Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan upaya pembangunan
berkelanjutan yang menjadi acuan dalam kerangka pembanggunan dan
perundingan negara-negara di dunia sebagai pengganti pembangunan global
Millenium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir di tahun 2015. SDGs
memiliki beberapa tujuan, diantaranya menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia, dengan salah satu
outputnya mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) hingga 70 per 100.000
kelahiran hidup (KH) pada tahun 2030. Output ini tentunya semakin turun jika
dibandingkan target MDGs tahun 2015 yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per
100.000 KH dalam kurun waktu 1990-2015.
Kematian maternal merupakan masalah kesehatan global yang menjadi
indikator penting dalam keberhasilan program kesehatan ibu sekaligus salah satu
indikator dalam menggambarkan derajat kesehatan masyarakat. World Health
Organization (WHO) memperkirakan setiap harinya 800 perempuan meninggal
akibat komplikasi kehamilan dan proses melahirkan. Laporan WHO tahun 2014
menunjukkan AKI di dunia sebesar 289.000 jiwa, di mana terbagi atas beberapa
negara, antara lain Amerika Serikat mencapai 9.300 jiwa, Afrika Utara 179.000
jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka Kematian Ibu di negara maju sebesar
16 per 100.000 KH, sedangkan di negara berkembang mencapai angka 230 per
100.000 KH, artinya negara berkembang menyumbang 99% kematian maternal di
dunia.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menempati urutan AKI
tertinggi se-Asia Tenggara pada tahun 2014 yaitu 214 per 100.000 KH, diikuti
dengan Fhilipina 170, Vietnam 160, Thailand 44, Brunei 60, dan Malaysia 39 per
100.000 KH. Tingginya angka kematian ini menggambarkan masih rendahnya
derajat kesehatan masyarakat dan berpotensi menyebabkan kemunduran ekonomi
dan sosial di level rumah tangga, komunitas, dan nasional. Angka Kematian Ibu
secara nasional dari tahun 1991-2015 bergerak fluktuatif. Hasil Survei Dasar
Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan penurunan AKI selama periode tahun

1
1991-2007 dari 390 menjadi 228 per 100.000 KH, tahun 2012 mengalami
kenaikan menjadi 359 per 100.000 KH dan hasil Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) tahun 2015 kembali menunjukkan penurunan AKI menjadi 305 per
100.000 KH. Penurunan angka kematian tersebut belum mencapai target MDGs
yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 KH pada tahun 2015 dan masih
jauh dari output SDGs untuk mengurangi AKI hingga 70 per 100.000 KH pada
tahun 2030.
Sistem jaminan sosial nasional merupakan sistem perlindungan sosial
bagi seluruh rakyat. Perlindungan sosial memiliki peran strategis untuk
menghadapi kerentanan (vulnerability) yang disebabkan oleh risiko alam ataupun
risiko ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu
wilayah rawan bencana dan dampak bencana yang terjadi mengakibatkan
diharuskannya merelokasi anggaran untuk membangun kembali infrasturktur
yang rusak. Bencana juga telah mengakibatkan banyak keluarga kehilangan harta
benda dan jiwa, sehingga hal ini cukup menyulitkan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Sistem jaminan sosial nasional pada dasarnya merupakan program negara
yang mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan
memperoleh jaminan apabila mengalami kecelakaan dan memberikan kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
(selanjutnya disebut dengan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN) merupakan
upaya nyata, kesungguhan dan komitmen pemerintah untuk memberikan jaminan
kepada seluruh rakyatnya.
Perubahan besar terjadi dalam tata kehidupan bangsa Indonesia sejak
terjadinya krisis monoter, termasuk juga dalam bidang kesehatan. Bidang
kesehatan yang pada awalnya menggunakan paradigm sakit dengan penekanan
pada aspek kuratif dan rehabilitatif mengalami perubahan kecenderungan pada
paradigma sehat, yakni penekanan pada pendekatan preventif dan promotif, tanpa
mengabaikan usaha kuratif dan rehabilitatif. Jadi, tidak hanya melakukan
intervensi pada keluarga sakit, tetapi juga pada keluarga yang sehat untuk dijaga
dan ditingkatkan kesehatannya.

2
Pelayanan kesehatan primer (Primary Health Care) dicanangkan oleh
pemerintah, dengan kebijakan penempatan tenaga medis dan paramedis lebih
diprioritaskan untuk mendukung upaya pengembangan pelayanan kesehatan
dasar, salah satunya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas sebagai ujung tombak upaya kesehatan (baik upaya kesehatan
masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan) mempunyai fungsi antara lain:
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Dengan demikian, kesehatan masyarakat lebih dapat ditingkatkan dengan
adanya paradigma sehat yang menekankan pada prinsip pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan menjadi pembahasan dalam makalah
ini, yaitu :
1. Bagaimana Konsep dan Ruang Lingkup Kebijakan SGDs (Sustainable
Development Goals)?
2. Bagaimana Konsep dan Ruang Lingkup Kebijakan SJSN (Sistem Jaminan
Sosial Nasional)?
3. Bagaimana Konsep dan Ruang Lingkup Kebijakan PHC (Primary Health
Care)?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui Konsep dan Ruang Lingkup Kebijakan SGDs (Sustainable
Development Goals)?
2. Untuk mengetahui Konsep dan Ruang Lingkup Kebijakan SJSN (Sistem
Jaminan Sosial Nasional)?
3. Untuk mengetahui Konsep dan Ruang Lingkup Kebijakan PHC (Primary
Health Care)?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SDGs
2.1 Pengertian (Sustainable Development Goals) SDGs
Suistainable development goals (SDG’S) adalah singkatan atau
kepanjangan dari sustainable development goals, yaitu sebuah dokumen yang
akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan
negara-negara di dunia.
Post-2015, juga dikenal sebagai Sustainabale Development Goals (SDGs)
didefinisikan sebagai kerangka kerja untuk 15 tahun ke depan hingga tahun 2030.
Berbeda dengan MDGs yang lebih bersifat birokratis dan teknokratis, penyusunan
butir-butir SDGs lebih inklusif melibatkan banyak pihak termasuk organisasi
masyarakat sipil atau Civil Society Organization (CSO). Penyusunan
SDGs sendiri memiliki beberapa tantangan karena masih terdapat beberapa butir-
butir target MDGs yang belum bisa dicapai dan harus diteruskan di dalam SDGs.
Seluruh tujuan, target dan indikator dalam dokumen SDGs juga perlu
mempertimbangkan perubahan situasi global saat ini. (yohanna, 2015)
Sustainable Development Goals (SDGs) adalah kelanjutan dari global
goals Melenium Development Goals (MDGs) yang akan berakhir tahun 2015.
Secara formal, SDGs didiskusikan pertama kali pada United Nations Conference
on Sustainable Development yang diadakan di Rio de Janeiro bulan Juni 2012.
Dokumen SDGs disahkan pada KTT Pembangunan berkelanjutan PBB
yang berlangsung di New Yorktanggal 25-27 September 2015. Dalam KTT
tersebut ditetapkan bahwa SDGs akan mulai diberlakukan pasca tahun 2015
sampai tahun 2030. SDGs tidak hanya berlaku untuk negara berkembang, tapi
juga untuk negara-negara maju. (Akhir, 2015).

2.2 Konsep (Sustainable Development Goals) SDGs


Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang
mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca 2015, Millennium
Development Goals (MDGs).

4
Konsep SDGs melanjutkan konsep pembangunan Millenium Development
Goals (MDGs) di mana konsep itu sudah berakhir pada tahun 2015. Jadi,
kerangka pembangunan yang berkaitan dengan perubahan situasi dunia yang
semula menggunakan konsep MGDs sekarang diganti SDGs.
Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang
mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca 2015-MDG’S. Terutama
berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000 mengenai isu
deplation sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim semakin
krusial, perlindungan sosial, food and energy security, dan pembangunan yang
lebih berpihak pada kaum miskin. Hal ini dijelaskan oleh Dr. Ir. Rr. Endah
Murniningtyas, Msc, Deputi bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup,
pada rapat pemikiran awal pengembangan konsep Sustainable Development Goals
(SDGS): Kerangka Pembangunan Pasca 2015, Rabu (12/9) diruang SS 4. Rapat
tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari berbagai kementrian/lembaga.
Sustainable Development Goals (SDGS) ini menjadi salah satu isu yang
dibahas di KTT Rio. Oleh karenanya melalui rapat ini, Bappenas beserta
Kementrian/Lembaga lainnya dapat merumuskan suatu konsep penyusunan
indikator untuk SDGS ini.

2.3 Indikator (Sustainable Development Goals) SDGs


Adapun tiga pilar yang menjadi indikator dalam konsep pengembangan SDGs,
yaitu:
1. Indikator yang melekat pada pembangunan manusia (Human Development),
seperti pendidikan dan kesehatan.
2. Indikator yang melekat pada lingkungan kecil (Social Economic
Development), seperti ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan serta
pertumbuhan ekonomi.
3. Indikator yang melekat pada lingkungan yang lebih besar (Environmental
Development), seperti ketersediaan sumber daya alam dan kualitas
lingkungan yang baik.

5
2.4 Peran Perawat Dalam Kebijakan SDGs
Dalam laman web WHO tertulis peringatan Hari Perawat Internasional
kali ini mengambil tema “A voice to lead – Achieving the Sustainable
Development Goals”. Tema tersebut sebelumnya telah ditetapkan oleh Konsil
Keperawatan Dunia (ICN). perumusan tema tersebut tentu dengan alasan yang
tepat, dikarenakan terkait dengan arah tujuan kebijakan sistim pembangunan
global yakni SDGs (Sustainable Development Goals). Dalam hal ini ICN
merumuskan tema tersebut bermaksud mengajak kepada seluruh perawat dunia
bersuara dan memimpin terdepan dalam membangun kesehatan yang
berkelanjutan sesuai dengan tujuan SDGs.
Sedangkan bidang kesehatan merupakan salah satu konsen dari sekian
program dalam rumusan SDGs. Dalam point ke 3 disebutkan tujuan
diselenggarakan SDGs yakni “Menggalakkan hidup sehat dan mendukung
kesejahteraan untuk semua usia”.
Kebijakan ini yang seharusnya menjadi perhatian bagi para tenaga
kesehatan, khususnya peran dari profesi perawat yang harus mengambil bagian
dalam setiap perubahan masyarakat menuju sehat, agar dapat memberikan andil
dalam mensukseskan SDGs. Perawat mempunyai potensi besar untuk terlibat
dalam berbagai macam kebijakan kesehatan baik di tingkat regional maupun
nasional.
Sejatinya derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada
hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan
kesehatan dan genetiknya.
Dalam laporan Rakorpop Kementrian Kesehatan RI tahun 2015
disebutkan, terdapat empat tujuan dalam SDGs dan terdapat 13 indikator
yang akan dicapai, pada bidang kesehatan diantaranya pertama, meningkatkan
kesehatan ibu terhitung dalam RPJMN 2015 – 2019. Kedua, menurunkan
kematian balita, dalam data RPJMN 2015 – 2019.
Pada tahun 2012, angka kematian balita 40 per 1000 kelahiran hidup,
sedangkan target nasional dan target SDGs 2030 adalah sekitar 25 per 1000
kelahiran hidup. Ketiga, penanganan berbagai penyakit menular berbahaya yaitu

6
HIV, TBC, malaria dan penyakit menular lainnya, prevalensi HIV-AIDS nasional
saat ini adalah 0,46%.
Dan tujuan SDGs yang ke empat ialah mengurangi kematian akibat
penyakit tidak menular seperti ; hipertensi, stroke, kanker, diabetes.
Penanggulangan penyakit tersebut dapat di optimalkan melalui pencegahan dan
perawatan, serta mendorong perilaku hidup sehat.
Melihat gambaran fakta diatas, sebagai pengemban profesi, perawat sudah
saatnya move up untuk mengubah orientasi dan mengembangkan peran dan
fungsinya dalam pencapaian target SDGs tahun 2030.
Perawat bisa mengambil bagian dengan melaksanakan perawatan
kesehatan, sebagai educator pendidik masyarakat, sebagai koordinator pelayanan
keperawatan, bahkan sebagai pembaharu agent of change pelayanan kesehatan
dengan berbagai macam inovasi untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
Sementara dalam area pelayanan primer, perawat komunitas seoptimal
mungkin melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan
penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan. Peran perawat di tataran
pelayanan primer yakni perawat komunitas merupakan ujung tombak dalam
pencapaian SDGs, baik secara langsung maupun tidak langsung sangat berperan
yaitu dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin.
Sekali lagi, potensi perawat dalam mengembangkan pelayanan kesehatan
sangat menentukan bahkan dalam posisi yang strategis, bagaimana tidak. perawat
secara umum memiliki sumber daya tenaga paling besar yang berada di ujung
tombak pelayanan kesehatan, mengingat populasinya sekitar 58% lebih dari
jumlah total tenaga kesehatan, hal tersebut dapat mendorong untuk mensukseskan
berbagai macam program dan kebijakan baik di tingkat nasional maupun daerah.
Hal ini mencerminkan proses perkembangan keilmuan keperawatan merupakan
suatu profesi, yang sarat dengan ilmu dan kemampuan spesifik dalam memberikan
pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien, hal tersebut sebagai upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan lebih jauh dalam mundukung
pencapaian SDGs 2030.

7
Peran yang besar ini jika dioptimalkan diyakini mampu mendorong
kesehatan semua lapisan masyarakat. SDGs merupakan program pembangunan
yang melibatkan semua pihak, termasuk tenaga kesehatan yang lain. Mereka
memiliki peran yang sangat strategis, sehingga diperlukan koordinasi dan
dukungan semua pihak dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam
memasyarakatkan paradigma sehat untuk mencapai target SDGs 2030 dibidang
kesehatan.

B. SJSN
2.6 Pengertian Sistem Jaminan Sosial Nasional
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan social untuk
menjamin rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program
jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program
Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharakan
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang
dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan,
karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki
usia lanjut, atau pensiun.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah salah satu bentuk perlindungan
sosial yang diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia guna menjamin
warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. Menurut
UU No. 40 Tahun 2004, SJSN menggantikan program-program jaminan sosial
yang ada sebelumnya yang dinilai kurang memberikan manfaat maksimal bagi
penggunanya.

2.7 Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional


1. Prinsip Kegotong Royongan
Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotongroyong dari peserta yang
mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib

8
bagi seluruh rakyat; peserta yang berisik rendah membantu yang berisiko t
inggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip
kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial
bagi keseluruhan rakyat Indonesia.
2. Prinsip Nirlaba
Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba(nirlaba) bagi
Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama
penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-
besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya dan
surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta
3. Prinsip Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Efisiensi dan Efektivitas
Prinsip - prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip Portabilitas
Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan
meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruhrakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat
pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu
sektor informal dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya
Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat.
6. Prinsip Dana Amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan
badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka meng-
optimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-
Undang

9
Ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan
untuk kepentingan peserta jaminan social.

2.8 Manfaat Sistem Jaminan Sosial Nasional


Manfaat program Sistem Jamsosnas yaitu meliputi jaminan hari tua,
asuransi kesehatan nasional, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian.
Program ini akan mencakup seluruh warga negara Indonesia, tidak peduli apakah
mereka termasuk pekerja sektor formal, sektor informal, atau wiraswastawan.
Adapun penjelasan manfaat tersebut adalah :
1. Jaminan Kesehatan
Jaminan Kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memnuhi kebutuhan dasar kesehatan.
2. Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan Kecelakaan Kerja diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar
peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai
apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit
akibat kerja.
3. Jaminan Hari Tua
Jaminan Hari Tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar
peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami
cacat total tetap, atau meninggal dunia.
4. Jaminan Pensiun
Jaminan Pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan
yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilan nya
karena memasuki uang pensiun atau mengalami cacat total tetap.
5. Jaminan Kematian
Jaminan Kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan
santunan kematian yang di bayarkan kepada ahli waris peserta yang
meninggal dunia.

10
2.9 Dasar Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional
a. Dasar Hukum pertama dari Jaminan Sosial ini adalah UUD 1945 dan
perubahannya tahun 2002, pasal 5, pasal 20, pasal 28, pasal 34.
b. Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun
1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952.
c. TAP MPR RI no X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden RI untuk
membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.
d. UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN

2.10 Paradigma Sistem Jaminan Sosial Nasional


Sistem jaminan sosial nasional dibuat sesuai dengan “paradigma tiga
pilar” yang direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).
Pilar-pilar itu adalah :
a. Program bantuan sosial untuk anggota masyarakat yang tidak mempunyai
sumber keuangan atau akses terhadap pelayanan yang dapat memenuhi
kebutuhan pokok mereka. Bantuan ini diberikan kepada anggota masyarakat
yang terbukti mempunyai kebutuhan mendesak, pada saat terjadi bencana
alam, konflik sosial, menderita penyakit, atau kehilangan pekerjaan. Dana
bantuan ini diambil dari APBN dan dari dana masyarakat setempat.
b. Program asuransi sosial yang bersifat wajib, dibiayai oleh iuran yang ditarik
dari perusahaan dan pekerja. Iuran yang harus dibayar oleh peserta ditetapkan
berdasarkan tingkat pendapatan/gaji, dan berdasarkan suatu standar hidup
minimum yang berlaku di masyarakat.
c. Asuransi yang ditawarkan oleh sektor swasta secara sukarela, yang dapat
dibeli oleh peserta apabila mereka ingin mendapat perlindungan sosial lebih
tinggi daripada jaminan sosial yang mereka peroleh dari iuran program
asuransi sosial wajib. Iuran untuk program asuransi swasta ini berbeda
menurut analisis risiko dari setiap peserta.

11
2.11 Peran Perawat dalam kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional
Salah satu yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan peran perawat
dalam membantu proses pelayanan pasien SJSN. Beberapa hal yang bisa
dilakukan antara lain :
1. Entry data ke dalam software INA-CBGs dilakukan oleh perawat di ruangan
dan poliklinik, jika software INA-CBGs telah diinstall di server rumah sakit
dan aplikasi sudah bisa diakses melalui local network rumah sakit.
2. Perawat ikut membantu dalam melakukan coding dalam penentuan diagnosa
dan prosedur (ICD X dan ICD IX) dengan melakukan diskusi dengan DPJP,
sehingga diharapkan akan menurunkan kesalahan dalam coding yang
dilakukan coder.
3. Terlibat secara aktif dalam monitoring berkas terutama berkas pemeriksaan,
kelengkapan data penunjang untuk menentukan grouper, kelengkapan
diagnosa primer dan sekunder, kelengkapan assesmen medis dll.
4. Terlibat secara aktif dalam verifikasi data sebelum proses assembling.
5. Melakukan monitoring coding setelah verifikasi sebagai bahan evaluasi
dalam penentuan grouper yang lebih tepat.
6. Terlibat aktif dalam pelayanan One Day Service JKN, terutama untuk
pasien yang naik kelas, sehingga pembayaran selisih biaya yang ditanggung
oleh pasien yang naik kelas tidak menunggu 1 bulan baru dibayar, karena
proses verifikasi oleh BPJS dapat dilakukan sebelum pasien pulang.
Perawat berada pada posisi kunci untuk melaksanakan pendidikan
kesehatan, karena perawat merupakan pemberi perawatan kesehatan yang
mengadakan kontak secara berkesinambungan dengan pasien dan keluarga dan
biasanya menjadi sumber informasi yang paling dapat diakses oleh pasien dan
keluarga tersebut.Oleh karena itu pengajaran pada pasien dan keluarga menjadi
fungsi yang lebih penting lagi dalam lingkup praktik keperawatan.
Perawat dianggap sebagai perantara informasi/pendidik yang dapat
membuat perbedaan penting pada cara pasien dan keluarga mengatasi
penyakitnya, cara pasien dan keluarga mendapat manfaat dari pendidikan yang
ditujukan untuk pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Tanggung jawab
perawat untuk memberikan perawatan kepada konsumen dapat dipenuhi sebagian

12
melalui pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pengajaran dan
pembelajaran yang kuat.
a. Selain itu, meningkatkan peran perawat dalam care giver dan care educator,
dalam keperawatan mengenal perawat komunitas, perawat inilah yang
menjadi garda utama dalam preventif dan promotif di masyarakat. Di
beberapa negara maju, perawat komunitas yang berperan aktif dalam
pemberian pendidikan tentang kesehatan. Tapi kekurangannya adalah sebaran
perawat di Indonesia dan kompetensi yang belum merata dan setara, belum
tersedianya fasilitas memadai di tingkat Pelayanan Kesehatan primer, atau
kurang percayanya masyarakat terhadap puskesmas.
b. Selain itu belum adanya payung hukum yang jelas dari sisi keperawatan. Jika
BPJS dibarengi UU Keperawatan maka perawat akan mendapat haknya yang
adil secara hukum dan professional. Bagi masyarakat juga terlindungi secara
proporsional yaitu meminimalkan kesalahan prosedur dan tindakan
kesehatan. 75% pelayanan kesehatan di rumah sakit termasuk kegiatan
promotif atau pencegahan penyakit pada masyarakat yang banyak ditangani
perawat, hal itu juga didukung oleh fakta lapangan bahwa 60% tenaga
kesehatan adalah perawat. Hal ini menunjukkan perawat berperan vital.
Kehadiran BPJS diikuti UU Keperawatan sangat penting untuk mengatur
pelayanan perawat secara professional.Pengaturan ini pada hakekatnya bertujuan
untuk meningkatkan mutu perawat dan pelayanan keperawatan.Lebih jauh lagi
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada
perawat dan klien serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2.12 Relevansi dalam system kesehatan nasional


SJSN menjadi subsistem pembiayaan kesehatan dalam system kesehatan
nasional. Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai sumber yakni
pemerintah, pemerintah daerah, swasta, organisasi masyarakat dan masyarakat itu
sendiri. Oleh karena itu, pembiayaan kesehatan yang adekuat, terintegrasi, stabil
dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan dari pembangunan

13
kesehatan. Diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses
terhadap pelayanan yang berkualitas.
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat merupakanpublic good yang
menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan untuk pelayanan kesehatan
perorangan pembiayaannya bersifatprivate, kecuali pembiayaan untuk orang miskin
dan tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah. Pembiayaan pelayanan
kesehatan perorangan diselenggarakan melalui jaminan kesehatan dengan
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang pada waktunya diharapkan akan tercapai
universal coverage sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

C. PHC
2.13 Pengertian PHC
Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok yang
berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat
diterima secara umum baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat
melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta biaya yang dapat terjangkau oleh
masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka
dalam semangat untuk hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri
(self determination).
Pelayanan kesehatan primer / PHC merupakan strategi yang dapat dipakai
untuk menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan untuk semua
penduduk. PHC menekankan pada perkembangan yang bisa di terima, terjangkau,
pelayanan kesehatan yang diberikan adalah essensial bisa diraih dan
mengutamakan pada peningkatan serta kelestarian yang di sertai percaya pada diri
sendiri disertai partisipasi masyarakat dalam menentukan sesuatu tentang
kesehatan.

2.14 Tujuan PHC


1. Tujuan umum

14
Mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang
diselenggarakan, sehingga akan dicapai tingkat kepuasan pada masyarakat
yang menerima pelayanan.
2. Tujuan khusus
a. Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani
b. Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani
c. Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang
dilayani
d. Pelayanan harus secara maksimum menggunakan tenaga dan sumber
sumber daya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

2.15 Unsur Utama Dalam PHC


Tiga unsur utama yang terkandung dalam PHC adalah sebagai berikut :
1. Mencakup upaya-upaya dasar kesehatan
2. Melibatkan peran serta masyarakat
3. Melibatkan kerjasama lintas sectoral

2.16 Prinsip PHC


Pada tahun 1978, dalam konferensi Alma Ata ditetapkan prinsip-prinsip
PHC sebagai pendekatan atau strategi global guna mencapai kesehatan bagi
semua. Lima prinsip PHC sebagai berikut :
1. Pemerataan upaya kesehatan
Distribusi perawatan kesehatan menurut prinsip ini yaitu perawatan primer
dan layanan lainnya untuk memenuhi masalah kesehatan utama dalam
masyarakat harus diberikan sama bagi semua individu tanpa memandang
jenis kelamin, usia, kasta, warna, lokasi perkotaan atau pedesaan dan kelas
sosial.
2. Penekanan pada upaya preventif
Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang meliputi segala usaha,
pekerjaan dan kegiatan memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
dengan peran serta individu agar berprilaku sehat serta mencegah
berjangkitnya penyakit.

15
3. Penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan
Teknologi medis harus disediakan yang dapat diakses, terjangkau, layak dan
diterima budaya masyarakat (misalnya penggunaan kulkas untuk vaksin cold
storage).
4. Peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian
Peran serta atau partisipasi masyarakat untuk membuat penggunaan maksimal
dari lokal, nasional dan sumber daya yang tersedia lainnya. Partisipasi
masyarakat adalah proses di mana individu dan keluarga bertanggung jawab
atas kesehatan mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka dan
mengembangkan kapasitas untuk berkontribusi dalam pembangunan
masyarakat. Partisipasi bisa dalam bidang identifikasi kebutuhan atau selama
pelaksanaan.
Masyarakat perlu berpartisipasi di desa, lingkungan, kabupaten atau tingkat
pemerintah daerah. Partisipasi lebih mudah di tingkat lingkungan atau desa
karena masalah heterogenitas yang minim.
5. Kerjasama lintas sektoral dalam membangun kesehatan
Pengakuan bahwa kesehatan tidak dapat diperbaiki oleh intervensi hanya
dalam sektor kesehatan formal; sektor lain yang sama pentingnya dalam
mempromosikan kesehatan dan kemandirian masyarakat. Sektor-sektor ini
mencakup, sekurang-kurangnya: pertanian (misalnya keamanan makanan),
pendidikan, komunikasi (misalnya menyangkut masalah kesehatan yang
berlaku dan metode pencegahan dan pengontrolan mereka); perumahan;
pekerjaan umum (misalnya menjamin pasokan yang cukup dari air bersih dan
sanitasi dasar) ; pembangunan perdesaan; industri; organisasi masyarakat
(termasuk Panchayats atau pemerintah daerah , organisasi-organisasi sukarela
, dll).

2.17 Program PHC


Dalam pelaksanaan PHC harus memiliki 8 Program PHC yaitu :
1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
pengendaliannya
2. Peningkatan penyedediaan makanan dan perbaikan gizi

16
3. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
4. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB
5. Imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi utama
6. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat
7. Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa
8. Penyediaan obat-obat essensial

2.18 Tanggungjawab Tenaga Kesehatan dalam PHC


1. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan
implementasi pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan
2. Kerjasama dengan masyarakat, keluarga, dan individu
3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada
masyarakat
4. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan kesehatan
dan kepada masyarakat
5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat.

2.19 Peran Perawat Dalam PHC (Primary Health Care)


Peran perawat dalam PHC lebih dititik beratkan kepada hal-hal sebagai berikut :
1. Mendorong partisipasi aktif masyarakat
Dalam hal ini perawat memiliki tanggung jawab untuk mengajak masyarakat
untuk berperan aktif dalam PHC (Primary Health Care) dan ikut serta dalam
pengembangan dan implementasi pelayanan kesehatan dan program
pendidikan kesehatan.
2. Kerjasama dengan masyarakat, keluarga dan individu
Bentuk kerjasama yang dimaksud yaitu bersama-sama dengan masyarakat
dalam mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan Primary Health Care
(PHC) dan mencegah terjadinya mewabahnya suatu penyakit. Selain itu,
degan melakukan kerja sama ini di harapkan masyarakat mampu berperan
aktif dalam PHC ( Primary Health Care).
3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada
masyarakat.

17
Dalam hal ini,perawat memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan
masyarakat. Seperti melakukan penyuluhan tentang kesehatan, dan
memberikan evaluasi saat penyuluhan tersebut
4. Memberikan dukungan dan bimbingan kepada petugas pelayanan kesehatan
dan kepada masyarakat.
Tanggung jawab perawat dalam hal ini memberikan bimbingan tentang
bagaimana menanggulangi masalah kesehatan yang biasa terjadi di
masyarakat sehingga masyarakat dapat menanggulangi masalah kesehatan
yang terjadi di keluarganya masing-masing.
Contoh : Memberikan pelatihan tentang kesehatan kepada petugas kesehatan
maupun masyarakat.
5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat
Dalam melaksanakan PHC (Primary Health Care), tentu perawat tidak akan
bisa bekerja sendiri. Perawat pasti akan membutuhkan tenaga professional
lainnya untuk mewujudkan tujuan dari PHC ( Primary Health Care) itu
sendiri. Perawat harus selalu berkoordinasi dengan tenaga kesehatan lain
maupun pemerintah setempat.
Contoh : Dalam menangani kasus gizi buruk di suatu wilayah,perawat
membutuhkan seorang ahli gizi untuk membantu menanggulangi masalah
tersebut.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Suistainable development goals (SDG’S) adalah singkatan atau
kepanjangan dari sustainable development goals, yaitu sebuah dokumen yang
akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan
Negara-negara di dunia.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program
Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharakan
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang
dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan,
karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki
usia lanjut, atau pensiun.
Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok yang
berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat
diterima secara umum baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat
melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta biaya yang dapat terjangkau oleh
masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka
dalam semangat untuk hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri
(self determination).

3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan khusunya perawat tidak hanya perlu mengetahui
mengenai kebijakan kesehatan tetapi juga harus melaksanakan peran untuk
mendukung jalannya kebijakan tersebut agar dapat berjalan dengan lancar dan
dapat membantu masyarakat luas.

19
DAFTAR PUSTAKA

Safrudin,dkk.2009.Ilmu Kesehatan Masyarakat.Trans Info Media:Jakarta

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1558-implementasi-
primary-health-care-di-indonesia.html
http://ompuheso.wordpress.com/2012/11/05/primary-health-care-phc/

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Conference_INO-13-July.pdf
https://citicope.org/story/2014/comparing-mdgs-and-sdgs
https://almantritheory.wordpress.com/2017/05/17/melihat-potensi-perawat-dalam-
mensukseskan-sdgs-2030/
Suparyanto. 2010. Dikutip dari
http://ompuheso.wordpress.com/2012/11/05/primary health-care-phc/.
Diakses tanggal 30 September 2013, pukul 23:19 WIB

20

Anda mungkin juga menyukai