Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PROGRAM GIZI DAN KESEHATAN BALITA

DISUSUN OLEH :
NI KADEK RUSWINDI 16.1.10.7.1.005
VIVI CRISTIANI 16.1.10.7.1.
SUGIMAN 16.1.10.7.1.
ZIAN FAZILAH 16.1.10.7.1.

UNIVERSITAS MUHAMADDIYAH PALU


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2019
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah dengan judul “Program Gizi Dan gizi balita”.
Penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan
untuk memenuhi tugas mata kuliah di Universitas Muhammadiyah Palu, Fakultas
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat.Penyusunannya dapat
terlaksana dengan baik berkat dukungan dari banyak pihak.Untuk itu, pada
kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis baik itu secara langsung maupun tidak langsung dalam
menyelesaikan Makalah ini.
Walaupun demikian, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dalam Makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak guna kami jadikan sebagai bahan evaluasi untuk
meningkatkan kualitas diri kedepannya.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat untuk semua orang terutama bagi
Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Palu, Desember2019

Penulis
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 2
D. Manfaat ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak Pra Sekolah ............................................................... 3
B. Zat Gizi Yang Dibutuhkan Anak Prasekolah .......................................
C. Penilaian Status Gizi Anak Prasekolah ................................................
D. Penyebab Masalah Gizi Anak Prasekolah ............................................
E. Dampak Masalah Kesehatan dan Gizi Anak Prasekolah .....................
F. Program Gizi Anak Prasekolah ............................................................
BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

mempertahakan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,

serta menghasilkan energi. Kata gizi merupakan kata yang relatif baru dikenal

sekitar tahun 1857.Kata gizi berasal dari Bahasa Arab ghidza yang berarti

makanan. Dalam Bahasa Inggris, food menyatakan makanan, pangan, bahan

makanan(Susilowati & Kuspriyanto, 2016).

Balita adalah anak usiadibawah limatahun yang ditandai dengan proses

pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sangat pesat Pada masa ini, balita

memerlukan zatzat gizi yang jumlahnya lebih banyak dan berkualitas namun

balita mudah menderita kelainan gizi dan rawan penyakit karena kekurangan

makanan yang dibutuhkan Kualitas hidangan yang tidak mengandung semua

kebutuhan tubuh yang diperlukan balita dapat menimbulkan malnutirisi

(malnutrition). Masalah gizi yang sering dialami oleh balita antara lain kurang

energy dan kurang protein, kekurangan vitamin A, yodium, zat besi, vitamin dan

mineral lainnya(Ariani, 2011).

Kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk dikonsumsi, serta

ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutition imbalance)

yakni asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya merupakan akibat dari
adanya masalah gizi yang terjadi pada balita Hal ini menimbulkan beberapa

dampak antara lain penyakit kronis, berat badan lebih dan kurang, pica, karies

gigi, serta alergi (Istiany, 2014)

Keluarga merupakan lingkungan sosial terdekat yang sangat

mempengaruhi status gizi balita hal ini dikarenakan balita merupakan konsumen

pasif dan status gizi balita sangat ditentukan oleh pemberian nutrisi yang

disediakan oleh keluarga sehingga kesadaran keluarga akan 2 perilaku sadar gizi

sangat penting dalam proses pertumbuhan balita.

Keluarga sadar gizi (kadarzi) merupakan keluarga yang seluruh anggota

keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang dengan mampu mengenali

masalah kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya. Keluarga dikatakan

mencapai status kadarzi jika telah melaksanakan lima indikator utama yaitu

melakukan penimbangan berat badan secara teratur, memberikan ASI esklusif,

makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium dan mengkonsumsi

kapsul vitamin A. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

747/Menkes/SK/VI/2007 menetapkan bahwa target nasional untuk keluarga sadar

gizi adalah 80% keluarga di Indonesia bisa melaksanakan perilaku sadar gizi atau

mencapai status kadarzi. Hal ini karena keluarga menjadi inti dalam pembangunan

seluruh masyarakat (Kemenkes, 2013).

Penerapan keluarga sadar gizi belum dilakukan secara sempurna sehingga

menimbulkan masalah pada status gizi balita. Salah satu akibat tidak tercapainya

kesadaran akan gizi pada keluarga adalah gizi kurang

pada balita(Almatsier, 2010).


Gizi kurang pada balita merupakan masalah mendasar di dunia Menurut

World Health Organization(WHO), memperkirakan penyebab sepertiga kematian

balita diseluruh dunia diakibatkan oleh gizi kurang. Asia Selatan merupakan

daerah yang memiliki prevalensi gizi kurang terbesar diduniayaitu sebesar

46%,sub Sahara Afrika 28 %, Amerika Latin 7 % dan yang paling rendah terdapat

di Eropa Tengah, Timur, dan Commonwealth Of Independent States(CEE/CIE)

sebesar 5 %. (Unicef, 2015).Indonesia termasuk negara yang memiliki

permasalahan penyakit akibat gizi kurang hingga sekarang.Hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menjelaskan prevalensi anak balita yang

mengalami gizi kurang menurun dari 14.43% tahun 2016 menjadi 14.00% tahun

2017 dan telah memenuhi target yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan

kesepakatan sasaran pembangunan millennium (MillenniumDevelopment Goal’s)

MDG’s 2015 yaitu sebesar 15,50% (Kemenkes RI, 2018).Walaupun secara umum

balita gizi kurang di Indonesia mengalami penurunan, namun hal tersebut dirasa

perlu ditangani karena status gizi balita merupakan tolak ukur masa depan suatu

bangsa, maka balita yang sehat atau yang memiliki status gizi baik akan menjadi

pilar utama kemajuan suatu bangsa melalui kesehatan dan

kecerdasan.Kejadiangizi kurang pada balita di Inodenesia menunjukkan perilaku

gizi ditingkat keluarga masih belum baik, untuk itu masalah gizi kurang harus

terus mendapatkan perhatian karena dampak yang ditimbulkannya dapat bersifat

jangka panjang. Sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Rahman, dkk

(2016)tentang faktor risiko kejadian gizi kurang pada balita usia 2459 bulan di

Kelurahan Taipa kota Palu yang mengatakan bahwa


anak dengan gizi kurang membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan

fisik maupun mental, yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar. Akibat

lainnya adalah penurunan daya tahan tubuh yang menyebabkan hilangnya masa

hidup sehat balita, serta dampak yang lebih serius adalah timbulnya

kecacatan,tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian (Rahman,2016)

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Program Gizi dan Kesehatan Gizi Balita?
C. Tujuan
Untuk mengetahui Program Gizi dan Kesehatan Gizi Balita
D. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gizi Balita


Gizi adalah zat- zat makanan yang terkandung dalam suatu bahan pangan
yang diolah atau tidak diolah sehingga dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Zat
gizi adalah zat atau unsur kimia yang terkandung dalam makanan yang
diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal. Ilmu gizi adalah
ilmu yang mempelajari tentang proses bahan makanan yang diolah atau tidak
diolah mengandung zat gizi yang diproses dalam tubuh sehingga menjadi
energi dan menimbulkan status gizi yang baik.
Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik
pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0- 1 tahun dimana umur 5
bulan BB naik 2 kali BB lahir dan 3 kali BB lahir pada umur 1 tahun dan
menjadi 4 kali pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra
sekolah kenaikan BB kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian pertumbuhan
konstan mulai berakhir. (Soetjiningsih, 2001).
Anak usia 1- 3 tahun akan mengalami pertambahan BB sebanyak 2- 2,5
kg, dan tinggi sebesar rata- rata 12 cm setahun (tahun ke-2 12 cm, ketiga 8- 9
cm ). Berat badan baku dapat pula mengacu pada WHO/ NCHS, atau rumus
perkiraan BB anak. BB anak usia 1- 6 tahun = [usia x 2 + 8]. Dengan
demikian BB anak usia 1- 3 tahun masing- masing 10, 12 dan 14 kg.
Sedangkan untuk rumus perkiraan tinggi badan anak yaitu = [usia (th) x 6
+77] . Pada usia ini kebanyakan anak hanya mau makan satu jenis makanan
selama berminggu- minggu (food jag). Orangtua tidak perlu khawatir asalkan
makanan tersebut memnuhi kebutuhan gizi anak.
Jenis makanan dan cara pemberiannya pun perlu sesuai dengan keadaan
pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya. Sehingga akan
diperoleh gizi yang seimbang untuk balita. Pada dasarnya kebutuhan kalori
manusia bervariasi sesuai usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi
badan dll. Balita usia 1 – 5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak
usia >1- 3 tahun yang dikenal dengan “batita” dan anak usia >3- 5 tahun yang
dikenal dengan usia “pra- sekolah”. Anak dibawah lima tahun merupakan
kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat namun
kelompok ini merupakan kelompok tersering yang menderita kekurangan gizi.
Tujuan pemberian asupan gizi kepada balita bertujuan untuk :
 Memberikan nutrisi yang cukup untuk kebutuhan;
 Memelihara kesehatan dan memulihkannya jika sakit
 Melaksanakan berbagai jenis aktivitas, pertumbuhan dan
perkembangan fisik serta mental
 Mendidik kebiasaan yang baik tentang memakan, menyukaidan
menentukan makanan yang diperlukan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi balita :

 Faktor secara langsung


Gangguan gizi secara langsung yakni tidak sesuai jumlah gizi yang
mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka.
 Faktor secara tidak langsung yang menyebabkan gangguan gizi
terutama pada anak balita :
- Pengetahuan, dalam kehidupan sehari- hari keluarga yang
berpenghasilan cukup akan tetapi menghidangkan makanan
yang seadanya, sehingga gangguan gizi tidak hanya ditemukan
pada keluarga yang berpenghasilan kurang tetapi juga pada
keluarga yang berpenghasilan cukup. Ketidaktahuan akan
faedah makanan bagi kesehatan tubuh menjadi penyebab
buruknya mutu gizi makanan keluarga, khusunya balita.
- Persepsi, banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai
gizi tinggi tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan
secaraterbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik
terhadap bahan makanan itu. Di beberapa daerah suatu
makanantertentu dianggap sebagai makanan yang dapat
menurunkan harkat keluarga, seperti genjer, daun turi, bahkan
daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein.
- Kebiasaan atau pantangan, larangan terhadap anak untuk
makan telur, ikan atau daging hanya berdasarkan kebiasaan
yang hanya diwariskan secara turun menurun, padahal anak itu
sendiri sangat memerlukan bahan makanan yang dilarang.
- Kesukaan jenis makanan tertentu, kesukaan yang berlebihan
terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai
faddisme makanan yang akan mengakibatkan tubuh tidak
memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.
- Jarak kelahiran yang terlalu rapat, banyak hasil penelitian
yang membuktikan bahwa banyak anak yang menderita
gangguan gizi karena ibunya sedang hamil lagi atau adik yang
baru telah lahir, sehingga ibunya tidak bisa merawat anaknya
dengan baik.
- Sosial ekonomi, Keterbatasan penghasilan keluarga turut
menentukan mutu makanan yang disajikan. Penghasilan
keluarga turut menentukan hidangan yang disajikan untuk
keluarga sehari- hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.
- Penyakit infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar
dan tidak au makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah
protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk
pertumbuhan.

B. Zat Gizi Yang Dibutuhkan Balita


Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya
energi dan protein. Kebutuhan energi sehari anak untuk tahun pertama ±100-
120 Kkal/kg BB. Untuk tiap 3 bulan pertambahan umur, kebutuhan energi
turun ±10 Kkal/kg BB. Energi dalam tubuh diperoleh terutama dari zat gizi
karbohidrat, lemak, dan juga protein. Kebutuhan gizi pada masa balita
membutuhkan lebih banyak nutrisi karena masa balita (usia 1- 5 tahun) adalah
periode keemasan. Periode ini sangat penting bagi perkembangan fisik dan
mental, pada masa ini pula balita mulai banyak melakukan dan menemukan
hal- hal baru. Jika seseorang balita diberi asupan makanan yang mengandung
zat- zat yang tidak baik, seperti jenis makanan yang mengandung bahan
pengawet, pewarna buatan, pemanis buatan, pelezat makanan dan yang
sejenisnya, maka akan menimbulkan efek buruk bagi kesehatan tubuh.

Kecukupan gizi pada balita usia 1- 5 tahun yaitu :


- BB : 11,5 – 16, 5 kg
- Energi : 1210 – 1600 Kal
- Protein : 23- 29 gram
- Ca : 500 mg
- P : 250 – 350 mg
- Fe : 10 mg
- Zn : 10 mg
- I : 70 – 100 mg
- Vitamin A : 1500 – 1800 mg
- Thiamin : 0,5 – 0,6 mg
- Riboflamin : 0,6 – 0,8 mg
- Niasin : 0,8 – 10 mg
- Vit. C : 20 mg

Tabel Kecukupan Gizi Rata- Rata pada Balita

Golongan Berat Tinggi Energi Protein


Umur
1-3 tahun 12 kg 89 cm 1220 Kkal 23 gr
4-6 tahun 18 kg 108 cm 1720 Kkal 32 gr
Anjuran makanan sehari untuk balita :

Golongan Nasi Lauk Pauk Sayur Buah Susu


1-3 tahun 3xp 2xD 3xT 1xS 1xB ½ x Gl
4-6 tahun 6xp 2xD 2xT 11 / 2 x 2 x B ½ X Gl
S
Keterangan :

P = Piring (sepiring nasi = 60 gr beras)

D = Daging (sepotong daging = 25 gr daging)

T = Tempe (sepotong tempe = 25 gr tempe)

S = Sayur (semangkuk sayur = 100 gr sayuran hijau)

B = Buah (sepotong buah pepaya = 100 gr pepaya)

Gl = Gelas (segelas susu = 200 gr susu segar)

Nutrisi- nutrisi penting bagi asupan makanan pada balita :


a. Karbohidrat, merupakan sumber energi yang tersedia dengan mudah
disetiap makanan dan harus tersedia dalam jumlah yang cukup.
Kekurangan karbohidrat menykebabkan kelaparan dan BB menurun,
kelebihan karbohidrat menyebabkan peningkatan BB atau obesitas.
Karbohidrat cukup bisa diperoleh melalui susu, padi- padian, buah-
buahan, tepung, umbi, gandum dan lain- lain.
b. Protein, dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan
anak. Protein digunakan apabila lemak dan karbohidrat tidak
mencukupi untuk pemasokan dalam tubuh. Sumber protein yakni
ayam, kacang- kacangan, susu, yoghurt, roti dan lain- lain.
c. Lemak, merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan
aktivitas fisik bagi balita. Lemak memberi cita rasa gurih, kenyang
dan kelezatan makanan. Sumber lemak seperti daging, mentega,
mayones, keju dan susu.
d. Vitamin dan mineral, komponen ini disarankan untuk selalu
dihidangkan dalam menu makanan sehari- hari, karena vitamin tidak
dihasilkan oleh tubuh dalam jumlah yang banyak. Vitamin berfungsi
untuk membantu dan melawan radikal bebas. Sumber vitamin dapat
dijumpai dalam roti, buah- buahan, sayuran, susu, dan daging.

Balita yang tercukupi asupan gizi dengan baik akan meningkatkan


kesehatan tubuhnya. Biasanya terlihat dengan balita lebih aktif, cerdas dan
ceria. Ia terlihat begitu perian dan pandai bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya. Ini dikarenakan gizi merupakan faktor yang cukup penting bagi
proses kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan balita.

A. Penilaian Status Gizi Anak Prasekolah


Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status
gizi.Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri.
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan
menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002).
1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)adalah salah satu parameter yang
memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif
terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena
terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan
merupakan parameter antopometri yang sangat labil.
2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) merupakan antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan
normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang
sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam
waktu yang relatif lama. Bedasarkan karakteristik
tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan konsumsi protein
masa lalu (Supariasa, 2002).
3. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) berat badan memiliki
hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dan kecepatantertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks
yang independent terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah
tidak memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi badan
(gemuk, normal, dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB adalah tidak
dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup
tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya.

Penggolongan status gizi balita berdasarkan indeks antropometri sesuai


Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.5 Indeks Antropometri
Indikator Kategori Status gizi Ambang batas
Gizi buruk <-3,0 SD
BB/U Gizi kurang -3,0 SD s/d <-2,0 SD
Gizi baik -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gizi lebih >2,0 SD
Sangat pendek <-3,0 SD
TB/U Pendek -3,0 SD s/d <-2,0 SD
Normal ≥-2,0 SD
Sangat kurus <-3,0 SD

Kurus -3,0 SD s/d <-2,0 SD


BB/TB Normal -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gemuk >2,0 SD
Sumber : Pedoman Asuhan Gizi, 2018

D. Penyebab Masalah Gizi pada Balita


1. Gizi Buruk

Menurut Saptawati, beberapa faktor yang menyebabkan anak-anak menderita gizi

buruk, antara lain:

1. Ekonomi Salah satu faktor yang paling dialami oleh banyak keluarga di

Indonesia adalah masalah ekonomi yang rendah. Ekonomi yang sulit, pekerjaan,

dan penghasilan yang tak mencukupi, dan mahalnya harga bahan makanan

membuat orangtua mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.

Padahal, usia 1-3 tahun merupakan masa kritis bagi anak untuk mengalami

masalah gizi buruk.

2. Sanitasi Kondisi rumah dengan sanitasi yang kurang baik akan membuat

kesehatan penghuni rumah, khususnya anak-anak, akan terganggu. Sanitasi yang

buruk juga akan mencemari berbagai bahan makanan yang akan dimasak.

3. Pendidikan Orangtua seharusnya menyadari pentingnya memenuhi kebutuhan

akan kecukupan gizi anak. Namun tingkat pendidikan yang rendah membuat

orangtua tidak mampu menyediakan asupan yang bergizi bagi anak-anak mereka.

"Ibu merupakan kunci dari pemenuhan gizi anak-anak, dan kunci untuk mengatasi

gizi buruk," kata Saptawati. Ketidaktahuan akan manfaat pemberian gizi yang
cukup pada anak akan membuat orangtua cenderung menganggap gizi bukan hal

yang penting.

4. Perilaku orangtua Orangtua sering mengganggap bahwa mereka tahu segala

sesuatu, sehingga tidak menyadari bahwa mereka masih membutuhkan bimbingan

dari para ahli medis dalam mengatasi masalah gizi dan kesehatan. "Ada persepsi

yang salah dari para orangtua ketika mereka datang ke posyandu. Seringkali

mereka malas datang karena takut diceramahi dan dimarahi dokter tentang

masalah gizi," ujarnya. Perilaku orangtua yang seperti ini membuat anak akan

terus berada dalam kondisi gizi buruk dan menyebabkan anak menjadi sering

sakit.

b.gizi lebih

Penyebab gizi lebih pada anak ada bermacam-macam. Pada umumnya

dapat disebabkan karena energi makanan yang berlebih atau karena pengeluaran

energi yang kurang atau keduanya, sebagaimana sering ditemukan pada anak-anak

dalam keluarga dengan sosial ekonomi baik, serta gaya hidup yang santai

(sedentary life style). Gizi lebih berkaitan dengan pengaruh berbagai macam

faktor antara lain, daya beli yang cukup atau berlebih,ketersediaan

makananberenergi tinggi dan rendah serat seperti pada beberapa jenis

fastfoodyang sekarang menjamur di kota - kota besar, defisiensi aktifitas fisik

karena ketersediaan berbagai jenis hiburan yang tidak memerluan banyak energy,

pengetahuan nilai gizi yang kurang, disamping itu pula faktor genetik dan familier

yang perlu dipertimbangkan

c. gizi kurang
Penyebab Anak Kurang Gizi

Secara umum, kurang gizi pada anak disebabkan oleh tidak tercukupinya
kebutuhan zat gizi harian. Kondisi tersebut bisa disebabkan oleh faktor-faktor
berikut ini:

1. Ketidaktahuan orang tua tentang gizi

Kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pola makan sehat dan gizi yang
seimbang merupakan penyebab paling umum kurang gizi pada anak. Bila orang
tua tidak mengetahui jenis dan jumlah nutrisi yang dibutuhkan anak, asupan
nutrisi yang diberikan bisa tidak mencukupi kebutuhan anak sehingga ia menjadi
kurang gizi.

2. Tingkat sosial ekonomi yang rendah

Kondisi sosial ekonomi keluarga yang kurang baik juga bisa menjadi penyebab
anak mengalami kekurangan gizi. Hal ini karena jika porsi dan jenis makanannya
tidak memenuhi kebutuhan gizi dalam waktu yang lama, anak akan mengalami
gizi kurang.

Namun, hal ini bisa diakali dengan mengetahui sumber-sumber makanan yang
bergizi lengkap yang mudah ditemui. Sumber makanan ini tidak perlu mahal,
tetapi tetap terjaga kebersihannya.

3. Kebersihan lingkungan yang buruk

Lingkungan yang tidak bersih juga dapat menyebabkan anak mengalami


kekurangan gizi, sebab lingkungan yang kotor bisa membuat anak terserang
beragam penyakit. Hal ini dapat menyebabkan penyerapan gizi terhambat,
meskipun asupan makanannya sudah baik.

4. Menderita penyakit tertentu

Selain karena makanan, anak kurang gizi bisa juga disebabkan oleh suatu penyakit
atau kondisi medis, terutama penyakit saluran pencernaan yang membuat tubuh
anak sulit mencerna atau menyerap makanan. Contohnya adalah penyakit celiac,
penyakit Crohn, dan radang usus.

Selain itu, penyakit jantung bawaan dan penyakit infeksi, seperti TB paru, juga
bisa menyebabkan anak mengalami kurang gizi.

Penyebab stunting pada anak


Situs Adoption Nutrition menyebutkan, stunting berkembang dalam jangka
panjang karena kombinasi dari beberapa atau semua faktor-faktor berikut: 1.
Kurang gizi kronis dalam waktu lama 2. Retardasi pertumbuhan intrauterine 3.
Tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori 4. Perubahan hormon yang
dipicu oleh stres 5. Sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak.
Perkembangan stunting adalah proses yang lambat, kumulatif dan tidak berarti
bahwa asupan makanan saat ini tidak memadai. Kegagalan pertumbuhan mungkin
telah terjadi di masa lalu seorang

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal "Stunting" dan
Efeknya pada Pertumbuhan Anak",
https://lifestyle.kompas.com/read/2017/02/08/100300123/mengenal.stunting.dan.e
feknya.pada.pertumbuhan.anak?page=all.

Stunting adalah hasil dari berbagai faktor yang terjadi di masa lalu. Misalnya
asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, serta berat badan
lahir rendah (BBLR).

Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi
setelah ia lahir saja. Melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam kandungan.
WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia, menyatakan bahwa sekitar 20 persen
kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan.

Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hami kurang bergizi dan berkualitas,
sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di
dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran.

Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi akibat kebutuhan gizi anak saat masih di
bawah usia 2 tahun tidak tercukupi. Entah itu tidak diberikan ASI eksklusif,
ataupun MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan kurang mengandung
zat gizi yang berkualitas.

Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa
menjadi salah satu faktor utama penyebab stunting. Khususnya asupan makanan
yang mengandung zink, zat besi, serta protein ketika anak masih berusia balita.

Melansir dari buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya sudah mulai
berkembang saat anak berusia 3 bulan. Proses perkembangan tersebut lambat laun
mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun.

Setelah itu, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus
bergerak mengikuti kurva standar tapi dengan posisi berada di bawah. Ada sedikit
perbedaan kondisi stunting yang dialami oleh kelompok usia 2-3 tahun, dan anak
dengan usia lebih dari 3 tahun.

Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, rendahnya pengukuran grafik tinggi
badan menurut usia (TB/U) bisa menggambarkan proses stunting yang sedang
berlangsung. Sedangkan pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi tersebut
menunjukkan kalau kegagalan pertumbuhan anak memang telah terjadi (stunted).

Mencegah Stunting Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah selama


kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan. Stunting di awal kehidupan akan
berdampak buruk pada kesehatan, kognitif, dan fungsional ketika dewasa. Untuk
mengatasi masalah stunting ini Kementerian Kesehatan dengan dukungan
Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I), melalui Program Hibah
Compact Millennium Challenge Corporation (MCC) melakukan Kampanye Gizi
Nasional Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM). Salah satu
intervensi dalam program PKGM adalah tentang perubahan prilaku masyarakat,
yang dilakukan dalam program Kampanye Gizi Nasional (KGN). Program KGN
di wilayah OKI dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh, seperti
melakukan aktifasi posyandu-posyandu dan pemberian pengetahuan tentang gizi
anak, mulai dari makanan apa saja yang boleh untuk bayi di atas enam bulan,
bagaimana tekstur yang baik, berapa banyak yang harus diberikan, termasuk
pengetahuan pentingnya ASI eksklusif. Yang menarik, tim posyandu mengadakan
door prize untuk menarik minat dan perhatian para ibu untuk hadir mendengarkan
penyuluhan di posyandu. “Setelah penyuluhan, kami lempar pertanyaan. Mau
enggak mau mereka harus dengerin, biar bisa jawab. Hadiahnya enggak mahal,
kebutuhan rumah tangga sehari-hari saja. Tapi, ini sudah membuat mereka
semangat datang,” jelas Hera Wiyana, seorang fasilitator di posyandu desa Sugih
Waras, Ogan Komering Ilir. Hera menambahkan, para bidan dan fasilitator
biasanya punya catatan siapa saja yang rajin hadir dan bahkan yang tak pernah
hadir ke posyandu. Kalau memang ada yang tak pernah hadir, bidan atau
fasilitator tak segan datang langsung ke rumahnya untuk memberikan penyuluhan.
"Ada banyak faktor, misalnya saja jarak yang jauh membuat mereka malas datang
ke posyandu. Tapi, kan tetap tanggungjawab kita memberi penyuluhan kesehatan.
Jadi, ya kita datangi." Selain itu, para ibu hamil tak hanya diwajibkan periksa
secara berkala dan diberi tablet penambah darah, tapi juga diberikan penyuluhan
melalui kelas pendukung ibu. Tujuannya, agar ibu mengetahui perkembangan
kehamilannya dan bisa lebih menjaga kondisi kehamilannya. Pasalnya, stunting
sangat dipengaruhi oleh seribu hari pertama kehidupan, dimulai dari dalam
kandungan. “Kalau ibunya sehat, janinnya juga sehat. Jadi, kita kasih tahu apa
saja yang harus dilakukan selama kehamilan. Makanan apa yang baik dikonsumsi.
Jangan sampai ibu hamil kurang gizi, kan bisa memengaruhi janinnya juga,” ujar
Hera pada KOMPAS.com.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal "Stunting" dan
Efeknya pada Pertumbuhan Anak",
https://lifestyle.kompas.com/read/2017/02/08/100300123/mengenal.stunting.dan.e
feknya.pada.pertumbuhan.anak?page=all.
E. Dampak masalah Kesehatan dan gizi pada Balita

Dampak gizi buruk pada anak

Anak-anak yang tidak mendapatkan nutrisi yang cukup berpotensi mengalami


komplikasi serta gangguan kesehatan jangka panjang, seperti:

1. Gangguan kesehatan mental dan emosional

Menurut Children’s Defense Fund, anak-anak yang kekurangan asupan nutrisi


berisiko menderita gangguan psikologis, seperti rasa cemas berlebih maupun
ketidakmampuan belajar, sehingga memerlukan konseling kesehatan mental. Gizi
buruk juga membawa dampak yang buruk bagi perkembangan dan kemampuan
adaptasi anak pada situasi tertentu.

Sebuah studi “India Journal of Psychiatry” tahun 2008 mencatat dampak dari gizi
buruk pada anak, yaitu:

 Kekurangan zat besi menyebabkan gangguan hiperaktif


 Kekurangan yodium menghambat pertumbuhan
 Kebiasaan melewatkan waktu makan atau kecenderungan pada makanan
mengandung gula juga berkaitan dengan depresi pada anak.

2. Tingkat IQ yang rendah

Menurut data yang dilansir pada National Health and Nutrition Examination
Survey, anak-anak dengan gizi buruk cenderung melewatkan pelajaran di kelas
sehingga anak tidak naik kelas. Anak menjadi lemas, lesu, dan tidak dapat
bergerak aktif karena kekurangan vitamin, mineral, dan nutrisi lainnya.

Hal ini didukung oleh data World Bank yang juga mencatat hubungan antara gizi
buruk dan tingkat IQ yang rendah. Anak-anak ini juga mungkin mengalami
kesulitan mencari teman karena masalah perilaku mereka.

Gagalnya anak untuk mencapai aspek akademis dan sosial akibat gizi buruk tentu
saja memiliki dampak negatif yang berkelanjutan sepanjang hidupnya apabila
tidak segera disembuhkan.

3. Penyakit infeksi

Dampak gizi buruk lainnya yang kerap kali terjadi adalah risiko penyakit infeksi.
Ya, anak dengan gizi yang kurang akan sangat rentan mengalami penyakit infeksi.
Hal ini disebabkan oleh sistem kekebalan tubuhnya yang tak kuat akibat nutrisi
tubuh yang tidak terpenuhi.
Ada banyak vitamin dan mineral yang sangat memengaruhi kerja sistem
kekebalan tubuh, misalnya vitamin C, zat besi, dan zink. Bila kadar nutrisi
tersebut tidak tercukupi maka sistem kekebalan tubuhnya juga buruk.

Belum lagi jika ia kekurangan zat gizi makro seperti karbohidrat dan protein yang
merupakan sumber energi dan pembangun sel-sel tubuh. Kekurangan nutrisi
tersebut akan membuat fungsi tubuhnya terganggu.

4. Anak pendek dan tidak tumbuh optimal

Pertumbuhan dan perkembangan si kecil terhambat adalah dampak gizi buruk


pada anak. Ketika mengalami masa pertumbuhan, si kecil sangat memerlukan zat
protein yang diandalkan untuk membangun sel-sel tubuh dan karbohidrat sebagai
sumber energi utama tubuh.

Bila tidak ada protein dan zat nutrisi lainnya, maka bukan tidak mungkin
pertumbuhan si kecil terhambat bahkan berhenti sebelum waktunya.

Maka itu penting bagi Anda untuk terus memantau kesehatan sang buah hati,
apalagi jika ia masih dalam usia di bawah lima tahun. Dengan mengetahui status
gizinya, Anda juga akan mengetahui apakah perkembangan si kecil normal atau
itu. Untuk itu, sebaiknya selalu periksakan anak ke dokter dengan rutin.

2. Dampak Obesitas Pada Anak


Anak obesitas biasanya mengalami beberapa gangguan di bawah ini, antara lain:

- Gangguan intoleransi glukosa. Obesitas secara jasmani menyebabkan gangguan intoleransi


glukosa yang dapat berujung pada penyakit kencing manis, tekanan darah tinggi, tingginya kadar
lemak dalam darah, Obstructive Sleep Apneu (OSA), Polycistic Ovary Disorder, perlemakan hati
dan batu empedu, percepatan maturasi (lebih cepat tinggi, peningkatan lemak, percepatan usia
tulang), pseudotumor cerebri dan komplikasi ortopedi (pelengkungan tulang kaki, dislokasi tulang).

- Meningkatnya risiko penyakit jantung koroner, akibat beberapa perubahan secara jasmani yang
merupakan suatu kumpulan gejala dari sindrom resistensi insulin.

- Gangguan secara psikososial seperti kecemasan, kondisi emosi dan gangguan di sekolah. Anak
dengan obesitas cenderung mendapatkan diskriminasi oleh teman sebayanya karena mereka
tampak lebih cepat dewasa secara jasmani, bahkan suatu penelitian menyatakan anak dengan
obesitas lebih banyak tidak masuk sekolah serta memiliki kualitas hidup yang lebih buruk
dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami obesitas.

- Obesitas merupakan faktor risiko awal dari peningkatan angka kematian dan kesakitan di masa
dewasa. Untungnya dengan modifikasi gaya hidup (meski sulit), seperti pengurangan berat badan
dan asupan lemak akan memperbaiki faktor risiko kardiovaskular dan mencegah terjadinya
resistensi insulin.

Untuk mencegah terjadinya kedua masalah gizi tersebut terjadi, Ibu sebaiknya mulai menerapkan
pola hidup sehat sejak dini pada si Kecil. Dimulai dari membiasakan dan mencontohkan makan
yang baik dan sehat, mengajarkan si Kecil untuk disiplin makan dan mengajak si Kecil beraktivitas
di luar rumah dan membatasi jam menonton

Dampak Kurang Gizi Pada Balita


Si Kecil yang menderita gizi kurang akan mengalami dampak kesehatan, antara lain:
- Lamanya proses pemulihan dari penyakit. Kurang gizi atau gizi buruk adalah suatu gangguan
multisistem yang mengakibatkan ketidakseimbangan kekebalan tubuh dan hambatan
penyembuhan luka, sehingga memperburuk pemulihan dari suatu penyakit dan menghambat
pertumbuhan si Kecil.
Gangguan perilaku. Di sekolah, anak yang kurang gizi biasanya kurang aktif, kurang
eksploratif dan cenderung apatis terhadap lingkungannya. Gangguan perilaku ini dapat
diperbaiki dengan pemberian makan yang tepat walaupun tidak dipungkiri, kurang gizi
atau gizi buruk yang berkepanjangan dapat menyebabkan hambatan permanen dalam
perkembangan intelektual.

Dampak kurang gizi

Kekurangan gizi pada anak berdampak secara akut dan kronis. Anak-anak yang
mengalami kekurangan gizi akut akan terlihat lemah secara fisik. Anak yang
mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama atau kronis, terutama
yang terjadi sebelum usia dua tahun, akan terhambat pertumbuhan fisiknya
sehingga menjadi pendek (stunted).

Kondisi ini lebih berisiko jika masalah gizi sudah mulai terjadi sejak di dalam
kandungan. Data-data secara nasional di Indonesia membuktikan bahwa angka
stunting yang tinggi beriringan dengan kejadian kurang gizi. Seperti disebut
dalam laporan Riskesdas terakhir, ada 30,8% atau 7,3 juta anak di Indonesia
mengalami stunting, dengan 19,3% atau 4,6 juta anak pendek, dan 11,5% atau 2,6
juta anak sangat pendek.

Lalu apa saja dampak gizi buruk, baik langsung maupun langsung, terhadap anak
dan ketahanan negara Indonesia?

1. Kognitif lemah dan psikomotorik terhambat

Bukti menunjukkan anak yang tumbuh dengan stunting mengalami masalah


perkembangan kognitif dan psikomotor. Jika proporsi anak yang mengalami
kurang gizi, gizi buruk, dan stunting besar dalam suatu negara, maka akan
berdampak pula pada proporsi kualitas sumber daya manusia yang akan
dihasilkan. Artinya, besarnya masalah stunting pada anak hari ini akan berdampak
pada kualitas bangsa masa depan.

2. Kesulitan menguasai sains dan berprestasi dalam olahraga

Anak-anak yang tumbuh dan berkembang tidak proporsional hari ini, pada
umumnya akan mempunyai kemampuan secara intelektual di bawah rata-rata
dibandingkan anak yang tumbuh dengan baik. Generasi yang tumbuh dengan
kemampuan kognisi dan intelektual yang kurang akan lebih sulit menguasai ilmu
pengetahuan (sains) dan teknologi karena kemampuan analisis yang lebih lemah.

Pada saat yang sama, generasi yang tumbuh dengan kondisi kurang gizi dan
mengalami stunting, tidak dapat diharapkan untuk berprestasi dalam bidang olah
raga dan kemampuan fisik. Dengan demikian, proporsi kurang gizi dan stunting
pada anak adalah ancaman bagi prestasi dan kualitas bangsa di masa depan dari
segala sisi.

3. Lebih mudah terkena penyakit degeneratif

Kondisi stunting tidak hanya berdampak langsung terhadap kualitas intelektual


bangsa, tapi juga menjadi faktor tidak langsung terhadap penyakit degeneratif
(penyakit yang muncul seiring bertambahnya usia).

Berbagai studi membuktikan bahwa anak-anak yang kurang gizi pada waktu
balita, kemudian mengalami stunting, maka pada usia dewasa akan lebih mudah
mengalami obesitas dan terserang diabetes melitus.

Seseorang yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya mengalami


kekurangan gizi dapat mengalami masalah pada perkembangan sistem hormonal
insulin dan glukagon pada pankreas yang mengatur keseimbangan dan
metabolisme glukosa. Sehingga, pada saat usia dewasa jika terjadi kelebihan
intake kalori, keseimbangan gula darah lebih cepat terganggu, dan pembentukan
jaringan lemak tubuh (lipogenesis) juga lebih mudah. Dengan demikian, kondisi
stunting juga berperan dalam meningkatkan beban gizi ganda terhadap
peningkatan penyakit kronis di masa depan.

4. Sumber daya manusia berkualitas rendah

Kurang gizi dan stunting saat ini, menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya
manusia usia produktif. Masalah ini selanjutnya juga berperan dalam
meningkatkan penyakit kronis degeneratif saat dewasa.

Karena itu, Januari merupakan momen yang tepat bagi semua pihak (para orang
tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan parlemen) untuk ikut berperan dalam
menyelesaikan permasalahan gizi anak dan stunting tersebut. Perhatian terhadap
Hari Gizi Nasional bukan semata seremonial, tapi merupakan sebuah bentuk
kewaspadaan terhadap kondisi yang terjadi saat ini, dan kepedulian masa depan
bangsa.

Akademisi, peneliti, dan pemerhati kesehatan masyarakat di lapangan dapat


melakukan riset, mengedukasi masyarakat, dan mengadvokasi untuk melahirkan
kebijakan sesuai dengan rekomendasi riset.

Anggota parlemen dan pemerintah punya peran penting untuk mempercepat


mengurangi jumlah penderita gizi buruk dengan kebijakan dan anggaran yang
memadai. Pada masa kampanye, para calon anggota parlemen semestinya melihat
ini sebagai sebuah permasalahan yang penting yang harus diselesaikan.
Kepedulian para caleg terhadap masalah stunting di daerah-daerah mereka
menjadi indikator bahwa mereka memahami persoalan daerahnya dan peduli
membangun generasi masa depan.
Kita berharap, perbaikan masalah gizi anak dan masyarakat merupakan bagian
dari visi dan perjuangan m

4. dampak stunting

Sumber:
1.Hartono GJ. Laporan gizi di awal tahun 2014 : Kurus vs Obesitas. 24 Januari 2014 diakses di
www.tanyadok.com/anak/laporan-gizi-di-awal-tahun-2014-kurus-vs-obesitas pada 4 November 2014
2.Rini EA. Obesitas, Resistensi Insulin dan Diabetes Mellitus tipe II pada Anak dan Remaja. Buku Ilmiah KONIKA XVI.
Palembang. 24-28 Agustus 2014. p.187-191
3.Schwimmer JB et al. Health Related Quality of Life of Severely Obese Children and Adolescents. Journal of American
Medical Association. April 2003. Vol 289. No 14. P 1813-1819 diakses di
http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=196343 pada 4 November 2014
4.Dietz WH. Health Consequences of Obesity in Youth : Childhood predictors of Adult Disease. Pediatrics. March 1998.
Vol 101 (2). P 518-52 diakses di

DAFTAR PUSTAKA
Susilowati dan Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan. Bandung:
Refika Aditama
Saptawati 2012 .Faktor Utama Penyebab Gizi Buruk Anak". Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai