Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KEPERAWATAN JIWA II

Laporan Pendahuluan Resiko Bunuh Diri

OLEH :

KELOMPOK 7

A11-A

I Gede Angga Putrawan 17.321.2666


I Ketut Antono 17.321.2669
I Made Wahyu Aditra 17.321.2671
Komang Purnama Sari 17.321.2676
Ni Luh Putu Kusuma Sari Dewi 17.321.2693
Ni Putu Linda Kusuma Wardani 17.321.2701
Ni Putu Yunita Diyantari 17.321.2703
Putu Eka Wulandari 17.321.2707

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHAAN WIRA MEDIKA BALI

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

KONSEP DASAR TEORI

A. Kasus ( Masalah Utama)


Resiko Bunuh Diri
1. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku
bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan
dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang
digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat
menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan
marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri,
cara untuk mengakhiri keputusan. Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif
yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri hidup. Bunuh diri
merupakan koping terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. (Keliat.dkk., 2009).
2. Klasifikasi
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh
diri, meliputi :
a. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
b. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
c. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetik dan teori biologi
Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri.
b. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi bunuh diri dalam 3 kategori yaitu : egoistik
(orang yang tidak terintegrasi pada kelompok sosial), atruistik
(melakukan bunuh diri untuk kebaikan masyarakat) dan anomik (bunuh
diri karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan
beradaptasi dengan stressor).
c. Teori psikologi
Memfokuskan pada masalah tahap awal perkembangan ego, trauma
interpersonal dan kecemasam berkepanjangan yang mungkin dapat
memicu seseorang untuk mencederai diri. Bunuh diri merupakan hasil
dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
d. Teori interpersonal
Mengungkapkan bahwa mencederai diri sebagai kegagalan dari
pertemuan dalam hidup, masa anak-anak mendapat perlakuan kasar serta
tidak mendapatkan kepuasan.
e. Penyebab lain :
 Adanya harapan yang tidak dapat dicapai
 Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidak-
berdayaan
 Cara untuk meminta bantuan
 Sebuah tindakan untuk menyelesaikan masalah
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres berlebihan
yang dialami individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan.
3. Mekanisme Koping
a. Regresi
Regresi adalah kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan
merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
b. Penyangkalan
Penyangkalan merupakan mekanisme koping/pertahanan untuk
mengurangi kesulitan untuk menegakkan diagnosis.
c. Isolasi diri, menarik diri
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada
atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
(sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk
melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung
unsur penipuan diri.
d. Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia
menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat
menekan dengan cara analitik, intelektual, dan sedikit menjauh dari
persoalan. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi
hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan
memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalahan
secara obyektif.
4. Rentang Respon

PencederaanDir
Adaptif Maladaptif
i

PeningkatanDiri PertumbuhanPen Perilaku


Bunuh Diri
ingkatan Destruktif Diri
Berisiko Tak Langsung

Rentang respons menurut Yosep dan Iyus (2010) :


a. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda
mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah
semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap
pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif)
terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan
diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya tidak
loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress. Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
a. Suicidal ideation
Pada tahap ini merupakan proses kontemplasi dari bunuh diri, atau
sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan,
bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila
tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa
pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
b. Suicidal intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan
yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
c. Suicidal threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat
yang dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
d. Suicidal gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya
tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Hal ini
terjadi karena individu mengalami ambivalen antara mati, hidup dan
tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan
untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami
konflik mental. Tahap ini sering di namakan “crying for help” sebab
individu ini sedang berjuang dengan stres yang tidak mampu di
selesaikan.
e. Suicidal attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi
individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
yang mematikan, walaupun demikian banyak individu masih
mengalami ambivalen akan kehidupannya.
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala menurut Fitria dan Nita (2009) :
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusan
d. Impulsif
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan)
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,
marah dan mengasingkan diri)
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alkohol)
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal)
k. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier)
l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
n. Pekerjaan
o. Konflik interpersonal
p. Latar belakang keluarga
q. Orientasi seksual
r. Sumber-sumber personal
s. Sumber-sumber sosial
t. Menjadikan korban perilaku kekerasan saat kecil
6. Intensitas Bunuh Diri
N Perilaku atau Intensitas Risiko
No Gejala Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi- Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak berdaya,
menarik diri yang samar, berdaya, putus asa, putus asa, menarik
tidak menarik menarik diri diri, protes pada
diri diri sendiri
4. Fungsi Umumnya baik Baik pada beberapa Tidak baik pada
sehari-hari pada semua aktivitas semua aktivitas
aktifitas
5. Sumber- Beberapa Sedikit Kurang
sumber
6. Strategi Umumnya Sebagian konstruktif Sebagian besar
koping konstruktif destruktif
7. Orang Beberapa Sedikit atau hanya Tidak ada
penting/dekat satu
8. Pelayanan Tidak, sikap Ya,umumnya Bersikap negatif
psikiatri yang positif memuaskan terhadap
lalu pertolongan
9. Pola hidup Stabil Sedang (stabil tak Tidak stabil
stabil)
10. Pemakai Tidak sering Sering Terus-menerus
alkohol dan
obat
11. Percobaan Tidak, atau yang Dari tidak sampai Dari tidak sampai
bunuh diri tidak fatal dengan cara yang berbagai cara yang
sebelumnya agak fatal fatal
12. Disorientasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
dan
disorganisasi
13. Bermusuhan Tidak atau tidak Beberapa Jelas atau ada
sedikit
14. Rencana Samar, kadang- Sering dipikirkan Sering dan konstan
bunuh diri kadang ada kadang-kadang ada dipikirkan dengan
pikiran, tidak ide untuk rencana yang
ada rencana merencanakan spesifik

7. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau di
kamar pertolongan darurat di RS, di bagian penyakit dalam atau bagian
bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan
keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu
tindakan medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial
tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya
kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah
dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak ada
hubungan beratnya gangguan badaniah dengan gangguan psikologik.
Penting sekali pengobatannya untuk menangani gangguan mentalnya.
Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi,
obat-obat anti depresan dan psikoterapi.

C. Bagan Masalah
1. Pohon Masalah

Resiko Perilaku
Kekerasan Akibat

Resiko Bunuh Diri Core Problem

ResikoBunuhDiri

Isolasi Sosial Penyebab

Harga Diri Rendah Penyebab

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas meliputi ruangan rawat, inisial pasien, umur, pekerjaan,
pendidikan, tanggal rawat, tanggal pengkajian, nomer RM, status, dan
informan.
2. Alasan masuk RSJ
Disesuaikan dengan kondisi pasien.Biasanya pasien yang mengalami
resiko bunuh diri masuk RSJ dengan alasan mengungkapkan perasaan
sedih, marah, putus asa, tidak berdaya dan memberikan isyarat verbal
maupun non verbal mengenai keinginannya untuk bunuh diri.
3. Faktor Predisposisi
Pasien dengan resiko bunuh diri mungkin memiliki riwayat keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, pernah mengalami gangguan jiwa di
masa lalu dengan pengobatan yang kurang berhasil, pengalaman masa
lalu yang tidak menyenangkan, dan lain sebagainya.
4. Fisik
Kaji TTV pasien, TB, keluhan fisik yang mungin terjadi seperti tidak
nafsu makan, merasa lemas,
5. Psikososial
Gambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien yang
terdiri dari citra tubuh, identitas, peran, ideal diri,dan harga diri,
hubungan sosial dengan orang terdekat/masyarakat serta kehidupan
spiritual. Pada pasien dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya
harga diri rendah, pasien akan memperlihatkan konsep diri yang buruk
missal perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, merendahkan martabat dengan menyatakan saya tidak bisa/saya
tidak mampu/saya orang bodoh/tidak tahu apa-apa, menarik diri,
percaya diri kurang, dan mencederai diri akibat harga diri yang rendah
disertai harapan yang suram dan akhirnya mungkin klien ingin
mengakhiri kehidupannya.
6. Status mental
Perlu dikaji penampilan pasien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam
perasaan, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri. Pada pasien dengan resiko
bunuh diri mungkin akan tampak penampilan tidak rapi, gaya bicara
lambat, aktivitas motorik lesu, alam perasaan sedih dan putus asa,
interaksi selama wawancara kurang dan lebih banyak membisu.
7. Kebutuhan persiapan pulang
Perlu dikaji kesiapan pasien saat pulang mencakup kebutuhan ADL,
istirahat tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas
dalam rumah dan luar rumah.
8. Mekanisme koping
Pada pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki koping
maladaktif yakni dengan berusaha mencederai diri atau orang lain
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat,
dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, perumahan, dan
ekonomi. Mungkin pada pasien resiko bunuh diri akan tampak masalah
dengan dukungan kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak
percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain karena selalu
mengganggap dirinya tidak bisa, tidak mampu dan lain sebagainya.
10. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/faktor
presipitasi/koping/penyakit fisik/obat-obatan.
11. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri
Harga diri rendah
Isolasi sosial
Risiko perilaku kekerasan

3. Intervensi

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko bunuh TUM : 1. Setelah …x… 1. Bina hubungan saling
diri Pasien tidak interaksi klien percaya dengan
mencederai menunjukkan tanda- menggunakan prinsip
diri sendiri tanda percaya pada komunikasi terapeutik
perawat : :
 Ekspresi wajah
TUK 1 :  Sapa pasien dengan
bersahabat
Pasien dapat nama baik verbal
 Menunjukkan rasa
membina maupun non verbal
senang
 Perkenalkan diri
hubungan  Ada kontak mata dengan sopan
 Mau berjabat  Tanyakan nama
saling percaya
tangan lengkap pasien dan
 Mau menyebutkan nama panggilan
nama pasien
 Mau menjawab  Jelaskan tujuan
salam pertemuan
 Mau duduk  Jujur dan menepati
berdampingan janji
dengan perawat  Tunjukkan simpati
 Mau empati dan
mengutarakan menerima pasien
masalah yang apa adanya
dihadapi  Berikan perhatian
pada pasien dan
perhatian
kebutuhan dasar
TUK 2 : 2. Dalam ....x…. 2.1 Jauhkan pasien dari
Pasien dapat interaksi pasien dapat benda-benda yang
terlindung terlindung dari membahayakan
2.2 Tempatkan pasien
dari perilaku perilaku bunuh diri
di ruangan yang
bunuh diri
tenang dan selalu
terlihat oleh
perawat
2.3 Awasi pasien secara
ketat setiap saat
TUK 3 : 3. Dalam ....x…. 3.1 Dengarkan keluhan
Pasien dapat interaksi pasien dapat yang dirasakan
mengekspresi mengekspresikan pasien
3.2 Bersikap empati
kan perasaannya
untuk
perasaannya
meningkatkan
ungkapan keraguan,
ketakutan, dan
keputusasaan
3.3 Beri waktu dan
kesempatan untuk
menceritakan arti
penderitaannnya
3.4 Beri dukungan pada
tindakan atau
ucapan pasien yang
menunjukkan
keinginan untuk
hidup
TUK 4 : 4. Dalam ....x…. 4.1 Bantu untuk
Pasien dapat interaksi pasien dapat memahami bahwa
meningkatkan meningkatkan harga pasien dapat
harga diri diri mengatasi
keputusasaannya
4.2 Kaji dan kerahkan
sumber sumber
internal individu
4.3 Bantu
mengidentifikasi
sumber-sumber
harapan (misal :
hubungan antar
sesama, keyakinan,
hal-hal untuk
diselesaikan)
TUK 5 : 5. Dalam …x…. 5.1 Ajarkan
Pasien dapat interaksi pasien mengidentifikasi
menggunakan dapat menggunakan pengalaman-
koping yang koping yang adaptif pengalaman yang
adaptif menyenangkan
5.2 Bantu untuk
mengenali hal-hal
yang ia cintai dan
yang ia sayangi dan
pentingnya
terhadap kehidupan
orang lain
5.3 Beri dorongan
untuk berbagi
keprihatinan pada
orang lain

TUK 6 : 6. Dalam …x… 6.1 Kaji dan


Pasien dapat interaksi pasien dapat manfaatkan
menggunakan menggunakan sumber-sumber
dukungan dukungan sosial eksternal individu
6.2 Kaji sistem
sosial
pendukung
keyakinan yang
dimiliki pasien
6.3 Lakukan rujukan
sesuai indikasi
(pemuka agama)
TUK 7 : 7. Dalam ….x… 7.1 Diskusikan tentang
Pasien dapat interaksi pasien dapat obat (nama, dosis,
menggunakan menggunakan obat frekuensi, efek dan
obat dengan dengan tepat efek samping
benar dan minum obat)
7.2 Bantu
tepat
menggunakan obat
dengan prinsip 6
benar
7.3 Anjurkan
membicarakan efek
dan efek samping
yang dirasakan oleh
pasien
7.4 Beri reinforcement
positif bila
menggunakan obat
yang benar

4. Implementasi

Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi benda-benda yang 1. Mendiskusikan masalah yang
dapat membahayakan pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengamankan benda yang dapat
pasien
membahayakan pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Mengajarkan cara mengendalikan
gejala risiko bunuh diri dan jenis
dorongan bunuh diri
perilaku bunuh diri yang dialami
4. Melatih cara mengendalikan
pasien beserta proses terjadinya
dorongan bunuh diri
3. Menjelaskan cara merawat pasien
bunuh diri
SP II SP II
1. Mengidentifikasi aspek positif 1. Melatih keluarga mempraktikan
pasien cara merawat pasien dengan risiko
2. Mendorong pasien berfikir positif
bunuh diri
3. Mendorong pasien menghargai diri
2. Melatih keluarga melakukan cara
sendiri
merawat langsung pasien risiko
bunuh diri
SP III SP III
1. Mengidentifikasi pola koping yang 1. Membantu keluarga membuat
dapat diterapkan jadwal aktivitas dirumah termasuk
2. Menilai pola koping yang dapat
minum obat (perencanaan pulang)
dilakukan 2. Menjelaskan kepada keluarga
3. Mengidentifikasi dan mendorong
setelah pulang
pasien memilih pola koping yang
kontruktif
4. Menganjurkan pasien menggunakan
pola koping yang kontruktif
SP IV SP IV
1. Membuat rencana masa depan yang 1. Evaluasi SP 1, 2, 3
2. Latih langsung ke pasien
realistis
2. Mengidentifikasi cara mencapai 3. RTL keluarga seperti follow up dan
masa depan yang realistis rujukan
3. Memberi dorongan melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis

5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien (Keliat, dkk 2009). Hasil yang ingin
dicapai pada pasien dengan resiko bunuh diri yaitu :
 Pasien dapat membina hubungan saling percaya
 Pasien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
 Pasien dapat mengekspresikan perasaannnya
 Pasien dapat meningkatkan harga diri
 Pasien dapat menggunakan koping yang adaptif
 Pasien dapat menggunakan dukungan sosial
 Pasien dapat menggunakan obat dengan tepat

DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, Eka. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta
: Nuha Medika.
Fitria dan Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP)
untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Keliat. dkk., 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.

Tim Dosen Keperawatan STIKes Wira Medika Bali. 2019. Buku Panduan Skill
Lab Mahasiswa Reguler Ilmu Keperawatan Semester IV. Denpasar :
STIKes Wira Medika Bali.

Yosep dan Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai