Anda di halaman 1dari 16

http://syariahesf15.blogspot.

com/2016/10/konsep-akad-adan-produk-bank-
syariah.html

KONSEP AKAD DAN PRODUK BANK SYARIAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank syariah di Indonesia lahir sejak 1992.Bank syariah memiliki sistem
operasional yang berbeda dengan bank konvensional.Bank syariah memberikan
layanan bebas bunga kepada para nasabahnya.Dalam sistem operasional bank
syariah, pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi.
Bank syariah tidak mengenal sistem bunga, baik bunga yang diperoleh dari nasabah
yang meminjam uang atau bunga yang dibayar kepada penyimpan dana dari bank
syariah.
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah
dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank syariah memiliki fungsi
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi dari pihak
pemilik dana. Fungsi lainnya ialah menyalurkan dana kepada pihak lain yang
membutuhkan dana dalam bentuk jual beli maupun kerja sama usaha.
Bank syariah sebagai lembaga intermediasi antara pihak investor yang
menginvestasikan dananya di bank kemudian selanjutnya bank syariah
menyalurkan dananya kepada pihak lain yang membutuhkan dana. Investor yang
menempatkan dananya akan mendapat imbalan dari bank dalam bentuk bagi hasil
atau bentuk lainnya yang disahkan dalam syariah islam. Bank syariah menyalurkan
dananya kepada pihak yang membutuhkan pada umumnya dalam akad jual beli dan
kerja sama usaha. Imbalan yang diperolah dalam margin keuntungan, bentuk bagi
hasil, dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan syariah islam.
Bank syariah merupakan bank yang kegiatannya mengacu pada hukum islam, dan
dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun tidak membayar bunga
kepada nasabah. Imbalan yang diterima oleh bank syariah maupun yang dibayarkan
kepada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian antara nasabah dan bank.
Perjanjian (akad) yang terdapat di perbankan syariah harus tunduk pada syarat dan
rukun akad sebagaimana diatur dalam syariah islam.[1]

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian akad ?
2. Bagaimana akad yang digunakan bank syariah ?
3. Bagaimana keterkaitan akad dan produk bank syariah ?
4. Bagaimana produk bank syariah ?
5. Bagaimana penerapan teori akad pada perbankan syariah ?
6. Bagaimana solusi jika aplikasi akad tidak sesuai ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad
Akad (ikatan,keputusan,atau penguatan ) atau perjanjian atau kesepakatan atau
transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai
syariah.
Dalam istilah fiqih,secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang
untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak,seperti wakaf, talak, dan
sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah, dan
gadai.
Secara khusus akad berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan
penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan kepemilikan
penawaran) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.
Rukun dalam akadada tiga, yaitu:
1. Pelaku akad
2. Objek akad
3. Shighah atau pernyataan pelaku akad,yaituijab dan qobul.
Sedangkan syarat dalam akadada empat, yaitu:
1. Syarat berlakunya akad(in’iqod),yakni ada dua macam yaitu umum dam
khusus. Syarat umum harus selalu ada pada setiap akad, seperti syarat yang harus
ada pada pelaku akad, objek akad, dan shighah akad, akad bukan pada sesuatu yang
diharamkan, dan akad pada sesuatu yang bermanfaat. Sementara itu, syarat khusus
merupakan sesuatu yang harus ada pada akad-akad tertentu, seperti syarat minimal
dua saksi pada akad nikah.
2. Syarat sahnya akad (shihah), yakni syarat yang diperlukan secara Syariah agar
akad berpengaruh, seperti akad dalam perdagangan harus bersih dari cacat.
3. Syarat terselesaikannya akad (nafadz), yakni ada dua, yaitu kepemilikan
(barang dimiliki oleh pelaku dan berhak menggunakannya) dan wilayah.
4. Syarat lazim, yaitu bahwa akad harus dilaksanakan apabila tidak ada cacat.

B. Akad yang digunakan Bank Syariah


Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya terutama
diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tabarru’).Turunan dari tijarah adalah
perniagaan (al-bai’) yang berbentuk kontrak pertukaran dan kontrak bagi hasil
dengan segala variasinya. Cakupan akad yang akan dibahas meliputi akad
perniagaan (Al-Bai’) yang umum digunakan untuk produk syariah.

C. Keterkaitan Akad dan Produk


Allah telah menghalalkan perniagaan (Al-Bai’) dan mengharamkan riba (QS
2:275).Inilah dasar utama operasi bank syariah yang meninggalkan penggunaan
sistem bunga dan menerapkan penggunaan sebagian akad-akad perniagaan dalam
produk-produk bank syariah.
Perlu diingat bahwa dalam melihat produk-produk bank syariah, selain bentuk atau
nama produknya, yang perlu diperhatikan adalah prinsip syariah yang digunakan
oleh produk yang bersangkutan dalam akadnya (perjanjian), dan bukan hanya nama
produknya sebagaimana produk-produk bank konvensional. Hal ini terkait dengan
bagaimana hubungan antara bank dan nasabah yang menentukan hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Selain itu,suatu produk bank syariah dapat
menggunakan prinsip Syariah yang berbeda. Demikian juga, satu prinsip Syariah
dapat diterapkan pada beberapa produk yang berbeda.
Akad atau transaksi yang berhubungan dengan kegiatan usha bank syariah dapat
digolongkan ke dalam transaksi untuk mencari keuntungan (tijarah) dan transaksi
tidak untuk mencari keuntungan (tabarru’). Transaksi untuk mencari keuntungan
dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu transaksi yang mengandung kepastian
(naturalcertaintycontracts/ NCC), yaitu kontrak dengan prinsip nonbagi hasil (jual-
beli dan sewa), dan transaksi yang mengandung ketidakpastian
(naturaluncertaintycontracts/NUC) , yaitu kontak dengan prinsip bagi hasil.
Transaksi NCC berlandaskan pada teori pertukaran, sedangkan NUC berlandaskan
pada teori percampuran (Karim, 2004).Semua transaksi untuk mencari keuntungan
tercakup dalam pembiayaan dan pendanaan, sedangkan transaksi tidak untuk
mencari keuntungan tercakup dalam pendanaan, jasa pelayanan (freebasedincome),
dan kegiatan social.
Secara garis besar produk-produk bank syariah dapat dikelompokkan ke dalam
produk-produk pendanaan, pembiayaan, jasa perbankan, dan kegiatan social
dengan berbagai prinsip Syariah yang digunakan dalam akadnya.[2]

D. Produk Bank Syariah


1. Produk Pendanaan
Produk-produk pendanaan bank syariah ditujukan untuk mobilisasi dan investasi
tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara yang adil sehingga
keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua pihak. Tujuan mobilisasi dana
merupakan hal penting karna islam secara tegas mengetuk penimbunan tabungan
dan menuntut penggunaan sumber daya secara produktif dalam rangka mencapai
tujuan social ekonomi islam. Dalam hal ini, bank syariah melakukannya tidak
dengan prinsip bunga (riba), melainkan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan
syariat islam, terutama wadi’ah (titipan), qaradh (pinjaman), mudharabah (bagi
hasil), dan ijarah.[3]
a. Pendanaan dengan prinsip wadiah
1) Giro wadiah
Salah satu produk penghimpunan dana masyarakat yang itawarkan oleh bank
syariah adalah giro wadiah. Giro wadia adalah titipan pihak ketiga pada bank
syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat denagn menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
[4]
2) Tabungan wadiah
tabungan wadiah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari
nasabah dala bentuk rekening tabungan (savingsaccount) untuk keamanan dan
kemudahan pemakainya, seperti giro wadiah, tetapi tidak sefleksibel giro wadiah,
karena nasabah tidak dapat menarik dananya dengan cek.[5]
b. Pendanaan dengan prinsip qardh
Giri dan tabungan qardh memiliki karakteristik menyerupai giro dan tabungan
wadiah. Bank sebagai peminjam dapat memberikanbonus karena bank
menngunakan dana untuk tujuan produktif dan menghasilkan profit. Bonus
tabungan qardh juga lebih besar dari pada bonus giro qardh karena bank lebi leluasa
dalam menngunakan dana untuk tujuan produktif. Bentuk qardh simpanan separti
ini tidak umumdigunakanoleh bank syariah.Hanya bank syariah di Iran
menngunakan akad qardh untuk simpanan.
c. Pendanaan dengan prinsip mudharabah
1) Tabungan mudharabah
Tabungan mudharabah merupakan produk penghimpunan dana oleh bank syariah
yang menggunakan akad mudharabah mutlaqah. Bank syariah bertindak sebagai
mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal. Nasabah menyerahkan pengelolaan
dana tabungan mudharabah secara mutlaq kepada mudharib (bank syariah), tidak
ada batasan baik dilihat dari jenis investasi, jangka waktu, maupun sector usaha dan
tidak boleh bertentangan dengan psrinsip syariah islam.[6]
2) Deposito/investasi umum (tidak terikat)
Bank syariah menerima simpanan deposito berjangka (pada umumnya untuk satu
bulan keatas) ke dalam rekening investasi umum (generalinvestmentaccount)
dengan prinsip mudharabah al-mutlaqah.Nasabah rekening investasi bertujuan
untuk mencari keuntungan dari pada mengamankan uangnnya. Apabial bank
menghasikan keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan awal. Apabila
bank mengalami kerugian, bukan karena kelalaian bank, kerugian ditangguna olah
nasabah deposan sebagai shahibul maal.Deposan dapat menarik dananya denagn
pemberitahuan terlebih dahulu.
3) Deposito investasi khusus (terikat)
Selain rekening investasi umum,bank syariah juga menawarkan rekening investasi
khusus (special investment account) kepada nasabah yang ingin menginvestasikan
dananya langsung dalm proyek yang disukainya yang dilaksanakan oleh bank
dengan prinsip mudharabah al-muqayyadah. Rekening investasi khusus ini
biasanya ditujukan kepad para nasabah/investor besar dan institusi.Jangka waktu
investasi dan bagi hasil disepakati bersama dan hasilnya langsung terikat dengan
keberhasilan proyek investasi yang dipilih.
4) Sukuk al-mudharabah
Akad mudharabah juga dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk penghimpunan
dana dengan menerbitkan sukuk yang merupakan obligasi syariah. Dengan obligasi
syariah, bank mendapatkan alternative sumber dana berjangka panjang (5 tahun
atau lebih) sehinnga dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka
panjang.
d. Pendanaan dengan prinsip ijarah
1) Sukuk al-ijarah
Akad iajrah dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk penghimpunan dana
dengan menerbitkan sukuk yang merupakan obligasi syariah. Obligasi syariah ini
dapat menggunakan beberapa prinsip yang dibolehkan syariah, seperti
menggunakan prinsip bagi hasil (sukuk al-mudharabah dnsukuk al-musyarakah),
mengunakan prinsip jual beli (sukuk al-murabahah, sukuk al-salam dan sukuk al-
istishna), mengunakan prinsip sewa (sukuk al-ijarah), dan sebagainya.[7]
2. Produk pembiayaan
a. Pembiayaan modal kerja
1) Bagi hasil
Dengan bagi hasil,kebutuhan modal kerja pihak penguwasa terpenuhi, sementara
kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari pembagian resiko yang adil. Agar
bank syariah dapat berperan aktif dalam usaha dan mengurangi kemungkina
resiko,seperti moral hazard, maka bank dapat menbeli untuk menggumakan akad
musyarakah.
2) Jual beli
Dengan jual beli kebutuhan pedagang terpenuhi dengan harga tetap, sementara bank
syariah mendapat keuntungan margin tetap dengan meminimalkan resiko.
Kebutuhan modal kerja usaha kerajinan dan produsin kecil dapat juga dipenuhi
dengan akad salam. Dalam hal ini bank syariah menyuplai mereka dengan input
produksi sebagai modal salam yang ditukar dengan komoditas mereka untuk
dipasarkan kembali.

b. Pembiayaan investasi
1) Bagi hasil
Dengan cara ini bank syariah dan pengusaha berbagi resiko usaha yang saling
menguntungkan dan adil. Agar bank syariah dapat berperan aktif dalam kegiatan
usaha yang mengurangi resiko, seperti moral hazard, maka bank dapat menbeli
untuk menggumakan akad musyarakah.
2) Jual beli
Dengan cara ini Bank syariah mendapat keuntungan margin jual beli dengan resiko
yang minimal sementara itu, pengusaha mendapat kebutuhan investasinya dengan
perkiraan biaya yang tetap dan mempermudah perencanaan.
3) Sewa
Dengan cara ini bank syariah dapat mengambil manfaat dengan tetap menguasai
kepemilikan asset dan pada waktu yang sama menerima pendapatan dari sewa.
Penyewa juga dapat mengambil manfaat dari skim ini denagn kepenuhannya
kebutuhannya investasi yang mendesak dan mencapai tujuan dalam waktu yang
wajar tanpa harus mengeluarkan modal biaya yang besar.
c. Pembiayaan aneka barang, perumahan, dan properti
1) Bagi hasil
Bank syariah dan nasabah dan mitra untuk membeli asset yang diinginkan
nasabah.Asset tersebut kemudian disewakan kepada nasabah.Bagian sewa dari
nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi asset yang dimiliki oleh bank
syariah, sehingga pada periode tertentu, asset trsebut sepenuanya telah dimilki oleh
nasabah.
2) Jual beli
Bank syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan membelikan asset yang
dibutuhkan nasabah dari supplier kemudian menjual kembali kepada nasabah
dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan.Selain mendapat
keuntungan margin, bank syariah juga hanya menanggung resiko yang
minimal.Sementara itu, nasabah mendapatkan kebutuhan asetnya dengan harga
yang tetap.
3) Sewa
Bank syariah tetap menguasai kepemilikan asset selama periode akad dan pada
waktu yang sama menerima pendapatan dari sewa. Sementara itu, nasabah
terpenuki kebutuhannya dengan biaya yang dapat diperkirakan sepenuhnya.

3. Produk jasa perbankan


Produk-produk jasa perbankan dengan pola lainnya pada umumnya menggunakan
akad-akad tabarru’ yang dimaksudkan tidak untuk mencari keuntungan, tetapi
dimaksudkan sebagai fasilitas layanan kepada nasabah dalam melakukan transaksi
perbankan.Oleh karena itu, bank sebagai penyedia jasa hanya membebabi biaya
administrasi.Jasa perbankan golongan ini yang bukan termasuk akad tabarru’
adalah akad sharf yang merupakan akad pertukaran uang dengan uang dan ujr yang
merupakan bagia dari ijarah (sewa) yngdimaksudkan untuk mendapatkan upah
(ujrah) atau fee.[8]

E. Penerapan akad pada perbankan syariah


Kehadiran perbankan syariah dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan
warna baru terhadap dunia perbankan di Indonesia, terlebih lagi setelah
disahkannya Undang-undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 oleh DPR
RI. Hal ini tentu tidak hanya dilihat dari aspek kepastian hukum dan eksistensi
perbankan syariah secara legal formal, tetapi juga akan menambah geliat industri
perbankan syariah secara umum sehingga dapat berpartisipasi secara lebih
maksimal dalam menumbuhkan perekonomian nasional dan meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
Terlepas dari kekurangan yang ada, mengacu kepada pengertian bank di atas maka
ada tiga kegiatan utama bank syariah, yaitu: (1) Menghimpun dana dari masyarakat
(funding) dalam bentuk simpanan; (2) Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam
bentuk pembiayaan (financing); (3) Menyediakan jasa bagi masyarakat.
Penerapan teori akad dalam produk pembiayaan
Pertama, penerapannya pada akad murâbahah. Murâbahah adalah jual beli barang
pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati. Karakteristik
murâbahah ini adalah penjual harus memberi tahu harga pokok yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. dalam murâbahah,
nasabah mengetahui keuntungan yang diambil oleh bank. Dan selama akad belum
berakhir, maka harga jual beli antara nasabah dan bank tidak boleh berubah.
Apabila terjadi perubahan, akad tersebut menjadi batal.
Kedua, penerapannya pada akad salam. Salam adalah akad pembelian suatu barang
dengan menyebutkan spesifikasi tertentu yang penghantarannya dilakukan di
kemudian waktu dan pembayarannya di awal. Akad salam bermanfaat bagi penjual
karena mereka menerima pembayaran di muka. Dan ia juga bermanfaat bagi
pembeli karena pada umumnya harga dengan akad salam lebih murah dari pada
harga dengan akad tunai. Jual beli dengan akad salam agak berbeda dengan jual beli
pada umumnya yang melarang jual beli forward sehingga kontrak salam memiliki
syaratsyarat ketat yang harus dipenuhi, di antaranya: (1) pembeli harus membayar
penuh barang yang dipesan pada saat akad salam di tandatangani. Hal ini diperlukan
karena jika pembayaran belum penuh, maka dikawatirkan terjadinya penjualan
utang dengan utang yang secara tegas dilarang. (2) kuantitas, kualitastas, dan
ukuran dari komoditas yang dipesan harus mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa
keraguan yang dapat menimbulkan perselisihan di kemudian. Penerapan Teori
Akad pada Perbankan Syariah hari dan semua yang dapat dirinci harus disebutkan
secara eksplisit. (3) Tanggal dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan secara
pasti di dalam kontrak perjanjian.
Penerapan Teori Akad dalam Produk Penghimpunan
Pertama, penerapannya pada akad mudhârabah. Mudhârabah menurut literatur fikih
adalah akad kerja sama antara pemilik dana (shâhib al-mâl) dengan pengusaha
(mudhârib) untuk melakukan suatu usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh
dibagi antara keduanya dengan perbandingan nisbah yang disepakati di awal dan
tertuang di dalam akad kontrak.Karakteristik mudhârabah adalah keuntungan dan
kerugian diterima dan ditanggung bersama, kecuali kalau kerugian diakibatkan oleh
kelalaian si pengelola.
Sebagai contoh ilustrasi penerapan akad mudhârabah ini dalam pembiayaan adalah
sebagai berikut: Seorang pengusaha kelas menengah bernama Habibi mengajukan
proposal pembiayaan untuk mengerjakan suatu proyek pengembangan perumahan
real estate di bilangan Bekasi Timur kepada bank syariah X dengan pola bagi hasil.
Setelah mempelajari dan studi atas kelayakan proyek tersebut, maka bank
menyetujui dan memberikan modal 100% kepada sang pengusaha untuk digunakan
melaksanakan kepentingan proyek tadi menggunakan akad mudhârabah
muqayyadah, dan keuntungan proyek dibagi menurut porsi yang disepakati di awal,
dengan ketentuan nisbah berbaginya adalah (misalnya) 65% : 35%, di mana bank
sebagai penyandang mendapat 65%, dan pengusaha (mudhârib) mendapat 35% dari
hasil usaha yang didapat. Dari contoh kasus di atas sudah dapat diketahui rukun
mudhârabah itu, yaitu: bank sebagai shahib al-Mal, pengusaha tadi sebagai
mudharib, keduanya berarti muta’aqidani, dan objek akadnya adalah proyek
pengembangan perumahan real estet.
Kedua, penerapannya pada akad wadî’ah.Wadî’ah adalah titipan murni nasabah
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja menghendakinya. Aplikasi dalam
perbankan, wadî’ah ini merupakan bentuk produk untuk penghimpunan dana dalam
bentuk giro (giro syariah). Karakteristik rekening giro ini sebagai pengembangan
dari prinsip wadî’ah yad dhamânah, yaitu di mana titipan dapat ditarik setiap saat,
dikembalikan secara utuh, dapat dipungut biaya, dan dapat ditentukan syarat-syarat
tertentu untuk menjaga keselamatan barang titipan. Dari karakteristik tersebut,
maka konsekuensi prinsip wadî’ah yad dhamânah adalah semua keuntungan atau
kerugian menjadi milik bank. Tidak dilarang bank memberikan insentif berupa
"bonus" asalkan tidak disyaratkan sebelumnya, asalkan jumlahnya tidak ditetapkan
dalam nominal atau persentase di awal. Sebagai contoh, Pak Ahmad sebagai
bendahara Yayasan Pengembangan LKS yang berdomisili di wilayah Jakarta Timur
diberi amanah oleh Ketua Yayasan untuk ‛mengamankan‛ dana yayasan sebesar Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah). Maka pak Ahmad pergi ke salah satu bank
Syariah X dan membuka rekening giro Syariah berdasarkan wadî’ah yad dhamânah.
Maka pihak bank pun memberikan lembaran kertas (brosur) yang berisi beberapa
persyaratan dan ketentuan lainnya. Setelah membaca, memahami dan
menyetujuinya, dia pun mengisi aplikasi dan membubuhi tanda tangan di atasnya
dan ditandatangani pula oleh pihak bank. Dalam perjalanan waktu, karena
kebutuhan Yayasan pak Ahmad pun menarik kembali dana tersebut. Berdasarkan
kebijakan bank, pak Ahmad mendapat bonus sebesar Rp 500.000,- sebagai tanda
terima kasih bank karena telah memercayainya untuk menyimpan dana.Abdurrauf:
Penerapan Teori Akad pada Perbankan Syariah Berdasarkan prinsip wadî’ah yad
dhamânah di atas maka dalam aplikasi perjanjian antara bank dan pak Ahmad,
pihak bank tidak dapat memastikan jumlah "bonus" yang akan diterima oleh pak
Ahmad, sedangkan bonus sebesar Rp 500.000,- itu merupakan pemberian bank
berdasarkan hitung-hitungan bisnisnya. Dan itu bukanlah bagi hasil sebagaimana
dalam konsep mudhârabah. Dan berdasarkan prinsip wadî’ah yad dhamânah ini
juga maka: (1) Pak Ahmad berhak menarik dananya kapan saja dia
menghendakinya; (2) Bank harus siap mengembalikannya sewaktu pak Ahmad
Membutuhkannya; (3) Bonus sebesar Rp 500.000,- tersebut merupakan kebijakan
bank dan bukan diperjanjikan sebelumnya. Artinya, bisa saja bank tidak memberi
bonus apa-apa kepada nasabah; (4) Nasabah dalam hal ini Pak Ahmad tidak berhak
menuntut bonus apapun kepada bank atas dana titipannya.
Penerapannya pada Produk Jasa
Pertama, penerapannya pada akad ijârah dan al-Ijârah wa al-Iqtinâ’. Akad ijârah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Sedangkan akad al-Ijârah wa alIqtinâ’ adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa/upah, yang diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri.
Al-Ijârah wa al-Iqtinâ’ biasanya dikenal dengan istilah sewa-beli, yaitu perjanjian
sewa menyewa yang disertai dengan opsi pengalihan hak milik atas suatu benda
kepada penyewan setelah selesai masa sewa. Dalam dunia finacial sering dikenal
dengan istilah hire-purchase. Jadi, akad al-Ijârah wa alIqtinâ’ pada dasarnya
kombinasi dua akad antara sewa menyewa (ijârah) dan jual beli atau hibah di akhir
masa sewa. Jadi, dalam ijârah muntahiya li al-tamlik, pemindahan hak milik barang
terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini: Pertama, pihak yang
menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir
masa sewa. Kedua, pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang
yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Ketiga, penerapannya pada akad kafâlah. Akad kafâlah adalah jaminan yang
diberikan oleh penanggung (kâfil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua atau yang ditanggung (makfûl ‘anh). Di antara bentuk transaksi
perbankan yang dapat menggunakan akad kafâlah adalah bank garansidengan
segala variasinya.
Sebagai sebuah ilustrasi sederhana, misalnya tuan Ahmad, seorang pengusaha
perhotelan islami, ingin membangun sebuah gedung berlantai 20 di bilangan
Kuningan Jakarta Selatan. Maka ia pun melakukan kontrak perjanjian dengan salah
seorang kontraktor untuk kepentingann tersebut. Dan untuk menjamin keseriusan
Tuan Ahmad dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, pihak kontraktor tadi
meminta jaminan kepada salah satu perbankan syariah dengan skim akad kafâlah
(dalam hal ini ‚bank garansi‛). Maka pihak perbankan melakukan analisa kelayakan
terhadap proyek tersebut dan kemudian menyetujuinya. Berdasarkan ilustrasi di
atas dapat diketahui rukun-rukun akad yang terdapat pada akad kafâlah atau bank
garansi tersebut, yaitu dengan rincian sebagai berikut: (1) Bank dan pihak
kontraktor adalah muta‘âqidân, di mana bank sebagai kâfil (penanggung) dan
kontraktor sebagai makful (pihak tertanggung). (2) Pembangunan gedung berlantai
20 di bilangan Kuningan Jakarta Selatan adalah sebagai objek akad (sesuatu yang
tertanggung). (3) Pengembangan perhotelan islami adalah tujuan dari akad tersebut.
(4) Surah pernyataan yang disepakati dan ditandatangani kedua belah pihak sebagai
manifestasi shighah al-‘aqd (ijab dan kabul). (5) Sementara fee, menurut penulis,
masuk dalam kategori syarat, bukan rukun. Karena kafâlah pada dasarya adalah
akad sukarela yang tanpa harus dengan imbalan.[9]

Aplikasi Akad Perbankan di Indonesia


Salah satu akad khas yang digunakan perbankan syariah Indonesia adalah akad
kombinasi berpola bagi hasil dan jual beli, yaitu Mudharabah wal Murabahah yang
merupakan pendanaan dalam bentuk obligasi dan pembiayaan channeling.
1. Akad Mudharabah wal Murabahah
a. Pendanaan
Pendanaan mudharabah wal murabahah adalah bentuk akad mudharabah
muqayyadah executing ketika bank syariah sebagai mudharib menerima dana
untuk diinvestasikan dari shahibul mal (investor/deposan), yang kemudian
menyalurkan pembiayaan dengan akad murabahah kepada nasabah. Pembiayaan
murabahah ini dapat disalurkan untuk pembiayaan barang investasi, seperti
pembiayaan mesin dan pabrik, untuk pembiayaan pribadi (consumer goods), seperti
untuk pembiayaan rumah dan kendaraan bermotor, atau untuk pembiayaan lain
yand dapat menggunakan akad murabahah.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pendanaan dengan akad
mudharabah muqayyadah executing, antara lain;
1) Bentuk investasi, bukan simpanan (special investment)
2) Akad mudharabah al-muqayyadah
3) Investasi ke sector yang diinginkan pemodal (nasabah), dan
4) On balance sheet (executing)
b. Pembiayaan
Pembiayaan mudharabah wal murabahah adalah bentuk akad mudharabah
muqayyadah executing ketika bank syariah sebagai shahibul mal memberikan
pembiayaan kepada mudharib antara lain, lembaga keuagan syariah atau LKS
(BPRS, BMT, atau Koperasi Syariah), yang kemudian menyalurkan pembiayaan
dengan akad mudharabah kepada nasabah. Pada umumnya LKS ini memberikan
pembiayaan untuk aneka barang (consumer goods), seperti untuk pembelian sepeda
motor.
2. Akad Musyarakah wal Murabahah
Pembiayaan musyarakah wal murabahah adalah bentuk akad musyarakah dua pihak
antara satu LKS (bank syariah BUS/UUS) dengan LKS lainnya (BPRS) yang
usahanya dilakukan oleh LKS kedua (BPRS) untuk memberikan pembiayaan
dengan akad murabahah kepada nasabahnya. Pada umumnya BPRS ini
memberiakn pembiyaan untuk aneka barang (consumer goods), seperti untuk
pembiayaan sepeda motor, dan pembiayaan perumahan.
Akad pembiayaan mudharabah wal murabahah dan musyarakah wal mudharabah
muncul karena karakteristik system keuangan dan perbankan syariah di Indonesia
yang memiliki BUS, UUS, dan BPRS dalam system perbankannya serta LKS
mikro, seperti BMT dan koperasi syariah. BUS dan UUS tidak memiliki akses ke
nasabah-nasabah kecil dan mikro untuk menyalurkan pembiayaan, tetapi memiliki
akses lebih besar dalam penghimpiu dana. Sementara itu, LKS mikro kurang
mempunyai kemampuan dalam menghimpun dana, tetapi memiliki akses ke
nasabah lebih kecil dan mikro. Oleh karena itu, kerja sama antara BUS atau UUS
dengan LKS mikro marupakan kerja sama yang saling menguntungkan semua
pihak. BUS dan UUS dapat menyalurkan pembiayaan dan penghimpunan danannya
yang melimpah, LKS Syariah mendapat sumber dana yang diperlukan untuk
menalurkan pembiayaan, dan nasabah dapat memperoleh pembiayaan yang
diperlukannya.[10]
F. Solusi jika aplikasi akad tidak sesuai
Dipoint sebelumnya telah disajikan teori dari akad dalam syariat islam. Dalam
penerapannya terkadang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Misalnya dalam akad
Murabahah, pihak penjual harus menentukan harga pokok dari sebuah barang yang
di beli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Namun,
terkadang dalam aplikasinya pihak penjual tidak menyebutkan harga pokoknya.
Dengan demikian, hal tersebut tidak sesuai dengan akad yang telah ditentukan.
Jadi, solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah pihak penjual
harus menyebutkan harga pokok tersebut lalu memberikan tambahaan sebagai
keuntungan dari sebuah barang yang dijual oleh pihak penjual.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Akad (ikatan,keputusan,atau penguatan) atau perjanjian atau kesepakatan atau
transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai
syariah.
Rukun dalam akad ada tiga, yaitu:
1. Pelaku akad
2. Objek akad
3. Shighah atau pernyataan pelaku akad,yaituijab dan qobul.
Sedangkan syarat dalam akad ada empat, yaitu:
1. Syarat berlakunya akad (in’iqod),
2. Syarat sahnya akad (shihah),
3. Syarat terselesaikannya akad (nafadz),
4. Syarat lazim.
Secara garis besar produk bank syariah dapat diklasifikasikan menjadi;
1. Produk pendanaan
2. Produk pembiayaan
3. Produk jasa perbankan

Saran
Demikian penulisan makalah yang dapat kami sampaikan, mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan dan penyampaian makalah. Terimakasih untuk
pembaca, semoga materi yang kita dapatkan bermanfaat. Kritik dan saran yang
membangun dari pembaca selalu kami nantikan untuk memperbaiki penulisan yang
kami sampaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrauf. (2012). Al-iqtishad: penerapan teori akad dalam perbankan syariah.


Vol.lV. No. 1.
Ascarya. (2013). Akad & produk bank syariah. Jakarta: raja wali pers.

Ismail. (2011). Perbankan syariah. Jakarta: kencana prenadamedia group.

[1]Ismail. (2011). Perbankan syariah. Jakarta: kencana prenadamedia group


[2]Ascarya. Ibid
[3]Ascarya. Ibid
[4]Ismail. opcit
[5]Ascarya. opcit
[6]Ismail. opcit
[7]Ascarya, opcit, hlm.116-119
[8]Ascarya. Ibid
[9]Abdurrauf. (2012). Al-iqtishad: penerapan teori akad dalam perbankan syariah.
Vol.lV. No. 1
[10] opcit
Diposting oleh bluesky di 02.30
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!

Anda mungkin juga menyukai