Anda di halaman 1dari 63

STUDI PEMBUATAN

TEPUNG FORMULA TEMPE

Oleh:

ANDI NAYLA OKTAVIA


G 611 07 045

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
STUDI PEMBUATAN
TEPUNG FORMULA TEMPE

Oleh:

ANDI NAYLA OKTAVIA


G 611 07 045

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Jurusan Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Studi Pembuatan Tepung Formula Tempe

Nama : Andi Nayla Oktavia

Stambuk : G 611 07 045

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui

1. Tim Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Abu Bakar Tawali Ir. Jumriah Langkong, MP


Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui

2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian 3. Ketua Panitia Ujian Sarjana

Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir, MS Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M.Sc
Nip. 19570923 198312 2 001 Nip. 19430717 196903 2 001

Tanggal Lulus :………Januari 2012


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam maka tiada

lain yang patut penulis puji selain Allah SWT yang dengan segala rahmat

dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, kesehatan dan keteguhan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Studi Pembuatan Tepung Formula Tempe”. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada jurusan Teknologi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Penulis menghaturkan terima kasih banyak yang

sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. H. Abu Bakar Tawali dan

Ir. Jumriah Langkong, MP selaku pembimbing yang telah banyak memberikan

bimbingan, kritikan, saran dan motivasi kepada penulis dalam

penyusunan skripsi. Tak lupa pula ucapan dan terima kasih kepada

Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M.Sc dan Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA selaku penguji

yang telah meluangkan waktunya guna memberikan masukan dan petunjuk

menuju kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

Melalui kesempatan yang berharga ini penulis juga tak lupa mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Ketua Jurusan dan Staf Dosen beserta seluruh karyawan Jurusan Teknologi

Pertanian yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada penulis

selama menempuh pendidikan.

2. Dekan Fakultas Pertanian dan para Pembantu Dekan, Karyawan dan Staf

dalam lingkup Fakultas Pertanian.


3. Ketua Panitia Seminar dan Ujian Sarjana Ibu Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M.Sc

atas luang waktunya dalam penyelesaian berkas-berkas ujian sarjana.

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, sama

halnya dengan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan tetapi penulis sadari bahwa kesalahan merupakan motivasi dan

pelajaran dalam meraih kesuksesan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

saran dan kritik untuk kesempurnaan lebih lanjut pada skripsi ini.

Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapat

imbalan dan limpahan rahmat yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dan semoga

laporan akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, khususnya

penulis, Amin.

Makassar, Januari 2012

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa sksripsi ini dapat terselesaikan

tidak terlepas dari bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu sepantasnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Elvis Laury dan Ibunda A. Endeng Purnamasari yang telah

memberikan kasih sayang serta pengorbanan yang tulus sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi. Semoga semuanya mendapat balasan dari

Allah SWT. Juga tak lupa untuk saudaraku Debby, Saras, dan Adinda yang

selalu memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan skripsi ini.

2. Teman-teman Jurusan Teknologi Pertanian Angkatan 2007 (Orator 07)

khususnya Prodi ITP yaitu buat adyati, rosmini, haryati, galuh, asma, nurmi,

maya, inha, inna, dan karmiati yang banyak membantu penulis selama

penelitian berlangsung, memberikan semangat dan dorongan sampai

penyusunan skripsi ini selesai. Serta beberapa orang yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

3. Sahabatku Ririn dan Fitrah serta saudara-saudara HIMATEPA Universitas

Hasanuddin yang memberikan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini.

Semoga karya ini bermanfaat bagi kita semua dan mendapat ridho dari Allah

SWT. Amin.
RIWAYAT HIDUP PENULIS

ANDI NAYLA OKTAVIA, lahir di Ujung Pandang pada

Tanggal 9 Oktober 1989. Penulis dilahirkan dari pasangan

Elvis Laury dan A. Endeng Purnamasari.

Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah :

1. Sekolah Dasar Inpres Mangasa II, Makassar. Tahun 1995-2001.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 21 Makassar. Tahun 2001-2004.

3. Sekolah Menengah Umum Negeri 9 Makasssar. Tahun 2004-2007.

4. Pada tahun 2007 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri Universitas

Hasanuddin melalui jalur SPMB pada Program Strata Satu (S1) dan tercatat

sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan

Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.


Andi Nayla Oktavia (G61107045). Studi Pembuatan Tepung Formula Tempe.
Dibawah Bimbingan Abu Bakar Tawali dan Jumriah Langkong

RINGKASAN

Di Indonesia, terdapat suatu pangan lokal yang mampu memenuhi


kebutuhan gizi yang cukup baik dan harganyapun relatif murah. Pangan lokal
tersebut adalah tempe. Tempe selain diolah menjadi makanan sehari-hari, tempe
juga dapat diolah menjadi suatu produk yang nilai gizinya lebih tinggi dari biasanya
jika diolah lebih lanjut. Produk tersebut berupa tepung formula tempe yang dimana
dibuat dengan bahan utama tempe yang kemudian diformulasikan dengan bahan
pendukung lain. Untuk menghasilkan produk itu haruslah diketahui formula bahan
yang tepat dalam pembuatannya. Formula terbaik yang diperoleh dalam
pembuatan tepung formula tempe adalah pada perlakuan III (180 g tepung terigu
+ 120 g gula halus + 6 g garam + 7,5 g baking powder + 3 g ovalet + 1,5 sdt
mayonaise + 1 sdt pasta mocca).
Dalam penelitian ini dilakukan 2 proses pengolahan yaitu metode basah
dan metode kering. Hasil penelitian menunjukkan proses pengolahan dengan
menggunakan metode kering dengan penambahan mocca lebih disukai
oleh panelis. Hasil analisa proksimat yang diperoleh yaitu kadar protein
sebanyak 11,88%, kadar lemak sebanyak 10,6%, kadar abu sebanyak 3,2%,
kadar air 5,18% dan karbohidrat sebanyak 69,14%.

Kata kunci : Tempe, Tepung Formula Tempe, dan Metode Kering

v
Andi Nayla Oktavia (G61107045). Study Manufacture Formula Tempeh Flour.
Supervised Abu Bakar Tawali dan Jumriah Langkong

ABSTRACT

In Indonesia, there is a local food, tempeh, that is able to meet the


nutritional needs of a fairly good and relatively cheap price. Tempeh besides
processed into daily food, it can also be processed into a product that has a higher
nutritional value than normal if processed further. The product is a flour formula
which is made with tempeh main ingredient which is then formulated with other
supporting materials. To produce a product, it must be known the formula for the
right materials in their manufacture. The best formula obtained in the manufacture
of tempeh flour formula is in treatment III (180 g flour + 120 g sugar + 6 g salt + 7.5
g baking powder + 3 g ovalet + 1.5 tsp mayonnaise + 1 tsp mocca pasta).
In this study two methods of processing were applied, the wet and dry
methods. The results showed that treatment process by using the dry method with
the addition of mocca preferred by panelists. Proximate analysis showed that
protein content was 11.88%, fat content was 10.6%, ash content was 3.2%, water
content was 5.18%, and carbohydrate content was 69.14%.

Key words: Tempeh, Formula Tempeh Flour, and Dry Methods

iv
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................. viii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kedelai (Glysine max)................................................................. 4
B. Tempe ....................................................................................... 6
C. Proses Pembuatan Tempe ......................................................... 9
D. Tepung Formula Tempe ............................................................. 13
E. Bahan Formula Pendukung ....................................................... 14
1. Tepung Terigu .................................................................... 14
2. Gula....................................................................................... 15
3. Garam ................................................................................... 16
4. Mayonaise ............................................................................. 16
5. Baking Powder ...................................................................... 17
6. Ovalet .................................................................................... 17
7. Pasta Mocca.......................................................................... 17
F. Aspek Pengolahan...................................................................... 18
G. Bubur ....................................................................................... 21
H. Uji Organoleptik .......................................................................... 21
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat .................................................................... 23
B. Alat dan Bahan .......................................................................... 23
C. Prosedur Penelitian ................................................................... 24
1. Penelitian Pendahuluan ......................................................... 24
2. Penelitian Utama ................................................................... 24
D. Perlakuan Penelitian ................................................................. 26
vi
E. Parameter Pengamatan ............................................................. 29
F. Pengolahan Data ....................................................................... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan .............................................................. 33
B. Penelitian Utama ........................................................................ 34
1. Uji Organoleptik ..................................................................... 34
2. Analisa Proksimat Terbaik ..................................................... 36
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 39
B. Saran ......................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 40
LAMPIRAN ......................................................................................... 44

vii
DAFTAR TABEL

NO JUDUL HALAMAN
1. Komposisi Kimiawi Kedelai Kering (Per 100 Gram) ....................... 5

2. Komposisi Kimia Tempe ................................................................ 8

3. Syarat Mutu Tempe Kedelai menurut SNI...................................... 8

4. Kandungan Gizi antara Kedelai dan Tempe (Per 100 Gram)......... 12

5. Komposisi Kimia Dan Nilai Gizi Kedelai, Tempe, dan


Tepung Tempe ............................................................................... 13

6. Hasil Uji Organoleptik Pada Penelitian Pendahuluan .................... 33

7. Hasil Uji Organoleptik Bubur Formula Tempe ................................ 34

viii
DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL HALAMAN
1. Proses Pembuatan Tempe .............................................................. 10

2. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Formula Tempe (Metode Basah) ... 27

3. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Formula Tempe (Metode Kering) ... 28

4. Hasil Analisa Proksimat Tepung Formula Tempe Terbaik ................ 36

ix
DAFTAR LAMPIRAN

NO JUDUL HALAMAN
1. Hasil Uji Organoleptik Tepung Formula Tempe dari Segi Warna ...... 44

2. Hasil Uji Organoleptik Tepung Formula Tempe dari Segi Aroma ...... 44

3. Hasil Uji Organoleptik Tepung Formula Tempe dari Segi Tekstur .... 45

4. Hasil Uji Organoleptik Tepung Formula Tempe dari Segi Rasa ........ 45
.
5. Hasil Perhitungan Kadar Protein Pada Tepung Formula
Tempe Terbaik .................................................................................. 45

6. Hasil Perhitungan Kadar Lemak Pada Tepung Formula


Tempe Terbaik ................................................................................. 46

7. Hasil Perhitungan Kadar Abu Pada Tepung Formula


Tempe Terbaik ................................................................................. 47

8. Hasil Perhitungan Kadar Air Pada Tepung Formula


Tempe Terbaik .................................................................................. 47

9. Hasil Perhitungan Kadar Karbohidrat Pada Tepung Formula


Tempe Terbaik .................................................................................. 48

10. Gambar Profil Tepung Formula Tempe............................................. 49

x
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan

menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

Indonesia diperoleh dalam bentuk tempe. Konsumsi tempe rata-rata pertahun

di Indonesia saat ini sekitar 6,45 kg/orang. Sebagai sumber bahan pangan,

tempe merupakan salah satu makanan pokok yang dibutuhkan oleh tubuh.

Tempe merupakan makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang

difermentasi. Masyarakat luas menjadikan tempe sebagai sumber protein

nabati, selain itu harganya juga murah. Tempe merupakan produk fermentasi

yang tidak dapat bertahan lama. Setelah dua hari, tempe akan mengalami

pembusukan sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia. Tempe

mempunyai daya simpan yang singkat. Tempe yang tidak dilakukan

pengolahan atau penanganan lebih lanjut akan cepat mengalami pembusukan.

Tempe yang sudah busuk masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan masakan

namun fungsinya telah banyak mengalami penurunan. Salah satu cara untuk

memperpanjang umur simpan tempe adalah dengan mengolahnya menjadi

tepung formula tempe. Manfaat pembuatan tepung ini antara lain mudah

dicampur dengan tepung lain untuk meningkatkan nilai gizinya dan mudah

disimpan dan diolah menjadi makanan yang cepat dihidangkan.

Tepung formula tempe merupakan makanan terolah dengan bahan

utama tempe yang kemudian difomulasikan dengan bahan pendukung lain,

dirancang sebagai makanan tambahan untuk mengatasi gangguan

pencernaan (diare) dan efektif untuk memperbaiki status penderita gizi buruk,
2

bahkan menghentikan infeksi saluran cerna anak pada usia 6-24 bulan.

Berdasarkan hal yang dikemukakan di atas maka akan diadakan penelitian,

dalam upaya memanfaatkan teknologi pengolahan untuk meningkatkan nilai

ekonomis dan memberi nilai gizi yang cukup kepada masyarakat dengan

mengolah tempe menjadi tepung formula tempe.

B. Rumusan Masalah

Segala kelompok usia memerlukan jenis makanan tertentu yang mampu

memenuhi kecukupan akan gizi yang mereka butuhkan untuk menjaga

kesehatannya. Namun pada umumnya harga makanan bergizi sekarang

tidaklah murah, kebanyakan memiliki harga yang relatif mahal. Padahal kita

ketahui bahwa di Indonesia, terdapat suatu pangan lokal yang mampu

memenuhi kebutuhan gizi yang cukup baik dan harganyapun relatif murah.

Pangan lokal tersebut adalah tempe. Tempe ini selain diolah menjadi makanan

sehari-hari, tempe dapat diolah menjadi suatu produk yang nilai gizinya lebih

tinggi dari biasanya jika diolah lebih lanjut. Produk tersebut berupa tepung

formula tempe yang dimana dibuat dengan bahan utama tempe yang

kemudian diformulasikan dengan bahan pendukung lain. Untuk menghasilkan

produk itu haruslah diketahui formula bahan yang tepat dalam pembuatannya

agar dapat diterima oleh segala kelompok usia. Oleh karena itu, perlu diketahui

kombinasi formula bahan yang disukai oleh konsumen (panelis) melalui

uji organoleptik.
3

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:

1. Untuk membuat tepung formula tempe sebagai makanan tambahan yang

disajikan dalam bentuk bubur.

2. Untuk mengetahui tepung formula tempe terbaik menurut tingkat kesukaan

konsumen dari hasil uji organoleptik panelis.

3. Untuk mengetahui nilai gizi dari tepung formula tempe yang dihasilkan.

Kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan mampu memberikan

informasi dan menambah alternatif pilihan masyarakat dalam mengolah tempe

menjadi suatu produk olahan yang memiliki nilai tambah yang lebih baik serta

dapat bermanfaat untuk diversifikasi pangan melalui pengolahan tempe

menjadi bahan baku pembuatan makanan cepat saji.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kedelai (Glysine max)

Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae, sub

famili Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang

disebut Glycine unriensis. Secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna,

ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut

dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan

(Ketaren, 1986).

Tanaman kedelai adalah tanaman yang merupakan salah satu sumber

potensi pangan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Kedelai

merupakan sumber protein yang paling murah di dunia sebab berbagai

varietas kedelai yang ada di Indonesia mempunyai kadar protein 30,53 - 44 %.

Klasifikasi tanaman kedelai yaitu sebagai berikut (Snyder dan Kwon, 2000) :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Sub Divisio : Angiospermae (Biji tertutup)

Classis : Dicotyledoneae (Berkeping biji dua / dikotil)

Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae (Kacang-kacangan)

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Meril


5

Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging

(kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Sedangkan komposisi

kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, karbohidrat 22,2%, serat kasar

4,3%, abu 4,5%, dan air 6,6% (Snyder and Kwon, 1987).

Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Komposisi gizi

kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit

maupun kotiledonnya. Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi

antara 31-48% sedangkan kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%.

Antosianin kulit kedelai mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol yang

merupakan awal terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang akan memicu

berkembangnya penyakit tekanan darah tinggi dan berkembangnya penyakit

jantung koroner (Astuti, 2000).

Komposisi kimiawi kedelai kering per 100 g biji dapat di lihat pada tabel

di bawah ini:

Tabel 1. Komposisi Kimiawi Kedelai Kering per 100 gr Biji


Komposisi Jumlah (*) Jumlah (**)
Kalori (kkal) 331 -
Protein (g) 34,9 46,2
Lemak (g) 18,1 19,1
Karbohidrat (g) 34,8 28,2
Kalsium (mg) 227 254
Fosfor (mg) 585 781
Besi (mg) 8,0 -
Vitamin A (SI) 110 -
Vitamin B1 (mg) 1,1 -
Air (g) 7,5 -
Sumber : * Direktorat Gizi Depkes RI. (1972) dalam Koswara (1992).
** Sutomo (2008).
Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa kandungan protein dan lemak

kedelai menurut Sutomo (2008) lebih tinggi daripada menurut Koswara (1992), hal

ini dikarenakan pada data sutomo (2008) hasil tersebut tanpa menggunakan

kadar air, airnya dianggap sudah tidak ada, maka hasilnya akan lebih besar.
6

Kandungan karbohidrat menurut Koswara (1992) lebih besar daripada

menurut Sutomo (2008), hal ini dikarenakan pada Koswara (1992), perhitungan

yang digunakan menggunakan berat basah dan pada Sutomo (2008),

menggunakan berat kering. Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20 %

sebagian besar terdiri atas asam lemak (88,10%). Selain itu, terdapat senyawa

fosfolipida (9,8%) dan glikolipida (1,6%) yang merupakan komponen utama

membran sel. Kedelai merupakan sumber asam lemak essensial linoleat dan

oleat (Smith and Circle, 1978).

Protein kedelai mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam amino

esensial dan 9 jenis asam amino nonesensial. Asam amino esensial meliputi

sistin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan dan valin.

Asam amino nonesensial meliputi alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin,

asam aspartat dan asam glutamat. Selain itu, protein kedelai sangat peka

terhadap perlakuan fisik dan kemis, misalnya pemanasan dan perubahan pH

dapat menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas

dan berat molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memberikan

peranan sangat penting pada pengolahan pangan (Cahyadi, 2006).

Dengan kandungan gizi yang tinggi, terutama protein, menyebabkan

kedelai diminati oleh masyarakat. Protein kedelai mengandung asam amino

yang paling lengkap dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya

(Wolf and Cowan,1971).

B. Tempe

Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai

atau jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus

dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan


7

merupakan sumber protein nabati. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang

diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan

dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai

menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang

mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).

Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat

Indonesia terutama di Jawa. Tempe terbuat dari kedelai rebus yang difermentasi

oleh jamur Rhizopus. Selama fermentasi, biji-biji kedelai terperangkap

dalam rajutan miselia jamur membentuk padatan yang kompak berwarna

putih (Steinkraus, 1983).

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku

kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna

putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia

jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga

disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji

kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat

menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).

Tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada

tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe

selama proses fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih

mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim

protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino

bebas (Astawan, 2008).


8

Komposisi kimia tempe adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Komposisi Kimia Tempe


Komposisi Jumlah
Air (wb) 61,2 %
Protein kasar (db) 41,5 %
Minyak kasar (db) 22,2 %
Karbohidrat (db) 29,6 %
Abu (db) 4,3 %
Serat kasar (db) 3,4 %
Nitrogen (db) 7,5 %
Sumber : Cahyadi (2006).

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kadar protein pada tempe cukup tinggi

yaitu 41,5% dan telah memenuhi syarat mutu tempe kedelai yaitu minimal 20%

(b/b). Tempe juga memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu 61,2% dan

kandungan karbohidratnya sebesar 29,6%.

Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992, tempe kedelai adalah

produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk

padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan.

Tabel 3. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional Indonesia


01-3144-1992
Kriteria uji Persyaratan
Keadaan
- Bau normal (khas tempe)
- Warna normal
- Rasa normal
Air (% b/b) maks 65
Abu (% b/b) maks 1,5
Protein (% b/b) (Nx6,25) min 20
Cemaran mikroba
- E coli maks 10
- Salmonela negative
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992).

Tempe juga mengandung superoksida desmutase yang dapat menghambat

kerusakan sel dan proses penuaan. Dalam sepotong tempe, terkandung berbagai

unsur yang bermanfaat, seperti protein, lemak, hidrat arang, serat, vitamin,
9

enzim, daidzein, genestein serta komponen antibakteri dan zat antioksidan

yang berkhasiat sebagai obat, diantaranya genestein, daidzein, fitosterol, asam

fitat, asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease (Cahyadi, 2006).

C. Proses Pembuatan Tempe

Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan

baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan

lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi

tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah

direbus dan mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain

Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer dan lingkungan

pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C, pH awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80%.

Selain menggunakan kapang murni, laru juga dapat digunakan sebagai starter

dalam pembuatan tempe (Ferlina, 2009).

Tiga tahapan penting dalam pembuatan tempe yaitu (1) hidrasi dan

pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (satu malam);

(2) pemanasan biji kedelai, yaitu dengan perebusan atau pengukusan;

dan (3) fermentasi oleh jamur tempe yang banyak digunakan ialah

Rhizopus oligosporus (Kasmidjo, 1990).

Pada akhir fermentasi, kedelai akan terikat kompak. Proses penempean

akan menghilangkan flavour asli kedelai, mensintesis vitamin B12,

meningkatkan kualitas protein dan ketersediaan zat besi dari

bahan (Agosin, 1989).

Ciri tempe yang “berhasil” adalah ada lapisan putih di sekitar kedelai dan

pada saat di potong, tempe tidak hancur. Perlu diperhatikan agar tempe

berhasil, menjaga kebersihan pada saat membuat tempe ini sangat diperlukan
10

karena fermentasi tempe hanya terjadi pada lingkungan yang higienis. Gangguan

pada pembuatan tempe diantaranya adalah tempe tetap basah, jamur tumbuh

kurang baik, tempe berbau busuk, ada bercak hitam dipermukaan tempe, dan

jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat (Hidayat, 2008).

Adapun tahap-tahap pembuatan tempe dapat digambarkan pada diagram

alir dibawah ini.

Penyortiran

Pencucian

Perebusan I

Pengupasan Kulit

Perendaman

Perebusan II

Penirisan dan Pendinginan

Penginokulasian (Peragian)

Pembungkusan

Pemeraman (Fermentasi)

Gambar 1. Proses Pembuatan Tempe (Ali, 2008)


11

Proses penyortiran bertujuan untuk memperoleh produk tempe yang

berkualitas, yaitu memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi. Biasanya

di dalam biji kedelai tercampur kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan

keropos. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat

maupun tercampur di antara biji kedelai (Ali, 2008).

Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan

dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang

ada dalam biji kedelai. Selain itu perebusan I ini bertujuan untuk mengurangi bau

langu dari kedelai dan dengan perebusan akan membunuh bakteri yang yang

kemungkinan tumbuh selama perendaman. Perebusan dilakukan selama 30 menit

atau ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan

jari tangan (Ali, 2008).

Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah pertumbuhan

bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit biji kedelai

telah berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama

oleh bakteri asam laktat. Perendaman juga bertujuan untuk memberikan

kesempatan kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga menjamin

pertumbuhan kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak mempengaruhi

pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak

diinginkan. Perendaman ini dapat menggunakan air biasa yang dilakukan

selama 12-16 jam pada suhu kamar (25-30˚C) (Ali, 2008).

Selama proses pembuatan tempe terjadi perubahan kandungan gizi dari

kedelai menjadi tempe yaitu pada tabel 4.


12

Tabel 4. Kandungan Gizi antara Kedelai dan Tempe (100 g)


Kandungan Gizi Kedelai Tempe
Protein 46,2 46,5
Lemak 19,1 19,7
Karbohidrat 28,2 30,2
Kalsium (mg) 254 347
Besi (mg) 11 9
Fosfor (mg) 781 724
Vitamin B1 (UI) 0,48 0,28
Vitamin B12 (UI) 0,2 3,9
Serat (g) 3,7 7,2
Abu (g) 6,1 3,6
Sumber : Sutomo (2008).

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa komposisi gizi tempe baik kadar

protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan

kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh

kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih

mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai.

Proses fermentasi yang terjadi pada tempe berfungsi untuk mengubah

senyawa makromolekul komplek yang terdapat pada kedelai (seperti protein,

lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti

peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida (Sutomo, 2008).

Spesies-spesies kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak

memproduksi racun, bahkan kapang itu mampu melindungi tempe terhadap

kapang penghasil aflatoksin, jamur yang dipakai untuk membuat tempe dapat

menurunkan kadar aflatoksin hingga 70%. Selain itu tempe juga mengandung

senyawa anti bakteri yang diproduksi kapang selama fermentasi

berlangsung (Ali, 2008).


13

D. Tepung Formula Tempe

Tepung formula tempe merupakan makanan terolah dengan bahan

utama tempe yang kemudian diformulasikan dengan bahan pendukung seperti

tepung terigu, gula halus, garam, minyak, baking powder, dan ovalet. Bubuk

formula tempe ini dirancang sebagai makanan bagi semua usia (bayi hingga

lansia). Formula tempe efektif untuk bayi dan anak balita yang mengalami

gangguan pencemaan (diare) serta dapat memperbaiki status gizi penderita

gizi buruk (Anonim, 2009a).

Pengolahan tempe menjadi formula tempe memiliki banyak manfaat,

antara lain formula tempe mudah dicampur dengan sumber karbohidrat untuk

memperkaya nilai gizinya, mudah disimpan, ataupun diolah menjadi makanan

cepat saji. Tepung formula tempe termasuk produk industri tempe generasi

kedua. Produk akhir secara fisik tidak berwujud seperti tempe dan rasa khas

tempe menjadi tidak terasa lagi (Anonim, 2008a).

Tabel 5. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Kedelai, Tempe dan Tepung Tempe

Komponen Kedelai Tempe Tepung Tempe

Protein 46,2 46,5 48,0


Lemak 19,1 19,7 24,7
Karbohidrat 28,5 30,2 13,5
Serat 3,7 7,2 2,5
Abu 6,1 3,6 2,3
Sumber : Mardiah (1994).

Tepung formula tempe adalah produk makanan yang mempunyai

tekstur halus yang dibuat dari tempe. Disebut formula tempe karena produk ini

berbahan dasar tempe yang kemudian ditambahkan dengan bahan pendukung

lainnya yang kemudian dicetak dan hasil akhirnya berupa bubuk setelah
14

melewati proses penggilingan. Prinsip pengolahannya terdiri

dari perebusan, pencampuran bahan, pemanggangan, pengeringan, dan

penggilingan (Anonim, 2009a).

E. Bahan Formula Pendukung

Tepung terigu

Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari

bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan

roti. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis,

trigo, yang berarti "gandum". Tepung terigu mengandung banyak zat pati,

yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga

mengandung protein dalam bentuk gluten yang berperan dalam

menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung

terigu juga mengandung pati yaitu karbohidrat yang merupakan polimer

glukosa yang terdiri dari amilosa dan amilopektin (Anonim, 2011a).

Tepung terigu berprotein rendah adalah tepung khusus untuk

membuat kue kering. Tepung ini dapat menghasilkan kue kering yang

renyah karena struktur protein gandumnya yang rendah. Tepung berprotein

rendah memiliki kadar air 8-9 %. Secara umum tepung jenis ini dipasaran

dikenal dengan merek Kunci Biru atau Roda Biru (Anonim, 2005).

Tepung terigu mengandung protein yang unik yang tidak terdapat

pada tepung yang lain. Protein ini, bila diberi air (hidrasi), akan

menghasilkan gluten, suatu senyawa yang elastis, liat, dan dapat

diregangkan untuk memberikan struktur bagi adonan. Gluten ini tidak larut
15

dalam air. Proses pengadukan adonan yang baik dan benar akan membentuk

struktur serta meningkatkan elastisitas dan daya kembang gluten. Hal ini akan

meningkatkan kualitas struktur adonan, sehingga mampu menahan gas

dengan lebih baik, dan volume roti menjadi tinggi atau lebih

banyak (Anonim, 2009b).

Menurut welirang (2006), ketika bahan pangan sudah diubah menjadi

tepung, maka ketika berkolaborasi dengan unsur lain yang nilai ekonomisnya

jauh lebih besar menjadi makanan yang bisa memberikan manfaat dan

memuaskan manusia. Setelah menjadi tepung, proses masak menjadi lebih

singkat namun variatif karena mudah dicampur dengan unsur lain. Tepung

bisa difortifikasi untuk meningkatkan gizi masyarakat luas. Selanjutnya

Widyowati (2003), menyatakan bahwa tepung memiliki umur simpan lebih lama

karena kadar airnya rendah.

Gula

Gula adalah salah satu produk hasil perkebunan dari tebu yang banyak

dikembangkan. Fungsi penambahan gula dalam suatu produk pangan antara

lain yaitu untuk memberikan aroma, rasa manis sebagai pengawet, dan untuk

memperoleh tekstur tertentu (Anonim, 2009c).

Fungsi gula dalam bahan pangan, khususnya pada industri minuman

penyegar dan minuman ringan adalah bukan hanya memberi rasa manis dan

bahan pengawet, tetapi juga dapat menyempurnakan rasa dan memberikan

kekentalan. Selain itu dapat pula memperbaiki warna serta aroma produk yang

dihasilkan sehingga dapat membangkitkan selera konsumen (Anonim, 2010a).


16

Garam

Garam digunakan untuk mempercepat pengurangan air. Garam

pertama kali digunakan untuk mengekstrak protein aktomiosin sehingga

terbentuk pasta gel aktomioksin. Selain itu garam juga digunakan sebagai

bumbu untuk menambahkan cita rasa asin. Penggunaan garam yang terlalu

banyak akan menimbulkan rasa asin yang berlebihan juga menyebabkan

denaturasi protein. Penggunaan garam yang terlalu sedikit menyebabkan

tekstur yang dihasilkan kurang baik karena ektraksi protein aktomioksin kurang

sempurna (Wibowo, 2004).

Garam berfungsi sebagai pemberi cita rasa asin dan membangkitkan

aroma bahan lain. Garam biasanya ditambahkan dalam jumlah kecil, namun

peranannya sangat penting dimana: memberi rasa, memperkuat cita rasa

bahan lain, sebagai bahan pengeras, dan dapat membangkitkan cita rasa dari

adonan (Subarna, 2002).

Mayonaise

Mayonaise adalah emulsi jenis semi padat, dibuat dari minyak nabati

sebanyak 65% kuning telur atau telur seutuhnya, cuka atau jeruk dengan

bumbu rempah dan gula. Fungsi penambahan mayonaise dalam suatu produk

pangan adalah sebagai penstabil atau emulsifier minyak dalam

air (o/w) (Cahyadi, 2008).

Secara definitif zat pengemulsi (emulsifier) disebut sebagai senyawa

yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat

menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan

cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem pangan. Kemampuannya


17

menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier

memiliki keajaiban struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa

berbeda polaritasnya (Hartomo, 1993).

Baking powder

Bakpuder (bahasa Inggris: baking powder) adalah bahan pengembang

yang dipakai untuk meningkatkan volume dan memperingan tekstur makanan

yang dipanggang seperti muffin, bolu, kue, dan biskuit. Bakpuder bekerja

dengan melepaskan gas karbon dioksida ke dalam adonan melalui sebuah

reaksi asam-basa, menyebabkan gelembung-gelembung di dalam adonan

yang masih basah, dan ketika dipanaskan adonan memuai; ketika adonan

matang, gelembung-gelembung itu terperangkap hingga menyebabkan kue

menjadi naik dan ringan (Anonim, 2011b).

Ovalet

Ovalet adalah bahan tambahan kue yang digunakan sebagai pelembut.

Komposisi ovalet juga mengandung turunan asam lemak dimana bisa berasal

dari hewan atau tumbuhan (Anonim, 2009d).

Pasta Mocca

Pasta mocca merupakan bahan tambahan makanan dalam bentuk cair

yang digunakan untuk memberi aroma dan rasa mocca pada suatu produk.

Di dalam pasta mocca terdapat sejumlah protein dan minyak yang

dapat mempengaruhi komposisi produk yang ditambahkan

kedalamnya (Anonim, 2010b).


18

F. Aspek Pengolahan

Perebusan adalah aspek pengolahan produk pangan yang dilakukan

dengan merebus suatu bahan dalam air panas dengan suhu tertentu dalam

jangka waktu yang telah ditetapkan, lalu di dinginkan sampai batas tertentu.

Proses perebusan ini bertujuan untuk menghilangkan berbagai zat

anti-nutrient yang terkandung dalam tempe. Dalam proses perebusan juga

ditambahkan garam untuk menghilangkan bau langu dan membuat rasa

tempe menjadi lebih gurih (Anonim, 2011c).

Perebusan adalah metode konvensional lainnya yang telah lama

dikenal untuk memasak. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan

akan menurun nilai gizinya terutama vitamin-vitamin larut air (B kompleks

dan C), sedangkan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) kurang terpengaruh.

Proses perebusan sebaiknya dilakukan setengah matang. Hal ini akan

membuat produk pangan tetap renyah dan mengurangi kerusakan vitamin

yang terkandung didalamnya (Anonim, 2011d).

Pencampuran bahan merupakan salah satu proses penting dalam

pengolahan pangan. Pencampuran adalah peristiwa menyebarnya

bahan-bahan secara acak, dimana bahan yang dicampur adalah bahan yang

berbeda-beda sehingga bahan-bahan tersebut menyatu sehingga membentuk

suatu adonan yang kompleks dan merata (Anonim, 2008b).

Pemanggangan merupakan proses pematangan adonan menjadi

cookies yang dapat dicerna oleh tubuh dan menimbulkan aroma yang khas.

Pemanggangan merupakan aspek yang kritis dari urutan proses untuk

menghasilkan cookies yang berkualitas tinggi. Pemanggangan terlalu lama

dapat menyebabkan kekerasan dan penampakan yang tidak baik. Suhu dan
19

waktu yang umum untuk pemanggangan adalah 180 - 200°C selama 15 - 20

menit. Proses pemanggangan akan menyebabkan volume adonan bertambah

dalam waktu 5 – 6 menit pertama dalam oven aktivitas yeast akan berhenti pada

suhu 65°C temperatur adonan (Anonim, 2011e).

Bahan pangan yang dipanaskan dapat menunjukkan kadar abu pada bahan

pangan. Kadar abu menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam

bahan pangan. Faktor yang mempengaruhi turunnya nilai gizi yaitu suhu dan

lamanya proses pengolahan (Anonim, 2011f).

Pengeringan adalah suatu proses menghilangkan sebagian air dari suatu

bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui

penggunaan energi panas. Tujuan utama pengeringan adalah menurunkan kadar

air sampai pada tingkat tertentu, sehingga aktivitas mikroorganisme dan reaksi

kimia serta biokimia yang terjadi ditekan seminimal mungkin sampai produk

menjadi lebih awet. Tingkat kadar air yang rendah yaitu 4 - 8 % memungkinkan

produk olahan tempe dapat disimpan pada suhu kamar (dengan cara dibungkus

plastic) selama berbulan bulan tanpa terjadi perubahan warna dan

cita rasa (Anonim, 2011g).

Pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan cara membiarkan

bahan pangan dibawah sinar matahari, yang dikenal dengan istilah pengeringan

alamiah atau dengan menggunakan panas buatan dalam bentuk udara panas dari

oven atau konstruksi alat pengeringan yang khusus (Ishak dan Sarinah, 1998).

Pengeringan di terik matahari memang bisa efektif, oleh karena suhu yang

akan dicapai sekitar (35-45oC). Iklim di wilayah tropis merupakan sumber energi

yang cukup potensial. Beberapa kendala yang berpengaruh diantaranya ialah

suhu, kelembaban udara lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, besarnya


20

perentase kandungan air yang ingin dijangkau, power pengering, efesiensi mesin

pengering, dan kapasitas pengeringannya. Pengeringan yang terlampau cepat

dapat merusak bahan, oleh karena permukaan bahan terlalu cepat kering

sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju

permukaan. Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan, dilakukan dengan

memperhatikan kontak antara alat pengering dengan alat pemanas (baik itu

berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Walaupun

di bawah 0 oC (tekanan 1/4 atm) air bisa berubah menjadi uap, namun demi

pertimbangan-pertimbangan standar gizi (agar proteinnya tidak rusak) maka

pemanasan (processing dengan mesin hingga terjadi panas) dianjurkan tidak lebih

dari 85oC (Suharto, 1991).

Kadar air dalam bahan pangan berhubungan dengan kadar protein semakin

tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin rendah kadar

proteinnya (Anonim, 2010c).

Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar air yang terdapat pada bahan

pangan yaitu suhu. Pada saat pengolahan semakin tinggi suhu maka semakin

rendah kadar air yang terdapat pada bahan pangan begitupun

sebalikya (Anonim, 2011h).

Penggilingan adalah proses pemecahan (menghancurkan) suatu produk

pangan bertekstur keras dan padat (contohnya kue kering) untuk mendapatkan

hasil akhir berupa tepung atau bubuk yang bertekstur halus. Tekstur halus akan

berpengaruh terhadap rasa dan aroma. Secara umum, semakin halus

teksturnya maka akan semakin baik rasa dan aromanya, karena sebagian besar
21

bahan-bahan yang terdapat dalam kue kering tersebut bisa larut dalam air

ketika diseduh, seperti bubur untuk makanan tambahan bayi/balita dan

minuman instan untuk lansia (Anonim, 2009e).

G. Bubur

Bubur merupakan istilah umum untuk mengacu pada campuran

bahan padat dan cair, dengan komposisi cairan yang lebih banyak daripada

padatan dan keadaan bahan padatan yang saling terpisah.

Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga

mudah untuk dicerna. Bubur dapat dibuat dari beras, kacang hijau, beras

mentah, ataupun dari beberapa campuran penyusun (Ratnawati, 1995).

Bubur instan diperoleh dengan melakukan instanisasi terlebih dahulu

pada komponen penyusun bubur. Instanisasi dapat dilakukan dengan

memasak biji-bijian komponen penyusun yang telah berbentuk tepung

menjadi adonan kental, kemudian adonan dikeringkan dengan menggunakan

drum dryer, hasil pengeringan akan dihancurkan dengan menggunakan

pisau sehingga menghasilkan tepung yang berukuran 60 mesh. Bahan tepung

yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan

(Hartomo dan Widiatmoko, 1993).

H. Uji Organoleptik

Uji organolpetik dimaksudkan untuk mengetahui penilaian panelis

terhadap produk yang dihasilkan. Jenis pengujian yang dilakukan dalam uji

organolpetik ini adalah metode hedonik tingkat kesukaan panelis terhadap


22

tekstur, aroma, warna dan rasa yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan.

Panelis diberi tahu tentang maksud dan tujuan penelitian dan diminta untuk

memberikan penilaian (Rampengan dkk., 1985).

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada

beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur, dan nilai gizi. Secara visual

warna diperhitungkan terlebih dahulu dan kadang-kadang sangat

menentukan (Winarno, 2004).

Warna yang menarik merupakan komponen yang sangat penting

dalam menentukan kualitas atau derajat penerimaan dari suatu bahan

pangan (Sultanry dan Berty ,1985).

Keberadaan bahan tambahan makanan adalah untuk membuat makanan

tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna.

Zat-zat itu ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun hasilnya memuaskan bagi

konsumen dan produsen. Aroma dan rasa pada suatu produk dipengaruhi oleh

bahan tambahan yang digunakan seperti penguat cita rasa. Penguat cita rasa

adalah suatu zat sebagai bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam makanan

yang dapat memperkuat rasa dan aroma (Afrianti, 2008).

Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan

yang penting. Cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri

dari tiga komponen, yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Bau yang

dihasilkan dari makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan

tersebut (Rampengan dkk., 1985).


23

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai

bulan Oktober 2011, di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium

Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung formula tempe

adalah timbangan analitik, blender, alat penggiling, mixer, baskom, panci,

microwave/oven, loyang, sendok, kompor, dan pisau.

Alat-alat yang digunakan dalam analisa tepung formula tempe adalah

timbangan analitik, labu ukur 100 ml, labu kjehdal 100 ml, lemari asam,

erlemenyer 100 ml, alat titrasi, tabung reaksi, pipet, kertas saring, cawan,

oven, desikator.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe dan bubuk

formula tempe adalah kedelai, ragi, tempe, aluminium foil, tepung terigu, gula

halus, garam, baking powder, ovalet, mayonaise, dan pasta mocca.

Bahan-bahan yang digunakan dalam analisa kimia tepung formula

tempe adalah aquadest, campuran selenium, H2SO4 pekat, H2BO3 2%,

NaOH 3%, HCL, kloroform, pelarut lemak, larutan indikator.


24

C. Prosedur Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan formula

terbaik dengan memberikan pilihan kombinasi perbandingan antara tempe

dan formula bahan pendukung dalam pembuatan tepung formula tempe

yang dihasilkan kepada panelis melalui uji organoleptik yang nantinya akan

dilanjutkan pada penelitian utama yang menggunakan dua metode yaitu

metode basah dan metode kering dalam proses pembuatan tepung formula

tempe.

2. Penelitian Utama

- Pembuatan Tempe

a. Disiapkan kacang kedelai sebanyak 1500 gram yang telah dilakukan

penyortiran sebelumnya dan disiapkan pula ragi tempe

sebanyak 3 gram.

b. Kacang kedelai dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir.

c. Dilakukan perebusan pertama kacang kedelai hingga mendidih.

d. Dilakukan pengupasan kulit yang terdapat pada kacang kedelai.

e. Kacang kedelai yang telah bersih, selanjutnya direndam

selama 24 jam.

f. Dilakukan perebusan kedua kacang kedelai selama 30 menit.

g. Setelah itu, kacang kedelai ditiriskan dan diletakkan dalam wadah

dan didinginkan.

h. Setelah dingin, dimasukkan ragi ke dalam kacang kedelai tersebut.


25

i. Selanjutnya, kacang kedelai dibungkus ke dalam plastik dengan ketebalan

2-3 cm dan ditutup rapat dengan menggunakan lilin dan diberi lubang pada

setiap sisi atas dan sisi bawah.

j. Setelah dibungkus, dilakukan proses fermentasi atau

pemeraman, 24 jam pertama ditutup rapat, lalu dibuka dan disimpan di atas

rak hingga terbentuk tempe. Adapun diagram alir pembuatan tempe dapat

dilihat pada Gambar 1.

- Pembuatan Tepung Formula Tempe

a. Tempe dibersihkan kemudian dipotong-potong.

b. Tempe direbus hingga matang lalu ditiriskan.

c. Tempe dihaluskan dengan menggunakan blender.

d. Kemudian tempe yang telah dihaluskan di campur dengan formula

bahan pendukung yaitu tepung terigu, gula halus, garam, baking

powder, ovalet, dan mayonaise serta pasta mocca (untuk perlakuan

A2 dan B2) lalu diaduk rata.

e. Adonan yang telah tercampur rata dicetak di atas loyang lalu

di panggang dalam oven dengan suhu 180oC dalam waktu 20 menit.

f. Selanjutnya adonan yang telah matang dipotong-potong kecil lalu

dikeringkan di bawah sinar matahari.

g. Kemudian digiling sampai halus dengan menggunakan alat penggiling

sehingga dihasilkan tepung formula tempe. Adapun diagram alir

pembuatan tepung formula tempe dapat dilihat pada Gambar 2 dan

Gambar 3.
26

D. Perlakuan Penelitian

- Penelitian Pendahuluan

Perlakuan yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini yaitu :

Perlakuan I = 58,67% tempe + 23,47% tepung terigu + 15,64% gula halus

+ 0,78% garam + 0,97% baking powder + 0,39% ovalet +

0,06% sdt mayonaise

Perlakuan II = 41,52% tempe + 33,21% tepung terigu + 22,14% gula halus

+ 1,1% garam + 1,8% baking powder + 0,55% ovalet +

0,08% mayonaise

Perlakuan III = 32,12% tempe + 38,54% tepung terigu + 25,7% gula halus +

1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet +

0,1% mayonaise

- Penelitian Utama

Perlakuan yang digunakan yaitu perlakuan III yang diperoleh pada

penelitian pendahuluan sebelumnya, dimana perlakuan tersebut

merupakan perlakuan terbaik yang dipilih oleh panelis melalui uji

organoleptik menurut tingkat kesukaan. Perlakuan III ini selanjutnya dibuat

dalam dua metode dengan atau tanpa penambahan pasta mocca

sebanyak 0,06%.

Perlakuan yang digunakan pada penelitian utama ini yaitu :

A1 = Metode Basah (Tempe direbus sebelumnya)

A2 = Metode Basah + Mocca

B1 = Metode Kering (Tempe dikeringkan sebelumnya)

B2 = Metode Kering + Mocca


27

METODE BASAH (A)

Tempe
Dibersihkan, dan
dipotong-potong kecil

Tempe direbus

Tempe dihaluskan dengan menggunakan blender

Pencampuran:
tempe : bahan pendukung / + mocca

Adonan dicetak di atas loyang

Dilakukan pemanggangan dalam oven (180oC, t=20 menit)

Dilakukan pengirisan atau dipotong-potong kecil

Dikeringkan (sinar matahari)

Dilakukan penggilingan (60 Mesh)

Tepung formula tempe - Uji organoleptik


meliputi rasa, warna,
aroma, dan tekstur

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Formula Tempe


28

METODE KERING (B)

Tempe
Dibersihkan, dan
dipotong-potong kecil

Tempe dikeringkan selama 7-8 jam

Tempe dihaluskan dengan menggunakan blender

Pencampuran:
tempe : bahan pendukung / + mocca

Adonan dicetak di atas loyang

Dilakukan pemanggangan dalam oven (180oC, t=20 menit)

Dilakukan pengirisan atau dipotong-potong kecil

Dilakukan Pengeringan (sinar matahari) selama 7-8 jam

Dilakukan penggilingan (60 mesh)

Tepung formula tempe - Uji organoleptik


meliputi rasa, warna,
aroma, dan tekstur
- Uji analisa kimia
meliputi kadar protein,
lemak, abu, air, dan
karbohidrat

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Formula Tempe


29

E. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan pada penelitian ini yaitu uji organoleptik, kadar

protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan karbohidrat.

a. Uji Organoleptik (Rampengan, dkk., 1985)

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau

kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh panelis (konsumen).

Metode pengujian yang dilakukan adalah metode hedonik (uji kesukaan)

meliputi: warna, aroma, rasa, dan tekstur setelah bahan diseduh dengan air

hangat. Dalam metode hedonik ini, panelis (konsumen) diminta

memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaan. Skor yang

digunakan adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka),

dan 1 (sangat tidak suka).

b. Analisis Kadar Protein (Sudarmadji, dkk., 1997)


Kadar protein ditentukan dengan metode kjedahl menggunakan

destruksi Gerhardt Kjeldaterm. Prosedur kerja sebagai berikut :

1. Bahan ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan

ke dalam labu kjedahl 100 ml.

2. Ditambahkan kurang lebih 1 gram campuran selenium dan 10 ml

H2SO4 pekat kemudian dihomogenkan.

3. Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih. Bahan dibiarkan dingin,

kemudian dibuang ke dalam labu ukur 100 ml sambil dibilas dengan

aquadest.

4. Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquades sampai tanda tera.

Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H2BO3 2% tambah

4 tetes larutan indikator dalam erlenmeyer 100 ml.


30

5. Dipipet 5 ml NaOH 30% dan 100 ml aquadest, di suling hingga

volume penampung menjadi kurang lebih 50 ml. Dibilas ujung

penyuling dengan aquades kemudian ditampung bersama isinya.

6. Dititrasi dengan larutan HCL atau H2SO4 0,02 N, perhitungan kadar

protein dilakukan sebagai berikut :

Keterangan :

V1 = volume titrasi contoh

N = normaliter larutan HCL atau H2SO4 0,02 N

P = faktor pengenceran = 100/5

c. Analisis Kadar Lemak (Sudarmadji, dkk., 1997)

Kadar lemak ditentukan dengan metode soxhlet. Prosedur kerja

penentuan kadar lemak sebagai berikut :

1. Ditimbang dengan teliti 1 gram sampel, lalu dimasukkan ke dalam

tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala.

2. Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, himpitkan

dengan tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak yang sama dengan

memakai pipet, lalu dikocok hingga homogen kemudian disaring dengan

kertas saring ke dalam tabung reaksi.

3. Dipipet 5 cc ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a gram) lalu

diovenkan suhu 1000C selam 3 jam.

4. Dimasukkan ke dalam desikator ± 30 menit, kemudian ditimbang

(b gram)
31

5. Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut :

Dimana P = Pengenceran = 10/5 = 2

d. Analisis Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997)

Pengukuran kadar air sampel dilakukan dengan proses pengeringan.

Prosedur kerja pengukuran kadar air sebagai berikut :

1. Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama

15 menit.

2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah

dihomogenkan dalam cawan.

3. Dimasukkan dalam cawan kemudian dimasukkan oven

selama 3 jam.

4. Cawan didinginkan 3-5 menit. Setelah dingin bahan ditimbang kembali.

5. Bahan dikeringkan kembali ke dalam oven ± 30 menit sampai diperoleh

berat yang tetap.

6. Bahan didinginkan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat yang

tetap.

7. Dihitung kadar air dengan rumus :

e. Analisis Kadar Abu (Sudarmadji, dkk., 1997)

1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur kemudian dan didinginkan 3 - 5

menit lalu ditimbang.

2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah

dihomogenkan dalam cawan.


32

3. Dimasukkan dalam cawan pengabuan kemudian dimasukkan ke dalam

tanur dan dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai

beratnya tetap.

4. Bahan didinginkan kemudian ditimbang.

5. Dihitung kadar abunya dengan rumus :

berat abu ( gr)


% abu x100%
berat sampel ( gr)

f. Kadar Karbohidrat by Difference (Winarno,1992)

Kandungan karbohidrat dihitung secara perbedaan antara jumlah

kandungan air, protein, lemak dan abu dengan 100 karbohidrat (g/100g) +

100 – (Protein+lemak+abu+air).

F. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan secara deskriptif kuantitatif dengan

melakukan 2 kali ulangan.


33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

Penelitian yang dilakukan terbagi atas dua yaitu penelitian pendahuluan

dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan yaitu menentukan

komposisi formula bahan dalam pembuatan bubuk formula tempe. Penentuan

perlakuan yang terbaik dilakukan dengan melakukan uji organoleptik

terhadap 10 panelis, yang dimana terdapat tiga perlakuan yang berbeda

dengan cara menyajikan bubuk formula tempe dalam bentuk bubur. Perlakuan

yang terbaik yaitu perlakuan III (32,12% tempe + 38,54% tepung terigu

+ 25,7% gula halus + 1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet

+ 0,1% mayonaise) karena memiliki aroma, warna, tekstur, dan rasa yang lebih

disukai oleh panelis. Hasil yang diperoleh pada penelitian pendahuluan untuk

penentuan formula terbaik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Bubur Formula Pada Penelitian Pendahuluan


Parameter
No. Perlakuan (%)
Warna Aroma Tekstur Rasa
1. 58,67 tempe + 23,47 tepung Agak Tidak Agak Tidak
terigu + 15,64 gula + 0,78 suka suka suka Suka
garam + 0,97 bakpuder+ 0,39
ovalet + 0,06 mayonaise
2. 41,52 tempe + 33,21 tepung Suka Agak Suka Agak
terigu + 22,14 gula + 1,1 suka suka
garam + 1,38 bakpuder+ 0,55
ovalet + 0,08 mayonaise
3. 32,12 tempe + 38,54 terigu + Suka Agak Suka Suka
25,7 gula + 1,28 garam + 1,6 suka
bakpuder + 0,64 ovalet + 0,1
mayonaise
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.
34

B. Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan dengan mengaplikasikan formula bahan

tepung formula tempe terbaik yang diperoleh pada penelitian pendahuluan

sebelumnya yaitu 32,12% tempe + 38,54% tepung terigu + 25,7% gula halus +

1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet + 0,1% mayonaise

dengan dua jenis metode yaitu metode basah dan metode kering dan juga

dilakukan penambahan bahan tambahan berupa pasta mocca

sebanyak 0,06% ke dalam adonan bubuk formula tempe. Selanjutnya

dilakukan uji organoleptik dan analisa proksimat berupa analisa kadar protein,

kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan perhitungan kadar karbohidrat terhadap

bubuk formula tempe yang dihasilkan.

1. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui penilaian panelis terhadap

tepung formula tempe yang disajikan dalam bentuk bubur dengan

menggunakan parameter berupa warna, aroma, tekstur, dan rasa. Hasil uji

organoleptik dari bubur formula tempe dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Organoleptik Bubur Formula Tempe


Perlakuan
Parameter
Metode Metode Basah Metode Metode Kering
Basah + Mocca Kering + Mocca
Warna Suka Agak Suka Suka Agak Suka
Aroma Agak suka Agak suka Agak suka Suka
Tekstur Suka Suka Suka Suka
Rasa Agak suka Agak suka Agak suka Suka
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.
35

a. Warna

Hasil uji organoleptik dari segi warna bubur yang dihasilkan untuk

perlakuan metode basah dan metode kering lebih disukai panelis daripada

perlakuan metode basah + mocca dan metode kering + mocca. Hal ini

disebabkan karena adanya perbedaan warna bubur yaitu pada perlakuan

metode basah dan metode kering memiliki warna yang lebih terang dan terlihat

lebih menarik yaitu kekuningan dibandingkan dengan perlakuan metode basah

+ mocca dan metode kering + mocca yang agak disukai oleh panelis karena

warna bubur yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan kurang menarik. Warna

kecoklatan tersebut disebabkan adanya penambahan pasta mocca. Hal ini

didukung oleh Sultanry dan Berty (1985) yang menyatakan bahwa warna

yang menarik merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan

kualitas atau derajat penerimaan dari suatu produk.

b. Aroma

Hasil uji organoleptik dari segi aroma yang dihasilkan untuk perlakuan

metode kering + mocca lebih disukai oleh panelis daripada perlakuan yang

lain. Hal ini disebabkan karena penambahan pasta mocca dan dengan

perlakuan metode kering menyebabkan aroma dari bubuk formula tempe yang

dihasilkan lebih kuat sehingga lebih disukai oleh panelis. Aroma pada suatu

produk dipengaruhi oleh bahan tambahan yang digunakan seperti penguat cita

rasa. Hal ini didukung oleh pernyataan Afrianti (2008), bahwa penguat cita

rasa adalah suatu zat sebagai bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam

makanan yang dapat memperkuat rasa dan aroma.


36

c. Tekstur

Hasil uji organoleptik dari segi tekstur keempat perlakuan cenderung

disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan produk yang diujikan berupa bubur

yang memiliki tekstur lunak dan kental sesuai dengan tekstur bubur pada

umumnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Ratnawati (1995) bahwa bubur

merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah untuk

dicerna oleh semua umur.

d. Rasa

Hasil uji organoleptik yang diperoleh dari segi rasa untuk perlakuan

metode kering + mocca lebih disukai oleh panelis daripada perlakuan yang

lain. Hal ini disebabkan karena penambahan mocca flavor dan dengan

perlakuan metode kering menyebabkan rasa dari bubuk formula tempe yang

dihasilkan lebih sempurna sehingga lebih disukai oleh panelis. Menggunakan

pasta mocca sebagai bahan tambahan dimaksudkan untuk memberikan cita

rasa pada bubur, dimana bahan tambahan makanan ini sangat penting untuk

penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Hal ini didukung

oleh Afrianti (2008) yang menyatakan bahwa keberadaan bahan tambahan

makanan adalah untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih

menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu ditambahkan

dalam jumlah sedikit, namun hasilnya memuaskan bagi konsumen dan

produsen.

2. Analisa Proksimat Terbaik

Analisa proksimat merupakan analisa yang meliputi kadar protein,

lemak, abu, air dan karbohidrat. Pengujian analisa proksimat dilakukan

terhadap tepung formula tempe yang dibuat dengan metode kering + mocca
37

yang merupakan metode dan formula terpilih yang lebih disukai oleh panelis

sesuai dengan hasil uji organoleptik. Analisa proksimat ini dilakukan untuk

mengetahui kandungan gizi yang terkandung dalam tepung formula tempe

tersebut. Hasil dari pengujian analisa proksimat tepung formula tempe

disajikan pada gambar 4 dibawah ini:

80
69,14
70
60
Nilai analisa (%)

50
40
30
20
11,88 10,6
10 5,18
3,2
0
Protein (%) Lemak (%) Abu (%) Air (%) Karbohidrat
(%)
Analisa Proksimat

Gambar 4. Hasil analisa proksimat tepung formula tempe terbaik

Dari data di atas dapat dilihat bahwa kadar protein yang diperoleh yaitu

sebanyak 11,88%, kadar lemak sebanyak 10,6%, kadar abu sebanyak 3,2%,

kadar air 5,18% dan karbohidrat sebanyak 69,14%. Analisa yang diperoleh

menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang lebih tinggi, menyusul kadar protein,

lalu kadar lemak, kemudian kadar air, dan paling sedikit yaitu kadar abu.

Nilai kadar protein sebanyak 11,88% dan kadar air sebanyak 5,18% yang

diperoleh pada tepung formula tempe bersifat saling berhubungan. Hal ini

disebabkan nilai protein yang tinggi mengakibatkan nilai kadar air menjadi lebih

rendah. Hal ini didukung oleh pernyataan Anonim (2010c), bahwa kadar protein

dalam bahan pangan berhubungan dengan kadar air, semakin tinggi kadar protein

suatu bahan pangan maka semakin rendah kadar airnya.


38

Nilai kadar lemak tepung formula tempe sebanyak 10,6% dipengaruhi

oleh jumlah kandungan lemak yang memang sudah terdapat pada tempe dan juga

dipengaruhi oleh penambahan mocca flvour yang mengandung sedikit minyak

dan minyak dapat mempengaruhi jumlah lemak. Hal ini sesuai

dengan Anonim (2010b), bahwa di dalam pasta mocca terdapat sejumlah protein

dan minyak yang dapat mempengaruhi komposisi produk yang ditambahkan

kedalamnya.

Nilai kadar air sebanyak 5,18 % menunjukkan bahwa tepung formula tempe

bersifat awet dan tahan lama. Hal ini didukung oleh pernyataan Anonim (2011g),

bahwa tingkat kadar air yang rendahyaitu 4-8% memungkinkan produk olahan

tempe dapat disimpan pada suhu kamar selama berbulan-bulan.

Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral

anorganik pada tepung formula tempe dari tiap-tiap perlakuan dalam bentuk abu

setelah melalui proses pembakaran dalam tanur dengan suhu 750OC. Nilai kadar

abu yang diperoleh sebanyak 3,2%. Hal ini memperlihatkan bahwa kandungan

abu pada tepung formula tempe sesuai dengan standar yang ada yaitu

nilai abu dalam produk tempe maksimal 3,6%. Hal ini didukung oleh

pernyataan Sutomo (2008), bahwa kandungan abu pada produk tempe adalah

maksimal 3,6%.

Nilai kadar karbohidrat pada tepung formula tempe ini merupakan jumlah

perhitungan biasa yang dilakukan dengan menghitung secara keseluruhan

antara kadar protein, lemak, air, dan abu. Hal ini didukung oleh

pernyataan Winarno (1992), bahwa perhitungan kadar karbohidrat suatu bahan

pangan dapat dihitung secara perbedaan antara jumlah kandungan air, protein,

lemak dan abu dengan rumus karbohidrat yaitu 100-(protein+lemak+abu+air).


39

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Formula terbaik yang diperoleh dalam pembuatan tepung formula

tempe adalah 32,12% tempe + 38,54% tepung terigu + 25,7% gula halus +

1,28% garam + 1,6% baking powder + 0,64% ovalet + 0,1% mayonaise +

0,06% pasta mocca.

2. Metode terbaik yang diperoleh untuk pembuatan tepung formula tempe

adalah dengan metode kering yaitu mengeringkan tempe terlebih dahulu

sebelum di olah lebih lanjut menjadi tepung formula tempe.

3. Hasil analisa proksimat terbaik yaitu kadar protein sebanyak 11,88%,

kadar lemak sebanyak 10,6%, kadar abu sebanyak 3,2%, kadar air 5,18%

dan karbohidrat sebanyak 69,14%.

B. Saran

Sebaiknya untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai masa simpan dari tepung formula tempe, mengganti penggunaan

mayonaise menjadi kuning telur, dan melakukan modifikasi aroma dan rasa

yang lain agar diperoleh aroma dan rasa yang lebih bervariasi pada tepung

formula tempe.
40

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L.H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta, Bandung.

Agosin E., D. Diaz, R. Aravena, and E. Yanez., 1989. Chemical and Nutritional
Characterization of Lupine Tempeh. Journal of Food Science, Volume
S4, No.1, University of Food Science, Chile.

Ali, I., 2008. Buat Tempe Yuuuuk. http://iqbalali.com/2008/05/07/buat-tempe-


yuuuuk/. Diakses tanggal 18 Juli 2011.

Anonim, 2005. Asosiasi Tepung Terigu Indonesia.


http://urbanesia.com/asosiasi-produsen-tepung-terigu-indonesia-aptindo.
Diakses tanggal 18 Juli 2011.

Anonim, 2008a. Tepung Tempe.


http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/TEPUNG%
20TEMPE.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 18 Juli 2011.

______, 2008b. Pencampuran Bahan.


http://www.scribd.com/doc/57424993/Kelas11-Kimia-Industri-Suparni.
Diakses tanggal 18 Juli 2011.

Anonim, 2009a. Formula Tempe.


http://ariezzzjs.blogdetik.com/2009/05/11/formula-tempe. Diakses tanggal
18 Juli 2011.

______, 2009b. Tepung Terigu. http://firststeply.forumotion.com/t94-tepung-


terigu. Diakses tanggal 18 Juli 2011.

______, 2009c. Gula. http://www.google-jurnal-dodol/gula.com. Diakses tanggal


18 Juli 2011.

______, 2009d. Ovalet. http://herkitchen.wordpress.com/page/8/. Diakses tanggal


18 Juli 2011.

______, 2009e. Penggilingan. http://www.digilib.brawijaya.ac.id/.pdf.


Diakses tanggal 18 Juli 2011.

Anonim, 2010a. Fungsi Gula. http://www.id.wikipedia.org/wiki/fungsi-gula.


Diakses tanggal 18 Juli 2011.

______, 2010b. Pasta Mocca. http://id.wikipedia.org/wiki/pasta-mocca. Diakses


tanggal 15 Oktober 2011.
41

Anonim, 2010c. Struktur Pati.


http://kuliahpangan77.wordpress.com/2010/04/14/telur/. Diakses tanggal 15
Oktober 2011.

Anonim, 2011a. Gandum. http://id.wikipedia.org/wiki/Gandum. Diakses tanggal 18


Juli 2011.

______, 2011b. Bakpuder. http://id.wikipedia.org/wiki/Bakpuder. Diakses tanggal


18 Juli 2011.

______, 2011c. Perebusan. http://www.soyanatura.com/?pg=faq. Diakses tanggal


18 Juli 2011.

______, 2011d. Perebusan. http://lemlit.unila.ac.id/file/


arsip%202009/SATEK%202008/VERSI%20PDF/bidang%208/VIII-5.pdf.
Diakses tanggal 18 Juli 2011.

______, 2011e. Pemanggangan. http://endonesia.com/mod.php?mod=katalo.


Diakses tanggal 18 Juli 2011.

______, 2011f. Pembakaran. http://docs.google.com/viewer.pdf.penggorengan.


Diakses tanggal 15 Oktober 2011.

______, 2011g. Pengeringan. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/


123456789/26980/Pusbangtepa_Hasil%20olahan%20tempe.pdf?seque
ce=1. Diakses tanggal 18 Juli 2011.

______, 2011h. Pengukusan. http://docs.google.com/viewer.pdf.penggorengan.


Diakses tanggal 15 Oktober 2011.

Astawan, M., 2008. Sehat Dengan Tempe.Panduan Lengkap Menjaga


Kesehatan dengan Tempe. PT Dian Rakyat, Jakarta.

Astuti, M., Meliala, Andreanyta., Fabien, Dalais., Wahlq, Mark. 2003. Tempe, a
nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr
(2000) 9(4): 322–325. http://iqbalali.com/2008/05/07/buat-tempe-yuuuuk/.
Diakses tanggal 15 Oktober 2011

Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Tempe Kedelai SNI 01-3144-
1992.
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.

_______, 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi
Aksara, Jakarta.

Ferlina, F. 2009. Tempe. http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php. Diakses tanggal


18 Juli 2011.
42

Hartomo, A.J. dan M.C. Widiatmoko, 1993. Emulsi dan Pangan Instant
Ber-Lesitin. Andi Offset, Yogyakarta.

Ishak, Elly., dan Sarinah Abdullah, 1998. Ilmu dan Teknologi Pangan. Badan
Kerjasama Antar Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung
Pandang.

Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta


Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press,
Jakarta.

Mardiah, 1994. Sifat Fungsional & Nilai Gizi Tepung Tempe Serta
Pengembangan Produk Olahannya Sebagai Makanan Tambahan Bagi
Anak. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasan


Mutu Pangan. Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian
Timur, Ujung Pandang.

Ratnawati, 1995. Bubur Instan. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian,


Departemen Pertanian, Jakarta.

Rubianty, Sultanry, dan Berty Kassenger, 1985. Kimia Pangan. Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia bagian Timur.

Smith, A. K and J. Circle, S. 1978. Soybears Chemistry and Technology. The


AVI Pub. Company Inc. westport connecticut.

Snyder, H.E. and W. Know, T. 1987. Soybean Untiluzatin. an AVI Book.


Published by van Nostrad Rein hold company, New york.

______, 2000. Soybean Utilization Published. Van Nostrand Reinhold


Company, New York.

Steinkraus, K.H., 1983. Indonesian Tempeh and Related Fermentation. Dalam:


Handbook of Indigenous Fermented Foods. UGM, Yogyakarta.

Subarna, 2002. Pelatihan Roti. PT Fits Mandiri. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Rineka Cipta, Jakarta.

Sutomo, B., 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. http://myhobbyblogs.


com/food/files/2008/06/. Diakses tanggal 18 Juli 2011.
43

Welirang, F. 2006. Jalan Tengah Sempurna Ketahanan Pangan Indonesia


Sebagai Solusi Pangan Masa Depan.
http://www.iptek.net.id/ind/pustakapangan. Diakses tanggal 15 Oktober
2011.

Wibowo, S., 2004. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Widyowati,S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan


Olahan Dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan.
http://www.google.com. Diakses tanggal 15 Oktober 2011.

Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Wolf, W.J., and C. Cowan, J. 1971. Soybean as a Food Source, C.R.C. Press,
Ohio.
44

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Organoleptik Formula Tempe dari Segi Warna


Sampel
Panelis
353 289 141 516
1. 4 4 4 4
2. 3 2 4 3
3. 4 2 5 3
4. 4 3 5 3
5. 4 3 4 3
6. 5 4 5 4
7. 4 2 4 2
8. 4 2 4 2
9. 4 4 4 4
10. 4 2 5 2
Total 40 28 44 30
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.

Lampiran 2. Hasil Uji Organoleptik Formula Tempe dari Segi Aroma


Sampel
Panelis
353 289 141 516
1. 3 4 3 4
2. 3 2 2 2
3. 3 3 3 3
4. 3 3 3 4
5. 4 4 3 4
6. 4 4 5 3
7. 3 3 3 3
8. 3 3 3 4
9. 4 4 2 5
10. 4 3 4 3
Total 34 33 31 35
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.
45

Lampiran 3. Hasil Uji Organoleptik Formula Tempe dari Segi Tekstur


Sampel
Panelis
353 289 141 516
1. 4 4 4 4
2. 3 2 3 3
3. 4 4 4 4
4. 4 4 4 5
5. 4 3 4 3
6. 5 5 5 4
7. 4 4 4 4
8. 3 3 3 2
9. 3 5 3 3
10. 3 3 4 4
Total 37 37 38 36
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.

Lampiran 4. Hasil Uji Organoleptik Formula Tempe dari Segi Rasa


Sampel
Panelis
353 289 141 516
1. 4 4 4 4
2. 4 4 3 4
3. 4 3 3 3
4. 3 4 4 5
5. 4 4 4 4
6. 3 4 2 4
7. 2 3 3 2
8. 3 2 3 3
9. 3 3 3 4
10. 4 3 4 4
Total 34 34 33 37
Sumber : Data Primer Penelitian, 2011.

Lampiran 5. Hasil Perhitungan Kadar Protein Pada Tepung Formula Tempe


Terbaik

Ulangan I

Berat sampel = 0,6289 g

Volume titrasi = 3,00 ml

= 11,85%
46

Ulangan II

Berat sampel = 0,6050 g

Volume titrasi = 2,90 ml

= 11,91%

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Kadar Lemak Pada Tepung Formula Tempe


Terbaik

Ulangan I

P = 10/5 = 2

b = 13,9272

a = 13,8711

Sampel = 1,0291 g

= 10,90%

Ulangan II

P = 10/5 = 2

b = 10,6800

a = 10,6229

Sampel = 1,1088 g

= 10,30%
47

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Kadar Abu Pada Tepung Formula Tempe Terbaik

Ulangan I
Berat sampel = 2,0106 g
Berat abu = 0,0601 g

0,0601
= x 100%
2,0106

= 2,98%

Ulangan II
Berat sampel = 2,0165 g
Berat abu = 0,0690 g

0,0690
= x 100%
2,0165

= 3,42%

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Kadar Air Pada Tepung Formula Tempe Terbaik

Ulangan I

Berat awal = 2,0318 g

Berat akhir = 1,9245 g

2,0318 1,9245
= x 100%
2,0318
48

0,1073
= x100%
2,0318

= 5,28%

Ulangan II

Berat awal = 2,0386 g

Berat akhir = 1,9349 g

2,0386 1,9349
= x 100%
2,0386

0,1037
= x100%
2,0386

= 5,08%

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Kadar Karbohidrat Pada Tepung Formula Tempe


Terbaik

Ulangan I

Kadar protein = 11,85

Kadar lemak = 10,90

Kadar abu = 2,98

Kadar air = 5,28

Karbohidrat (g/100g)= 100 - (protein + lemak + abu + air)

= 100 - (11,85 + 10,90 + 2,98 + 5,28)

= 100 - 31,01

= 68,99

Ulangan II

Kadar protein = 11,91

Kadar lemak = 10,30


49

Kadar abu = 3,42

Kadar air = 5,08

Karbohidrat (g/100g)= 100 - (protein + lemak + abu + air)

= 100 - (11,91 + 10,30 + 3,42 + 5,08)

= 100 - 30,71

= 69,29

Lampiran 10. Gambar Profil Tepung Formula Tempe

Metode Basah Metode Kering

Tepung formula tempe setelah diseduh

Anda mungkin juga menyukai