Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

Disusun oleh :
1. Ananda Lutfhi Arif Al Pasiri
2. Anggie Sirilla
3. Arsiana
4. Hani Sabella
5. Lilik Amelia
6. Muhammad Farhan Baihaqi
7. Nur habibah
D3 Keperawatan Samarinda
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur
Tahun 2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan anugerahNya kepada kita semua. Terimakasih kita
sampaikan kepada taman-teman dan semua pihak yang telah membantu
melancarkan pembuatan tugas kegawatdaruratan maternal dan naonatal ini.

Penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “konsep


kegawatdaruratan maternal dan neonatal” dengan tujuan memberikan pemahaman
kepada masyarakat indonesia pentingnya mengatahui dan menjaga warisan
leluhur kita agar tidak hilangnya kebudayaan tersebut yang merupakan cerminan
bangsa indonesia serta memenuhi tugas mata kuliah kegawatdaruratan maternal
dan neonatal tahun ajaran 2020.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kategori
sempurna. Oleh karena itu penulis dengan hati dan tangan terbuka mengharapkan
saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tugas yang akan datang

Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tidak lupa megucapkan ucapan


terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral dan
spiritual langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tugas ini .
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Samarinda, 07 Januari 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI .......................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
Latar Belakang ................................................................................................. 4
B. Masalah ....................................................................................................... 5
C. Tujuan ......................................................................................................... 5
D.Manfaat ........................................................................................................ 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ................................................................................................. 6
1. Kegawatdaruratan Maternal .................................................................... 6
2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular) .......................................................... 8
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik) ............................................................. 11
4. Perdarahan .............................................................................................. 12
5. Ruptur Uteri ............................................................................................... 19
2. Kegawatdaruratan Neonatus ..................................................................... 21
a. Definisi ...................................................................................................... 21
b. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus .... 21
C. Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus ...... 22
BAB III ................................................................................................................. 26
PENUTUP ......................................................................................................... 26
A. Kesimpulan ............................................................................................ 26
B. Saran ....................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi

secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011).

Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang

kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan

tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).

Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam

jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan

kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang

mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip

Steer, 1999).

Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak

segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi

penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)

Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan

manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari)

membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan

kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu

(Sharieff, Brousseau, 2006).


B. Masalah

Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Konsep Dasar


Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal.

C. Tujuan

Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan Konsep Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal.

D.Manfaat

Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep
Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kegawatdaruratan Maternal
A. Definisi Kegawatdaruratan Maternal
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup
bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus,
mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan
pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa,
solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio
sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hSematoma, dan koagulopati obstetri.
B. Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri
Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu :
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya
kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore,
tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan
plasenta dan kemungkinan kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per
vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi
peritoneum, dan kemungkinan syok.
C. Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan
yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang
berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan
infeksi virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit
darah tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu
seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus
toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut
rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke
belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan
kelainan bawaan pada rahim.
D. Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a. Abortus Komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada
kehamilan kurang dari 20 minggu.
b. Abortus Inkomplet. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan
masih ada yang tertinggal.
c. Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan
serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada
lengkap di dalam rahim.
d. Abortus Iminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per
vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih
baik di dalam rahim.
e. Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
f. Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut
atau lebih.
g. Abortus Infeksius. Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
h. Abortus Septik. Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran
mikroorganisme dan produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
E. Penanganan
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan
menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
A. Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus,
hanyaapabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan
dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak protein,
vitamin dan mineral.
B. Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka
pasiendiinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan
kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
C. Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur
kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
D. Abortus Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur
penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan
mekanis dan menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang
bila pasien gelisah.
E. Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang
plasenta melekat erat pada rahim.
F. Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan
Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma
pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang
mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan
dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih
dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam
menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin,
dan pemberian infus.
2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)
A. Pengertian
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di
dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah
kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan
hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili
khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist,
ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan
displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit
pembuluh darah.
B. Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang
mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain: Faktor
ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan, Imunoselektif dari trofoblast, Keadaan sosioekonomi yang
rendah, Paritas tinggi, Kekurangan protein dan Infeksi virus dan faktor kromosom
yang belum jelas.
C. Klasifikasi
1. Mola Hidatidosa Sempurna
a. Mola Sempurna Androgenetic
b. Mola Sempurna Biparental
2. Mola Hidatidosa Parsial
C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih
besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan,
dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada
pakaian dalam. Tanda dan gejala, yaitu :
a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
c. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan
BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
d. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
D. Manifestasi Klinis
1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat.
Merupakangejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa
intermitenselamaberapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat
menyebabkananemia defisiensi besi.
3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan
usiakehamilan.
4. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
5. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
8. Gejala Tirotoksikosis
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang
komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni:
1. Perdarahan vaginam
2. Hiperemesis
3. Hipertiroid
F. Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum.
2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila
Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian
dilakukan kuret.
3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan
umum penderita.
4. 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih.
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar
endometrium kavum uteri.
A. Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi
mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula,
jarang terjadi kehamilan di ovarium.
B. Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral
(abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas
dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada
perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada
abdomen bagian atas.
2. Abdomen tegang.
3. Mual.
4. Nyeri bahu.
5. Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah
100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung,
keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan
kesadaran.
C. Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama,
perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).
D. Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
1. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
2. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit
bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1. Kondisi penderita pada saat itu,
2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
3. Lokasi kehamilan ektopik.
4. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan
bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan
terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :
1. Transfusi, infus, oksigen,
2. Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat
mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di
rumah sakit
E. Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma
(Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4. Perdarahan
1. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir
A. Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada
dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa
tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati
untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang dapat
dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan
lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal
sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi
sama sekali pembukaan jalan lahir.
B. Gambaran klinis plasenta previa
a. Perdarahan tanpa nyeri
b. Perdarahan berulang
c. Warna perdarahan merah segar
d. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e. Timbulnya perlahan-lahan
f. Waktu terjadinya saat hamil
g. His biasanya tidak ada
h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i. Denyut jantung janin ada
j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l. Presentasi mungkin abnormal.
C. Diagnosis
1. Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada
pemeriksaan hematokrit.
2. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu
atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu
atas panggul.
3. Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta
secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi
5 cm disebut plasenta letak rendah.
6. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO
yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks
pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat,
tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
D. Klasifikasi
1. Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh
jaringan Plasenta
2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh
jaringan Plasenta
3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan.
4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen
bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
E. Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
1. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan
hemoglobin, memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander
plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah
lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.
2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera
dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.
3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta
previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena
plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks
sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse
oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan
pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum; jika perdarahan tidak
berhenti lakukan seksio sesaria.
4. Tindakan setelah melahirkan.
1) Cegah syok (syok hemoragik)
2) Pantau urin dengan kateter menetap
3) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
F. Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik.
Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse
Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien
gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
(Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)
2. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta
yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
lahir. (Cunningham, Obstetri Williams: 2004)
A. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun
demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
1. penyakit hipertensi menahun
2. pre-eklampsia
3. tali pusat yang pendek
4. trauma
5. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1. umur lanjut
2. multiparitas
3. ketuban pecah sebelum waktunya
4. defisiensi asam folat
5. merokok, alcohol, kokain
6. mioma uteri
B. Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1. solusio placenta ringan
2. solusio placenta sedang
3. solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat
terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari
jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari
serviks dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak.
Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta
membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/
tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga
perdarahan tetap tersembunyi.
C. Gejala klinis
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah
dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus
teregang (uterus en bois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus
bertambah
8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
D. Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang
bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan
adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari
hematom retroplasenta.
E. Penanganan solusio plasenta
1. Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang
maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan
observasi ketat.
2. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta
bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi.
Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan
bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan
pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati,
ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus
disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5%
untuk mempercepat persalinan.
F. Pengobatan :
A. Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan
umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat d
itegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.
B. Pemberian O2
C. Pemberian antibiotik.
D. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
G. Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
H. Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan
tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara
manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan
palpasi sekunder.
5. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh
dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau
dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi
peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet)..
A. Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi
pada korpus.
2. Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya
seringpada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.Menurut lokasinya, ruptur
uteri dapat dibedakan:
a. Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau
miomektomi.
b. Segmen Bawah Rahim. Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan
lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan
akhirnya terjadilah ruptur uteri.
c. Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi
forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
d. Kolpoporeksis-Kolporeksis. Robekan – robekan di antara serviks
dan vagina.
3. Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak
ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke
ligamentum latum.

B. Etiologi
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
1. tindakan obstetri,
2. ketidakseimbangan fetopelvik,
3. letak lintang yang diabaikan
4. kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan,
5. jaringan parut pada uterus,
6. kecelakaan
C. Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
1. Histerektomi baik total maupun sub total
2. Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3. Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang
cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala :
1. Keadaan umum penderita
2. Jenis ruptur incompleta atau completa
3. Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
4. Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
5. Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6. Umur dan jumlah anak hidup
7. Kemampuan dan ketrampilan penolong
1. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak
terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
2. Kegawatdaruratan Neonatus
a. Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan
usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam
rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada
semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula
miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam
rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba
mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama.
Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi
adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah
diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan
anestesi terhadap neonatus.
b. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
1) Faktor Kehamilan
a) Kehamilan kurang bulan
b) Kehamilan dengan penyakit DM
c) Kehamilan dengn gawat janin
d) Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
e) Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
f) Infertilitas
A. Faktor pada Partus
1. Partus dengan infeksi intrapartum
2. Partus dengan penggunaan obat sedative
B. Faktor pada Bayi
1. Skor apgar yang rendah
2. BBLR
3. Bayi kurang bulan
4. Berat lahir lebih dari 4000gr
5. Cacat bawaan
6. Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit
C. Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus
1. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua
kaki dan tangan teraba dingin.Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia
dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.Akibat
hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia),
terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik,
dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia.
Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain :
prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan
perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan
eksposure suhu lingkungan yang dingin.
2. Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1) Mencegah hipotermia,
2) Mengenal bayi dengan hipotermia,
3) Mengenal resiko hipotermia,
4) Tindakan pada hipotermia.
3. Tanda-tanda klinis hipotermia:
a. Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ), tanda-tandanya antara
lain : kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah
dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama
dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak
teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi
metabolik.
c. Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan
tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras,
merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan
(sklerema)
2. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan
termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih
banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi,
hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera
untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat
stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu
lama dengan benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme
penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh
naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi. Salah
satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang
merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba
panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan
panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan
mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan
pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan
tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan
jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah
menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-
kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin
kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan
koma akan menghasilkan.
3. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah
glukosa dalam plasma darah berlebihan.Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes
mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar
insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin
rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh
mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau
tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi
(sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat
badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau
gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia,
pingsan, koma.
4. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru
lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.Tanda-tanda klinis antara
laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut
ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang
disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku,
dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus
sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
a. bersihkan jalan napas,
b. longgarkan atau buka pakaian bayi,
c. masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi,
d. ciptakan lingkungan yang tenang dan
e. berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.
5. Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis
gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga
uterus), molahidatidosa (proliferasi abnormal dari vili khorialis).Kehamilan
Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi essensial, pre
eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta
dari tempat implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau
pada daerah serviks), insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta
sirkumvalata).
6. Sindrom Gawat Nafas Neonatus
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri
dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per
menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium,
interkostal pada saat inspirasi Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan
oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan
yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat
(Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada
saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan
segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997).
Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis
yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat
keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan
mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup
bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus,
mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan
pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa,
solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio
sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri.
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan tepat
4 minggu atau 28 hari setelah lahir)
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan
perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas
yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara
bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan
gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin
intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia
janin yang terjadi.
B. Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan
maternal dan neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan
yang tepat dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia.Maka, dengan
mempelajari dan memahami kegawatdaruratan maternal dan neonatal,diharapkan
bidan dapat memberikan penanganan yang maksimal dan sesuai dengan standar
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham.2005.Obstetri William. Jakarta:EGC


Prawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta:YBPSP
Journal of Maternal and Child Health (2016), 1(4):257-267 diakses pada
tanggal 7 Januari 2020: 10.50 WITA.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. 2010. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Modul Pelatihan: Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. 2010.
Jakarta: Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan

Anda mungkin juga menyukai