Anda di halaman 1dari 16

POLA KEPEMIMPINAN PESANTREN KAMPUS

(Studi Kasus di Ma’had Sunan Ampel al-Aly UIN Malang)

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada prinsipnya, setiap pengelolaan suatu lembaga pendidikan
mensyaratkan adanya tipe pemimpin dan kepemimpinan yang khas, begitu
juga halnya dengan pesantren. Istilah pemimpin adalah terjemahan dari
leader/head/manager, yang juga disebut sebagai
manajer/kepala/ketua/direktur, dan lain sebagainya. Istilah tersebut juga
memberikan berbagai inspirasi kepada para cendekiawan dalam
mendefinisikan pemimpin dan kepemimpinan.
Menurut Hemhill & Coons mendefinisikan kepemimpinan adalah
prilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu
kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared gool).
Sedangkan menurut Rauch & Behling, kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah
pencapaian tujuan. Dan, menurut Hosking pemimpin adalah mereka yang
secara konsisten memberi kontribusi yang efektif terhadap orde sosial, dan
yang diharapkan dan dipersepsikan melakukannya (Gary A.Yulk: 1999: 2).
Dengan berbagai definisi tersebut di atas, dapat difahami bahwa
hakikat kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, memberi
inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai
tujuan yang diharapkan, (Veithzal Rivai: 2004: 4).
Pesantren yang diakui sebagai cikal bakal pendidikan nasional dan
diakui survive sejak zaman penjajahan, ternyata menyimpan seribu
pertanyaan kenapa hal tersebut bisa terjadi?. Kelangsungan hidup suatu
pesantren sangat bergantung kepada “daya tarik” tokoh sentral (kyai atau
guru) yang memimpin, meneruskan atau mewarisinya. Jika pewaris
menguasai sepenuhnya baik pengetahuan keagamaan, wibawa, keterampilan

1
mengajar dan kekayaan lainnya yang diperlukan, maka umur pesantren akan
lama bertahan. Sebaliknya pesantren akan menjadi mundur dan mungkin
menghilang jika pewaris atau keturunan kyai yang mewarisinya tidak
memenuhi persyaratan. Jadi seorang figur pesantren memang sangat
menentukan dan benar-benar diperlukan (Hasbullah: 1999: 139).
Kepemimpinan seorang kyai (top leader) menjadi penting karena dia
adalah satu-satunya orang yang memiliki wewenang dalam pengembangan
pesantren itu sendiri. Perkembangan sebuah pesantren sepenuhnya bergantung
pada kemampuan pribadi kyainya. Kyai merupakan cikal-bakal dan elemen
yang paling pokok dari sebuah pesantren (Zamakhsyari Dhofier: 1982: 61).
Keberadaan IAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam
dimaksudkan untuk menghasilkan ahli agama yang dianggap lebih mumpuni
dari pada produk lembaga pendidikan Islam yang ada ketika itu, yaitu: pondok
pesantren. Kalau pesantren, dianggap telah mampu melahirkan ulama, maka
IAIN diharapkan mampu melahirkan ulama yang intelek dan intelek yang
ulama. Para lulusan pesantren ketika itu, telah mampu melakukan peran-
perannya seperti sebagai guru agama, pemimpin agama serta memberikan
beberapa jenis layanan masyarakat, dengan kata lain bahwa IAIN diharapkan
mampu melahirkan lulusan yang mempunyai kemampuan lebih dari pada
lulusan pesantren. (Imam Suprayogo: 1999: 4).
Terkait dengan mutu lulusan perguruan tinggi Islam baik swasta
maupun negeri telah banyak mendapat sorotan dan kritikan dari berbagai
kalangan baik tokoh pendidikan maupun non pendidikan. Ketika Prof. Dr.Ali
mukti menjabat sebagai mentri agama, beliau menyoroti bahwa terdapat
kelemahan pokok yang diderita oleh sebagian besar lulusan IAIN dan PTAIS.
Kedua kelemahan tersebut justru pada aspek yang sangat mendasar, yaitu
penguasaan di bidang bahasa asing (Arab dan Inggris), dan kemampuan di
bidang metodologi (Imam Suprayogo: 1999: 33).
Seiring dengan perkembangan zaman, pesantrenpun mengalami
berbagai macam perkembangan dan perubahan disana-sini yang dibuktikan
dengan adanya pesantren salaf, khalaf dan semi salaf-khalaf (Ma’ruf: 2003:

2
9). Sementara itu dengan berbagai fenonema yang ada menunjukkan bahwa
keberadaan universitas saja belum atau/dan tidak cukup, guna menciptakan
manusia yang mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Sebagaimana tujuan dari pendidikan di
Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang, Sisdiknas RI No.20 (2003:
7).
Fenomena inilah yang menjadi latar belakang lahirnya pesantren
mahasiswa sebagai bentuk sinergitas perguruan tinggi dengan pola pendidikan
ala pesantren. Menurut Aisyah secara umum ada dua macam bentuk pesantren
mahasiswa. Yang Pertama: Pesantren yang dibangun secara khusus untuk
menerima mahasiswa sebagai santrinya. Model ini sesungguhnya telah banyak
dilakukan oleh pesantren-pesantren saat ini, misalnya Pondok Pesantren
Mahasiswa Al-Hikam yang diasuh oleh KH. Hasyim Muzadi, dll. Yang Kedua,
menggunakan model “pengasramaan” (boarding) dalam perguruan tinggi.
Sebagaimana contoh yang telah diterapkan di UIN Malang. (Sitatul N. Aisyah:
2003: 255).
Kepemimpinan kyai dalam sebuah pesantren merupakan salah satu
faktor penting terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pesantren. Menurut
Mastuhu (1990:105) dalam pesantren didefinisikkan sebagai “seni”
memanfaatkan daya (dana, sarana dan tenaga) untuk mencapai tujuan
pesantren manifestasi yang paling menonjol dalam “seni” memanfaatkan
daya tersebut adalah cara menggerakkan dan mengarahkan unsur pelaku
pesantren untuk berbuat sesuai dengan kehendak pemimpin pesantren dalam
rangka mencapai tujuan.
Ma’had Sunan Ampel al-Ali UIN Malang, yang biasa dikenal dengan
sebutan MSAA UIN Malang merupakan satu-satunya pesantren di Indonesia
yang berada dibawah naungan kampus Islam, yang akan menjadi percontohan

3
pesantren kampus se-Indonesia berdasarkan SK Mentri Agama RI yang akan
membuat lima pesantren kampus lainnya. MSAA UIN Malang jika
diperhatikan keberadaannya sangat berbeda dengan pesantren-pesantren yang
lain, terutama dalam hal kepemimpinan. Jika pesantren-pesantren lain yang
biasanya kita kenal, kepemimpinan seorang kyai (top leader) menjadi sangat
urgen karena dia adalah satu-satunya orang yang memiliki wewenang dalam
pengembangan pesantrennya.
Namun lain halnya dengan apa yang ada di MSAA UIN, pesantren
tersebut secara struktural berada di bawah naungan kampus, yakni Universitas
Islam Negeri Malang. Sebagai masyarakat akademisi maka Surat Tugas (SK)
menjadi sebuah keharusan yang harus ada di MSAA UIN Malang. Oleh
karena itu seluruh penanggung jawab yang ada di MSAA UIN Malang
berdasarkan SK. Dengan adanya SK tersebut, maka ada beberapa hal yang
menjadi sebuah keniscayaan, misalnya: masa jabatan berlaku berdasarkan SK
dan wewenangnya berdasarkan job discription yang telah ditetapkan.
Mengacu pada surat keputusan Rektor No Un.3/BA.00/332/2005
tentang Pengurus Ma'had Sunan Ampel al-Ali UIN Malang, maka struktur
Ma’had terdiri atas:
1. Pelindung adalah Rektor UIN Malang yang bertugas menetapkan garis-
garis besar pengelolaan ma’had sehingga ma’had menjadi bagian integral
dari system akademik universitas.
2. Penanggungjawab adalah para pembantu rektor yang bertindak sebagai
supervisor dan evaluator terhadap kinerja pengurus ma’had secara
keseluruhan.
3. Dewan Kyai adalah beberapa dosen UIN Malang, yang secara spesifik
memiliki senioritas dan kompetensi keilmuan keagamaan. Dewan ini
ditetapkan oleh Rektor untuk memberikan kontribusi terkait dengan
pelaksanaan kegiatan yang ditradisikan di ma’had, baik bersifat ritual
maupun akademik.
4. Mudir dan seketaris adalah dosen UIN Malang yang ditetapkan untuk
memimpin dan memenej organisasi ma’had secara umum. Organisasi ini

4
terdiri dari Mudir, sekretasis dan Bendahara serta membawahi beberapa
seksi, yaitu: sie. Sekretariatan, sie. Pendidikan dan Pengajaran, sie.
Pengembangan Bahasa dan Ibadah, sie. Keuangan dan Unit Usaha, sie.
Kesantrian, sie. Keamanan dan sie. Sarana dan prasarana (Guidebook: 10).
Berdasarkan SK tersebut di atas, maka yang menjadi pemimpin
operasional dan manajer di Ma'had Sunan Ampel al-Ali UIN Malang adalah
mudir (direktur). Mudir inilah yang jika kita amati dengan seksama
keberdaannya lebih berfungsi sebagai Kyai di pondok pesantren pada
umumnya. Dimana seluruh kebijakan yang terkait dengan keberlangsungan
kegiatan ma’had mudir dapat memberi kebijakan. Misalnya: kelangsungan
kegiatan kema’hadan, seperti: ta’lim (pengajian: al-Qur’an dan al-Afkaar al-
Islamy) dan kegiatan spiritual lainnya (sholat jama’ah). Akan tetapi dalam
beberapa hal yang terkait dengan kebijakan pengembangan ma’had, mudir
tetap harus mengkonsultasikan serta mengkoordinasikan dengan Pj. Pelindung
dan Penanggungjawab ma’had, misalnya: pengadaan dan perbaikan sarana
dan prasarana ma’had.
Berdasarkan fenomena yang ada tersebut, di satu sisi mudir ma’had
yang posisinya sama dengan Kyai di sebuah pesantren, pola
kepemimpinannya adalah laissezfair. namun di sisi lain pola kepemimpinan
juga berpola pada demokratis dan terkadang juga otoriter.

B. Hasil Penelitian Terdahulu


1. Disertasi Mastuhu tahun 1994 tentang “Dinamika Sistem Pendidikan
Pesantren” yang mengadakan penelitian di pondok pesantren Tebuireng
Jombang, pondok Modern Gontor Ponorogo, pesantren Paciran
Lamongan, pesantren Sukorejo Situbondo, pesantren Bloikagung
Banyuwangi, pesantren Guluk-Guluk Madura. Dimana dari hasil
penelitian tersebut akan ditunjukkan bahwa masing-masing pesantren
memiliki tipe-tipe kepemimpinan yang khas, dimana jika dilihat dari
gayanya kepemimpinan pesantren tersebut terdiri dari beberapa corak, dari

5
kharismatik ke rasionalistik, dari otoriter-paternalistik ke diploimatik-
partisipatif dan dari laissez faire ke birokratik.
2. Tesis Imron Arifin tentang “Kepemimpinan kyai dalam system
pengajaran kitab-kitab Islam klasik” (Study kasus pondok pesantren
Tebuireng-Jombang) tahun 1992. Penelitian tersebut menghasilkan temuan
yaitu: terjadinya perubahan pada kepemimpinan kyai di Tebuireng yang
memiliki keunikan. Perubahan fundamental yang terjadi adalah pergeseran
antara pola kepemimpinan kyai yang semula bersifat kharismatik (KH.M.
Hasyim Asy’ari) yang mengarah pada kharismatik-tadisional (misalnya di
masa KH. Abdul Khalik Hasyim) dan kemudian rasional-tradisional (KH.
Yusuf Hasyim). Temuan ini sekaligus mengkoreksi pandangan Max Weber
bahwa secara historis kepemimpinan dalam organisasi bergeser secara
“linier” dari kharismatik menuju ke tradisional dan akhirnya rasional.
2. Tesis Khotibul Umam tahun 2003 tentang “Pola Kepemimpinan Kyai
dalam Pengelolaan Pondok Pesantren Mahasiswa (Study kasus Pondok
Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Nuruh Huda Mergosono-Malang).
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa kepemimpinan kyai cenderung
situasional dalam pengelolaan pondok pesantren mahasiswa. Artinya
pelaksanaan kepemimpinan kyai dalam pengelolaan pondok pesantren
mahasiswa sesuai dengan situasi dan terjadi kecenderungan pola
kepemimpinan. Kepemimpinan kyai yang situasional tersebut, meliputi: a)
Kepemimpinan Partisipatif, b) Kepemimpinan Instruktif, c) Kepemimpinan
yang mendukung, d) Kepemimpinan yang berorientasi pada keberhasilan,
c) Kepemimpinan Khasrismatik dan e) Kepemimpinan Otokratis/otoriter.
3. Skripsi M. Yusuf Hasjim tahun 1996 tentang “Eksistensi pesantren dengan
Perguruan Tinggi (Studi tentang Eksistensi Asimilasi antara Pondok
Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Nurul Huda Malang dengan IAIN Fakultas
Tarbiyah Sunan Ampel Malang Terhadap Mobilitas Santri-Mahasiswanya).
Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa “Adanya eksistensi
asimilasi antara pondok pesantren Salafiyah Nurul Huda Malang dengan
IAIN Fakultas Tarbiyah Sunan Ampel Malang yang berbentuk kesamaan

6
aktifitas dan pola tingkah lakunya diantaranya berupa sistem dan
kurikulum serta proses belajar mengajar. Indikasi tersebut terlihat dalam
pengembangan program yang menunjang terhadap mobilitas santri-
mahasiswa di fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, seperti:
Bimbingan Tafsir, Hadits dan partisipan komprehensif.

C. Fokus Penelitian.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan seorang kyai sangat menentukan keberadaan sebuah
pesantren. Survive dan eksis tidaknya sebuah pesantren sangat ditentukan oleh
kepemimpinan seorang Kyai.
Hal tersebut tidak sepenuhnya berlaku bagi keberadaan MSAA UIN
Malang, seorang mudir yang dalam perannya lebih berfungsi sebagai Kyai.
Mudir MSAA UIN Malang dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan
pengembangan-pengembangan ma’had harus mengkonsultasikannya terlebih
dahulu dengan pihak-pihak terkait, Pj. Pembantu Rektor dan PJ. Rektor UIN
Malang misalnya. Hal tersebut memberikan makna bahwa pola kepemimpinan
MSAA UIN Malang tidak sepenuhnya sama dengan pola kepemimpinan yang
ada di seluruh pesantren di Indonesia.
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka kajian dalam penelitian
ini, difokuskan pada hal-hal yang berhubungan dengan pola kepemimpinan
MSAA UIN Malang. Dimana fokus penelitian ini penulis rumuskan melalui
masalah-masalah sebagai berikut:
1) Apa pola kepemimpinan yang di MSAA UIN Malang?
2) Mengapa pola kepemimpinan tersebut digunakan di Ma'had Sunan Ampel
al-Ali UIN Malang?
3) Apa indikator keberhasilan pola kepemimpinan tersebut?

D. Tujuan Penelitian

7
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk menjelaskan
(explanatory) bagaimana sesungguhnya pola kepemimpinan mudir ma’had
sebagai pemimpin Ma'had Sunan Ampel al-Ali UIN Malang. Dari eksplorasi
tersebut diharapkan diperoleh suatu gambaran umum (guna tujuan deskripsi)
tentang (1) gambaran pola kepemimpinan yang digunakan dalam pengelolaan
Ma'had Sunan Ampel al-Ali UIN Malang, Pengelolaan yang dimaksud adalah
pola kepemimpinan ditinjau berdasarkan pendekatan prilaku, meliputi: peran,
fungsi dan tanggung jawab manajerial. (2) alasan-alasan mengapa pola
kepemimpinan tersebut digunakan di MSAA UIN Malang.
Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengembangkan
bangunan teori (theory building) berdasarkan data lapangan, sekurang-
kurangnya setingkat dengan teori substantif, yang diharapkan bisa
“menjelaskan” pola kepemimpinan yang efektif dalam pengelolaan pesantren
kampus.

E. Manfaat Penelitian
Pada dasarnya hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara
teoritis dan praktis. Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat bagi pengembangan teoritis ilmu terhadap manajemen
Pendidikan Islam:
1. Dihasilkan temuan kesimpulan-kesimpulan substantif yang terkait
dengan pola kepemimpinan Kyai dalam pengeloaan pesantren kampus
ditinjau dari pola kepemimpinan.
2. Menjadi sumbangan pemikiran baru tentang pola kepemimpinan Kyai
dalam pengelolaan pesantren kampus, sehingga terbuka peluang untuk
melakukan penelitian yang lebih besar dan luas, baik dari segi biaya
maupun jangkaun lokasi secara representatif.
3. Menambah wacana pengetahuan baru, khususnya pola kepemimpinan
Kyai dalam pengelolaan pesantren kampus ditinjau dari pendekatan
prilaku kepemimpinan.
2. Manfaat praktis bagi pesantren kampus:

8
1. Dapat memberikan pengetahuan tentang pengelolaan pesantren yang
dapat dijadikan dasar kebijakan untuk mengelola pesantren ditinjau
dari pola kepemimpinan.
2. Dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang pola
kepemimpinan Kyai dalam pengelolaan pesantren kampus.
3. Tidak menutup kemungkinan pola kepemimpinnan Kyai dalam
pengelolaan pesantren kampus (MSAA UIN Malang) diterapkan oleh
5 (lima) pesantren kampus yang akan dibangun berdasarkan SK
Mentri Agama dan atau oleh pesantren kampus lainnya secara luas.

II. KAJIAN TEORITIS


A. Kepemimpinan
Menurut Robert Dubin, kepemimpinan kadangkala juga diartikan
sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang
mengartikan suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola
yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu
persoalan bersama. Lebih jauh lagi George R. Terry merumuskan bahwa
kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang
supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi (Mifta Thoha: 2003: 4).
Menurut Rauch dan Behling Kepemimpinan adalah sebuah proses
memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang
mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk
mencapai sasaran (Gary Yulk : 1994: 4).
Dalam mengkaji pola kepemimpinan ada beberapa pendekatan
yang bisa digunakan, antara lain:
a. Pendekatan berdasarkan ciri (trait approach)
b. Pendekatan berdasarkan prilaku
c. Pendekatan pengaruh-kekuasaan.
d. Pendekatan situsional (Gary Yulk: 1994: 8).
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan
berlangsung aktifitas kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan

9
dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Adapun tipe
kepemimpinan tersebut adalah; (a) tipe kepemimpinan otoriter, (b) Tipe
kepemimpinan kendali bebas dan (c) tipe kepemimpinan demokratis
(Veitzal Rivai: 2004: 57)

B. Pondok Pesantren
Pondok pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan
Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di
bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan
sebutan Kyai.
Menurut para ahli dalam merumuskan pondok pesantren, pesantren
baru bisa di sebut pesantren jika memenuhi lima syarat: Kyai, pondok
(asrama), masjid, santri dan pengajaran kitab kuning (kitab salaf). (A.
Tafsir: 2001: 191). Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang
harus dimiliki oleh pesantren dan yang membedakan pendidikan pondok
pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain. Sekalipun
kelima elemen ini saling menunjang eksistensi sebuah pesantren, tetapi
kyai memainkan peranan yang begitu sentral dalam dunia pesantren.
(Yasmadi: 2002:63)
Dalam kajian pesantren, banyak para tokoh memberikan
klasifikasi tentang pesantren dari berbagai sudut pandang. Diantaranya
adalah pesantren dilihat dari perspektif perkembangan ilmu dan teknologi
serta zaman pesantren dibagai menjadi: pesantren salaf an-sich, pesantren
modern an-sich dan pesantren semi salaf-semi modern (Jamal M. Asmuni:
2003: 9).
Berdasarkan latar belakang pesantren yang beraneka ragam
tersebut masing-masing pesantren memiliki ciri khas tersendiri maka tidak
ada pemimpin pesantren yang seragam, masing-masing memiliki
style/gaya yang berbeda. Secara umum, karena latar belakang pesantren
yang kompleks maka format kepemimpinan pesantren sangat fleksibel;

10
tergantung kepada kapasitas dan kapabilitas kyai atau pengasuhnya.
(Mastuki. Dkk: 2003: 24).
Pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku, mencerminkan
karakter bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu, untuk mengetahui
apakah keputusan yang diambil baik atau buruk tidak hanya dinilai setelah
konsekuensinya terjadi, melainkan melalui berbagai pertimbangan dalam
prosesnya. Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk
kepemimpinan. (Veithzal Rivai: 2004: 151)
Pengambilan keputusan dapat dipandang sebagai tolok ukur utama
dari kinerja seorang pemimpin pesantren. Secara global model pembuatan
keputusan yang banyak digunakan dalam lembaga pendidikan formal,
yaitu: (a) model klasik, dan (b) model administratif. Kedua model tersebut
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu
model pembuatan keputusan di pesantren dapat dikombinasikan dengan
kedua model keputusan tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi
setempat. Selain itu, dapat dikembangkan model pembuatan keputusan
partisipatif yang dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pendidikan
dan pengajaran pesantren (Mastuki. Dkk: 2003: 50)
Menurut Mastuki (2003: 50) dalam keputusan partisipatif, pihak
yang paling kompenten dilibatkan adalah guru/ustadz sebagai ujung
tombak pendidikan pesantren. Dengan demikian, secara operasional
keputusan partisipatisi guru dan/atau pihak lain dalam pembuatan
keputusan tentang hal-hal yang mempengaruhi aktifitas atau tugas
pekerjaan mereka di pesantren.

III. METODE PENELITIAN


Sesuai dengan sifat dan karakteristik dari penelitian kualitatif, maka
studi ini menghasilkan data kualitatif yang merekonstruksikan ucapan, dan
tingkah laku orang atau subyek studi. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Bodgan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

11
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Lihat
Lexy J. Moleong, 2000: 3).
a. Pendekatan dan jenis penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang menjadi fokus masalah dalam
penelitian ini, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai bentuk
studi kasus (case study). Maksudnya ialah dalam penelitian kualitatif data
yang akan dikumpulkan bukan merupakan angka-angka, melainkan data
tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,
dokumen pribadi, catatan memo dan dokumen resmi lainnya (Lexy
Moleong, 2000: 5)
Berbagai definisi dan konsep tentang efektivitas kepemimpinan
dapat kita temui beraneka ragam macamnya. Diantaranya, ukuran yang
biasa digunakan mengenai efektivitas pemimpin adalah sejauh mana unit
organisasi dari pemimpin tersebut dalam melaksanakan tugasnya secara
berhasil dan mencapai tujuan-tujuannya. Di sisi lain keefektivitas
pemimpin diukur dalam hubungannya dengan kontribusi pemimpin
terhadap kualitas dari proses-proses kelompok, seperti yang dirasakan
oleh para pengikut atau oleh para pengamat dari luar (Gary Yukl: 1998: 4)
Adapun yang menjadi sasaran dalam penelitian tentang pola
kepemimpinan pesantren kampus adalah kontribusi pemimpin terhadap
kualitas dari proses-proses kelompok. Dengan berberapa variabel,
diantaranya: kontribusi pemimpin dalam meningkatkan solidaritas
(cohesiveness) kelompok, kerjasama antar anggota, motivasi para
pengikut, pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta pemecahan
konflik di antara para anggota.
b. Kehadiran peneliti
Berdasarkan pada alasan dari penggunaan pendekatan kualitatif
tersebut, yakni memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran, interaksi
dan kelompok. Meurut John W. Creswell (Hamid Patilima: 2005: 67)
metode pendekatan kualitatif merupakan sebuah proses investigasi. Secara

12
bertahap peneliti berusaha untuk memahami fenomena sosial dengan
membedakan, membandingkan, dan mengelompokkan, meniru,
mengkatalokkan, dan mengelompokkan obyek studi. Maka peneliti akan
memasuki dunia informan dan melakukan interaksi terus menerus dengan
informan dan mencari sudut pandang informan.
c. Subyek penelitian
Subyek penelitian merupakan sumber informasi (informan) dalam
melakukan penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah data atau
seseorang yang memberikan informasi atau keterangan yang berkaitan
dengan kebutuhan penelitian, misalnya dalam hal ini adalah mudir ma’had
dan Pj. Rektor UIN Malang. Pemilihan tersebut didasarkan pada
kewenangannya dalam mengambil kebijakan di Ma'had Sunan Ampel al-
Ali UIN Malang.
Penentuan subyek penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
purposive sampling, pemilihan sample tersebut, dengan pertimbangan
sebagai berikut: (a) subyek penelitian terlibat langsung, (b) Mudir
merupakan pemegang kebijakan di ma’had berdasarkan hasil musyawarah
dan mufakat dan (c) Pj. Rektor UIN Malang sebagai pelindung Ma'had
Sunan Ampel al-Ali UIN Malang, dalam menentukan informan penelitian
ini menggunakan subyek “snow ball sampling”.
d. Teknik Pengumpulan data
Menurut Lofland dan Lofland sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan sebagainya (Lexy J. Moleong: 2000:112). Sesuai
dengan prosedur tersebut, maka cara pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu; (1) pengamatan peran serta
(participant obcervation); (2) wawancara mendalam (indepth interview),
dan (3) dokumentasi. Berikut ini uraian tentang teknik pengumpulan data:

1. Pengamatan peran serta

13
Teknik pengamatan peran serta (pengamatan terlibat)
meruapakan pengamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak
berperan serta dalam kehidupan orang-orang yang kita teliti (Deddy
Mulyana: 2003: 162) Menurut Parsudi Suparlan (dalam Hamid
Patilima: 2005: 71) pengamatan peran serta adalah sebuah teknik
pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam
kehidupan dari masyarakat yang diteliti untuk dapat melihat dan
memahami gejala-gejala yang ada, sesuai denganmakna yang
diberikan atau difahami oleh para warga yang ditelitinya.
Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memperoleh
informasi yang mendalam terkait dengan pola kepemimpinan yang
digunakan di Ma'had Sunan Ampel al-Ali UIN Malang.
2. Wawancara secara mendalam
Metode wawancara (interview) adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh
informasi dari pihak yang diwawancarai.(Suharsimi Arikunto: 2002:
202).
Menurut Deddy Mulyana (2000: 180) metode wawancara
merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi.
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan
tertentu.
Secara garis besar wawancara di bagi menjadi dua, yakni tak
terstruktur dan terstruktur. Wawancara tak tersrtuktur sering juga
disebut dengan wawancara mendalam, wawancara intensif,
wawancara kualitatif dan wawancara terbuka (open-ended interview),
wawancara etnografis; sedangkan wawancara terstruktur sering juga
disebut wawancara baku (standardized interview), yang susunan
pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis)

14
dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan. (Deddy
Mulyana: 2000: 180).
Kegiatan wawancara secara mendalam ini, menggunakan
panduan wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan
kepada informan. Panduan tersebut hanya untuk memudahkan dalam
wawancara, penggalian data dan informasi dan selanjutnya tergantung
improvisasi si peneliti di lapangan (Hamid Patilima: 2005: 74).
Adapun metode wawancara secara mendalam ini akan
dilakukan dengan mudir sebagai pemegang kebijakan secara umum di
ma’had, dewan kyai, musyrif dan santri serta Pj. Rektor UIN Malang
sebagai pimpinan Universitas Islam Negeri Malang.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
terkait, yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. (Suharsini Arikunto:
2002: 206).
Adapun tujuan pemakaian metode dokumentasi adalah sebagai
pendukung hasil penelitian ini, karena dengan adanya pengumpulan
dokumen yang ada kaitannya dengan judul penelitian ini, penulis akan
lebih mudah mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Ketiga metode pengumpulan data tersebut di atas digunakan
secara simultan, dalam arti digunakan untuk saling melengkapi antara
data satu dengan data yang lain. Peneliti berusaha memperoleh
keabsahan data sebaik mungkin.
Pada pendekatan kualitatif, peneliti merupakan instrumen
utama dalama pengumpulan data. Fokus penelitiannya pun ada pada
persepsi dan pengalaman informan dan cara mereka memandang
kehidupannya. Sehingga tujuannya bukan untuk memahami realita
tunggal, melainkan realita majemuk. Penelitian kualitatif memusatkan

15
perhatian pada proses yang berlangsung dan hasilnya. (Hamid
Patilima: 2005: 67)
e. Analisis data
Pada analisis data kualitatif, kata-kata dibangun dari hasil
wawancara atau pengamatan terhadap data yang dibutuhkan untuk
dideskripsikan dan dirangkum (Hamid Patilima: 2005: 88)
Dalam menganalisa data yang peneliti peroleh dari pengamatan
peran serta, wawancara secara mendalam dan dokumentasi penulis
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif yang penulis gunakan
untuk menuturkan, menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat
kualitatif dengan menggunakan beberapa metode antara lain:
a. Metode Induktif.
Adalah suatu metode untuk menguji suatu hipotesis dalam
penelitian lapangan, yang sering di sebut induksi analitik (analitytic
induction).(Deddy Mulyono: 2003: 157). Menurut Denzin, induksi
analitik menghasilkan proposisi-proposisi yang berusaha mencakup
setiap kasus yang dianalisis; ia menghasilkan proposisi-universal.
b. Metode Deduktif.
Metode ini merupakan alur pembahasan yang berangkat dari
fakta-fakta yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus,
dimana dikatakan Sutrisno bahwa metode deduksi adalah metode yang
berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum itu hendak menilai
sesuatu kejadian yang bersifat khusus (Sutrisno Hadi: 1987: 42)
Dari hasil analisis data tersebut maka peneliti akan memberi
makna dan melakukan pemaknaan.

16

Anda mungkin juga menyukai