Anda di halaman 1dari 2

1.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Pelanggaran ham dapat terjadi pada saat tidak cermatnya menuangkan prinsip –
prinsip hak asasi manusia ke dalam peraturan perundang – undangan, dan juga tahap
pelaksanaan peraturan perundang – undangan oleh unsur aparatur penguasa
administratif
( Sudarmo, 1994 )
Dalam sejarah Indonesia pernah terjadi perdebatan tentang HAM dalam konstitusi .
dalam perdebatan tersebut Supomo menganggap bahwa negara merupakan
pengejawantahan dari rakyat. Indonesia secara totalitas terdiri dari berbagai bagian
namun bersatu dalam kesatuan. Pemimpin dan rakyat merupakan satu kesatuan yang
bersifat integralistik maka tidak diperlukan HAM, sebab HAM yang bersumber pada
nilai – nilai liberal atau barat yang secara tegas memisahkan individu dan negara.
adanya perlindungan HAM mencerminkan bahwa negara bisa menindas, padahal
dalam paham negara integralistik diasumsuikan negara tidak mungkin menindas.
pemikiran Suepomoini ditolak oleh Muhammad Yamin dan Hatta, dengan tidak
mempersoalkan HAM berasal dari barat atau liberal. Negara hendaknya tidak menjadi
negara kekuasaan yang akhirnya menindas rakyat. Oleh karena itu perlunya jaminan
bagi gak – gak dasar sebagai warga negara Indonesia, negara tidak akan menjadi
negara kesatuan melainkan menjadi negara pengurus.
Perdebatan berakhir dengan adanya kompromi dengan dituangkannya lima
pasal tentang HAM dalam UUD 1945. Dalam ketetapan MPR RI No. XVII / MPR /
1998 tentang Hak – hak Asasi Manuasia. Demikian dalam UU no. 39 1999 pasal 31
dijelaskan bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah “ setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja ataupun
kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, dan atau mencabut
hak asasi manuasia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang - undang dan tidak mendapatkan atau dikawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian gukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku”. Pengertian pelanggaran HAM ini djabarkan lebih lanjut dalam pasal 104
ayat ( 1 ) yang menerangkan pelanggaran HAM yang berat meliputi pembunuhan
massal ( genoside), pembunuhan sewenang – wenang atau putusan diluar pengadilan,
penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan atau diskriminasi yang
dilakukan secara sistematik.
Pembinaan dan perlindungan HAM dapat dilakukan melalui pembentukan komisi
nasional hak asasi manuasi dan pengadilan hak asasi manusia serta kominisi
kebenaran dan rekonsiliasi. Salah satu cara yang bisa ditempuh warga negara adalah
melakukan upaya hukum bagi pelanggar HAM.
2. Produser Penyelesaian Pelanggaran HAM
Dalam upaya menegakkan pengadilan HAM untuk masalah hak asasi manuasia
telah dibentuk pengadilan khusus terhadap HAM berat. Hal ini didasarkan pada
pelanggaran hak asasi manusia yang dibuat merupakan “ Exstra Ordinary Crimes “
dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional.
Beberapa produser pelanggaran HAM adalah sebagai berikut :
a. Ketentuan pidana
Dalam ketentuan UU pengadilan hak asasi manusia dicantumkan ketentuan
pidana. Untuk pelaku kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan akan
diberi ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, dan pidana penjara
paling lama 25 tahun dan paling ringan 10 tahun. Untuk kejahatan penyiksaan
diancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan minimal 5 tahun
penjara bagi pelanggar HAM yang berupa kekerasan seksual, penganiayaan
SARA dan penghilangan secara paksa diancam dengan hukuman
selama- lamanya 20 tahun penjara dan paling ringan 10 tahun penjara.
Bagi kejahatan yang dikategorikan percobaan, pemufakatan jahat atau
pembantuan melakukan pelanggaran HAM yang berat dianggap sebagai tindak
pidana yang telah selesai / sempurna pelaksanaannya dikenakan penjara
sebagaimana ketentuan di atas. Demikian juga seorang komandan militer
dapat dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM berat yang
dilakukan bawahannya dengan ancaman hukuman sesuai dengan ketentuan
pidana yang telah disebutkan.

Anda mungkin juga menyukai