (Kimbal, 1994).

2. Pusat kontrol

Pusat kontrol adalah faktor yang menerima stimulus dari reseptor untuk diolah dan diinterpretasi dan dijadikan
stimulus balik sebagai reaksi-reaksi untuk menjawab (mengendalikan) perubahan lingkungan yang dilaporkan reseptor
(Kimbal, 1994).

3. Efektor

Efektor adalah faktor penerima stimulus balik dari pusat kontrol, yang mengolah stimulus tersebut menjadi
suatu aktifitas gerak untuk menjawab (mengendalikan) perubahan lingkungan sesuai yang dikehendaki pusat
kontrolnya (Kimbal, 1994).

Manusia termasuk dalam kelompok homeotermis yang senantiasa mempertahankan suhu internal tubuh dalam
batas relatif konstan meskipun suhu lingkungan berubah-ubah. Di dalam tubuh, panas diproduksi secara terus menerus
akibat adanya aktivitas metabolisme. Ketika penggunaan energi meningkat karena aktivitas fisik maka terjadi
penambahan panas. Demikian juga dengan perubahan yang sangat besar dari suhu lingkungan sangat mempengaruhi
suhu tubuh yang pada akhirnya, akan mempengaruhi sistem kerja enzim yang bekerja pada suhu dengan kisaran yang
relatif sempit.Agar suhu tubuh tetap relatif konstan maka harus ada mekanisme untuk menjaga suhu tubuh dalam batas-
batas yang masih dapat diterima tanpa memperhatikan kondisi lingkungan. Proses yang dikenal dengan termoregulasi
(Kimbal, 1994).

2.6 Keseimbangan antara Perolehan dan Pengeluaran Panas Tubuh

Produksi panas merupakan suatu fungsi metabolisme energi. Dalam keadaan istirahat kira-kira 56% dari panas
basal dihasilkan oleh organ-organ dalam dan hanya kira-kira18% yang dihasilkan oleh otot dan kulit. Pada waktu
pengerahan tenaga, terjadi peningkatan produksi panas akibat peningkatan aktivitas otot sebanyak 90%. Agar suhu
tubuh tetap konstan, panas harus dihilangkan ke lingkungan dengan laju yang sama dengan yang dihasilkan. Kegagalan
mengontrol suhu tubuh dapat menyebabkan serangkaian perubahan fisiologis. Sebagai contoh, suhu tubuh di bawah 360C
atau di atas 400C dapat menyebabkan disorientasi, sedangkan suhu di atas 420C menyebabkan sawan dan kerusakan sel
yang permanen. Oleh karena itu, ketika kondisi lingkungan meningkat di atas atau turun di bawah “ideal” tubuh harus
mengontrol perolehan atau pembuangan panas untuk mempertahankan homeostasis (Albertini, 2001).

Mekanisme menghilangkan panas pada umumnya adalah pengaturan fisika oleh karena melibatkan kerja fisik
sedangkan mekanisme perolehan panas banyak melibatkan mekanisme kimiawi. Pertukaran energi panas antara hewan
dan lingkungan tergantung pada nutrisi, metabolisme dan mekanisme fisika (Albertini, 2001).

Adapun Mekanisme pengaturan Suhu yaitu :

Kulit → Reseptor perifer → hipotalamus (posterior dan anterior) → Preoptika hypotalamus → Nervus
eferent → kehilangan/pembentukan panas

Mekanisme Pertukaran panas dengan lingkungan meliputi 4 proses yaitu:

 Radiasi

Apabila kita merasakan panas matahari maka itu adalah karena radiasi sinar matahari. Radiasi
(elektromagnetik) dipancarkan dari permukaan yang suhunya lebih tinggi dan diabsorbsi oleh bagian lain yang
suhunya lebih rendah. Perbedaan suhu yang cukup besar menyebabkan banyak panas yang hilang melalui radiasi.
Panas tubuh kita juga hilang dengan cara yang sama meskipun dalam jumlah yang kecil. Lebih dari 50% panas yang
hilang dalam ruangan diakibatkan oleh radiasi dan jumlah sesungguhnya bervariasi sesuai dengan suhu tubuh dan suhu
kulit (Albertini, 2001).

 Konduksi

Merupakan perpindahan langsung energi melalui kontak fisik. Sebagai contoh ketika kita duduk di kursi
plastik yang dingin maka panas yang berasal dari tubuh kita dipindahkan ke kursi sampai akhirnya terjadi
keseimbangan (Albertini, 2001).

 Konveksi

Merupakan hasil kehilangan panas secara konduksi ke udara yang melapisi permukaan tubuh. Udara panas
timbul oleh karena lebih ringan dari udara dingin. Seiring tubuh kita memindahkan panas ke udara berikutnya maka
udara panas bergerak menjauh dari permukaan kulit. Udara dingin yang menggantikannya, pada akhirnya menjadi
panas dan pola ini terjadi berulang-ulang. Jumlah konveksi kira-kira 15% dari panas tubuh yang hilang dalam ruangan
(Albertini, 2001).

 Evaporasi

Evaporasi merupakan perubahan dari fase cair ke uap air. Evaporasi memerlukan energi dalam jumlah yang
besar, kira-kira 0.58 kal per gram air yang dievaporasikan. Oleh karena itu, maka mekanisme ini digunakan oleh
hewan homeotermis/manusia untuk mendinginkan tubuhnya. Evaporasi juga berlangsung di permukaan respitatoris
dan organ-organ lain termasuk kulit. Laju evaporasi yang berlangsung di kulit sangat bervariasi (Albertini, 2001).

Setiap jam kira-kira 20-25 ml air melintasi epithelium dan dievaporasikan melalui permukaan alveolar dan
permukaan kulit. Kehilangan air insensibel ini relatif konstan. Pada saat istirahat, jumlahnya kira-kira 20% dari rata-
rata kehilangan panas tubuh dalam ruangan. Kelenjar keringat bertanggung jawab terhadap perspirasi sensibel yang
mencapai kira-kira 2 – 4 L per jam dalam keadaan aktivitas yang hebat. Evaporasi berlangsung hanya apabila udara
tidak jenuh dengan uap air (Albertini, 2001).
2.6.1. Mekanisme penghilangan panas

Perolehan dan penghilangan panas melibatkan aktivitas berbagai sistem yang dikoordinasi oleh pusat
kehilangan panas (heat-loss centre) dan pusat perolehan panas (heat-gain centre) pada area
preoptik hipotalamus anterior. Apabila suhu di nukleus preoptik melebihi set point maka pusat kehilangan
panas dirangsang sehingga menghasilkan 3 pengaruh utama yaitu:

1. Penghambatan pusat vasomotorik yang menyebabkan vasodilatasi peripheral dan darah yang panas mengalir
ke permukan tubuh. Kulit menjadi berwarna kemerah-merahan, suhu kulit meningkat dan peningkatan
kehilangan panas melalui konduksi dan konveksi (Albertini, 2001).
2. Perangsangan saraf simpatis untuk meningkatkan sekresi kelenjar keringat seiring dengan meningkatnya
aliran darah ke kulit. Perspirasi mengalir melintasi permukaan tubuh dan meningkatkan kehilangan panas
melalui evaporasi. Apabila evaporasi lengkap maka sekresi maksimal dapat memindahkan 2320 kal/jam
(Albertini, 2001).
3. Rangsangan terhadap pusat respirasi sehingga meningkatkan kedalaman respirasi. Sering
seseorang melakukan respirasi dengan mulut terbuka daripada melalui hidung untuk meningkatkan
evaporasi melalui paru paru (Albertini, 2001).

2.6.2. Mekanisme perolehan panas

Pembentukan panas (heat production) dalam tubuh manusia bergantung pada tingkat metabolisme yang
terjadi dalam jaringan tubuh tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh:

1. Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR), terutama terkait dengan sekresi hormon tiroid.
2. Aktivitas otot, terjadi penggunaan energi menjadi kerja dan menghasilkan panas.
3. Termogenesis menggigil (shivering thermogenesis); aktivitas otot yang merupakan upaya tubuh untuk
mempertahankan suhu tubuh selama terpapar dingin.
4. Termogenesis tak-menggigil (non-shivering thermogenesis) Hal ini terjadi pada bayi baru lahir
(Albertini, 2001).

Sumber energi pembentukan panas ini ialah brown fat. Pada bayi baru lahir, brown fat ditemukan
pada skapula, aksila, dan area ginjal. Brown fat berbeda dengan lemak biasa, ukurannya lebih kecil,
mengandung lebih banyak mitokondria, banyak dipersarafi saraf simpatis, dan kaya dengan suplai darah.
Stimulasi saraf simpatis oleh suhu dingin akan meningkatkan konsentrasi cAMP di sel brown fat, yang
kemudian akan mengativasi fosforilasi oksidatif di mitokondria melalui lipolisis. Hasil dari fosforilasi
oksidatif ialah terbentuknya panas yang kemudian akan dibawa dengan cepat oleh vena yang juga banyak
terdapat di sel brown fat. Brown fat ini merupakan sumber utama diet-induced thermogenesis (Albertini,
2001).

Fungsi pusat perolehan panas di otak adalah untuk mencegah hipotermia atau suhu tubuh turun di
bawah normal. Apabila suhu pada nukleus preoptik turun di bawah tingkat yang dapat diterima maka pusat
kehilangan panas di hambat dan pusat perolehan panas diaktifkan.Mekanisme untuk memperoleh panas
dapat dibagi dalam 2 kategori besar yaitu:

a. Shivering thermogenesis (Menggigil)

Pada shivering thermogenesis terjadi peningkatan secara perlahan-lahan tonus otot sehingga
meningkatkan konsumsi energi otot skelet di seluruh bagian tubuh. Dengan demikian, lebih banyak energi
yang dikonsumsi dan pada akhirnya lebih banyak panas yang dihasilkan. Derajat stimulasi bervariasi sesuai
kebutuhan. Apabila pusat pengaturan perolehan panas sangat aktif, tonus otot meningkat sampai pada titik
dimana rangsangan reseptor renggang menghasilkan kontraksi yang singkat. Dengan kata lain kita mulai
menggigil. Menggigil meningkatkan kerja otot dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen dan
energi. Panas yang dihasilkan menghangatkan pembuluh darah bagian dalam yang kemudian darah dialirkan
ke pusat vasomotorik simpatis. Menggigil sangat efektif dalam meingkatkan suhu tubuh dimana laju
perolehan panas dapat mencapai 400% (Albertini, 2001).

b. Nonshivering thermogenesis ( Tidak Menggigil)

Proses ini melibatkan pelepasan hormon untuk meningkatkan aktivitas metabolisme di semua jaringan.

1. Epineprin: Pusat perolehan panas merangsang kelenjar suprarenalis melalui cabang simpatis sistem saraf
otonomi sehingga melepaskan epineprin. Epineprin meningkatkan laju glikogenolisis di hati dan otot skelet
dan laju metabolisme di banyak jaringan
2. Tiroksin: Nukleus preoptik mengatur produksi thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipotalamus. Pada
anak-anak ketika suhu tubuh di bawah normal, TRH dilepaskan merangsang pelepasan thyroid stimulating
hormone oleh adenohipofisis. Kelenjar tiroid menanggapi pelepasan TRH dengan meningkatkan sekresi
tiroksin. Tiroksin tidak saja meningkatkan laju katabolisme karbohidtrat tetapi juga semua laju katabolisme
nutrient lainnya. Pengaruh ini berkembang secara perlahan-lahan setelah periode beberapa hari sampai dalam
minggu (Albertini, 2001).

2.7. Cara Pengaturan Suhu Tubuh

Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak. Fungsi hipotalamus adalah seperti
termostart yang berada dibawah otak. Suhu yang nyaman merupakan set point untuk operasi system pemanas. Penurunan
suhu lingkungan akan mengaktifkan pemanas, sedangkan peningkatan suhu akan mematikan system pemanas tersebut.
Pada umumnya penjalaran sinyal suhu hampir selalu sejajar, namun tidak persis sama seperti sinyal nyeri. Sewaktu
memasuki medulla spinalis, sinyal akan menjalar dalam traktus lissaueri sebanyak beberapa segmen diatas atau dibawah
dan selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II, III radiks dorsalis sama seperti untuk rasa nyeri. Sesudah ada
percabangan satu atau lebih neuron dalam medulla spinalis maka sinyal akan menjalarkan keserabut termal asenden yang
menyilang ke traktus sensorik anterolateral sesi berlawanan dan akan berakhir di (1) area reticular batang otak dan (2)
kompleks vetro basal thalamus. Setelah dari thalamus sinyal di hantarkan ke hipotalamus (Albertini, 2001).

Suhu diatur oleh sistem syaraf dan sistem endokrin. Pada Sistem syaraf pemanasan dan pendinginan kulit
menstimulasi ujung syaraf yang sensitif terhadap suhu dengan menghasilkan respon yang tepat – menggigil untuk
kedinginan, berkeringat untuk kepanasan (Albertini, 2001).

Hipotalamus pada otak berespon terhadap suhu dari darah yang mengalir melewati kapiler-kapiler nya.
Hipotalamus mengadung 2 pusat pengaturan suhu. Hipotalamus bagian anterior berespon terhadap peningkatan suhu
dengan menyebabkan vasoladitasi dan karena nya panas menguap. Hipotalamus bagian posterior berespon terhadap
penurunan suhu dengan menyebabkan vasokontriksi dan mengaktivasi pembentukan panas lebih lanjut. Melalui hubungan
dengan otak tersebut, hipotalamus menerima stimulus dari talamus dan dapat melewati sistem syaraf otonom
memodifikasi aktivitas humoner, sekresi keringat aktivitas kelenjar dan otot-otot (Albertini, 2001).
Sedangkan pada Sistem Endokrin, Medula adrenal dingin meningkatkan sekresi adrenalin yang menstimulasi
metabolisme dan karena nya dapat meningkatkan pembentukan panas. Kelenjar tyroid dingin meningkatkan sekresi
tiroksin, dengan meningkatkan metabolisme dan pembentukan panas (Albertini, 2001).

Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal dengan suatu system tubuh yang sempurna
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Tetapi kemampuan
untuk menyesuaikan dirinya dengan temperature luar adalah jika perubahan temperature luar tubuh tersebut tidak melebihi
20 % untuk kondisi panas dan 35 % untuk kondisi dingin dari keadaan normal tubuh (Tjitro, 2004). Suhu udara dianggap
nikmat bagi orang Indonesia ialah sekitar 24 0 C sampai 260 C dan selisih suhu didalam dan diluar tidak boleh lebih dari
50 C. Batas kecepatan angina secara kasar yaitu 0,2 sampai 0,5 m/dt. Keseimbangan panas suhu tubuh manusia selalu
dipertahankan hamper konstan/menetap oleh suatu pengaturan suhu pada tubuh manusia. Suhu menetap ini adalah akibat
keseimbangan antara panas yang dihasilkan didalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas diantara
tubuh dan lingkungan sekitar. Dalam hal ini darah sangat berperan dalam membawa panas dari tubuh dalam ke kulit
sehingga panas dihamburkan kesekitarnya (Albertini, 2001).

Adapun suhu tubuh dihasilkan dari :

1. Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR) di semua sel tubuh.
2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk kontraksi otot akibat menggigil).
3. Metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin dan sebagian kecil hormon lain, misalnya hormon
pertumbuhan (growth hormone dan testosteron).
4. Metabolisme tambahan akibat pengaruh epineprine, norepineprine, dan rangsangan simpatis pada sel (Albertini, 2001).

Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel itu sendiri terutama bila temperatur
menurun. Suhu tubuh manusia diatur oleh system thermostat di dalam otak yang membantu suhu tubuh yang konstan
antara 36.50C dan 37.50C. Suhu tubuh normal manusia akan bervariasi dalam sehari. Seperti ketika tidur, maka suhu tubuh
kita akan lebih rendah dibanding saat kita sedang bangun atau dalam aktivitas. Dan pengukuran yang diambil dengan
berlainan posisi tubuh juga akan memberikan hasil yang berbeda. Pengambilan suhu di bawah lidah (dalam mulut) normal
sekitar 37 C, sedang diantara lengan (ketiak) sekitar 36.5 C sedang di rectum (anus) sekitar 37.5 C. Adapun yang
mempengaruhi suhu tubuh adalah :

1. Kecepatan metabolisme basal

Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak jumlah panas yang
diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju
metabolisme (Albertini, 2001).

2. Rangsangan saraf simpatis

Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping
itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme.
Hamper seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini
dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan
metabolisme (Albertini, 2001).

3. Hormon pertumbuhan

Hormon pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar
15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat (Albertini, 2001).

4. Hormone tiroid

Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan
kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal (Albertini, 2001).
5. Hormon kelamin

Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan normal,
menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena
pengeluaran hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basa)
(Albertini, 2001)..

6. Demam (peradangan)

Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap
peningkatan suhu 10°C (Albertini, 2001).

7. Status gizi

Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di
dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang
mengalami mal nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan
lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam
arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain (Albertini, 2001).

8. Aktivitas

Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan antar komponen otot /
organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C
(Albertini, 2001).

9. Gangguan organ

Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi
suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang
peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan
mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu (Albertini, 2001).

10. Lingkungan

Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang
akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia.
Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit (Albertini, 2001).

Cara mengukur tubuh secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin atau
hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan
menggunakan termometer (Albertini, 2001).

Setelah makan, suhu tubuh meningkat. Karena makanan yang masuk ke dalam tubuh memengaruhi proses
metabolisme sel tubuh. Proses tersebut bisa berlangsung cepat jika makanan yang masuk tergolong merangsang.
Misalnya, makanan pedas atau makanan bersuhu tinggi. Jika proses metabolisme sel tubuh berlangsung cepat, suhu
tubuh meningkat. Sitokin (salah satu protein) pun terpicu muncul. Salah satu bahan yang tergolong sitokin adalah
kalikrein. Bahan itu berpengaruh terhadap pelebaran pembuluh darah yang menuju kelenjar keringat di kulit.
Dampaknya, keringat pun mengucur keluar (Albertini, 2001).

11. Usia

Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan
suhu tubuh yang drastis terhadap lingkungan. Pastikan mereka mengenakan yang cukup dan hindari pajanan terhadap
suhu lingkungan. Seorang bayi baru lahir dapat kehilangan 30 % panas tubuh melalui kepala sehingga dia harus
menggunakan tutup kepala untuk mencegah kehilangan panas. Suhu tubuh bayi lahir berkisar antara 35,5˚C sampai
37,5˚C.Regulasi tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus menerus menurun saat
seseorang semakin tua. Para dewasa tua memiliki kisaran suhu tubuh yang lebih kecil dibandingkan dewasa muda
(Albertini, 2001).

11. Olahraga

Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan karbonhidrat dan lemak.
Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas sehingga terjadi
peningkatan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama seperti jalan jauh dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 41 C
(Albertini, 2001).

12. Kadar Hormon

Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal ini dikarenakan adanya variasi
hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun sesuai siklus menstruasi. Saat progesterion rendah
suhu tubuh dibawah suhu dasar, yaitu sekitar 1/10”nya. Suhu ini bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi, kadar
progesteron yang memasuki sirkulasi akan meningkat dan menaikan suhu tubuh ke suhu dasar atau suhu yang lebih
tinggi. Variasi suhu ini dapat membantu mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga terjadi
pada wanita saat menopause. Mereka biasanya mengalami periode panas tubuh yang intens dan perspirasi selama 30
detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh sementara sebanyak 4 C, yang sering disebut
hotflases. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan pengaturan fasomor (Albertini, 2001).

13. Stres

Stres fisik maupun emosianal meningkatkan suhu tubuh melali stimulasi hormonal dan syaraf. Perubahan
fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas. Klien yang gelisah akan memiliki
suhu normal yang lebih tinggi (Albertini, 2001).

14. Perubahan suhu

Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan mempengaruhi titik pengaturan hypotalamus. Perubahan
ini berhubungan dengan produksi panas berlebihan, kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan
panas minimal, atau kombinasi hal di atas. Sifat perubahan akan mempengaruhi jenis masalah klinis yang dialami
klien (Albertini, 2001).

2.7 Mekanisme Kerja Enzim

Enzim merupakan molekul protein kompleks yang dihasilkan sel hidup dan berfungsi sebagai biokatalisator. Enzim
bekerja dalam mempercepat reaksi dengan menurunkan anergi aktivasi (Ea) sehingga membuat reaksi dapat berlangsung
dalam suhu atau kondisi normal. Molekul yang wujud pertamanya dikenal dengan nama substrat akan dioptimalkan
perubahannya menjadi molekul yang lebih sederhana berupa produk yang siap diserap tubuh. Dalam proses proses reaksi
biokimia tersebut, enzim mampu mempercepat lintasan metabolisme. Ia bekerja dengan melakukan reaksi bersama dengan
molekul pada substrat (Abdelhalim, 2010).

Sifat Sifat Enzim :

1. Sebagai katalisator

Sifat-sifat enzim yang pertama ialah ia berperan sebagai katalisator. Enzim adalah katalis yang dapat mengubah
laju reaksi tanpa ikut bereaksi. Tanpa kehadiran enzim, suatu reaksi itu sangat sukar terjadi, sementara dengan kehadiran
enzim kecepatan reaksinya dapat meningkat 107 - 1013 kali (Abdelhalim, 2010).

2. Enzim bekerja secara spesifik dan selektif

Enzim bekerja secara spesifik, artinya enzim tertentu hanya dapat mengadakan pengubahan pada zat tertentu pula.
Dengan kata lain, enzim hanya dapat mempengaruhi satu reaksi dan tidak dapat mempengaruhi reaksi lain yang bukan
bidangnya. Satu enzim khusus untuk satu substrat, misalnya enzim katalase hanya mampu menghidrolisis H2O2 menjadi
H2O dan O2 (Abdelhalim, 2010).

3. Enzim bersifat bolak-balik

Sifat-sifat enzim selanjutnya adalah bekerja bolak-balik karena dapat ikut bereaksi tanpa mempengaruhi hasil
akhir dan akan terbentuk kembali pada hasil reaksi sebagai enzim. Ketika ikut bereaksi, struktur kimia enzim berubah,
tetapi pada akhir reaksi struktur kimia enzim akan terbentuk kembali seperti semula (Abdelhalim, 2010).

4. Seperti protein

Enzim memiliki sebagian besar sifat protein yaitu dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada suhu rendah protein
enzim akan mengalami koagulasi dan pada suhu tinggi akan mengalami denaturasi (Abdelhalim, 2010).

5. Enzim bersifat termolabil

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu rendah, kerja enzim akan lambat. Semakin tinggi suhu reaksi
kimia yang dipengaruhi enzim semakin cepat, tetapi jika suhu terlalu tinggi, enzim akan mengalami denaturasi
(Abdelhalim, 2010).

6. Hanya diperlukan dalam jumlah sedikit

Oleh karena enzim berfungsi sebagai katalisator, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagai
katalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selama molekul tersebut tidak rusak (Abdelhalim,
2010).

7. Merupakan koloid

Karena enzim tersusun atas komponen protein, maka sifat-sifat enzim tergolong koloid. Enzim memiliki
permukaan antar partikel yang sangat besar sehingga bidang aktivitasnya juga besar (Abdelhalim, 2010).

8. Enzim mampu menurunkan energi aktivasi

Suatu reaksi kimia dapat terjadi jika molekul yang terlibat memiliki cukup energi internal untuk membawanya ke
puncak bukit energi menuju bentuk reaktif yang disebut tahap transisi. Energi aktivasi suatu reaksi adalah jumlah energi
dalam kalori yang diperlukan untuk membawa semua molekul pada 1 mol senyawa pada suhu tertentu menuju tingkat
transisi pada puncak batas energi. Apabila suatu reaksi kimia ditambahkan katalis –yaitu enzim maka energi aktivasi dapat
diturunkan dan reaksi akan berjalan dengan lebih cepat (Abdelhalim, 2010).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi mekanisme kerja enzim antara lain suhu, pH larutan, konsentrasi enzim dan
konsentrasi substrat dan juga pengaruh inhibitor:

1. Pengaruh Temperatur

Karena enzim adalah zat yang tersusun atas protein, maka enzim juga memiliki sifat thermolabil atau sifat mudah
rusak karena pengaruh suhu. Oleh karena itu, suhu atau temperatur termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi kerja
enzim. Suhu terlalu tinggi akan membuat enzim mengalami denaturasi protein atau kerusakan, sementara suhu yang terlalu
rendah akan membuat reaksi kerja enzim terhambat (Abdelhalim, 2010).

Masing-masing enzim memiliki suhu optimum yang berbeda. Akan tetapi, rata-rata enzim dapat bekerja pada suhu
optimum antara 30 sd 40 derajat Celcius. Umumnya enzim tidak akan menunjukan reaksi jika suhu di sekitarnya turun
hingga 0 derajat Celcius. Akan tetapi, pada suhu ini enzim tidak akan rusak. Ia akan bekerja dan aktif kembali jika suhu
telah normal. Enzim baru akan rusak jika terkena pengaruh temperatur yang tinggi. Enzim rusak bila kondisi suhu
disekitarnya mencapai 60 derajat Celcius. Secara sederhana, pengaruh suhu terhadap kerja enzim dapat dilihat pada
gambar atau grafik di bawah ini (Abdelhalim, 2010).

2. Pengaruh pH

Selain suhu, pH juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi kerja enzim. Perubahan pH pada lingkungan
sekitar enzim akan membuat perubahan asam amino kunci di sisi aktif enzim. Hal ini membuat sisi aktif enzim terhalangi
untuk dapat bergabung dengan substrat. pH optimum yang diperlukan masing-masing enzim mempunyai kisaran yang
berbeda, tergantung dari jenis enzimnya. Secara sederhana, grafik pengaruh pH terhadap laju reaksi enzim dapat dilihat
pada gambar di bawah ini (Abdelhalim, 2010).

3. Pengaruh Konsentrasi Substrat dan Enzim

Reaksi kerja enzim dapat optimum jika perbandingan antara konsentrasi substrat dan enzim berada dalam jumlah
yang seimbang. Bila jumlah enzim lebih sedikit dibanding jumlah substratnya, maka reaksi hanya akan berjalan lambat
sehingga ada beberapa substrat yang tidak terkatalisasi. Sementara, bila jumlah enzim lebih banyak dibanding jumlah
substratnya, maka reaksi akan berjalan sangat cepat (Abdelhalim, 2010).
 Pemeriksaan metabolisme basal

1. Persiapan orang coba (inget pada kenyataan orang coba tidak dalam keaadaan basal yang sesungguhnya).

2. Catat : nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan.

3. Hitung luas badan orang coba dengan cara mengukur tinggi dan berat badan, selanjutnya dengan
menggunkan “monogram dari aub du bois” dicari luas badannya.

4. Tentukan nilai nilai BMR Menggunakan Rumus Harris Benedict Laki-Laki : 66 + (13,7 x
BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) Perempuan : 665 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) –
(4,7 x U)

5. Tentukan nilai Total Daily Energy Expenditure (TDEE), (Abdelhalim, 2010).

TDEE (Activity Multiplier Sedentary) = BMR x factor aktivitas

Tabel Kebutuhan Energi Menurut Aktivitas

Aktivitas/gender Jenis kegiatan Faktor

Sangat ringan 100 % waktu untuk duduk atau 1,30


aktivitas

Ringan- Laki- 75 % waktu untuk duduk atau


berdiri 1,56

laki berdiri 1,55

Sedang-- Wanita
Laki- 60 % waktu
25 % waktu untuk
untuk berdiri
duduk atau
atau 1,76
bergerak

laki berdiri 1,70

Berat –- Wanita
Laki- 40
40 % % waktu
waktuuntuk
untukduduk atau
aktivitas 2,10
tertentu

laki berdiri 2,00

Sumber : Dimodifikasi
- Wanita dari
60 Almatsier,
% waktu2003. Prinsip
untuk Dasar Ilmu Gizi
aktivitas
tertentu
6. Tentukan Indeks masa tubuh (IMT) untuk status gizi

7. Tentukan Kebutuhan Energi Untuk Mencapai Berat Badan Normal dengan rumus broca

8. Perkiraan apakah kebutuhan gizi orang coba terpenuhi

 METABOLISME KARBOHIDRAT

Karbohidrat merupakan senyawa utama penghasil energi yang diperlukan tubuh untuk menunjang aktivitas yang
dilakukan sehari-hari. Karbohidrat tersebar luas, baik dalam jaringan hewan maupun jaringan tumbuhan. Pada sel hewan,
karbohidrat terdapat dalam bentuk glukosa dan glikogen, yang berperan sebagai sumber energi yang penting bagi aktivitas
vital. Sedangkan pada sel tumbuhan, karbohidrat terdapat dalam bentuk selulosa yang berperan sebagai rangka pada
tumbuhan serta pati dari sel-sel tumbuhan (Abdelhalim, 2010).

a. Unsur penyusun karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa organik yang disintesis dari senyawa anorganik yang mengandung
unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Komponen dasar dari karbohidrat adalah monosakarida (Abdelhalim,
2010).

Macam Jumlah Gugus Gula Contoh Sifat

Monosakarida
Karbohidrat Satu Heksosa (glukosa, fruktosa, Rasa manis,

galaktosa), ribosa (penyusun RNA), mudah larut


deoksiribosa (penyusun DNA) dalam air.
Disakarida Dua Laktosa (glukosa+galaktosa) Rasa manis,

Sukrosa (glukosa+fruktosa) mudah larut


Maltosa (glukosa+glukosa) dalam air.
Polisakarida Lebih dari dua Amilum, glikogen Rasa kurang
dan selulosa begitu manis

a. Sumber karbohidrat
Karbohidrat dapat diperoleh dari padi, jagung, gandum dan biji-bijian lainnya, sagu, ketela pohon, ketela rambat,
kentang, bentul.

b. Fungsi Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai beberapa fungsi penting, diantaranya adalah:
1) Sebagai sumber energi utama.
2) Sebagai bahan pembentuk senyawa kimia lain.
3) Sebagai komponen penyusun gen dalam inti sel yang amat penting dalam pewarisan sifat.
4) Sebagai senyawa yang membantu proses berlangsungnya buang air besar. (Abdelhalim, 2010).

 Metabolisme Karbohidrat

Untuk menghasilkan energi, glukosa mengalami oksidasi. Prosesnya berlangsung bertahap, diawali dengn
glikolisi, dekarboksilasi oksidatif, siklus Krebs, dan sistem transpor elektron. Katabolisme karbohidrat. Dalam hal ini
glukosa, terdapat beberapa tipe jalur penambatan yang antara lain jalur glikolisis atau Embden Meyerhof – Parnas
Pathway (EMP), Entne – Duodorff – Pathway (ED) dan Hexosa Mono Phospat Phatway (HMP). Oksidasi selanjutnya
senyawa antara umum yang dihasilkan dari jalur di atas memasuki daur krebs (daur asam trikarboksilat) dan rantai respirasi
yang berlangsung dengan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP yang lebih banyak. Proses metabolisme yang
berlangsung pada tiap organisme, bergantung pada aktivitas sistem enzim yang dimiliki oleh orgnanisme
tersebut. Jalur-jalur EMP, ED, HMP berlangsung dalam keadaan anaerob. Sedangkan proses selanjutnya, yaitu siklus
asam trikarboksilat (TCA ataudaur Krebs) dan rantai respirasi terjadi dalam keadaan anaerob (Abdelhalim, 2010).

Glukosa digunakan baik oleh organisme anaerob maupun aerob. Pada tahap-tahap awal jalur katabolisme untuk
kedua tipe organisme itu mirip satu sama lain. Organisme anaerob memecah glukosa menjadi senyawa yang lebih
sederhana yang tidak mengalami metabolisme lebih lanjut tanpa bantuan oksigen. Sedangkan organisme aerob selain
memiliki perangkat enzim yang dimiliki oleh organisme anaerob, yang memiliki kemampuan lebih yang dapat memecah
senyawa sederhana yaitu menjadi CO2 dan H2O dengan bantuan oksigen. Karena pemecahannya lebih sempurna, maka
energi yang dihasilkan pun lebih banyak daripada yang dihasilkan oleh organisme anaerob (Abdelhalim, 2010).
Pencernaan karbohidrat di mulut mengalami biokimia hidrolisis dengan bantuan biokatalis enzim amilase
menghasilkan maltosa. Pencernaan berlanjut di usus halus dengan bantuan enzim maltase yang dihasilkan pancreas untuk
menghidrolisis maltose menjadi glukosa lalu diserap oleh mukosa usus. Selain maltase, pancreas juga menghasilkan
lactase dan sukrase. Setelah makan, kadar glukosa dalam darah akan meningkat sementara, dan setelah 2 jam akan turun
kembali akibat glukosa masuk ke dalam sel. Dalam sel, glukosa diubah menjadi glikogen sebagai cadangan pertama
energi. Dalam keadaan gizi baik, glukosa dapat disimpan sebagai lemak dan protein yang dalam keadaan lapar atau
kelaparan cadangan ini dapat digunakan kembali (Abdelhalim, 2010).

Dalam keadaan tersebut, terjadi reaksi biokimia sebagai berikut:

1. Glikogenesis: proses perubahan glukosa menjadi glikogen

2. Glikogenolisis: proses pemecahan glikogen menjadi glukosa

3. Glikolisis: proses pemecahan glukosa menjadi energi dalam bentuk ATP

4. Lipogenesis: proses pembentukan asam lemak

5. Lipolisis: proses pemecahan lemak

6. Glukoneogenesis: proses pengadaan glukosa

Metabolisme Protein dan Lemak

1. PROTEIN

a. Struktur Kimia Protein

Protein adalah suatu senyawa organik yang tersusun oleh unsur-unsur C, H, O, N, dan kadang-kadang juga
mengandung unsur P dan belerang (S). Komponen dasar dari senyawa protein adalah asam amino. Protein adalah
ikatan asam-asam amino yng membentuk rantai panjang (Abdelhalim, 2010).

b. Sumber Protein

Protein nabati adalah biji kacang-kacangan, gandum, kelapa, dan beberapa jenis sayuran seperti daun
melinjo.Protein hewani adalah protein yang terkandung dalam tubuh hewan (Abdelhalim, 2010).

c. Fungsi Protein

Protein berfungsi sebagai pengembang tubuh, sebagai enzim, antibodi, dan hormon. Protein pembangun tubuh disebut
protein struktural. Protein sebagai enzim, antibodi, atau hormon dikenal sebagai protein fungsional (Abdelhalim, 2010).

d. Metabolisme Protein

Protein diserap tubuh dalam bentuk asam amino. Asam amino tersebut merupakan hasil pembongkaran protein oleh
enzim tertentu. Penyerapan asam amino terjadi di dalam usus halus dan berlangsung secara osmosis. Selain itu
terdapat pula protein yang masuk ke dalam usus melalui pinositosis atau faogositosis (Abdelhalim, 2010).

Protein berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein dalam sel berfungsi sebagai
zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh, juga dapat digunakan sebagai sumber energi jika tubuh
kekurangan karbohidrat dan lemak. Melalui hidrolisis oleh asam atau enzim, protein akan menghasilkan asam amino.
Berdasarkan strukturnya, protein digolongkan menjadi protein sederhana dan protein gabungan. Protein sederhana, hanya
terdiri atas molekul sederhana (misalnya protein fiber dan protein globular), sedangkan protein gabungan terdiri atas
protein dan gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lemak, atau asam nukleat (Abdelhalim, 2010).

Protein mempunyai arti bagi tubuh apabila protein tersebut dapat melakukan aktivitas biokimia yang
menunjang kebutuhan tubuh. Aktivitas ini tergantung pada struktur dan konformasi molekul protein. Jika konformasi
protein berubah, misalnya oleh perubahan suhu, pH, atau adanya reaksi dengan senyawa lain, ion logam, maka aktivitas
biokimia dari protein tersebut akan berkurang atau bahkan rusak yang dikenal dengan istilah denaturasi. Denaturasi
berasal dari kata “de” yang berarti “keluar” dan “natural” yang berarti “alami”. Jadi denaturasi adalah keluar dari sifat
aslinya akibat perusakan oleh berbagai faktor. Kerusakan yang paling mendasar pada denaturasi protein terletak pada
struktur kimianya, bukan struktur primernya yang berupa ikatan peptida. Akibat kerusakan pada struktur kimianya,
protein akan kehilangan sifat fisik dan faalnya yang asli. Terjadinya perubahan faal protein dapat menghilangkan sifat
alami seperti sifat enzim dan antibodi. Enzim yang mengalami denaturasi akan kehilangan sifat biokatalis dan hormon
protein akan kehilangan fungsi regulatornya terhadap metabolisme tubuh. Antibody akan kehilangan fungsi
aglutinasinya terhadap antigen lawan (Abdelhalim, 2010).

Protein yang mengalami denaturasi pada akhirnya akan mengalami perubahan sifat fisik seperti ukuran molekul,
kelarutan, atau konsistensinya. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein terdiri dari faktor kimia dan
fisika. Faktor kimia berupa adanya bahan kimia yang mengganggu muatan protein sehingga menyebabkan rusaknya
ikatan kimia protein. Faktor ini dapat berupa asam, basa, garam anorganik, logam berat, dehydrating agent (seperti
alkohol), urea, dan pelarut organik. Sedangkan faktor fisika terdiri dari suhu, sinar uv, tekanan, faktor mekanis seperti
pengocokan dan sebagainya (Abdelhalim, 2010).

Uji protein dengan metode identifikasi protein secara kualitatif dapat menggunakan cara, yaitu:

 Uji Biuret : pembentukan senyawa kompleks koordinat yang berwarna yang dibentuk oleh
++
 Cu² dengan gugus –CO dan –NH pada ikatan peptida dalam larutan suasana basa.
 Pengendapan dengan logam : pembentukan senyawa tak larut antara protein dan logam berat.
 Pengendapan dengan garam : pembentukan senyawa tak larut antara protein dan ammonium
 sulfat.
 Pengendapan dengan alkohol : pembentukan senyawa tak larut antara protein dan alkohol.
 Uji koagulasi : perubahan bentuk yang ireversibel dari protein akibat dari pengaruh pemanasan.
 Denaturasi protein : perubahan pada suatu protein akibat dari kondisi lingkungan yang sangat ekstrim.

Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda dalam air. Variabel yang mempengaruhi kelarutan ini
adalah pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut, dan temperatur. Pemusahan protein dari campuran dengan pengaturan
pH didasarkan pada harga Ph isoelektrik yang berbeda-beda untuk tiap macam protein Pada umumnya molekul protein
mempunyai daya kelarutan minimum pada pH isoelektriknya. Pada pH isoelektriknya beberapa protein akan mengendap
dari larutan, sehingga dengan cara pengaturan pH larutan, masing- masing protein dalam campuran dapat dipisahkan satu
dari yang lainnya dengan teknik yang disebut pengendapan isoelektrik (Abdelhalim, 2010).

Denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa memutuskan ikatan kovalen. Proses ini
bersifat khusus untuk protein dan mempengaruhi protein yang berlainan dan sampai yang tingkat berbeda pula. Denaturasi
dapat terjadi oleh berbagai penyebab yang paling penting adalah bahan, pH, garam, dan pengaruh permukaan. Denaturasi
biasanya dibarengi oleh hilangnya aktivitas biologi dan perubahan yang berarti pada beberapa sifat fisika dan fungsi
seperti kelarutan (Abdelhalim, 2010).

LEMAK

a. Struktur Kimia Lemak

Lemak atau lipida tersusun oleh C, H, dan O, dan kadang-kadang fosforus (P) serta nitrogen (N). Lemak merupakan
ester dari asam lemak dengan gliserin yang membentuk trigliserida, yaitu zat yang tersusun oleh satu senyawa gliserol
dan tiga senyawa asam lemak. Berdasr komposisi kimianya, lemak dibedakan menjadi tiga macam yaitu lemak
sederhana, lemak campuran, dan derivat lemak Berdasarkan ikatan kimianya, asam lemak dibedakan menjadi dua, yaitu
asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh (Morris, 1999).

b. Sumber Lemak

Lemak nabati adalah lemak tumbuhan yang dapat diperoleh dari kelapa, zaitun, kemiri, berbagai jenis tanaman
kacng, dan buah avokado. Lemak hewani adalah lemak hewan yang dapat diperoleh dari keju, lemak daging, mentega,
susu, ikan basah, minyak ikan, dan telur (Morris, 1999).

c. Fungsi Lema

Di dalam tubuh kita lemak berfungsi penting antara lain:

1) Sebagai pelindung tubuh dari pengaruh suhu rendah.

2) Sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K

3) Sebagai pelindung alat-alat tubuh yang vital ( antra lain jantung dan lambung), yaitu sebagai

bantalan lemak

4) Sebagai penghasil energi tertinggi,

5) Sebagai salah satu bahan penyusun membran sel.

6) Sebagi salah satu bahan penyusun hormon dan vitamin (khusus untuk sterol)

7) Sebagai salah satu bahan penyusun garam empedu, asam kholat dan hormon seks (Morris, 1999).

Metabolisme Lemak

Asam lemak bersenyawa kembali dengan gliserol membentuk lemak, dan selanjutnya diangkut oleh pembuluh getah
bening usus atau pembuluh kil menuju ke pembuluh getah bening kiri pembuluh dada terus ke pembuluh balik bawah
selangka. Selanjutnya lemak disimpan dijaringan adiposa ( jaringan lemak). Hal ini terjadi apabila masih ada glukosa yang
dipergunakan sebagi sumber energi. Jika dibutuhkan, lemak akan diangkut ke hati dalam bentuk senyawa lesitin (Morris,
1999).

Lemak merupakan kelompok lipid yang memegang peranan penting dalam struktur dan fungsi sel. Memiliki sifat
tidak larut dalam air, tapi dapat larut dalam pelarut organik (seperti eter, aseton, kloroform, benzena). Dalam tubuh, lemak
berfungsi sebagai sumber energi yang efisien, baik secara langsung maupun potensial ketika tersimpan dalam jaringan
adiposa. Selain itu lemak juga berperan sebagai alat transport vitamin A, D, E, dan K, sebagai bahan baku hormon steroid
dan asam empedu, serta sebagai bahan sintesis kolesterol (Morris, 1999).

Bloor mengklasifikasikan lipid sebagai berikut:

1. Lipid sederhana, merupakan senyawa ester asam lemak dengan berbagai alkohol. Terdiri dari lemak merupakan
senyawa ester asam lemak dengan gliserol) yang dalam keadaan cair dikenal sebagai minyak; dan malam (wax),
merupakan senyawa ester asam lemak dengan alkohol monohidrat).
2. Lipid kompleks, merupakan senyawa ester asam lemak yang mengandung gugus lain selain alkohol dan asam lemak.

a. Fosfolipid, mengandung asam lemak, alkohol dan residu asam posfat. Mmepunyai basa yang mengandung
nitrogen dan substituen lain.

b. Glikolipid, mengandung asam lemak, sfingosin dan karbohidrat. Banyak terkandung dalam jaringan saraf
(seperti otak).

c. Lipoprotein (gabungan lemak dan protein), merupakan unsur penting dalam pembentukan sel, terdapat dalam
membrane sel dan mitokondria yang berfungsi sebagai sarana pengangkut lipid dalam darah (Morris, 1999).

3. Prekursor dan derivat lipid, mencakup asam lemak, gliserol, steroid, senyawa alkohol selain gliserol dan sterol,
aldehid lemak, badan keton, hidrokarbon, vitamin dan berbagai hormon (Morris, 1999).

Proses pencernaan utama lemak terjadi pada usus, melalui emulsifikasi oleh garam empedu dan melalui hidrolisis
(lipolisis) oleh enzim lipase yang diproduksi pancreas. Hasil hidrolisis berupa gliserol dan asam lemak dapat diserap
melalui vili usus. Kemudian masuk ke sirkulasi portal atau system limfe dan sebagian lagi mengalami proses reesterifikasi
dalam sel usus dengan gliserol membentuk trigliserida (Morris, 1999).

Karena lipid tidak dapat larut dalam air, maka tubuh menciptakan mekanisme khusus untuk dapat
mentransportasikan lipid dengan membentuk misel. Misel lipid adalah gumpalan lipid yang bergabung dengan protein
khusus (lipoprotein), tersebar dalam plasma dan dapat diangkut ke seluruh tubuh. Namun karena misel tidak dapat melalui
membrane kapiler maka dilakukan hidrolisis terlebih dahulu dengan bantuan enzim lipase (Morris, 1999).

Dalam tubuh, meskipun kolesterol memiliki efek buruk, namun secara fisiologis berfungsi sebagai bahan
sintesis hormone steroid, asam empedu juga bahan pembentukan membran sel. Efek buruk kolesterol adalh mempercepat
proses atherosclerosis di pembuluh darah sehingga darah akan menebal, kaku, mudah tersumbat, dan mudah pecah
(Morris, 1999).

Suatu keadaan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol darah antara lain pada perokok, seorang yang mengalami stress,
peminum kopi, konsumsi minyak jenuh berlebih, kurang olahraga atau pada penyakit tertentu seperti diabetes. Minyak tidak
dapat larut dalam air, tapi dapat larut dalam alkohol, kloroform, eter (Morris, 1999).

2.8 METABOLISME VITAMIN

Istilah vitamin pertama kali di gunakan oleh cashimir funk di polandia pada tahun 1912, yaitu ketika penemuan zat
dalam dedak beras yang dapat menyembuhkan beri-Beri. Zat tersebut di butukan oleh tubuh untuk hidup “vita” dan
mengandung unsure N (amine), sehingga di beri istilah VITA MIN. Pemberian nama vitamin ini dilakukan menuut abjad
yaitu A, B, C, D, E, dan K (Morris, 1999).

Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam jumlah kecil dalam diet seseorang
tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam sel dan penting untuk mela ngsungkan pertumbuhan normal serta
memelihara kesehatan. Kebanyakan vitamin-vitamin ini tidak dapat disintesis oleh tubuh (Morris, 1999).

Beberapa di antaranya masih dapat dibentuk oleh tubuh, namun kecepatan pembentukann ya sangat kecil sehingga
jumlah yang terbentuk tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Oleh ka renanya tubuh harus memperoleh vitamin dari
makanan sehari-hari. Jadi vitamin mengatur metabolisme, mengubah lemak dan kabohidrat menjadi energi, dan i kut
mengatur pembentukan tulang dan jaringan (Morris, 1999).

Vitamin merupakan nutrisi tanpa kalori yang penting dan dibutuhkan untuk metabolisme tubuh manusia. Vitamin
tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia, tetapi diperoleh dari makanan sehari-hari. Fungsi khusus vitamin adalah sebagai
kofaktor (elemen pembantu) untuk reaksi enzimatik. Vitamin juga berperan dalam berbagai macam fungsi tubuh lainnya,
termasuk regenerasi kulit, penglihatan, sistem susunan syaraf dan sistem kekebalan tubuh dan pembekuan darah (Morris,
1999).

Manfaat vitamin

Sangat dibutuhkan untuk menjaga sistem kesehatan tubuh sehingga seluruh proses metabolisme y ang terjadi di
dalam tubuh dapat berjalan dengan baik. Sebagaimana kita ketahui bahwa vitamin adalah zat yang sangat dibutuhkan tubuh
kita untuk me lakukan proses metabolisme dalam tubuh. Namun, manfaat vitamin tersebut tidak dapat diperole h tanpa
asupan makanan dengan kandungan vitamin yang cukup. Jika tubuh kita kekurangan vitamin dapat menimbulkan gangguan
metabolisme dan berakibat buruk bagi kesehatan tubuh kita, kekurangan vitamin ini dikenal dengan sebutan avitaminosis
(Morris, 1999).

a. Manfaat Vitamin A

1. Mencegah dan menghindarkan kita dari gangguan mata.

2. Mencegah penyakit kulit.

3. Sebagai Antioksidan dan pelindung dari penyakit kanker.

4. Menambah sistem kekebalan (Morris, 1999).


b. Manfaat Vitamin B kompleks

1. Untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan fungsi sel darah putih.

2. Merawat dan menjaga kesehatan kulit, mata, otot, rambut, liver, saraf, hingga otak.

3. Sebagai pembentuk sel darah merah.

4. Asam folat sering digunakan pada penderita kanker (Morris, 1999).

c. Vitamin C

1. Sebagai Antioksidan alami yang sangat baik.

2. Membantu meningkatkan kekebalan tubuh.

3. Menjaga dan Membantu pertumbuhan serta memperbaiki jaringan yang rusak.

4. Menghindarkan kita dari penyakit kanker.

5. Membantu menyerap zat besi ke dalam tubuh (Morris, 1999).

d. Manfaat Vitamin D

1. Sebagai pelindung otot.

2. Membantu penyerapan kalsium dan fosfor.

3. Membantu perkembangan dan pertumbuhan gusi maupun gigi (Morris, 1999).

e. Manfaat Vitamin E

1. Sebagai Antioksidan untuk menghindarkan kita dari penyakit kanker maupun serangan jantun g.

2. Membantu menjaga maupun meningkatkan fertilitas/kesuburan

3. Mencegah radikal bebas yang menyerang sel tubuh.

4. Membantu mempercepat proses pembekuan darah saat terjadi luka (Morris, 1999).

f. Manfaat Vitamin K

1. Mempercepat proses pembekuan sel darah saat terjadi luka.

2. Memperbaiki susunan pertumbuhan tulang (Morris, 1999).

2.9 Metabolisme vitamin

Metabolisme adalah segala proses reaksi kimia yang terjadi di dalam makhluk hidup, mulai mak hluk hidup bersel
satu yang sangat sederhana seperti bakteri, protozoa, jamur, tumbuhan, hewan; sampai makhluk yang susunan tubuhnya
kompleks seperti manuasia. Di dalam proses ini, makhl uk hidup mendapat, mengubah dan memakai senyawa kimia dari
sekitarnya untuk mempertahan kan hidupnya(Morris, 1999).

Metabolisme meliputi proses sintesis (anabolisme) dan proses penguraian (katabolisme) senyawa atau komponen
dalam sel hidup. Semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Hal lain yang penting dalam metabolisme adalah
peranannya dalam penawaracunan atau detoksifikasi, yaitu m ekanisme reaksi pengubahan zat yang beracun menjadi
senyawa tak beracun yang dapat dikeluar kan dari tubuh (Morris, 1999).

A. Metabolisme Umum Vitamin

Vitamin yang larut lemak atau minyak, jika berlebihan tidak dikeluarkan oleh tubuh, melainkan a kan disimpan.
Sebaliknya, vitamin yang larut dalam, yaitu vitamin B kompleks dan C, tidak disi mpan melainkan akan dikeluarkan oleh
system pembuangan tubuh. Akibatmya, selalu dibutuhka n asupan vitamin tersebut tiap hari. Vitamin yang alami bisa
didapat dari sayur, buah dan produk hewani, seringkali vitamin yang terkandung dalam makanan atau minuman tidakl
berada dalan k eadaan bebas, melainkan terikat, baik secara fisik maupun kimia. Proses pencernaan makanan, ba ik didalam
lambung maupun usus halus akan membantu melepaskan vitamin dari makanan agar bias diserap oleh usus. Vitamin larut
lemak diserap didalam usus bersama dengan lemak atau mi nyak yang dikonsumsi (Morris, 1999).

Vitamin diserap oleh usus dengan proses dan mekanisme yang berbeda. Terdapat perbedaab prin sip proses
penyerapan antara vitamin larut dan vitamin larut air. Vitamin larut lemak akan disera p secara difusi pasif dan kemudian
didalam dinding usus digabungkan dengan kilomikron (lipopr otein) yang kemudian diserap system limfak, kemudian
bergabung dengan saluran dara untuk dit ransportasikan kehati. Sedangakan vitamin larut air langsung diserap melalui
saluran darah dan d itransportasikan ke hati (Morris, 1999).

Metabolisme Energi Saat Berolahraga

Inti dari semua proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah untuk menresintesis molekul ATP dimana prosesnya
akan dapat berjalan secara aerobik maupun anearobik. Proses hidrolisis ATP yang akan menghasilkan energi ini dapat
dituliskan melalui persamaan reaksi kimia sederhana sebagai berikut:

Di dalam jaringan otot, hidrolisis 1 mol ATP akan menghasilkan energi sebesar 31 kJ (7.3 kkal) serta akan
menghasilkan produk lain berupa ADP (adenosine diphospate) dan Pi (inorganik fosfat). Pada saat berolahraga, terdapat 3 jalur
metabolisme energi yang dapat digunakan oleh tubuh untuk menghasilkan ATP yaitu hidrolisis phosphocreatine (PCr),
glikolisis anaerobik glukosa serta pembakaran simpanan karbohidrat, lemak dan juga protein (Morris, 1999).

Pada kegiatan olahraga dengan aktivitas aerobik yang dominan, metabolisme energi akan berjalan melalui pembakaran
simpanan karbohdrat, lemak dan sebagian kecil (±5%) dari pemecahan simpanan protein yang terdapat di dalam tubuh untuk
menghasilkan ATP (adenosine triphospate). Proses metabolisme ketiga sumber energi ini akan berjalan dengan kehadiran
oksigen (O ) yang 2 diperoleh melalui proses pernafasan. Sedangkan pada aktivitas yang bersifat anaerobik, energi yang akan
digunakan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energi secara cepat ini akan diperoleh melalui hidrolisis
phosphocreatine (PCr) serta melalui glikolisis glukosa secara anaerobik. Proses metabolisme energi secara anaerobik ini dapat
berjalan tanpa kehadiran oksigen (O ) (Morris, 1999).

Proses metabolisme energi secara anaerobik dapat menghasilkan ATP dengan laju yang lebih cepat jika dibandingkan
dengan metabolisme energi secara aerobik. Sehingga untuk gerakan-gerakan dalam olahraga yang membutuhkan tenaga yang
besar dalam waktu yang singkat, proses metabolisme energi secara anaerobik dapat menyediakan ATP dengan cepat namun
hanya untuk waktu yang terbatas yaitu hanya sekitar ±90 detik (Morris, 1999).

Walaupun prosesnya dapat berjalan secara cepat, namun metabolisme energi secara anaerobik ini hanya menghasilkan
molekul ATP yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan metabolisme energi secara aerobik (2 ATP vs 36 ATP per 1 molekul
glukosa). Proses metabolisme energi secara aerobik juga dikatakan merupakan proses yang bersih karena selain akan
menghasilkan energi, proses tersebut hanya akan menghasilkan produk samping berupa karbondioksida (CO ) dan air (H O)
(Morris, 1999).

Hal ini berbeda dengan proses metabolisme secara anaerobik yang juga 2 2 akan menghasilkan produk samping
berupa asam laktat yang apabila terakumulasi dapat menghambat kontraksi otot dan menyebabkan rasa nyeri pada otot. Hal
inilah yang menyebabkan mengapa gerakangerakan bertenaga saat berolahraga tidak dapat dilakukan secara kontinu dalam
waktu yang panjang dan harus diselingi dengan interval istirahat (Morris, 1999).

Proses Metabolisme Secara Anaerobik

 Sistem PCr

Creatine (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpam di dalam otot sebagai sumber energi. Di dalam otot, bentuk
creatine yang sudah ter-fosforilasi yaitu phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme
energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan ATP. Dengan bantuan enzim creatine kinase, phosphocreatine (PCr)
yang tersimpan di dalam otot akan dipecah menjadi Pi (inorganik fosfat) dan creatine dimana proses ini juga akan disertai
dengan pelepasan energi sebesar 43 kJ (10.3 kkal) untuk tiap 1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang dihasilkan melalui proses
pemecahan PCr ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul ADP (adenosine diphospate) untuk kemudian
kembali membentuk molekul ATP (adenosine triphospate). Melalui proses hidrolisis PCr, energi dalam jumlah besar (2.3 mmol
ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat dihasilkan secara instant untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga
dengan intensitas tinggi yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di dalam jaringan otot yaitu
hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah maka energi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan
untuk mendukung aktivitas anaerobik selama 5-10 detik (Morris, 1999).

Karena fungsinya sebagai salah satu sumber energi tubuh dalam aktivitas anaerobik, supplementasi creatine mulai menjadi
popular pada awal tahun 1990-an setelah berakhirnya Olimpiade Barcelona. Creatine dalam bentuk creatine monohydrate telah
menjadi suplemen nutrisi yang banyak digunakan untuk meningkatkan kapasitas aktivitas anaerobik. Namun secara alami,
creatine ini akan banyak terkandung di dalam bahan makanan protein hewani seperti daging dan ikan (Morris, 1999).

Data dari hasil-hasil penelitian dalam bidang olahraga yang telah dilakukan menunjukan bahwa konsumsi creatine
sebanyak 5-20 g per harinya secara rutin selama 20 hari sebelum musim kompetisiberlangsung dan menguranginya menjadi 5
gr/hari saat memulai kompetisi dapat memberikan peningkatan terhadap jumlah creatine & phosphocretine di dalam otot
dimana peningkatannya ini juga akan disertai dengan peningkatan dalam performa latihan anaerobik. Data juga membuktikan
bahwa cara terbaik untuk ‘mengisi’ creatine di dalam otot pada saat menjalani rutinitas latihan adalah mengimbanginya dengan
mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah besar & mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang kecil (Morris, 1999).

 Glikolisis (Sistem Glikolitik)

Glikolisis merupakan salah satu bentuk metabolisme energi yang dapat berjalan secara anaerobik tanpa kehadiran oksigen.
Proses metabolisme energi ini mengunakan simpanan glukosa yang sebagian besar akan diperoleh dari glikogen otot atau juga
dari glukosa yang terdapat di dalam aliran darah untuk menghasilkan ATP. Inti dari proses glikolisis yang terjadi di dalam
sitoplasma sel ini adalah mengubah molekul glukosa menjadi asam piruvat dimana proses ini juga akan disertai dengan
membentukan ATP. Jumlah ATP yang dapat dihasilkan oleh proses glikolisis ini akan berbeda bergantung berdasarkan asal
molekul glukosa. Jika molekul glukosa berasal dari dalam darah maka 2 buah ATP akan dihasilkan namun jika molekul
glukosa berasal dari glikogen otot maka sebanyak 3 buah ATP akan dapat dihasilkan (Morris, 1999).

Mokelul asam piruvat yang terbentuk dari proses glikolisis ini dapat mengalami proses metabolisme lanjut baik secara aerobik
maupun secara anaerobik bergantung terhadap ketersediaan oksigen di dalam tubuh. Pada saat berolahraga dengan intensitas
rendah dimana ketersediaan oksigen di dalam tubuh cukup besar, molekul asam piruvat yang terbentuk ini dapat diubah
menjadi CO dan H O di dalam mitokondria sel. 2 2 Dan jika ketersediaan oksigen terbatas di dalam tubuh atau saat
pembentukan asam piruvat terjadi secara cepat seperti saat melakukan sprint, maka asam piruvat tersebut akan terkonversi
menjadi asam laktat (Morris, 1999).

2.10 Metabolisme Energi Secara Aerobik

Pada jenis-jenis olahraga yang bersifat ketahanan (endurance) seperti lari marathon, bersepeda jarak jauh (road cycling)
atau juga lari 10 km, produksi energi di dalam tubuh akan bergantung terhadap sistem metabolisme energi secara aerobik
melalui pembakaran karbohidrat, lemak dan juga sedikit dari pemecahan protein. Oleh karena itu maka atlet-atlet yang
berpartisipasi dalam ajang-ajang yang bersifat ketahanan ini harus mempunyai kemampuan yang baik dalam memasok oksigen
ke dalam tubuh agar proses metabolisme energi secara aerobik dapat berjalan dengan sempurna (Morris, 1999).

Proses metabolisme energi secara aerobik merupakan proses metabolisme yang membutuhkan kehadiran oksigen (O ) 2
agar prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untukmenghasilkan ATP. Pada saat berolahraga, kedua simpanan energi tubuh
yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan
memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh. Namun bergantung terhadap intensitas
olahraga yang dilakukan, kedua simpanan energi ini dapat memberikan jumlah kontribusi yang berbeda. Secara singkat proses
metabolisme energi secara aerobik seperti yang ditunjukan pada gambar 1.1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk
meregenerasi ATP, 3 simpanan energi akan digunakan oleh tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa,glikogen), lemak dan
juga protein. Diantara ketiganya, simpanan karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi utama saat berolahraga dan oleh
karenanya maka pembahasan metabolisme energi secara aerobik pada tulisan ini akan difokuskan kepada metabolisme
simpanan karbohidrat dan simpanan lemak (Morris, 1999).

 Pembakaran Karbohidrat

Secara singkat proses metabolime energi dari glukosa darah atau juga glikogen otot akan berawal dari karbohidrat yang
dikonsumsi. Semua jenis karbohidrat yang dkonsumsi oleh manusia baik itu jenis karbohidrat kompleks (nasi, kentang, roti,

singkong dsb) ataupun juga karbohidrat sederhana (glukosa, sukrosa, fruktosa) akan terkonversi menjadi glukosa di dalam
tubuh. Glukosa yang terbentuk ini kemudian dapat tersimpan sebagai cadangan energi sebagai glikogen di dalam hati dan otot
serta dapat tersimpan di dalam aliran darah sebagai glukosa darah atau dapat juga dibawa ke dalam sel-sel tubuh yang
membutuhkan (Morris, 1999).

Di dalam sel tubuh, sebagai tahapan awal dari metabolisme energi secara aerobik, glukosa yang berasal dari glukosa darah
ataupun dari glikogen otot akan mengalami proses glikolisis yang dapat menghasilkan molekul ATP serta menghasilkan asam
piruvat. Di dalam proses ini, sebanyak 2 buah molekul ATP dapat dihasilkan apabila sumber glukosa berasal dari glukosa darah
dan sebanyak 3 buah molekul ATP dapat dihasilkan apabila glukosa berasal dari glikogen otot (Morris, 1999).

Setelah melalui proses glikolisis, asam piruvat yang di hasilkan ini kemudian akan diubah menjadi Asetil-KoA di dalam
mitokondsia. Proses perubahan dari asam piruvat menjadi Asetil-KoA ini akan berjalan dengan ketersediaan oksigen serta akan
menghasilkan produk samping berupa NADH yang juga dapat menghasilkan 2-3 molekul ATP. Untuk memenuhi kebutuhan
energi bagi sel-sel tubuh, Asetil-KoA hasil konversi asam piruvat ini kemudian akan masuk ke dalam siklus asam-sitrat untuk
kemudian diubah menjadi karbon dioksida (CO ), ATP, NADH dan FADH melalui tahapan reaksi yang kompleks. Reaksi-
reaksi yang terjadi 2 2 dalam proses yang telah disebutkan dapat dituliskan melalui persamaan reaksi sederhana sebagai berikut:
Setelah melewati berbagai tahapan proses reaksi di dalam siklus asam sitrat, metabolisme energi dari glukosa kemudian
akan dilanjutkan kembali melalui suatu proses reaksi yang disebut sebagai proses fosforlasi oksidatif. Dalam proses ini,
molekul NADH dan juga FADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat akan diubah menjadi molekul ATP dan H O. Dari 1
molekul NADH akan dapat dihasilkan 3 buah molekul ATP 2 dan dari 1 buah molekul FADH akan dapat menghasilkan 2

molekul ATP. Proses metabolisme energi secara 2 aerobik melalui pembakaran glukosa/glikogen secara total akan
menghasilkan 38 buah molukul ATP dan juga akan menghasilkan produk samping berupa karbon dioksida (CO ) serta air (H
O). Persamaan reaksi sederhana 2 2 untuk mengambarkan proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

 Pembakaran Lemak

Langkah awal dari metabolisme energi lemak adalah melalui proses pemecahan simpanan lemak yang terdapat di dalam
tubuh yaitu trigeliserida. Trigeliserida di dalam tubuh ini akan tersimpan di dalam jaringan adipose (adipose tissue) serta di
dalam sel-sel otot (intramuscular triglycerides). Melalui proses yang dinamakan lipolisis, trigeliserida yang tersimpan ini akan
dikonversi menjadi asam lemak (fatty acid) dan gliserol. Pada proses ini, untuk setiap 1 molekul trigeliserida akan terbentuk 3
molekul asam lemak dan 1 molekul gliserol (Morris, 1999).

Kedua molekul yang dihasilkan melalu proses ini kemudian akan mengalami jalur metabolisme yang berbeda di dalam
tubuh. Gliserol yang terbentuk akan masuk ke dalam siklus metabolisme untuk diubah menjadi glukosa atau juga asam piruvat.
Sedangkan asam lemak yang terbentuk akan dipecah menjadi unitunit kecil melalui proses yang dinamakan ß-oksidasi untuk
kemudian menghasilkan energi (ATP) di dalam mitokondria sel Proses ß-oksidasi berjalan dengan kehadiran oksigen serta
membutuhkan adanya karbohidrat untuk menyempurnakan pembakaran asam lemak (Morris, 1999).

Pada proses ini, asam lemak yang pada umumnya berbentuk rantai panjang yang terdiri dari ± 16 atom karbon akan
dipecah menjadi unit-unit kecil yang terbentuk dari 2 atom karbon. Tiap unit 2 atom karbon yang terbentuk ini kemudian dapat
mengikat kepada 1 molekul KoA untuk membentuk asetil KoA. Molekul asetil-KoA yang terbentuk ini kemudian akan masuk
ke dalam siklus asam sitrat dan diproses untuk menghasilkan energi seperti halnya dengan molekul asetil-KoA yang dihasil
melalui proses metabolisme energi dari glukosa/glikogen (Morris, 1999).

Metabolisme energi adalah suatu ukuran dari intensitas dari hidup, suatu statistik ringkasan dari tingkat energi gunakan.
Tingkat metabolisme mengacu pada metabolisme energi setiap waktu per unit. Dengan begitu jika satu binatang mempunyai
suatu tingkat relatif tinggi yang berkenaan dengan metabolisme, fisiologi keseluruhannya sedang bekerja lebih cepat.

Tiga macam metode untuk mengukur metabolisme adalah :

1. menghitung selisih antara nilai energi dari semua makanan yang masuk kedalam tubuh hewan dan semua ekskresi
terutama urin dan feses, cara ini hanya akurat digunakan untuk digunakan bila tidak terjadi perubahan komposisi tubuh
hewan.
2. menghitung produksi panas total pada organisme, metode ini sungguh akurat dalam memberikan informasi tentang
bahan bakar yang digunakan, organisme yang diukur dimasukkan dalam kalorimeter.
3. menghitung jumlah oksigen yang digunakan oleh organisme untuk proses oksidasi dan jumlah konsumsi oksigen, cara
ini paling banyak digunakan dan mudah dilaksanakan tetapi tentu saja tidak bias digunakan untuk organisme anaerob
sebab meskipun konsumsi oksigen nol bukan berarti tidak terdapat metabolisme dalam tubuh organisme tersebut

Laju metabolisme dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk umur, jenis kelamin, status reproduksi, makanan dalam
usus, stress fisiologis, aktivitas, musim, ukuran tubuh dan temperature lingkungan. Laju metabolisme baku (standard
metabolic rate) merupakan laju metabolisme hewan manakala hewan tersebut sedang istirahat dan tidak ada makanan dalam
ususnya. Ketika pengukuran laju metabolisme tengah dilakukan, jarang sekali ikan berada dalam keaadaan diam, sehingga
istilah laju metabolsme rutin sering dipakai untuk menunjukkan bahwa laju metabolisme diukur dalam keaadaan selama level
aktifitas rutin. Ini menyebabkan hasil pengukurannya biasanya lebih tinggi dari laju metabolisme manakala ikan benar-benar
diam (Yuwono, 2001).

Metabolisme energi merupakan reaksi kimia yang terjadi dalam sel. Metabolisme dapat merupakan:

Anabolisme
Anabolisme adalah proses sintesis molekul kompleks dari senyawa-senyawa kimia yang sederhana secara bertahap. Proses ini
membutuhkan energi dari luar. Energi yang digunakan dalam reaksi ini dapat berupa energi cahaya ataupun energi kimia.
Energi tersebut, selanjutnya digunakan untuk mengikat senyawa-senyawa sederhana tersebut menjadi senyawa yang lebih
kompleks. Jadi, dalam proses ini energi yang diperlukan tersebut tidak hilang, tetapi tersimpan dalam bentuk ikatan-ikatan
kimia pada senyawa kompleks yang terbentuk.

Selain dua macam energi diatas, reaksi anabolisme juga menggunakan energi dari hasil reaksi katabolisme, yang berupa ATP.
Agar asam amino dapat disusun menjadi protein, asam amino tersebut harus diaktifkan terlebih dahulu. Energi untuk aktivasi
asam amino tersebut berasal dari ATP. Agar molekul glukosa dapat disusun dalam pati atau selulosa, maka molekul itu juga
harus diaktifkan terlebih dahulu, dan energi yang diperlukan juga didapat dari ATP. Proses sintesis lemak juga memerlukan
ATP.

Anabolisme meliputi tiga tahapan dasar. Pertama, produksi prekursor seperti asam amino, monosakarida, dan nukleotida.
Kedua, pengaktivasian senyawa-senyawa tersebut menjadi bentuk reaktif menggunakan energi dari ATP. Ketiga,
penggabungan prekursor tersebut menjadi molekul kompleks, seperti protein, polisakarida, lemak, dan asam nukleat.
Anabolisme yang menggunakan energi cahaya dikenal dengan fotosintesis, sedangkan anabolisme yang menggunakan energi
kimia dikenal dengan kemosintesis.

Senyawa kompleks yang disintesis organisme tersebut adalah senyawa organik atau senyawa hidrokarbon. Autotrof, seperti
tumbuhan, dapat membentuk molekul organik kompleks di sel seperti polisakarida dan protein dari molekul sederhana seperti
karbon dioksida dan air. Di lain pihak, heterotrof, seperti manusia dan hewan, tidak dapat menyusun senyawa organik sendiri.
Jika organisme yang menyintesis senyawa organik menggunakan energi cahaya disebut fotoautotrof, sementara itu organisme
yang menyintesis senyawa organik menggunakan energi kimia disebut kemoautotrof.

Reaksi anabolisme menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat dibutuhkan oleh banyak organisme, baik organisme produsen
(tumbuhan) maupun organisme konsumen (hewan, manusia). Beberapa contoh hasil anabolisme adalah glikogen, lemak, dan
protein berguna sebagai bahan bakar cadangan untuk katabolisme, serta molekul protein, protein-karbohidrat, dan protein lipid
yang merupakan komponen struktural yang esensial dari organisme, baik ekstrasel maupun intrasel.

Katabolisme (Dissimilasi)
Merupakan proses penguraian zat untuk membebaskan energi kimia yang tersimpan dalam senyawa organik tersebut.

C6H12O6 + 6 O2 ----> 6 CO2 + 6 H2O + 36 ATP


Keterangan:
36 ATP setara dengan 674 kkal

1 ATP = 1 ADP + 7kkal

= 36 ATP × 7 kkal

= 252 kkal (40% dari 674 kkal)

Sisanya 60% (422 kkal) dilepas dalam bentuk panas untuk proses homeostasis.

Saat molekul terurai menjadi molekul yang lebih kecil terjadi pelepasan energi sehingga terbentuk energi panas. Bila pada suatu
reaksi dilepaskan energi, reaksinya disebut reaksi eksergonik. Reaksi semacam itu disebut juga reaksi eksoterm.

Bila suatu reaksi kimia memerlukan energi bebas untuk berjalannya reaksi tersebut dan menghasilkan energi bebas bagi tubuh,
maka reaksi tersebut adalah reaksi endergonik. Namun, bila reaksi menghasilkan energi bebas dan menyebabkan hilangnya
energi untuk kepentingan tubuh, maka reaksinya adalah eksergonik.

Energi ATP adalah “energi bebas” dan dipakai untuk melakukan kerja mekanik yang penting untuk kehidupan ternak yaitu
misalnya untuk kontrasi otot. Juga energi ATP dapat digunakan untuk menjalankan reaksi-reaksi endergonik. Suatu contoh
adalah sintesa protein: tahap pertama dari sintesa protein adalah aktivasi enzime asam amino sintetase yang menhasilkan
senyawa kompleks:

Asam amino + ATP asam amino sintease > Amino Asil AMP —> sintease + PP
Komples amino-asil-AMP-Enzime kemudian terikat dengan transfer RNA (tRNA) dan sintesa dilanjutkan dari sini. Sehingga,
ATP memegang peranan intermediar penting dalam proses karena menyediakan energi bebas katabolisme untuk kerja mekanik
atau sintesa senyawa kompleks.

Adapun tahapan-tahapan dari katabolisme sendiri, yaitu:

Glikolisis
Glukosa (6 C) menjadi:

 2 ATP (Adenin Three Posfat)


 2 NADH (Nikotinamida Adenin Dinukleotida Hidrogen)
 2 asam piruvat (C3H4O5)

Dekarboksilasi oksidatif
Asam piruvat (3C) menjadi:

 2 CO2
 2 NADH (Nikotinamida Adenin Dinukleotida Hidrogen)
 Acetil ko A (2C)

Daur Krebs
Acetil ko A + asam oksalo asetat menjadi

 ATP (Adenin Three Posfat)


 6 NADH (Nikotinamida Adenin Dinukleotida Hidrogen)
 2FADH2 (Flavin Adenin Dinukletida Hidrogen)
 Asam sitrat

Transfer elektron
Proses pemindahan H2 dalam suatu reaksi dengan O2 menjadi H2O dan energi.
10 NADH + O2 —-> 10 NAD + H2O + 30 ATP (1 NADH = 3 ATP)
2 FADH2 + O2 —-> 2 FAD + 2H2O + 4 ATP (1 FADH2 = 2 ATP)
Proses konversi molekul FADH dan NADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat (citric acid cycle) 2 menjadi energi
dikenal sebagai proses fosforilasi oksidatif (oxidative phosphorylation) atau juga Rantai Transpor Elektron (electron transport
chain). Di dalam proses ini, elektron-elektron yang terkandung didalam molekul NADH & FADH ini akan dipindahkan ke
dalam aseptor utama yaitu oksigen. Pada akhir tahapan proses ini, elektron yang terdapat di dalam molekul NADH akan
mampu untuk menghasilkan 3 buah molekul ATP sedangkan elektron yang terdapat dalam molekul FADH akan menghasilkan
2 buah molekul ATP.
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini yaitu:

a. Pada proses metabolisme energi terjadi proses atau tahapan pemecahan moekul.
b. Berdasarkan cara kerjanya metabolisme terbagi menjadi Anabolisme dan Katabolisme.
c. Produk metabolisme disebut metabolit. Cabang biologi yang mempelajari komposisi metabolit secara keseluruhan
pada suatu tahap perkembangan atau pada suatu bagian tubuh dinamakan metabolomika.
d. Berdasarkan pembentukannya metabolit terbagi menjadi dua yaitu metabolit primer dan mtaboli sekuder.
e. Adenosin trifosfat (ATP) terdiri dari adenosine molekul terikat untuk tiga kelompok fosfat. Adenosine adalah
nukleosida yang terdiri dari basis adenin nitrogen dan gula ribosa lima karbon.
f. BMI adalah singkatan dari Body Mass Index, yang merupakan ukuran yang digunakan untuk menilai proporsionalitas
perbandingan antara tinggi dan berat seseorang. BMI sering digunakan dokter untuk menilai seseorang itu obese atau
tidak.
g. Angka Metabolisme Basal (AMB) atau Basal Metabolic Rate (BMR) adalah kebutuhan energi minimal yang
dibutuhkan tubuh untuk menjalankan proses tubuh yang vital.
DAFTAR PUSTAKA

Abdelhalim, M.A.K. 2010.ThePontential of High Cholesterol Diet induced Oxidative stress on Composition and
Properties of Red Blood cells in Rabbit. African Journal Microbiology Research 4 (9) :836 -843.

Agbaga, M. P., et-al. 2010.Retinal Very Long Chan PUFA: New insight from studies on ELOVL4 Protein,Lipid.,J.
Lipid Res 51: 1624-42.

Albert,L.Lehninger. 2000. Bioihemistry Fundament,Carbohydrat.Protein, Lipid Metabolism.,The Johns Hopkins


University.

Albertini, M.,et.al.2001. A Peroxisomalmembran protein binding both Receptorof two PTS-dependet import pathway,
Journal Physiol Pharmacol America.

Bourke,S.L.,2003. Polymerderived From The amino Acyd- Tyrosine poly Carbonate polyacrylates and Copolymer
with ethylene glycol.,advanced drug Review 55(4) 447-466.

Depdiknas.2003.Kamus Biologi.Balai Pustaka.Jakarta.

Idjah Soemarto, dkk.1981.Biologi Umum II.PT Gramedia.Jakarta.

Kimbal,John W.1994.Biologi.Jillid 1, 2, dan3. Edisi kelima .Erlanga.Jakarta.

Morris, B. 1999. Vitamin E and Fish Oil Protect Again Ishacmic Heart Disease. The Lancet. 354: 441 – 442.

Murray. K. 2002. Harper Biochemestry, twenty fth edition. Mc Graw Hill Companie; New York.

Murray, K. 2004. Harper Biochemestry, twenty sixth edition. Mc Graw Hill Companie; New York.

Murray, K. 2006. Illustrated Biochemistry, 27ed The Mac Graw Hill Companie; New York

Pearce, Evelyne.1997.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Stern, KingsleyR.Introductory Plant Biology,Fourth Edition

Tim Kashiko.2002.Kamus Lengkap Biologi.Kashiko Press.Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai